Anda di halaman 1dari 45

COVER

KATA PENGANTAR

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Tujuan ...............................................................................................3
1.3 Manfaat..............................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................4
2.1 Konsep Diabetes Mellitus..................................................................4
2.2 Konsep Hipoglikemia........................................................................5
BAB III LAPORAN KASUS.......................................................................15
3.1 Pengkajian.........................................................................................15
3.2 Perumusan Diagnosa Keperawatan...................................................24
3.3 Rencana Keperawatan.......................................................................25
3.4 Implementasi Keperawatan...............................................................25
3.5 Evaluasi.............................................................................................30
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................34
4.1 Evidance Based Pratice....................................................................34
4.2 Pembahasan......................................................................................37
BAB V PENUTUP........................................................................................40
5.1 Simpulan ..........................................................................................40
5.2 Saran.................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................41

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam darah

dibawah normal (<70mg/dl) (ADA, 2016). Hipoglikemia adalah efek samping

yang paling sering terjadi akibat terapi penurunan glukosa darah pada pasien

DM dan pengontrolan glukosa darah secara intensif selalu meningkatkan

risiko terjadinya hipoglikemia berat. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada

DM tipe 1 dengan angka kejadian 10% - 30% pasien per tahun dengan angka

kematian nya 3% - 4% (Hikmatul et al., 2022).

Pada DM tipe 2 angka kejadiannya 1,2 % pasien per tahun. Rata-rata

kejadian hipoglikemia meningkat dari 3.2 per 100 orang per tahun menjadi 7.7

per 100 orang per tahun pada penggunaan insulin. Menurut penelitian lain

didapatkan data kejadian hipoglikemia terjadi sebanyak 30% per tahun pada

pasien yang mengonsumsi obat hipoglikemik oral seperti sulfonilurea (Parliani

et al., 2021) Sebagai penyulit akut pada DM tipe 2, hipoglikemia paling sering

disebabkan oleh penggunaan Insulin dan Sulfonilurea (PERKENI, 2015).

Pada pasien DM, hipoglikemia merupakan faktor penghambat utama

dalammencapaisasarankendaliglukosadarahnormal.Hipoglikemia yang terjadi

pada DM merupakan suatu keadaan yang terjadi ketika insulin dan glukosa

darah dalam keadaan tidak seimbang. Hal ini dapat terjadi setelah

menggunakan insulin atau obat anti diabetik lainnya, tidak cukup makan atau

waktu jeda antar makan yang lama (biasanya pada tengah malam), latihan

1
2

fisik tanpa asupan makanan yang cukup sebelumnya, atau tidak cukup

konsumsi karbohidrat dimana gejala yang di timbulkannya dapat berupa gejala

otonom seperti berkeringat, gemetar, palpitasi, dll, dan/atau gejala dari

disfungsi neurologi seperti kejang, lethargi, hingga koma (American

Association of Diabetes, 2021).

Hipoglikemia terkadang luput dari pengawasan dokter maupun pasien.

Sebagian orang dengan DM tidak memiliki tanda-tanda peringatan dini untuk

kadar glukosa darah yang rendah. Kondisi ini paling sering mengenai

penderita diabetes Tipe I, tetapi tidak menutup kemungkinan juga dapat terjadi

pada penderita diabetes Tipe 2 (Hikmatul et al., 2022).

Hipoglikemia merupakan keadaan yang sangat berbahaya dan dapat

mengancam jiwa penderita karena glukosa darah adalah sumber energi satu-

satunya pada otak, sehingga jika mengalami penurunan kadar dari normal

dapat mempengaruhi dan mengganggu fungsi otak tersebut secara langsung

(Hikmatul et al., 2022).

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas dan angka kejadian

hipoglikemia yang terus mengalami peningkatan mengikuti peningkatan

kejadian DM tipe 2 di Indonesia (PERKENI, 2015).


3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas penulis mengangkat rumusan masalah

“Bagaimana asuhan keperawatan pada Ny. I dengan diagnosa medis

hipoglikemi di ruang ICU RSUD Bandung?”.

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Ny. I dengan diagnosa

medis hipoglikemi di ruang ICU RSUD Bandung


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Diabetes Melitus Tipe

2.1.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis atau menahun

berupa gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar

glukosa darah diatas normal (Hikmatul et al., 2022).

Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang

membutuhkan perawatan medis berkelanjutan dengan strategi

pengurangan risiko multifaktor di luar kendali glikemik. Diabetes

melitus diklasifikasikan menjadi DM Tipe 1, DM Tipe 2, DM Tipe lain,

dan DM pada kehamilan (DM Gestasional) (American Association of

Diabetes, 2021).

Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia, terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sembilan puluh persen

dari kasus diabetes adalah DM Tipe 2 dengan karakteristik gangguan

sensitivitas insulin dan/atau gangguan sekresi insulin. DM Tipe 2 secara

klinis muncul ketika tubuh tidak mampu lagi memproduksi cukup

insulin unuk mengkompensasi peningkatan insulin resisten (Carracher

et al., 2018).

4
5

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa diabetes

melitus merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang

yang disebabkan oleh adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat

penurunan sekresi insulin progresif dilatar belakangi oleh resistensi

insulin. Diabetes melitus dapat diabagi menjadi DM Tipe I, DM Tipe 2,

DM Tipe lain dan DM Gestasional.

2.2 Konsep Hipoglikemia

2.2.1 Definisi Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah gangguan kesehatan yang terjadi ketika

kadar gula di dalam darah berada di bawah kadar normal. Hipoglikemia

adalah komplikasi yang paling umum terjadi pada individu dengan

diabetes mellitus. Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar

glukosa darah <60 mg/dL (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia,

2011). Nilai peringatan hipoglikemia pada pasien rawat inap

didefinisikan sebagai glukosa darah <70 mg/dL (3,9 mmol/L),

sedangkan hipoglikemia yang signifikan secara klinis didefinisikan

sebagai nilai glukosa <54 mg/dL (3,0 mmol/L) (American Association

of Diabetes, 2021).

Hipoglikemia adalah ciri umum dari DM tipe 1 dan juga dijumpai

pada klien dengan DM tipe 2 yang menjalani terapi obat insulin atau

obat oral. Hipoglikemia dapat disebabkan karena dosis insulin

berlebihan, asupan makanan lebih sedikit dari biasanya, aktivitas


6

berlebihan, ketidakseimbangan nutrisi dan cairan serta riwayat

mengkonsumsi alcohol (Black dan Hawks, 2021). Hipoglikemia pada

pasien diabetes melitus disebut iatrogenic hypoglycemia, sedangkan

hipoglikemia pada pasien non-diabetes disebut hipoglikemia spontan.

Hipoglikemia bersifat emergensi dengan gejala dan keluhan yang tidak

spesifik. Hipoglikemia dapat berkembang menjadi koma bahkan

kematian. Hipoglikemia berat yang berkepanjangan akan mengak

(Mansyur, 2018).

PERKENI 2015 menjelaskan secara umum terdapat beberapa

klasifikasi hipoglikemia antara lain : (PERKENI, 2015).

a. Hipoglikemia berat apabila kadar GDS sangat rendah dan pasien

tidak sadar serta membutuhkan bantuan orang lain untuk pemberian

karbohidrat, glukagon, atau tindakan resusitasi lainnya.

b. Hipoglikemia simtomatik apabila kadar GDS <70mg/dl dan disertai

keluhan serta gejala hipoglikemia. Pasien masih dapat menolong

dirinya sendiri.

c. Hipoglikemia asimtomatik apabila kadar GDS <70mg/dl, namun

tanpa disertai gejala dan keluhan hipoglikemia

d. Hipoglikemia relative apabila kadar GDS masih >70 mg/dl, namun

terdapat gejala dan keluhan hipoglikemi

e. Probable hipoglikemia apabila gejala dan keluhan hipogllikemia,

tanpa disertai pemeriksaan GDS


7

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan

bahwa hipoglikemia merupakan kondisi klinis yang ditandai oleh

penurunan kadar glukosa darah melewati ambang batas yang bisa

ditoleransi oleh tubuh. Secara klinis hipoglikemia didefinisikan sebagai

nilai glukosa <54 mg/dL (3,0 mmol/L). Hipoglikemia dapat bersifat

emergensi dan memerlukan penanganan yang cepat. Jika tidak

ditangani dengan baik hipoglikemia akan menimbulkan dampak yang

tidak diinginkan seperti: penurunan kualitas hidup, gangguan fungsi

kognitif, penurunan kesadaran, bahakan dapat menjadi pemicu penyakit

kardiovaskuler yang dapat menjadi penyebab kematian.

2.2.2 Tanda dan gejala

PERKENI 2015 menjelaskan pasien dengan diabetes melitus

yang mengalami komplikasi akut hipoglikemia akan menunjukkan

tanda dan gejala yang dapat dibagi menjadi dua yaitu : (PERKENI,

2015).

1. Tanda dan gejala autonomic

1) Tanda : rasa lapar, banyak berkeringat, tampak gelisah,

paresthesia, palpitasi, tremulousness

2) Gejala : pucat, takikardia, widened pulse pressure (tekanan

nadi melebar)

2. Tanda dan gejala neuroglikopenik


8

1) Tanda : lemah, lesu, dizziness (pusing), confusion (bingung),

perubahan sikap, gangguan kognitif, diplopia (pengelihatan

ganda), pandangan kabur.

2) Gelaja : cortical blindness (kebutaan kortikal), hipotermia,

kejang dan koma. Gejala autonomik akan terjadi bila

konsentrasi / kadar glukosa darah mencapai sekitar 60 mg/dl.

Sedangkan gejala neuroglikopenik akan dialami bila kadar

glukosa darah mencapai sekitar 50 mg/dl atau lebih rendah dan

terjadi akibat berkurangnya suplai glukosa ke otak (American

Diabetes Association, 2020). Gejala autonomik

dikelompokkan menjadi dua yaitu gejala adrenergik dan

kolinergik: (Mansyur, 2018).

a. Gejala adrenergik berupa palpitasi, tahikardia, gelisah,

kecemasan dan tremor.

b. Gejala kolinergik berupa keringat yang berlebihan, pucat,

teraba hangat, parastesi, mual perasaan lapar yang

berlebihan.

Sedangkan gejala neuroglikopenik bervariasi mulai dari

perasaan lemas, pusing, sakit kepala, perubahan perilaku,

kebingungan, penurunan fungsi kognitif, kejang- kejang sampai

penurunan kesadaran dan koma. Hipoglikemia berat yang

berlangsung berkepanjangan dapat menyebabkan kematian dan

kerusakan otak permanen (Mansyur, 2018).


9

Apabila glukosa darah turun hingga <70 mg/dL, maka tubuh

akan merespon dengan mengeluarkan hormone cathecolamin,

glucagon, cortisol dan growth hormone. Hal tersebut menyebabkan

pasien dengan hipoglikemia akan menunjukkan beberapa gejala

antara lain : (Hikmatul et al., 2022).

1. Tanda : pallor, diaphoresis

2. Gejala neuroglikopeni : gangguan kognitif, perubahan

perilaku, gangguan psikomotor, kejang dan koma.

3. Gejala otonomik adrenergik : palpitasi, gemetar dan cemas

4. Gejala Kolinergik : berkeringat dingin, lapar dan parastesia.

2.2.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien

diabetes melitus yang mengalami hipoglikemia antara lain (Hikmatul et

al., 2022).

1. Gula darah puasa

Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum

diberi glukosa 75 gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110

mg/dl. Biasanya pada penderita hipoglikemia akan terjadi

penurunan kadar glukosa darah <60mg/dL,

2. Pemeriksaan AGD

Bisanya masih dalam batas normal namun dapat terjadi asidosis

respiratorik sedang.

3. HBA1c
10

Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh

kadar gula darah yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat

mengontrol hasil tes dalam waktu 2- 3 bulan. HBA1c menunjukkan

kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada orang normal antara 4 -

6%. Semakin tinggi maka akan menunjukkan bahwa orang tersebut

menderita DM dan beresiko terjadinya komplikasi.

4. Pemeriksaan Elektrolit

Biasanya tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah

terganggu

5. Pemeriksaan darah lengkap

Leukosit, terjadi peningkatan jika terdapat infeksi pada pasien.

2.2.4 Pentalaksanaan

Strategi penanganan pasien diabetes melitus dengan komplikasi

akut hipoglikemia terdiri atas 3 kelompok utama yaitu pencegahan

hipoglikemia, pengunaan obat-obatan dengan dosis rendah sampai

optimal atau gunakan golongan obat yang mempunyai risiko

hipoglikemia rendah dan terapi hipoglikemia (Mansyur, 2018).

1. Pencegahan hipoglikemia

Edukasi untuk mencegahan atau menurunkan risiko terjadinya

hipoglikemia maka sangat penting dilakukan. Edukasi kepada

pasien dan keluarganya dan juga pemantauan glukosa darah secara

mandiri (self monitoring blood glucose/ SMBG) merupakan

strategi utama dalam upaya pencegahan terhadap tejadinya


11

hipoglikemia. Pemantauan glukosa darah secara mandiri secara

reguler merupakan cara yang paling efektif untuk mengetahui

kecenderungan kadar glukosa darah dan mengidentifikasi

terjadinya hipoglikemia asimptomatik. Pemantauan dapat

dilakukan secara periodik dengan pemeriksaan kadar glukosa darah

kapiler maupun melalui monitoring glukosa darah secara kontinyu

(continous glucose monitoring/CGM) (American Diabetes

Association, 2020).

2. Pengunaan obat-obatan dengan dosis rendah sampai optimal atau

gunakan golongan obat yang mempunyai risiko hipoglikemia

rendah

Terapi farmakologis pada penderita diabetes melitus ditujukan

untuk mempertahankan kontrol glikemik selama mungkin tanpa

risiko hipoglikemia, oleh karena itu pemberian obat-obatan

sebaiknya dimulai dengan dosis rendah dan kemudian dilakukan

titrasi secara bertahap hingga mencapai dosis optimal. Sesuai

dengan mekanisme kerjanya maka golongan obat-obatan anti

diabetes dikelompokkan dalam dua kategori utama yaitu kelompok

risiko rendah dan kelompok risiko tinggi sebagai penyebab

hipoglikemia. Kelompok risiko tinggi akan meningkatkan kadar

insulin tanpa dipengaruhi kadar glukosa dalam darah. Sedangkan

golongan obat dengan risiko hipoglikemia rendah berkerja

bedasarkan kadar glukosa dalam darah (Mansyur, 2018).


12

3. Terapi hipoglikemia

Penanganan utama pasien hipoglikemia pada pasien diabetes

adalah deteksi dini dan atasi kadar glukosa darah yang rendah

dengan mengembalikan kadar glukosa darah secepat mungkin ke

kadar yang normal sehingga gejala dan keluhan hipoglikemia juga

akan segera menghilang. Rekomendasi terapi hipoglikemia

(Hikmatul et al., 2022).

1) Hipoglikemia ringan dan sedang

Berikan 15-20 gram glukosa tablet atau yang telah dilarutkan

dalam air minum (2-3 sendok makan). Cek ulang kadar

glukosa darah 15 menit kemudian, bila kadar glukosa darah

masih kurang dari 70 mg/dl maka pemberian 15 gram glukosa

dapat diulangi, demikian pula untuk 15 menit berikutnya.

2) Hipoglikemia berat dan pasien masih sadar

Berikan 20 gram glukosa secara oral. Cek ulang 15 menit

kemudian, bila kadar glukosa darah tetap < 70 mg/dl maka

ulangi pemberian 20 gram glukosa, demikian pula untuk 15

menit berikutnya.

3) Hipoglikemia berat dan pasien tidak sadar.

Jika terdapat gejala neuroglikopeni, maka pasien harus

diberikan terapi parenteral yaitu Dextrose 40% 25 ml, diikuti

dengan infus D50% atau D10%, dengan rumus 3-2-1-1.

Lakukan pemantauan gula darah setiap 1-2 jam. Apabila


13

terjadi hipoglikemia berulang pemberian Dextrose 40% dapat

diulang kembali. Adapun tatalaksana hipoglikemia pada pasien

tidak sadar yang menunjukkan gejala neuroglikopenia menurut

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia

(PAPDI) tahun 2015 adalah sebagai berikut (Perhimpunan

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2015):

a. Pemberian larutan Dekstrosa 40% sebanyak 50 ml dengan

bolus intravena (IV)

b. Pemberian cairan Dekstrosa 10% per infus, 6 jam per kolf

(500 cc).

c. Periksa GDS, bila:

a) GDS < 50 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40% 50 ml

IV

b) GDS <100 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40% 25 ml

IV

d. Periksa GDS setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa

40%, bila :

a) GDS <50 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40% 50 ml

IV

b) GDS <100 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40% 25 ml

IV

c) GDS 100-200 mg/dl, tanpa bolus Dekstrosa 40%


14

d) GDS >200 mg/dl, pertimbangkan menurunkan

kecepatan drip Dekstrosa 10%

e. Bila hipoglikemia belum teratasi, pertimbangka pemberian

antagonis insulin, seperti: Deksametason 10 mg IV bolus,

dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan Manitol 1,5-2 g/KgBB IV

setiap 6-8 jam.


15
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan dilakukan kepada pasien NY. I (72 TAHUN) dengan

diagnosa medis Bronkeupneuponia, Respiratori Distres, Hypertensive Heart

Desease, Hipoglikemi, Pulmo Edema di ruang ICU RSUD Bandung.

3.1 Pengkajian

A. Biodata

1. Identitas

Nama : Ny. I

Tanggal Lahir : 72 Th/16-11-1950

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Sunda

Status : Kawin

Pekerjaan : IRT

No RM : 964130

Tanggal Masuk RS : 22-08-2023

Tanggal Pengkajian : 23-08-2023

Hari Rawat Ke : 2

Alergi : Tidak Ada

Antropometri : 80 Kg/ 155 Cm

Alamat Rumah : Cigending, Ujung Berung

15
16

Diagnosa Medis : RDS + Pulmo Edema+ HHD+ BP + Hypoglikemi

2. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Nn. f

Usia : 28 Th

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Swasta

Hubungan Dengan Klien : Cucu Pasien

B. Riwayat Kesehatan Saat Ini

1. Alasan Masuk Rumah Sakit

Pasien masuk IGD RS Kota Bandun pada tanggal 22 agustus 2023 karena

merasa sesak berat, dan juga terjadi penurunan kesadaran.

2. Alasan Masuk ICU

Alasan pasien masuk ICU karena pasien mengalami distres respirasi dan

juga gangguan pada pernafasan yang berat sehingga membutuhkan

observasi terus menerus dan kesadaran pasien samnolen GCS 12

3. Keluhan Utama

Sesak Nafas

4. Faktor Pencetus

Terdapat penumpukan cairan di paru-paru

5. Lamanya Keluhan

Keluarga pasien mengatakan pasien sudah sesak nafas sejak seminggu

yang lalu
17

6. Timbulnya Keluhan

Pasien mengatakan awalnya pasien hanya merasa sesak ringan, tetapi

lama lama sesak semakin berat

7. Faktor Yang Memperberat

Pasien mengatakan saat posisi terlentang dan saat beraktivitas

8. Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasinya

Pasien mengatakan dengan duduk semi fowler dan pemberian oksigen

9. Diagnosa Medik

Bronkeupneuponia, Respiratori Distres, Hypertensive Heart Desease,

Hipoglikemi, Pulmo Edema

C. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien mengeluh sesak sejak 1 minggu yang lalu, sesak terasa seperti di

tindi beban berat, sesak berkurang saat pasien dudu, dan bertambah saat

pasien terlentang dan beraktivitas, sesak terjadi terus menerus sepanjang hari

D. Riwayat Kesehatan Lalu

Pasien memiliki riwayat diabetes tetapi sekrang sudang tidak lagi

E. Riwayat Kesehatan Keluarga (Genogram 3 Generasi)


18

Penjelasan :Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung,

diabetes, darah tinggi dan kanker atau penyakit menular dan genetik lainya.

F. Riwayat Psikososial

1. Pola Konsep Diri

Pasien merasa sedih dan tidak berguna saat sakit

2. Pola Kognitif

3. Pola Koping

saat merasa cemas pasien biasanya beristigfar

4. Pola Interaksi

Menurut keluraga pasien saat sehat pasien biasa melakukan pengajian

setiap hari seninnya

G. Riwayat Spiritual

1. Ketaatan Klien Beribadah

Pasien terlihat melakukan sholat di tempat tidurnya

2. Dukungan Keluarga Klien

Keluarga pasien terlihat bergantian untuk menjaga pasien

3. Ritual Yang Bisa Dijalankan Klien

Pasien biasa melakukan sholat

H. PemeriksaanFisik

1. Keadaan Umum Klien

KU: compos mentis GCS: 15 E: 4 M:6 V:5

2. Tanda - Tanda Vital

Tekanan darah : 184/92 mmHg


19

Nadi : 92 x/mnt

Respirasi : 46 x/mnt

Suhu : 33C

Saturasi oksigen : 88%

3. Sistem Pernafasan

Terdapat cuping (+), retraksi dada (+), terpasang selang NGT, terpasang

alat bantu nafas HFNC, terdengar hipersonor saat di perkusi di kanan dan

kiri dada, R: 46 x/mny SPO2: 88%

Suara nafas vesikuler

4. Sistem Kardiovaskular

TD : 184/92 mmHg N: 92 x/mnt , konjungtiva tidak anemis, kulit tidak

pucat, denyut nadi teratur, suara jantung murni, terdapat peningkatan JPV

5. Sistem Pencernaan

Pasien terlihat terpasang NGT, bibir kering, lidah putih, bising usus : 8

x/mnt, tidak ada nyeri menelan, tidak ada nyeri tekan pada daerah perut

6. Sistem Indra

1) Penglihatan

Pasien masih dapat melihat dengan baik saat perawat berdiri 1 meter

dpn pasien.

2) Pendengaran

Pasien dapat mendengar dengan baik saat perawat berbicara 1 meter

depan pasien.
20

3) Pengecapan

Pasien mengatakan dapat merasakan manis, asin, pahit saat di beri

susu, garam, dan kopi.

4) Penciuman

Pasien dapat menbedakan bau minyak angin dan parfume dengan

benar.

5) Perabaan

Pasien dapat merasakan perabaan saat perawat memijat ekstremitas

atas dan bawah pasien.

7. Sistem Syaraf

1) Fungsi Cerebral

Orientasi : klien mengetahuan tempatnya saat ini, pasien mengetahun

namanya sendiri dan nama orang orang terdekatnya

Kesadaran : compos mentis GCS:15

Bicara : pasien bericara dengan jelas dan nyambung

2) Fungsi Cranial

Nervus I (olfaktorius) : Pasien dapat menciun minyak angin dan

parfume dengan benar

Nervus II (optikus) :Pasien dapat melihat perawat dengan jelas

dalam jarak 1 meter

Nervus III, IV dan VI : Pasien dapat membuka mata secara spontan,

melihat kekana kiri atas bawah dengan baik

Nervus V : pasien dapat membuka rahangnya dengan baik


21

Nervus VII : pasien dapat tersenyum dan mengangkat kedua alisnya

Nervus VIII : pasien dapat mendengat perawat dengan baik dalam

jarak 1 m

Nervus IX : pasien dapat membedakan rasa manis asin pahit

Nervus X : pasien terdapat reflek menelan, dan mengatakan tdk ada

nyeri saat menelan

Nervus XI : pasien dapat menggerakan tangan kanan dan kirinya

Nervus XII : pasien dapat menggerakan lidahnya kekiri dan kekanan

8. Sistem Muskuloskeletal

Terdapat edema pada kaki dan tangannya dengan derajat 1 kedalamat

2mm waktu kembali 3 dtk, kekuatan otot tangan kanan dan kiri 5, kaki

kanan dan kiri 5, terpadang IV cateter di tangan sebelah kiri

9. Sistem Integumen

Tidak terdapat luka dan memar, kulit berwarna pucat, dan lembab.

10. Sistem Endokrin

Tidak ada pemebesaran kelenjar throid, pasien memiliki hipertensi dan

hipoglikemi.

11. SistemPerkemihan

Pasien terpasang kateter, urine sebanyak 300 cc dari jam 1-5 sore,

berwarna kuning lemon, tidak ada nyeri tekan di sub pubis.

12. Sistem Reproduksi

Area reproduksi terlihat bersih dan tidak ada kelainan


22

13. Sistem Imunitas

tidak ada riwayat alergi

I. Data Psiko – Sosio – Spiritual

1. Data Psikologis

Pasien mengatakan menerima keadaanya saat ini dan semangat untuk

sembuh.

2. Data Sosial

Pasien berinteraksi baik dengan perawat, dan keluarga pasien bergantian

untuk menjaga.

3. Data Spiritual

Pasien terlihat sering sholat di tempat tidurnya.

J. Data Aktivitas Sehari-hari

1. Istirahat

Saat sehat pasien biasa tidur 8 jam sehari dengan nyenyak dan tdr di

siang hari selama 30mnt.

Saat sakit pasien tdk bisa tidur karena sesak, dan sering terbangun di

malam hari.

2. Nutrisi

Saat sehat dan tidak mengetahui pasien memiliki hipertensi pasien tidak

menjaga makannya kadang makan 4x sehari dengan cemilan-cemilan

gorengan.

Saat sakit pasien tdk bisa makan hanyan di beri susu saja melalui selang

NGT.
23

K. Data Penunjang :

1. Pemeriksaan laboratorium : 22-08-2023

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 10,9 g/dl 11,7 - 15,5


Hematokrit 32,1% 35,0 - 47,0
Eritrosit 4,04 3,8 - 5,2
MCH 27 pg/cell 32 - 36
Trombosit 463 150 - 440
Neutrofil 88,1% 40,0 - 71,0
Limfosit 6,3 % 25 - 40
Glukosa 40
Kreatinin 1,88 mg/dl 0,51 - 0,95

Nilai gas darah :


Ph 7,30 7,35 - 7,45
PO2 57,9 80 - 105
PCO2 44,8 35,0 - 45,0
2. Pemeriksaan Lainnya :

Thorax : Edema paru bronkopeneumonia & suspek efusi pleura kanan

dan kiri.

L. Therapi

Nama obat Jalur Waktu Indikasi Kontraindikasi Efeksamping


Pemberian Pemberian
obat
D 40% IV 08.00
ISDN IV
Omeprazole IV 09.00
Digoxin PO 09.00
Atorvastatin PO 17.00
Ceftriaxon IV 13.00
Levofloxacin IV 09.00
Acetylsystei PO 09.00,17.00
n PO 09.00
Amlodipin SC
Heparin IV Dripp Diuretik
Furosemid
24

3.2 Analisis Data

NO Data Etiologi Masalah


/Tanggal keperawatan

23/8 DS : Penuruna Curah


- Dispnea hipertensi Jantung
DO:
- Terdapat Edema hipertensi heart disease
- TD : 184/92 kerusakan vesikuler
mmHg pembuluh darah
- warna kulit pucat perubahan struktur
- gambaran EKG penyumbatan pembuluh
aritmia darah vasokontriksi
gangguan sirkulasi
pembuluh darah
sistemik
vasokontriksi
afterload meningkat
Penurunan curah jantung
Edema paru
penurunan
pengembangan paru
hipoksemia
peningkatan kerja
pernafasan
pola nafas tidak efektif

HHD

23/8 DS : Pasien mengluh penyempitan pembuluh Pola nafas tidak


sesak darah ke ginjal efektif
DO :
- retraksi dada (+) aliran darah menurut
- cuping hidung (+) retensi natrium
- SPO2 : 88% edema
- R : 40 x/mnt hipervolemia
Riwayat DM
Substitusi insulin tidak
sempurna
intake kurang
Hipoglikemia
25

23/8 DS : Pasien mengelih Hipervolemia


sesak
DO :
- edema perfusi
- JPV meningkat
- kadar Hb menurut

23/8 DS : Pasien mengeluh Hipoglikemia


pusing
DO : GDS : 40

3.3 Diagnosis Keperawatan

1 penurunan curah jantung b.d

2 pola nafas tidak efektif b.d terdapatnya edema paru

3 hipervolemia b.d retensi natrium

4 Ketidak stabilan kadar glukosa darah b.d intake kurang

3.4 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan

1 Penurunan SLKI : Curah Perawaatan jantung 1. Penurunan curah


Curah Jantung Observasi jantung dapat
Jantung Setelah dilakukan 1. Identifikasi gejala diidentifikasi melalui
asuhan penurunan curah jantung gejala yangmuncul
keperawatan 2. Monitor tekanan darah meliputi
selama 2 X 24 jam 3. monitor keluhan nyeri dada dyspnea,kelelahan,ed
diharapkan 4. monitor nilai laboratorium ema,ortopnea, dan
masalah 5. Terapeutik adanyapeningkatan
penurunan curah Posisikan pasien semi CVP)
jantung dapat fowler atau fowler dengan 2. Tekanan darah
teratasi dengan kaki ke bawah atau posisi padapasien dengan
kriteria hasil: nyaman curah jantung perlu
- Kekuatan 6. Fasilitasi pasien dan untuk dimonitor
nadi keluarga untuk modifikasi karna penting untuk
perifer (3) gaya hidup sehat membantu
sedang 7. Kol’aborasi penegakan diagnostic
- Takiikardi Kolaborasi pemberian 3. Nyeri dada yang
26

a (3) antiaritmia jika perlu muncul pada pasien


sedang dengan penurunan
- Edema (4) curah jantung,
cukup biasanya memicu
menurun adanya komplikasi
- Tekanan atau kelainan yang
darahcuku terjadi yang
p berhubungan dengan
membaik system coroner
4. Nilai laboratorium
sangat diperlukan
untuk menegakkan
diagnostic yang
sesuai
5. Posisi semi fowler
atau fowler diberikan
agar klien nyaman
dan membuat
sirkulasi darah
berjalan dengan baik
6. Gaya hidup yang
sehat dapat
membantu perubahan
pola hidup, sehingga
pasien dapat tetap
ada dalam ruang
lingkup sehat jika
gaya hidup diubah
menjadi lebih sehat
7. Antiaritmia adalah
obat yang digunakan
untuk menangani
kondisi aritmia atau
ketika denyut jantung
berdetak terlalu
cepay / terlalu lambat
dan tidak terat

2 Pola nafas Setelah dilakukan manajemen jalan napas 1. Untuk mengetahui


Tidak Efektif intervensi frekuensi,irama.
keperawatan Observasi kedalaman dan
selama 3 x 24 jam, 1. Monitor pola napas upaya nafas
maka pola napas (frekuensi, kedalaman, 2. Agar interval waktu
membaik, dengan usaha napas) pemantauan respirsi
kriteria hasil: 2. Monitor bunyi napas sesuai dengan
1. Dispnea tambahan (misalnya: kondisi pasien
menurun gurgling, mengi, wheezing,
2. Penggunaan ronchi kering)
otot bantu 3. Monitor sputum (jumlah,
napas menurun
27

3. Pemanjangan warna, aroma)


fase ekspirasi
menurun Terapeutik
4. Frekuensi 1. Pertahankan kepatenan
napas membaik jalan napas dengan head-tilt
5. Kedalaman dan chin-lift (jaw thrust jika
napas membaik curiga trauma fraktur
servikal)
2. Posisikan semi-fowler atau
fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
2. Ajarkan Teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

3 Hipervolemia Keseimbangan Manajemen Hipervolemia 1. untuk mengetahui


Cairan Observasi tanda gejala yang
Ekspektasi: - Periksa tanda dan gejala muncul
meningkat Kriteria hipervolemia (mis. Ortopnea, 2. untuk mengetahui
hasil: dispnea, edema, JVP/CVP kandungan cairan
- Asupancairan meningkat, refleks dalam darah
meningkat hepatojugular positif, suara 3. mengatahui intake
- Haluaran urin npas tambahan) output
meningkat - Identifikasi penyebab 4. mengetahui asupan
- Kelembaban hipervolemia dan keluaran cairan
membran mukosa - Monitor status hemodinamik 5. membatasi cairan
meningkat (mis. frekuensi masuk dalam tubuh
28

- Asupan makanan jantung, tekanan darah, MAP, 6. untuk membuang


meningkat CVP, PAP, kelebihan cairan
- Edema menurun PCWP, CO, CI), jika tersedia dalam tubuh
- Dehidrasi - Monitor intake dan output melalui urine
menurun cairan
- Asites menurun - Monitor tanda
- Konfusi menurun hemokonsentrasi (mis. kadar
- Tekanandarah natrium, BUN, hematokrit,
membaik berat jenis urine)
- Denyutnadiradial - Monitor tanda peningkatan
membaik tekanan onkotik
- plasma (mis. kadar protein dan
Tekananarterirata- albumin
rata membaik meningkat)
- Membran - Monitor keceptan infus
mukosa secara ketat
membaik - Monitor efek samping
- Matacekung diuretik (mis.
membaik Hipotensi ortostatik,
- hipovolemia,
hipokalemia, hiponatremia)
Terapeutik
- Timbang berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
- Batasi asupan cairan dan
garam
- Tinggikan kepala tempat
tidur 30-40° Edukasi
- Anjurkan melapor jika
haluaran urin < 0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
- Anjurkan melapor jika BB
bertambah > 1 kg
dalam sehari
- Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan
dan haluaran cairan
- Ajarkan cara membatasi
cairan Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
diuretik
- Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
29

diuretik
- Kolaborasi pemberian
continous renal replacement
therapy (CRRT), jika perlu

4 Hipoglikemia setalah dilakukan Manajemen Hipoglikemi


keperawatan 3 x Observasi
24 jam maka 1. Identifikasi tanda dan gejala
kestabilan kadar hipoglikemia
glukosa meningkat 2. Identifikasi kemungkinan
kriteria hasil : penyebab hipoglikemia

Terapeutik
1. Berikan karbohidrat
sederhana, jika perlu
2. Berikan glukagon, jika
perlu
3. Berikan karbohidrat
kompleks dan protein sesuai
diet
4. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
5. Pertahankan akses IV jika
perlu
6. Hubungan layanan medis
darurat jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan membawa
karbohidrat sederhana setiap
saat
2. Anjurkan memakai identitas
darurat yang tepat
3. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah
4. Anjurkan berdiskusi dengan
tim perawatan diabetes
tentang
penyesuaian program,
pengobatan
5. Jelaskan interaksi anara
diet, insulin/agen oral dan
olahraga
6. Ajarkan pengelolaan
30

hipoglikemia
7. Ajarkan peraw3atan
mandiri untuk mencegah
hipoglikemia
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
dekstrose, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
glukagon jika perlu

3.5 Catatan Perkembangan Dan Evaluasi

Hari & Dx Catatan Perkembangan Evaluasi Paraf


tanggal

23/8 1 07:00 memonitor tekanan darah S: Pasien mengatakan Zelika


H: TD: 184/92 mmHg N: 97 x/mnt sesaknya berkurang sedikit
O: TD : 152/72 mmHg
07:00 memonitor nyeri dada N : 95 x/mnt
H: pasien mengatakan tidak ada nyeri SPO2: 95%
dada R : 30x/mnt
GDS : 57
08:00 memposisikan pasien semi - pasien terlihat nyaman
fowler dengan posisi semi fowler
H: pasien mengatakan nyaman dengan - cuping hidungnya
posisinya sekrang dan sesak berkurang
berkurang sedikit - masih terdapat edema
- BAK : 1250 cc / 5 jam
09:00 memberikan obat antiaritmia A: Masalah teratasi sebagian
(ISDN 8ml/ jam) P: intervensi manajemen jalan
Meberikan amlodipin napas, perawatan jantung,
H: TD 152/72 mmHg manajemen hipervolemia, dan
manajemen hipoglikemia di
10:00 melakukan EKG lanjutkan
H: Gambaran EKG atrial fibrilasi

2 07:00 memasangkan HFNC 15 L pada


pasien
H: spo2 : 95% R: 30x/mnt, pasien
mengatakan sesaknya berkurang

07: 00 memonitor pola nafas pasien


H: spo2 : 95 % R: 30 x/mnt
cuping hidung (+)
retraksi dada (+)
setelah 10 mnt pemasangan
31

cuping hidung berkurang

11:00 memonitor bunyi nafas


H: nafas terdengar vesikuler

3 10:00 memeriksa tanda dan gejala


hipervolemia
H: Terdapat edema di kaki dan tangan
dengan kedalaman 2 mm dan waktu
kembali 3 dkt

12:00 memberikan obat Diuretik


furosemid
H: edema masih ada, BAK: 1250cc /
5jam

4 07:00 mengidentifikasi tanda dan


gejala Hipoglikemia
H: GDS : 40
Mengidentfikasi penyebab
hopiglikemi
H: Terdapat riwayat DM

09:00 Memberikan pasien susu yg di


sediakan RS
H: pasien merasa kenyang

memberikan bolus D40 50cc


H setelah 1 jam GDS : 57

24/8 1 08:00 memposisikan pasien semi S: Pasien mengatakan Zelika


fowler sesaknya sudah sangat
H: Pasien mengatakan sesaknya sudah berkurang
sangat berkurang O: TD: 135/90 mmHg
SPO2 : 98%
09:00 memberikan obat antiaritmia R : 30x/mnt
(ISDN 8ml/ jam) - edema pasien berkurang
Meberikan amlodipin dari kedalaman 2mm
H: TD 152/76 mmHg menjadi 1mm
- GDS : 153
2 07:00 memasangkan HFNC 15 L pada - BAK 1500cc/Jam
pasien - setelah di nebu pasien
H: spo2 : 98% R: 30x/mnt, pasien batuk dan mengeluarkan
mengatakan sesaknya sangat sputum
berkurang A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi manajemen jalan
08: 00 memonitor pola nafas pasien napas, perawatan jantung,
H: spo2 : 98 % R: 30 x/mnt manajemen hipervolemia, dan
cuping hidung (-) manajemen hipoglikemia di
32

retraksi dada (-) lanjutkan

11:00 melakukan Nebu


H: pasien batuk mengeluarkan sputum

3 10:00 memeriksa tanda dan gejala


hipervolemia
H: masih Terdapat edema di kaki dan
tangan dengan kedalaman 1 mm dan
waktu kembali 3 dkt

12:00 memberikan obat Diuretik


furosemid
H: edema masih ada, BAK: 1500cc /
5jam

4 07:00 mengidentifikasi tanda dan


gejala Hipoglikemia
H: GDS : 35

09:00 Memberikan pasien susu yg di


sediakan RS
H: pasien merasa kenyang

memberikan bolus D40 sebanyak


50cc
H setelah 1 jam GDS : 153

25/8 1 08:00 memposisikan pasien semi S : Pasien mengatakan Zelika


fowler sesaknya sudah sangat
H: Pasien mengatakan sudah tidak berkurang
sesak O: TD: 155/80 mmHg
SPO2 : 99%
09:00 memberikan obat antiaritmia R : 28x/mnt
(ISDN 8ml/ jam) - sudah tidak ada edema
Meberikan amlodipin - GDS : 170
H: TD 155/80 mmHg - BAK 500cc/4Jam
- setelah di nebu pasien
07:00 masih terpasang HFNC 15 L batuk dan mengeluarkan
pada pasien sputum
H: spo2 : 99% R: 28x/mnt, pasien A: masalah teratasi sebagian
mengatakan sesaknya sangat P: intervensi manajemen jalan
berkurang napas, perawatan jantung,
manajemen hipervolemia, dan
2 08: 00 memonitor pola nafas pasien manajemen hipoglikemia di
H: spo2 : 99 % R: 35 x/mnt lanjutkan
cuping hidung (-)
retraksi dada (-)
33

11:00 melakukan Nebu


H: pasien batuk mengeluarkan sputum

3 10:00 memeriksa tanda dan gejala


hipervolemia
H: sudah tidak terdapat edema

12:00 memberikan obat Diuretik


furosemid
H: edema masih ada, BAK: 500cc /
4jam

4 07:00 mengidentifikasi tanda dan


gejala Hipoglikemia
H: GDS : 162

09:00 Memberikan pasien susu yg di


sediakan RS
H: pasien merasa kenyang

memberikan IV D10 500cc/jam


H setelah 1 jam GDS : 170
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 EVIDANCE BASED PRATICE

1. Step 0 : Cultive a Sprit Of Inguiry

1. Bagaimana efektifitas lembar pemantauan insulin terintegrasi untuk

mengurangi kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2?

2. Step 1 : Ask Clinical Question In PICOT

P : Pasien yang mengalami Hipoglikemia pada DM tipe 2

I : Lembar pemantauan insulin

C : Tidak ada pembanding atau intervensi lain

O : Keberhasilan dari efektifitas lembar pemantauan insulin

T : Tidak ada

3. Step 2 : Search For The Best Evidence

Dari PICOT tersebut kami melakukan pengumpulan bukti – bukti

dengan pencarian jurnal secara online melalui situs google scholar

(Google Cendekia ) dengan menggunakan kata kunci “Efektifitas Lembar

Pemantauan Insulin Terintegrasi Untuk Mengurangi Kejadian

Hipoglikemia Pada Pasien DM tipe 2”

kami menemukan 25 jurnal terkait terapi yang saya inginkan sesuai

dengan kriteria inklusi. Namun hanya 2 jurnal saja yang saya pilih.

Adapun kriteria inklusi dan ekslusi yaitu sebagai berikut :

34
35

Kriteria inklusi:

1) Jurnal yang dipublikasikan dalam rentang waktu 2018-2022

2) Bahasa Indonesia

3) Jurnal yang dipilih adalah jurnal yang membahas

4) Populasi sampel adalah pasien dengan Hipoglikemia yang

mengalami diabetes tipe 2

Kriteria Inklusi dan Ekslusi

1) Jurnal yang membahas tentang Lembar Pemantauan Insulin

Terintegrasi Untuk Mengurangi Kejadian Hipoglikemia Pada Pasien

DM tipe 2

2) Jurnal yang membahas tentang Lembar Pemantauan Insulin

4. Step 3 : critical appraise the evidence

NO Judul, Penulis, Desain Responden Metode Hasil


(Tahun), Sumber Penelitian Penelitian

1 Efektifitas Lembar quasi pasien DM quasi expe- Hasil data pada kelompok
Pemantauan Insulin expe- Tipe 2 yang riment intervensi, yaitu kelompok
Terintegrasi Untuk riment mendapat dengan pasien DM Tipe 2 yang
Mengurangi Kejadian terapi pendekatan memper- oleh terapi
Hipoglikemia insulin non- insulin analog dengan
Pada Pasien Diabetes analog dan equivalent mengguna- kan lembar
Mellitus Tipe 2 bersedia post test pemantauan insulin
menjadi only control terintegrasi di- lakukan uji
Dikha Ayu Kurnia*, responden group, reliabilitas. Berdasarkan
Debie Dahlia dengan uji reliabi- litas, nilai r
lama alpha (0,727) lebih besar
Faculty of Nursing penggunaan diban- dingkan dengan
Universitas terapi nilai r tabel (0,312)
Indonesia, Depok insulin sehingga pertanyaan dalam
16424, Indonesia selama satu kelompok intervensi
minggu (7 dinya- takan reliabel.
hari).

2 Pengaruh Insulin rancangan semua rancangan Penelitian ini dibagi


Sliding nScale cross pasien cross menjadi 3 kelompok
36

Terhadap Episode sectional rawat inap sectional untuk melihat adanya


Hipoglikemia Dan yang dan perbedaan
Hiperglikemia Pasien didiagnosa pengambilan Outcome klinik yaitu
Dm Tipe 2 RSA DM tipe 2 data secara ketercapaian target
UGM yang retrospective glukosa darah pasien
mendapat DM tipe 2 yang terdiri
Anna Maria terapi dari penggunaan insulin
Manullang berbasis sliding scale, kombinasi
,ChairunWiiedyaning insulin insulin sliding scale
sih, Probosuseno sliding dengan insulin basal dan
scale kombinasi insulin sliding
Universitas Gadjah yang scale dengan premixed
Mada dirawat insulin. Berdasarkan
Yogyakarta inap Tabel 1, bahwa insulin
Indonesi sebanyak sliding scale berjumlah 40
97 pasien dengan presentase
pasien GDS yang tercapai sebesar
42,5 % dan persentase
tidak tercapai 57,7%.
Sedangkan pada
kombinasi insulin sliding
scale dengan insulin basal
yang berjumlah 54 pasien,
presentase glukosa darah
yang tercapai 27,8% dan
persentase
Tidak tercapai 72,2%
sedangkan kombinasi
insulin sliding scale
Dengan premixed insulin
berjumlah 3 pasien dimana
tidak ada tercapainya
target kadar glukosa
darah (0%). Diper oleh
hasil penelitian dengan
menggunakan uji logistik
berganda
yaitu nilai p sebesar 0,277
yang berarti
tidak terdapat perbedaan
yang signifikan terkait
dengan terapi insulin
sliding scale tunggal
maupun kombinasi
terhadap ketercapaian
glukosa darah pada
pasien DM tipe 2 di
rawat inap RSA UGM
37

4.2 Pembahasan

1. Jurnal 1

Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 merupakan penyakit metabolik kronis

yang saat ini menempati urutan ke enam sebagai penyebab kematian

pada orang dewasa (Center for Disease Control . Jumlah penderita DM

diprediksi meningkat dari 1 juta di tahun 2000 menjadi 1,6 juta penderita

di tahun 2016 (World Health Organization, 2016). Diabetes diketahui

penderita setelah mengalami komplikasi akibat penyakit DM yang tidak

terkontrol karena ketidakstabilan gula darah di mana sering terjadi

kondisi hiperglikemia dalam waktu yang lama. Komplikasi kronik akibat

DM dapat menyebabkan penyakit jantung, hipertensi, stroke, neuropati,

retinopati, dan nefropati

Berbagai macam tipe protokol insulin yang efektif untuk mengatasi

hiperglikemia seperti slid- ing scale insulin, dan basal/prandial insulin di

rumah sakit membutuhkan pemantauan kenyamanan dan kontrol glukosa

yang aman. Hal ini dikarenakan pasien DM dapat memperoleh te- rapi

insulin dengan jumlah penyuntikan per hari yang disesuaikan dengan

kondisi kesehatannya. Sehingga pemantauan terapi insulin di- perlukan

untuk mengontrol kadar gula darah dan mencegah terjadinya

hipoglikemia. Penelitian yang dilakukan oleh Rymaszewski dan Breakwell

(2013) menyampaikan bahwa pemberian terapi insulin dengan tipe sliding

scale dapat memberikan peluang terjadinya hipogli- kemia yang berat

dibanding dengan tipe basal/ prandial insulin. Sedangkan pemberian tipe


38

ba- sal/prandial insulin memberikan peluang terjadinya hipoglikemia yang

rendah–sedang.

Hipoglikemia merupakan kondisi di mana kadar gula darah

mencapai < 60 mg/dL. Pasien yang dirawat di rumah sakit dapat

mengalami kondisi hipoglikemia karena penurunan asupan kalori baik

yang berhubungan dengan penyakit maupun yang berhubungan dengan

rutinitas rumah sakit dan 32% kondisi hipoglikemia yang terjadi di rumah

sakit merupakan kejadian yang tidak dapat dihindari (Fischer, 1986;

Smith, et al., 2005). Untuk mengatasi kondisi tersebut dibutuhkan

perencanaan perawatan individu setiap pasien untuk memantau

perkembangan kadar glukosa darah. Lembar pemantauan kadar glukosa

darah merupakan lembar integrasi

Terdiri dari pencatatan order pemberian dosis insulin, pencatatan

jumlah kalori yang menunjukkan bahwa asupan makanan pasien untuk

mengetahui tingkat hipoglikemia, dan penghitungan tipe terapi insulin

yang digunakan baik basal, prandial, maupun correctional. Pendekatan

standarisasi lembar order pemberian terapi insulin membuktikan

keefektifan dalam pemberian terapi insulin dan mencegah kejadian

hipoglikemia di beberapa institusi rumah sakit.

2. Jurnal 2

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang kompleks

karena pankreas tidak menghasilkan cukup insulin, atau ketika tubuh

tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya


39

sehingga membutuhkan perawatan medis terus menerus dengan

strategi mengurangi risiko multifaktorial selain dari pengendalian

glukosa darah. Diabetes sering kali dikaitkan dengan meningkatnya

resiko morbiditas dan mortalitas. Secara global terdapat sekitar 463

juta orang di dunia berusia 20 tahun yang menderita diabetes dan

diperkirakan pada tahun 2045 akan ada 700 juta orang yang menderita

diabetes atau terjadi peningkatan 51 persen dari jumlah penderita di

tahun 2019. Prevalensi meningkat pada penderita usia 60 69 tahun dan

tahun 2019 terdapat 4 jutakematian didunia karena diabetes.

Insulin sliding scale merupakan metode untuk menetapkan dosis

insulin dengan peningkatan secara progresif dosis insulin sebelum

makan atau pada malam hari, berdasarkan rentang glukosa darah

yang telah ditentukan sebelumnya (UCSF, 2020). Rejimen berdasarkan

metode insulin sliding scale tergantung pada kebutuhan insulin harian

yang secara luas digunakan sebagai pengendalian kadar glukosa darah

pasien rawat inap dengan DM tipe 2. Meskipun metode ini mendapatkan

kecaman dalam pedoman klinis karena terjadinya fluktuasi kadar glukosa

darah yang signifikan.


BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Didapatkan bahwa lembar pemantauan insulin terintegrasi untuk

mengurangi kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2.

5.2 Saran

Diharapkan pemantauan lembar insulin dapat dilakukan kepada setiap

pasien DM tipe 2 yang mengalami kejadian hipoglikemia sehingga dapat

memantau kadar gula dalam darah pasien.

40
DAFTAR PUSTAKA

American Association of Diabetes. (2021). ADA standards of diabetes care 2021.


In Diabetes Care (Vol. 44).

Ayu Kurnia, D., & Dahlia, D. (2018). Efektifitas Lembar Pemantauan Insulin
Terintegrasi Untuk Mengurangi Kejadian Hipoglikemia pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2.

Carracher, A. M., Marathe, P. H., & Close, K. L. (2018). International Diabetes


Federation 2017. In Journal of Diabetes (Vol. 10, Issue 5).
https://doi.org/10.1111/1753-0407.12644

Hikmatul et al. (2022). Lima Pilar Diabetes Mellitus. In Lima Pilar Diabetes
Mellitus.

Manullang, A. M., Wiiedyaningsih, C., & Probosuseno, P. (2022). Pengaruh


Insulin Sliding Scale terhadap Episode Hipoglikemia dan Hiperglikemia
Pasien DM Tipe 2 RSA UGM. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia, 7(9), 13695-13702.

Mansyur, M. A. (2018). Hipoglikemia Dalam Praktik Sehari-Hari. Makassar:


Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Parliani, Wahyuni, T., Ramadhaniyiati, Usman, Pradika, J., & Lestari, L. (2021).
Buku Saku Mengenal Diabetes Mellitus. In Jawa Barat: Jejak.

Perkeni, Soelistijo, S. A., Novida, H., Rudijanto, A., Soewondo, P., Suastika, K.,
Manaf, A., Sanusi, H., Lindarto, D., Shahab, A., Pramono, B., Langi, Y. A.,
Purnamasari, D., Soetedjo, N. N., Saraswati, M. R., Dwipayana, M. P.,
Yuwono, A., Sasiarini, L., Sugiarto, … Zufry, H. (2015). Konsensus
Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. In
Perkeni.

41

Anda mungkin juga menyukai