Proposal Literature Review
Proposal Literature Review
Disusun Oleh :
Mahasiswa Profesi Ners Angkatan 17
Makalah ini dibuat oleh penulis sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
tugas seminar akhir Keperawatan Jiwa 2023. Dalam penulisan makalah ini penulis
kekurangan, untuk itu penulis mengharap kritik dan saran dari para pembaca yang
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB V PEMBAHASAN
4.1 Diskusi ...................................................................................................... 65
ii
BAB I
PENDAHULUAN DAN PEMBAHASAN
1.1 Pendahuluan
Kesehatan jiwa menurut WHO adalah suatu kondisi sejerah secara fisik sosial,
dan mental yang lengkap dan tidak hanya terbebas dari penyakit atau kecacatan.
Atau dapat dikatakan bahwa individu dikatakan sehat jiwa apabila berada dalam
kondisi fisik, mental, dan sosial yang terbebas dari gangguan (penyakit) atau tidak
dalam kondisi tertekan sehingga dapat mengendalikan stress yang timbul. Sehingga
intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu
berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Makna Kesehatan jiwa mempunyai
2017).
psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja yang
buruk, dan disebabkan oleh gangguan bilogis, sosial, psikologis, genetik, fisik, atau
1
kognitif dan menerima stimulus. Termasuk gangguan memori janka panjan untuk
merespon rasa bahagia, belajar, proses berpikir, membuat keputusan. Kondisi ini
Para ahli membagi gejala skizofrenia menjadi dua kategori yaitu positif dan
negatif. Gejala positif mengacu pada perilaku yang tidak tampak pada individu
Sedangkan gejala negatif mengacu pada hilangnya minat yang sebelumnya dimiliki
oleh penderita. Gejala negatif meliputi;Isolasi Sosial, Harga Diri Rendah, Defisit
tahun 2022 dan menurut data di RSJ Provinsi Jawa Barat terdapat 1500 orang pasien
jiwa dengan gangguan halusinasi, harga diri rendah berjumlah 2 orang dari bulan
januari sampai bulan juli 2023. Prevalensi rumah tangga dengan anggota rumah
tangga gangguan jiwa psikosis di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2018 yaitu 7,0
adalah 9,8% dari total penduduk berusia dari 15 tahun. Pada rumah sakit jiwa di
2
20% halusinasi penglihatan, serta 10% halusinasi pengecap, penciuman dan
ditunjukkan dengan gejala – gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun
keatas mencapai sekitar 9,8 juta orang dari jumlah penduduk Indonesia, sedangkan
sekitar 84,9% yang berobat dan 15,1% yang tidak berobat. Pasien gangguan jiwa
berat di Jawa Barat mencapai 16.714 orang. Prevalensi gangguan waham menetap
secara nasional masih belum diketahui. Namun, data dari riset kesehatan dasar
yang ada di RSJ di ruang rawat inap didapatkan data pasien dengan masalah
2023.
insratan paada ransangan indra dari luar, suatu penghayatan yang di alami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus ekstern atau persepsi palsu (Keliat,
seseorang yang mempunyai keterbatasan fisik, mental, serta kognitif. Terapi ini
dilakukan dengan tujuan supaya pengidap bisa menjadi tidak ketergantungan pada
3
Peran Perawat dalam terapi okupasi adalah memberi pengajaran terkait
sintesis terhadap hasil penelitian yang sudah dihasilkan oleh para peneliti dan
A. Tipe Study
halusinasi.
C. Bahasa
yang digunakan adalah Google scholar dan Crossref dengan pencarian kata
4
2. Bagaimana konsep halusinasi ?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan umum
pasien halusinasi
1.5 Manfaat
1.5.1 Bagi Rumah Sakit
Hasil analisis literatur review hendaknya dijadikan dasar sebagai
1.5.3 Perawat
Hasil analisis literatur review hendaknya sebagai pertimbangan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Sehat Jiwa
2.1.1 Definisi Sehat Jiwa
Pada tahun 2016, WHO (World Healt Organization)
mendefinisikan seseorang yang dikatakan sehat jiwa jika
memiliki karakteristik positif yang menggambarkan
keharmonisan dan kesejahteraan psikologis yang
menggambarkan kedewasaan kepribadiannya, merasa sehat
dan bahagia, mampu menghadapi tantangan tidup dan dapat
menerima orang lain sebagaimana mestinya dan memiliki
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2014 kesehatan jiwa adalah
keadaan di mana seseorang dapat berkembang baik secara
mental, jasmani, rohani, dan sosial sehingga yang
memperoleh keterampilan baru memiliki kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat berkontribusi secara
produktif, dan dapat berkontribusi pada komunitasnya.
Kesehatan mental merupakan perilaku yang dapat
ditunjukkan melalui hubungan intrapersonal yang produktif,
tindakan yang baik dan koping yang berhasil di lingkungan
sosial, konsep diri yang positif, dapat mengontrol
kesetabilan emosional. Seseorang dapat dikatakan sehat
mental jika memiliki sikap seperti sikap positif terhadap diri
sendiri, respon emosional terhadap kemandirian, stabilitas
diri, presepsi yang tepat tentang realitas, penguasaan
lingkungan dan kopetensi sosial dan emosional yang
kompeten. Dari penjelasan tersebut sebaliknya dapat
diansumsikan bahwa individu dengan gangguan jiwa adalah
individu dengan penyakit fisik dan sosial serta tidak punya
sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain
(Suryani U. Ausrianti, Yolanda, 2020).
6
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi aspek kesehatan
jiwa
Menurut (Suryani U. Ausrianti, Yolanda, 2020)
Masalah pada kesehatan jiwa adalah permaslahan yang harus
diatasi secara komprehensif, faktor pendukungnya adalah
sebagai berikut:
a. Faktor fisik (organo biologis)
Faktor fisik cukup dapat mempengaruhi kualitas
kesehatan jiwa pada seseorang, contohnya yaitu saat
seseorang mengetahui bahwa tubuhnya digerogoti
kanker pada saat itu juga seseorang telag kehilangan
sebagian kehidupannya, walaupun secara pemikiran
sadar teapi mental emosionalnya telah terganggu dan
mempercepat proses penurunan sistem kekebalan tubuh
secara drastis dan semngat hidupnya juga berkurang.
b. Faktor mental/emosional (psikoedukatif)
Kekuatan pada mental dan emosional yang mendukung,
dan saran positif diperlukan untuk membangunkan
semangat hidup dalam mengembalikan kesehatan secara
jasmani dan rohani.
c. Faktor sosial budaya (sosial kultural)
Lingkungan keluarga dan satu darah sangat diperlukan
untuk menyempurnakan konsep kesehatan mental
emosional seseorang, komunikasi dalam keluarga sangat
dibutuhkan dalam mengatasi setiap permasalahan yang
datang kapan saja dalam hidup. Dalam keluarga.
lingkungan, budaya, sangat menentukan kualitas
kesehatan mental emosional seseorang dalam
menghadapi setiap permasalahan yang ada.
7
2.1.3 Gejala Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa menurut Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia (2020) ialah perubahan kapasitas jiwa
yang menyebabkan masalah kapasitas kejiwaan, yang
menyebabkan ketahanan seseorang dan juga hambatan
dalam menyelesaikan pekerjaan sosial.
Menurut Irmansyah (2013) kekeliruan pandangan
terhadap penderita gangguan jiwa, berawal dari steriotipe
keliru tentang gangguan jiwa yang ada di masyarakat saat
ini. Perilaku sangatmerugikan penderita, mereka akan
mengalami tambahan beban mental yang telah rapuh karena
penyakitnya. Dan keadaan ini akan membuat makin sulit
proses penyembuhan penyakit yang diderita yaitu proses
pengembalian klien kepada masyarakat. Hingga pada
akhirnya akan merugikan masyarakat secara keseluruhan
juga.
Secara umum segala gangguan jiwa menurut hawari
(2018) terdiri dari:
a) Gangguan Kesadaran
Kesadaran merupakan kemampuan individu
mengadakan hubungan denganlingkungan serta dengan
dirinya sendiri (melalui panca indranya) dan
mengadakan pembatasan terhadap lingkungan serta
terhadap dirinya sendiri (melalui perhatian).
b) Gangguan Ingatan
Gangguan ingatan umum adalah tidak terbatas pada
suatu waktu tertentu saja seperti pada amnesia, histeri
dan dapat meliputi kejadian yang baru saja terjadi
misalnya kejadian beberapa hari yang lalu dan juga
kejadian yang sudah lama terjadi misalnya kejadian
beberapa tahun yang lalu. Amnesia adalah ketidak
mampuan mengingat kembalipengalaman mungkin
8
bersifat sebagai atau total, serta mungkin terjadi karena
sudah paksa kepala, gangguan emosi. Pramneesia adalah
ingatan yang keliru disebabkan distro pemanggilan
kembali seperti sudah melihat sesuatu padahal
sebelumnya belum pernah.
c) Gangguan Persepsi
Gangguan persepsi adalah penerapan tanpa adanya
objek/rangsangan apapun pada panca indra, yang terjadi
dalam keadaan sadar penuh. Ilusi adalah interpertasi atau
penilaian yang salah tentang penerapan yang sungguh
terjadi karena rasa pada panca indra.
d) Gangguan Kepribadian
Suatu gangguan yang dianggap telah terjadi bilamana
sebuah atau lebih sifat kepribadian itu menjadi
sedemikian rupa sehingga individu itu merugikan dirinya
sendiri atau masyarakat sekitarnya. Macam-macam
gangguan kepribadian yang paranoid, histeri, asetemik,
anti social dan pasif agresif.
e) Gangguan Orientasi
Gangguan orientasi atau disorientasi timbul sebagai
akibat gangguan kesadaran dapat menyangkut waktu
(tidak tahu menahu tentang jam, hari, atau musim),
tempat (tidak tahu tentang di mana dia berada) atau orang
(tidak tahu dirinya sendiri atau orang lain).
f) Gangguan Efek dan Emosional
Depresi: ditandai dengan adanya gangguan komponen
psikologis, misalnya rasa sedih, susah, rasa tidak
berguna, gagal, kehilangan, tak ada harapan, putus asa,
penyesalan yang patologis. Misalnya anoreksia, kulit
lembab, nadi, tekanan darah menurun. Kecemasan
ditandai dengan komponen psikologis misalnya kuatir,
gugup, tegang, cemas, rasa tidak nyaman, kekas terkejut,
9
sedangkan komponen somatiknya dapat berupa keringat
dingin pada telapak tangan, tekanan darah meningkat,
peristaktik bertambah. Apatisi: kurangnya efek dan
emosi terhadap sesuatu atau terhadap semua hal dengan
disertai rasa terpencil dan tidak peduli.
g) Gangguan Persepsi
Gangguan persepsi adalah penerapan tanpa adanya
objek/rangsangan apapun pada panca indra, yang terjadi
dalam keadaan sadar penuh. Ilusi adalah interprestasi
atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
sungguh terjadi karena rasa pada panca indra.
h) Gangguan Penampilan
Terlalu kritis, teliti atau rewel mungkin erupakan tanda
obsesi kompulatif. Kemunduran dalam tingkat
kebersihan dan kerapian dan merupakan tanda adanya
depresi atau skizofermia. Bila seorang wanita bersolek
atau berpakaian dan berperilaku sedemikian rupa seakan-
akan hendak membangkitkan rangsangan seks maka
perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya gangguan
jiwa.
i) Gangguan Pola Hidup
Gangguan pola hidup mencangkup gangguan dalam
hubungan antara manusi, sifat-sifat dalam keluarga,
pekerjaan, rekreasi dan masyarakat.
10
(spilt), dan "frenia" yang artinya jiwa. Dengan demikian
skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa
atau keretakan kepribadian (splinting of personality),
sedangkan pengertian yang lebih lengkap diungkapkan oleh
Direja (2016) bahwa skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa
fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta
disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek
atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi
kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, asosiasi
terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi.
11
yang dibesarkan terpisahpun memiliki angka
kejadian skizofrenia lebih tinggi daripada
saudara sekandung yang tidak identik. Penelitian
terbaru berfokus pada gene mapping (pemetaan
gen) dalam keluarga menunjukkan keturunan
pertama lebih rentan terjadi skizofrenia
dibandingkan populasi secara umum.
2) Psikologis
Teori psikodinamika terjadinya respon neurobiologis
yang maladaptif belum didukung penelitian, faktor
psikologis lebih menyalahkan keluarga sebagai
penyebabnya hal ini menjadikan keluarga kurang
percaya dengan tenaga kesehatan jiwa profesional.
3) Sosiobudaya
Penumpukan stress dapat menunjang skizofrenia dan
gangguan lain, tetapi tidak diyakini sebagai
penyebab utama.
B. Faktor pencetus
1) Biologis
Stressor biologis yang menyebabkan respons
neurobiologis maaladaptif seperti gangguan saat
komunikasi, abnormalitas pada mekanisme otak
sehingga mengakibatkan ketidakmampuan seseorang
menanggapi stimulus secara selektif.
2) Lingkungan
Gangguan perilaku dapat disebabkan pula oleh
ambang toleransi terhadap stress yang secara bilogis
berinteraksi terhadap stressor lingkungan.
3) Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimuli yang sering
menimbulkan penyakit baru, biasanya pemicu akan
12
muncul dari berbagai hal yang berhubungan dengan
kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu.
a. Penilaian stressor
Stres, penilaian individu terhadap stressor, dan
masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan gejala. Meski tidak
ada riset ilmiah tetapi model diatesis ess
menjelaskan bahwa gejala skizofrenia akan
muncul dari hubungan antara beratnya stress dan
ambang toleransi terhadap stress itu sendiri.
b. Sumber koping
Keluarga sangat berperan dalam hal ini, orang tua
perlu mendidik anak anak dan dewasa muda
mengenai keterampilan koping karena sumber
koping tidak hanya didapatkan dari pengalaman.
Keluarga memiliki peran sangat penting dalam
memberikan pengetahuan mengenai penyakit,
finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan
tenaga.
c. Mekanisme koping Perilaku yang mewakili
upaya untuk melindungi klien dari pengalaman
menakutkan meliputi :
1) Regresi, hubungannya dengan masalah
proses informasi dan upaya untuk mengatasi
ansietas.
2) Proyeksi, upaya menjelaskan kerancuan
persepsi.
3) Menarik diri
2.2.3 Tanda dan Gejala Skizofrenia
Menurut Hawari (2018), gejala-gejala skizofrenia
dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok yaitu gejala positif dan
gejala negatif. Selengkapnya seperti pada uraian berikut:
13
a. Gejala positif skizofrenia
Gejala positif merupakan gejala yang mencolok, mudah
dikenali, menganggu keluarga dan masyarakat serta
merupakan salah satu motivasi keluarga untuk membawa
pasien berobat (Hawari, 2018). Gejala-gejala positif
yang diperlihatkan pada pasien skizofrenia yaitu:
1) Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak
rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah
dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinan itu tidak
rasional, namun pasien tetap meyakini
kebenarannya.
2) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa
rangsangan (stimulus). Misalnya pasien mendengar
suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya
padahal tidak ada sumber dari suara atau bisikian itu.
3) Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi
pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau,
sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir,
agresif, bicara dengan semangat dan gembira
berlebihan, yang ditunjukkan dengan perilaku
kekerasan.
5) Merasa dirinya orang besar", merasa serba mampu,
serba hebat dan sejenisnya.
6) Pikiran penuh dengan ketakutan sampai kecurigaan
atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.
7) Menyimpan rasa permusuhan.
b. Gejala negatif skizofrenia
Gejala negatif skizofrenia merupakan gejala yang
tersamar dan tidak menggangu keluarga ataupun
masyarakat, oleh karenanya pihak keluarga seringkali
terlambat membawa pasien berobat (Hawari, 2018).
14
Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada pasien
skizofrenia yaitu:
1) Alam perasaan (affect) "tumpul" dan "mendatar"
Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari
wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
2) Isolasi sosial atau mengasingkan diri (withdrawn)
tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain,
suka melamun (day dreaming).
3) Kontak emosional amat "miskin", sukar diajak
bicara, pendiam.
4) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
5) Sulit dalam berpikir abstrak.
6) Pola pikir stereotip
2.2.4 Tipe-tipe Skizofrenia
Hawari (2014) membagi skizofrenia menjadi 5 tipe
yang memiliki spesifikasi yang berbeda, yaitu:
a. Skizofrenia tipe hebefrenik
Seorang penderita Skizofrenia tipe Hebefrenik, disebut
juga disorganized type atau "kacau balau" ditandai
dengan gejala-gejala antara lain sebagai berikut:
1) Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, sehingga
ucapannya tidak dapat dimengerti, biasanya ucapan
klien tidak ada hubungannya antara satu dengan
lainnya.
2) Alam perasaan (mood, affect) yaitu ketidaksesuaian
antara stimulus dan respond yang ditunjukkan klien.
3) Perilaku dan tertawa kekanak kanakan (giggling),
senyum yang menunjukkan rasa puas diri atau
senyum yang hanya dihayati sendiri.
4) Waham (delu pecah) tidak jelas dan tidak sistematik
(terpecah - idak teroganisir sebagai suatu kesatuan.
teroganisir sebagai satu kesatuan.
15
5) Halusinasi yang terpecah pecah yang isi temanya
tidak
6) Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri,
menunjukkan gerakan gerakan aneh, berkelekar,
pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan
kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim
dari hubungan sosial.
16
dapat menyebabkan dehidrasi dan memburuknya
kondisi fisik dapat berakhir kematian.
c. Skizofrenia tipe paranoid
Seseorang yang menderita skizofrenia tipe paranoid
menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
1) Waham (delusion) kejar atau waham kebesaran,
penderita mengaku dirinya sebagai orang besar tetapi
tidak masuk akal seperti penyelamat bangsa atau
agama. Waham cemburu juga seringkali ditemukan.
2) Halusinasi yang mengandung isi kebesaran.
3) Gangguan alam perasaan dan perilaku, seperti
kecemasan yang tidak menentu, kemarahan, suka
bertengkar, berdebat dan tindakan kekerasan.
Penderita juga merasa bingung tentang identitas jenis
kelamin dirinya (gender identity) atau takut diduga
sebagai seorang homoseksual.
d. Skizofrenia tipe residual
Merupakan sisa-sisa (residu) dari gejala skizofrenia
yang tidak begitu menonjol. Misalnya alam perasaan
yang tumpul dan mendatar serta tidak serasi
(inuppropriate), penarikan diri dari pergaulan sial,
tingkah laku eksentrik, pikiran tidak logis dan tidak
rasional atau pelanggaran asosiasi pikiran. Meski gejala
skizofrenia tidak aktif atau tidak menampakkan gejala
gejala positif skizofrenia, sebaiknya pihak keluarga tetap
mewaspadai dan membawa berobat agar dapat
menjalankan fungsi kehidupan sehari- hari secara
optimal.
e. Skizofrenia tipe tak tergolongkan
Tipe ini tidak dapat dimasukkan dalam tipe-tipe yang
telah diuraikan dimuka, hanya gambaran klinisnya
terdapat waham, halusinasi, inkoherensi atau tingkat
17
kacau. Gejala-gejala tersebut di atas cukup jelas untuk
dikenali, sehingga keluarga segera membawa penderita
berobat ke dokter (psikiater) agar tidak menjadi
bertambah parah.
18
5) Mendengar suara yang mengancam diri klien atau
orang lain atau yangmembahayakan.
Data Objektif :
Data Objektif :
19
e. Halusinasi Pengecap
Data Subjektif :
1. Merasakan seperti sedang makan sesuatu
2. Merasakan ada yang dikunyah di mulutnya
Data Objektif :
Data Objektif :
20
1. Mengatakan kesal
b. Objektif
1. Menyendiri
2. Melamun
3. Konsentrasi buruk
4. Disorientrasi waktu, tempat, orang atau
situasi
5. Curiga
6. Melihat ke satu arah
7. Mondar-mandir
8. Bicara sendiri
2.3.3 Tingkatan
Stuart and Laraia (2005) dalam Irwan et al (2021)
membagi halusinasimenjadi 4 fase, yaitu:
a. Fase 1 : Comforting – ansietas tingkat sedang, secara
umum halusinasi bersifatmenyenangkan
menjijikan
21
Karakteristik : Pengalaman sensori bersifat menjijikan dan
(psikotik ringan)
realita.
berkuasa
22
Perilaku : Cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan
mengikuti.
dalam halusinasinya
2.3.4 Klasifikasi
Klasifikasi halusinasi terbagi menjadi 5 menurut Yusuf
(2015)
1) Halusinasi Pendengaran
23
Data objektif antara lain: bicara atau tertawa sendiri,
marah tanpa sebab, mengarahkan telinga kearah
tertentu,klien menutup telinga.
Data subjektif antara lain: mendengarkan suara-suara
atau kegaduhan, mendengarkan suara yang ngajak
bercakap-cakap, mendengarkan suara yang menyuruh
melakukan sesuatu yang berbahaya.
2) Halusinasi Penglihatan
Data objektif antara lain: menunjuk kearah tertentu,
ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas. Data subjektif
anatar lain: melihat bayangan, sinar, bentuk kartun,
melihat hantu atau monster.
3) Halusinasi Penciuman
Data objektif antara lain: mencium seperti membaui bau-
bauan tertentu dan menutup hidung. Data subjektif antara
lain: mencium bau- bau seperti bau darah, feses, dan
kadang-kadang bau itu menyenagkan.
4) Halusinasi Pengecapan
Data objektif antara lain: sering meludah, muntah. Data
subjektif antara lain: merasakan seperti darah, feses,
muntah.
5) Halusinasi Perabaan
Data objektif antara lain: menggaruk-garuk permukaan
kulit. Data subjektif antara lain: mengatakkan ada
serangga dipermukaan kulit, merasa seperti tersengat
listrik.
2.3.5 Rentang Respon
Halusinasi merupakan salah satu respon meladaptif
individu yang berbeda dalam rentang respon neurobilogist.
Individu yang sehat persepsinya akurat mampu
mengidentifikasi stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indera (pendengaran, penglihatan,
24
pengecapan, penghidu dan perabaan) sedangkan pasien
dengna halusinasi mempersiapkan suatu stimulus panca
indera walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada.
(Efendi, 2021)
1. Respon Adaptif
25
dalam bataskewajaran.
2. Respon psikososial
3. Respon Maladaptif
26
e) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian
yang dialami oleh individu danditerima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif
mengancam.
2.3.6 Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi menurut Efendi (2021) adalah
sebagai berikut:
1. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan
syaraf-syaraf pusatdapat menimbulkan gangguan realita.
Gejala yang mungkin timbul adalah: hambatan dalam
belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku
menarik diri.
a) Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan
jiwa. Jika seseorang mengalami stres yang berlebihan,
maka di dalam tubuhnya akan dihasilkansuatu zat yang
dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
buffofenon dan dimethytransferase (DPM).
b) Genetik
27
mempengaruhi respons psikologis Pasien, sikap atau
keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah: penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidupPasien.
3. Sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan
orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial
budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2.3.7 Faktor Presipitasi
1. Stresor sosial budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi
penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang
yang penting, atau diasingkan dari kelompok dapat
menimbulkan halusinasi.
2. Faktor Biokimia
Penelitian tentang dopamine, norepinetrin, indolamine,
serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan
orientasi realitas termasuk halusinasi.
3. Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstream dan memanjang
disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah
memungkinkan berkembangnya gangguan orientasi
realistic. Pasien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
4. Faktor perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan
orientasi realitas berkaitan dengan perubahan proses
piker, afektif persepsi, motoric, dan sosial.
2.3.8 Mekanisme Koping
Menurut Dalami dkk (2014) mekanisme koping
adalah perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri
28
sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan
dengan respon neurobiologi maladaptif meliputi :
1. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan
menampilkan perilaku kembali seperti apa perilaku
perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah
proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas.
2. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi,
mencurahkan emosi pada orang lain karena kesalahan
yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk
menjelaskan kerancuan persepsi).
3. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa
reaksi fisik maupun psikologis, reaksi fisik yaitu individu
pergi atau lari menghindari sumber stressor, misalnya
menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-
lain. Sedangkan reaksi psikologis individu menunjukan
perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering
disertai rasa takut dan bermusuhan.
29
melakukan kegiatan aktivitas sehari-hari sehingga nantinya
dapat mengurangi ketergantungan terhadap orang lain.
(Canadian Association of Occupational Therapists, 2019).
Terapi okupasi adalah bentuk layanan kesehatan
kepada masyarakat atau pasien yang mengalami gangguan
fisik atau mental dengan menggunakan latihan/aktivitas
mengerjakan sasaran yang terseleksi (okupasi) untuk
meningkatkan kemandirian (World Federation of
Occupation Therapy, 2016).
30
(telepon, televisi, dan lain-lain, baik dengan maupun
tanpa alat bantu, mandi yang bersih, dan sebagainya.
3. Membantu untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan
rutin di rumahnya, dan memberi saran penyederhanaan
ruangan maupun letak alat-alat kebutuhan sehari-hari.
2.4.3 Manfaat Terapi Okupasi
Tujuan terapi menggambar pada dasarnya adalah
salah satu penyembuhan. Terapi menggambar ini bermanfaat
bagi pasien agar pasien dapat melepaskan emosi,
mengekspresikan diri, mengurangi stress, media untuk
membangun komunikasi serta meningkatkan aktivitas pada
pasien gangguan jiwa.
Manfaat terapi menggambar sederhananya ialah
diantaranya penyembuhan. Terapi menggambar bertujuan
untuk pasien supaya pasien bisa melepaskan emosi,
mengekspresikan diri, mengurangi stress, media agar
membangun interaksi serta menambah kegiatan terhadap
pasien gangguan kejiwaan dengan halusinasi.
2.4.4 Fungsi Terapi Okupasi
Adapun Fungsi Terapi Okupasi antara lain :
a. Sebagai perlakuan psikiatri yang spesifik untuk
membantu kesempatan- kesempatan demi hubungan
yanga lebih memuaskan, membantu pelepasan, atau
sublimasi dorongan emosional, sebagai suatu alat
diagnostik.
b. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fungsi fisik,
meningkatkan ruanag gerak sendi, kekuatan otot dan
koordinasi gerak.
c. Mengajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti
makan, berpakian, belajar menggunakan fasilitas umum,
baik dengan maupun tanpa alat bantu.
31
d. Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan
pekerjaan rutin dirumahnya dan memberi saran
penyederhanaan ruangan maupun letak alat-alat
kebutuhan sehari-hari.
e. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan
meningkatkan kemampuan yang masih ada.
2.4.5 Mekanisme Kerja Terapi Menggambar
a. Penyembuhan pribadi : Terapi seni dapat membantu
memahami perasaanpribadi caranya mengetahui serta
mengatasi kekesalan, kemarahan serta bentuk emosi
lainnya. Terapi ini dapat membantu mengembalikan
semangat pasien.
b. Pencapaian pribadi : Membuat suatu karya seni mampu
membangun rasa kepercayaan diri serta memelihara
perasaan sayang serta menghargai diri sendiri.
c. Menguatkan : Terapi seni dapat membantu
menggambarkan emosi serta ketakutan yang tak dapat
pasien utarakan secara verbal. Dengan cara ini, pasien
lebih mampu mengendalikan perasaannya.
d. Relaksasi serta mengurangi stress : Stres kronis dapat
membahayakan baik pikiran ataupun tubuh. Terapi
menggambar dapat dipakai dalam penanganan tunggal
ataupun digabungkan bersama teknik relaksasi lainnya
agar dapat mengurangi stress serta kecemasan.
2.4.6 Indikasi Terapi Okupasi Menggambar
Terapi okupasi menggambar dapat dilakukan pada
pasien skizofrenia dengan masalah keperawatan halusinasi.
Halusinasi dengan berbagai gangguan indera dapat
dilakukan terapi. Diutamakan pada pasien yang belum bisa
mengenali halusinasi dan pasien yang tidak bisa
menggambarkan halusinasi secara verbal. Sehingga dapat
memudahkan pasien dalam mengenali halusinasinya.
32
2.5 Kerangka Konsep
Sehat Jiwa
Gangguan Terapi
Gangguan Jiwa persepsi Okupasi
(Skizofrenia) Sensori : Menggambar
Halusinasi
33
BAB III
EVIDANCE BASED PRATICE
34
tidak sesuai dengan tujuan penbelitian: 178, didapatkan 8 jurnal yang
dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
Final combined
Sesuai kriteria inklusi dan eksklusi:
n = 198
1. Sitasi google scholar >1 (n=123).
Screening
(n=8)
telaah literatur
(n = 8)
35
a. Kriteria inklusi
1) Jurnal yang dipublikasikan dalam waktu 5 tahun terakhir dari
mulai 2019-2023
2) Jurnal yang dibahas adalah jurnal mengenai terapi okupasi
menggambar untuk menurunkan gejala pada pasien halusinasi
pendengaran
3) Jurnal berbahasa Indonesia dan berbahasa inggris
4) Sitasi > 1
b. Kriteria eksklusi
1) Jurnal yang dipublikasikan kurang dari tahun 2019
2) Jurnal dengan meta data tidak lengkap
3. Bukti literature yang didapatkan
a. Oktavia, S., Hasanah, U., & Utami, I. T. (2021). Penerapan terapi
menghardik dan menggambar pada pasien halusinasi
pendengaran. Jurnal Cendikia Muda, 2(3), 407-415. ISSN: 2807-
3469. e-ISSN: 2548-6292; p-ISSN: 2548625X
b. Firdaus, R., Kaamilah, T. A., & Muhaafidhin, T. I. (2022).
Menggambar Terstruktur Menurunkan Tingkat Halusinasi Pasien
Gangguan Jiwa. MNJ (Mahakam Nursing Journal), 2(11), 465-470.
E-ISSN: 2655-0830.
c. Saptarani, N., Erawati, E., Sugiarto, A., & Suyanta, S. (2020). Studi
Kasus Aktivitas Menggambar Dalam Mengontrol Gejala Halusinasi
Di Rsj Prof. Dr. Soerodjo Magelang. Jurnal Keperawatan Dan
Fisioterapi (Jkf), 3(1), 112-117.
d. Furyanti, E., & Sukaesti, D. (2018). Art Therapy Melukis Bebas
Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi. Jurnal
Kesehatan Universitas Esa Unggul, 3(6), 1-10.
e. Firmawati, Fadli Syamsuddin, Restivera Botutihe. (2023) .Terapi
Okupasi Menggambar Terhadap Perubahan Tanda Dan Gejala
Halusinasi Pada Pasien Dengan Gangguan Presepsi Sensori
Halusinasi Di Rsud Tumbulilato.Jurnal Medika
36
Nusantara.Vol.1,No.2 Mei 2023.e-ISSN: 2986-7878; p-ISSN: 7986-
7061.
f. Sujiah, S., Warni, H., & Fikrinas, A. (2023). Efektifitas Penerapan
Terapi Okupasi Aktivitas Menggambar Terhadap Gejala Halusinasi
Pendengaran. Media Keperawatan Indonesia , 6 (2). E-ISSN: 2615-
1669; ISSN: 2722-280.
g. Vega Widya Pradana1, Nia Risa Dewi2, Nury Luthfiyatil Fitri.
(2023). Penerapan Terapi Okupasi Menggambar Terhadap Tanda
Dan Gejala Pasien Halusinasi Pendengaran Di Ruang Kutilang
RSJD Provinsi Lampung. Jurnal Cendekia Muda, Volume 3, Nomor
1, ISSN:2807-3469.
37
Step 3: Table Literature Review
Pengarang, Hasil penelitian
Jurna judul Lokasi, Metode Populasi Gambaran
Sebelum
l artikel dan ruang rawat penelitian dan sampel terapi Sesudah terapi
terapi
tahun
Jurnal Pengarang : Penelitian ini Penelitian ini Populasi Penelitian ini Pada pre terapi Gambaran evaluasi
1 Shella dilakukan di menggunaka tidak menggunakan didapatkan data keperawatan diperoleh
Oktaviani, Ruang Nuri n desain dicantumkan, perawatan pada subjek pada subjek 1 didapatkan
Uswatun RSJ Daerah studi kasus cara dengan cara pertama hasil dengan tanda gejala
Hasanah, Provinsi (case study) pengambilan stategi mempunyai masih mendengar suara
Indhit Tri Lampung m sampel pelaksanaan keluhan bisikan, bersikap seolah
Utami tidak secara rutin mendengar mendengar sesuatu,
dicantumkan dan juga suara bisikan, bicara sendiri.
Judul : dan jumlah dengan terapi bersikap seolah Sedangkan paa subjek
Penerapan sampel 2 okupasi, mendengar kedua didapatkan hasil
Terapi orang terapi sesuatu , dengan tanda gejala
Menghardik okupasi yang respon tidak mendengar suara bisikan,
Dan digunakan sesuai, curiga, bersikap seolah
Menggamba adalah mondar mendengar sesuatu,
r Pada menggambar. mandir, melihat bicara sendiri. Rata-rata
38
Pasien ke satu arah, tanda gejala setelah
Halusinasi bicara sendiri dilakukan intervensi
Pendengara dan disorientasi adalah 27% sehingga
n waktu,tempat, terdapat penurunan tanda
orang atau dan gejala sebesar
Tahun : situasi (73%) 41.5%.
2021 sementara pada
subjek kedua
didapatkan
keluhan
mendengar
suara bisikan,
bersikap seolah
mendengar
sesuatu ,
respon tidak
sesuai, curiga,
mondar
mandir, melihat
ke satu arah
39
dan , bicara
sendiri (64%).
Jurnal Pengarang: Ruang punai Teknik Populasi Penelitian ini pasien A Pasien A tidak memiliki
2 Edi RSJD Atma Probabilty berjumlah 16 menggunakan memiliki 3 tanda gejala (0%), pasien
Sukamto, Husada sampling, orang, rencana tanda gejala B tidak memiliki tanda
Rivan Samarinda melalui sample Terapi (21,4%), pasien gejala (0%), pasien C
Firdaus, sampling sebanyak 4 Aktivitas B memiliki 2 tidak memiliki tanda
Tilka A.K, acak orang. Kelompok tanda gejala gejala (0%), pasien D
Tomi I.M sederhana mengganbar (12,2%), pasien tidak memiliki tanda
terstruktur C memiliki 4 gejala (0%).
Judul: dengan tanda gejala
Menggamba perawat yang (28,5%), dan
r Terstruktur menentukan pasien D
Menurunka tema yang memiliki 1
n Tingkat akan tanda gejala
Halusinasi digambar (7,14%).
Pasien oleh pasien.
Gangguan Kemudian
Jiwa perawat akan
memberikan
40
Tahun : stimulus
2022 pendengaran
dan kognitif
pasien
dengan
meminta
jawaban yang
sesuai dengan
tema yang
didapat oleh
masing-
masing
pasien.
Setelah
pasien
melakukan
terapi
menggambar,
perawat
melakukan
41
penilaian
terhadap hasil
gambar
berkaitan
dengan
kesesuaian
antara tema
dengan
persepsi
pasien.
Kemudian
perawat
melakukan
penilaian
terhadap
tanda dan
gejala
halusinasi
yang dialami
oleh pasien
42
setelah
dilakukan
terapi
menggambar.
Jurnal Pengarang: Penelitian ini Penelitian ini Populasi Penelitian ini Sebelum Sesudah dilakukan
3 Novianti dilakukan di menggunaka pada menggunakan dilakukan Aktivitas menggambar
Saptarani, RSJ n kuesioner penelitian ini aktivitas Aktivitas dalam mengontrol gejala
Erna Prof.Dr.Soero PSYRAT pada klien menggambar menggambar halusinasi selama 5 hari,
Erawati, jo magelang (Psychotic dengan melalui untuk dilakukan evaluasi
Angga Symptom masalah wawancara mengontrol dengan wawancara dan
Sugiarto. Rating keperawatan observasi, gejala observasi untuk
Scale) halusinasi dokumen halusinasi, mengukur gejala
Judul : yang yang terdiri klien Tn. A halusinasi, berdasarkan
Studi Kasus memenuhi dari isi mudah kuesioner PSYRAT pada
Aktivitas kriteria halusinasi, tersinggung, klien Tn. A yaitu
Menggamba inklusi frekuensi klien terlihat mengkaji, frekuensi,
r Dalam halusinasi bicara sendiri durasi, lokasi, kerasnya
Mengontrol dan respon dan tertawa suara, keyakinan, isi
Gejala mengendalika sendiri. intensitasketidaknyaman
Halusinasi n suara pada Sebelum an, gangguan dalam
43
halusinasi. melakukan fungsi kehidupan
Tahun: Pelaksanaan tindakan sehingga klien Tn. A
2020 terapi aktivitas hasil kuesioner dengan
melakukan menggambar, hasil kuesioner dengan
aktivitas penulis skor 25. Hasil evaluasi
menggambar memerhatikan klien mengalami
terdiri dari 3 kondisi klien penurunan setelah
tahap yaitu sebenarnya, dilakukan aktivitas
tahap karena akan menggambar dengan
prainteraksi berpengaruh hasil evaluasi klien Tn. A
tahap kerja dalam dengan skor 18
dan tahap melakukan
terminasi. asuhan
Aktivitas keperawatan.
menggambar Hal yang jadi
terdiri dari 5 penghambat
sesi dengan dalam
waktu untuk melakukan
melakukan aktivitas
aktivitas menggambar
44
menggambar pada klien Tn.
selama 45 A terkadang
menit. biasa saja dan
kadang merasa
malas dangan
ingin
menyendiri
dikamar.
Jurnal Pengarang : Penelitian ini Penelitian ini Sample Pre- Hasil penelitian Hasil uji hipotesis paired
4 Eli dilakukan di menggunaka penelitian eksperimental didapatkan sampel T-Test
Furyanti, ruang rawat n teknik pre- adalah pasien design bahwa sebelum menunjukan bahwa nilai
Diah inap RSJ Dr. eksperiment halusinasi dengan diberikan terapi p-value <ª, yaitu
Sukaesti Soeharto al design dengan besar bentuk one pasien 0,04<0,05. Artinya Ho
Heerdjan dengan sample 44 group pra- halusinasi ditolak dan Ha diterima
Jakarta Barat bentuk one responden. post test dengan besar yang menunjukan bahwa
Judul :
group pra- design. sampel 44 ada pengaruh art therapy
Art Therapy post test responden, melukis bebas terhadap
Melukis design. terdiri dari kemampuan pasien
Bebas kelompok mengontrol halusinasi
Terhadap perlakuan yang
45
Kemampua bahwa kata-
n Pasien kata dapat
Mengontrol disalurkan
Halusinasi melalui
kegiatan
Tahun :
melukis
2018
sehingga
melalui terapi
melukis
terdapat
perbaikan
dalam aspek
kognitip,
afektip dan
psikomotorik
Jurnal Pengarang: Ruang Rawat Pre- 15 responden Pre-test dan Penelitian yang Hasil didapatkan nilai P
5 Firmawati, Inap Rumah Exsperiment pos-test didapatkan value 0,000 (<α0,05)
Fadli Sakit Umum al sebelum pre- terdapat pengaruh yang
Syamsuddin Daerah test dilakukan signifikan antara
Tombulilato terapi okupasi okupasi menggambar
46
, Restivera menggambar terhadap perubahan
Botutihe pada tanda dan gejala pada
peretemuan pasien dengan gangguan
Judul: pertama presepsi sensori
Terapi terdapat 15 halusinasi di rsud
Okupasi pasien (100) tombulilato
Menggamba mengalami
r Terhadap halusinasi berat
Perubahan
Tanda Dan
Gejala
Halusinasi
Pada Pasien
Dengan
Gangguan
Presepsi
Sensori
Halusinasi
Di Rsud
Tumbulilato
47
Tahun:
2023
Jurnal Pengarang: Penelitian ini Metode Populasi Peneliti Nilai rata-rata Nilai rata-rata responden
6 Sujiah S., dilakukan di dalam adalah semua menyepakati gejala tentang gejala halusinasi
Hernida Rumah Sakit penelitian ini responden kontrak halusinasi setelah dilaksanakan
Warni, Adi Jiwa Provinsi adalah dengan dengan sebelum terapi aktivitas
Fikrinas Jawa Tengah penelitian diagnosa responden dilakukan menggambar didapatkan
kuantitatif medis yang terapi okupasi pada kelompok
Judul: dengan skizofrenia tergabung aktivitas intervensi adalah 23,65,
The desain Quasi yang dalam kegiatan nilai minimalnya 18,
Effectivenes Eksperiment, mengalami kelompok menggambar dengan nilai maksimal
s Of menggunaka halusinasi intervensi yang dilakukan 29, sedangkan rata-rata
Application n pendekatan pendengaran sebanyak 8 pada responden tanda gejala halusinasi
Of Drawing “Control dan sedang (delapan) kali kelompok kelompok kontrol adalah
Activity Group Pre menjalani pertemuan intervensi 27,95, nilai minimalnya
Occupation Test-Post perawatan di selama 3 adalah 38,35, 22 dengan nilai
al Therapy Test”. RSJ Daerah (tiga) minggu nilai maksimal 33, sehingga
Against Provinsi guna untuk minimalnya 32 rata-rata gejala
Auditory Lampung melakukan sedangkan nilai halusinasi responden
48
Hallucinatio yaitu Ruang intervensi maksimalnya setelah dilakukan terapi
n Rawat Inap terapi 44. Diketahui aktivitas menggambar
Symptoms Nuri, Ruang okupasi rata-rata gejala didapatkan pada kedua
Rawat Inap aktivitas halusinasi pada kelompok berada pada
Tahun: Kutilang dan menggambar. kelompok tingkat rendah.
2022 Ruang Rawat Langkah kontrol adalah
Inap Melati pelaksanaan 36,50, nilai
dengan penelitian minimalnya 32
jumlah 83 pre-test dan
responden. dilakukan maksimalnya
Peneliti pada 41. Jadi rata-
menggunaka pertemuan rata gejala
n teknik pertama dan halusinasi
Purposive Post test responden
sampling pengukuran sebelum
dengan gejala dilaksanakan
jumlah halusinasi terapi okupasi
sampel pendengaran kegiatan
sebanyak 40 dilakukan menggambar
responden pada pada kedua
49
dengan pertemuan kelompok
halusinasi kesembilan berada pada
pendengaran dengan tingkat sedang.
kelompok
yang
dilakukan
intervensi
Jurnal Pengarang: Penelitian ini Penelitian ini Populasi Penelitian ini Sebelum Sesudah dilakukan
7 Vega Widya di lakukan di menggunaka pada menggunakan dilakukan setelah diberikan
Pradana, Di Ruang n metode penelitian . 1. Tanda penerapan terapi okupasi
Nia Risa Kutilang Rsjd study kasus ini. Lembar gejala menggambar selama 7
Dewi , Nury Provinsi Subjek yang observasi halusinasi hari, menunjukkan
Luthfiyatil Lampung digunakan tanda dan sebelum bahwa tanda gejala
Fitri sebanyak 2 gejala dilakukan halusinasi pendengaran
orang pasien halusinasi penerapan sesudah dilakukan
Judul : yang dengan menurut menggamb penerapan terapi
Penerapan 50iagnose SDKI ar pada menggambar pada
Terapi keperawatan sebelum dan subjek I subjek I dan subjek II
Okupasi halusinasi sesudah pada sebelum mengalami penurunan,
Menggamba pendengaran pasien 72% subjek I mengalami
50
r Terhadap dengan dengan penurunan sebanyak
Tanda Dan masalah nilai tanda 66% sehingga hanya
Gejala halusinasi dan gejala meninggalkan 1 tanda
Pasien pendengaran berat dan gejala yang belum
Halusinasi terdiri dari 11 subjek II teratasi (8%) sedangkan
Pendengara tahap yang sebelum subjek II tanda gejala
n Di Ruang dilihat 63% menurun sebanyak
Kutilang dengan dengan 100%.
Rsjd pilihan ceklis nilai tanda
Provinsi (✓) jika tidak dan gejala
Lampung dilakukan berat
dan (-) jika 2. Hasil
Tahun: tidak di observasi
2023 melakukan, kemampuan
kembar sebelum
observasi dilakukan
terlampir penerapan
terapi
okupasi
menggamba
51
r pada
subjek I 0%
dengan nilai
kemampuan
rendah dan
subjek II
sebelum 0%
dengan nilai
kemampuan
rendah
Jurnal Pengarang : Penelitian ini Penelitian ini Populasi Penelitian ini Sebelum terapi nilai rata-rata pre-test
8 Azzahra, dilakukan di menggunaka tidak menggunakan menggunakan 5.50 dan post-test 0.00.
Fadia ; RSJ Islam n pre dicantumkan, pretest skor dengan di dapatkan nilai sig. (2-
Mahyar Klender eksprimental sampel posttest nilai hasil rata- tailed) adalah 0.004 <
Suara Jakarta Timur dengn diambil rata pre-test 0.05 maka dapat
rancangan dengan 5.50 dan post- disimpulkan bahwa Ha
Judul : penelitian tehnik test 0.00. diterima dan Ho ditolak
Efektivitas one group purposive yang artinya ada
Terapi sampling pengaruh yang signifikan
52
Okupasi pretest- berjumlah 10 antara efektivitas terapi
Menggamba po.sttest responden okupasi menggambar
r Pada terhadap penurunan
Pasien gejala skizofrenia. Ada
Skizofrenia Efektivitas Terapi
Terhadap Okupasi Menggambar
Penurunan Pada Pasien Skizofrenia
Gejala Terhadap Penurunan
Skiofrenia Gejala Skizofrenia Di
di RSJ RSJ Islam Klender
Islam Jakarta Timur Tahun
Klender 2022.
Jakarta
Timur
Tahun :
2022
53
3.4 Step 4: Pembahasan
Jurnal 1 Penerapan Terapi Menghardik Dan Menggambar Pada
Pasien Halusinasi Pendengaran
Halusinasi merupakan salah satu diagnosa dalam gangguan jiwa
atau gangguan mental. Halusinasi di definisikan sebagai terganggunya
persepsi sensori seseorang, dimana tidak ada stimulus. Pasien akan
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada, pasien merasa ada suara
padahal tidak ada stimulus suara. Salah satu tipe halusinasi adalah halusinasi
pendengaran (auditory-hearing voices or sounds) dan menjadi tipe
halusinasi yang paling banyak di derita. Cara menangani pasien dengan
halusinasi salah satunya adalah menggunakan perawatan di Rumah Sakit
dengan strategi pelaksanaan secara rutin dan juga dengan terapi okupasi,
terapi okupasi yang digunakan adalah menggambar.
Tanda gejala sebelum dan sesudah dilakukan terapi menghardik dan
menggambar, Sebelum dilakukan penerapan didapatkan data pada subjek
pertama keluhan yang muncul yaitu mendengar suara bisikan, bersikap
seolah mendengar sesuatu, respon tidak sesuai, curiga, mondar mandir,
melihat ke satu arah, bicara sendiri dan disorientasi waktu, tempat, orang
atau situasi (73%), sementara pada subjek kedua di dapatkan data dengan
keluhan mendengar suara bisikan, bersikap seolah mendengar sesuatu ,
respon tidak sesuai, curiga, mondar mandir, melihat ke satu arah dan bicara
sendiri (64%). Tanda dan gejala halusinasi pada subjek sesudah dilakukan
terapi menghardik dan menggambar pada kedua subjek didapatkan hasil
dengan tanda gejala masih mendengar suara bisikan, bersikap seolah
mendengar sesuatu, bicara sendiri sehingga dapat di simpulkan terdapat
penurunan tanda dan gejala dari 64% menjadi 27%.
Penurunan tanda gejala setelah dilakukan terapi menghardik juga
dikarenakan adanya latihan menggambar pada kedua subjek. Menggambar
merupakan terapi okupasi skil dan kemampuan, aktivitas menggambar yang
dilakukan bertujuan untuk meminimalisasi interaksi pasien dengan
dunianya sendiri, mengeluarkan pikiran, perasaan atau perilaku yang tidak
disadarinya, memberi motivasi dan memberikan kegembiraan, hiburan,
54
serta mengalihkan perhatian pasien dari halusinasi yang dialami sehingga
pikiran pasien tidak terfokus pada halusinasi.
55
tidak memiliki tanda gejala (0%), pasien B tidak memiliki tanda gejala
(0%), Pasien C tidak memiliki tanda gejala (0%), D tidak memiliki tanda
gejala (0%). Ada pengaruh terapi menggambar terstruktur dengan tingkat
halusinasi pasien gangguan jiwa. Terapi menggambar terstruktur dapat
diaplikasikan sebagai salah satu teknik dalam menurunkan tingkat
halusinasi pasien yang mengalami gangguan jiwa agar mereka
mengekspresikan pikiran dan perasaannya serta mengalihkan focus pasien
dari halusinasi yang dialami melalui media menggambar
Jurnal 3: Aktivitas Menggambar Dalam Mengontrol Gejala Halusinasi
Berdasarkan hasil tersebut klien Tn.A efektif dalam melakukan
aktivitas menggambar klien cukup kooperatif dalam melakukan aktivitas
menggambar, namun terkadang klien malas dengan keadaan tersebut
sebaiknya klien diberikan penjelasan tentang tujuan aktivitas
menggambar untuk mengontrol halusinasinya, sebagaimana sesuai dengan
pendapat Candra, Ruspawan & Wijayanti (2013) bahwa adanya
perubahan gejala halusinasi karena dapat merangsang atau
menstimulasikan klien melalui aktivitas atau kegiatan seperti melukis atau
menggambar.
Evaluasi pada klien Tn.A yaitu menggunakan kuesioner PSYRAT
untuk mengukur gejala halusinasi hanya pada hari terakhir pada hal ini
banyak yang dapat mempengaruhi penurunan gejala halusinasi diakibatkan
dari tindakan keperawatan lainya seperti patuh minum obat dan
aktivitas bermanfaat laiinya untuk mengalihkan halusinasinya.
Seharusnya penulis mengevaluasi gejala halusinasi setiap hari
menggunakan kuesioner PSYRAT dan mengobservasi respon nonverbal
dari klien. Selain itu penulis juga mengalami kesulitan ketika
halusinasi klien muncul pada malam hari dikarenakan penulis tidak
bisa medampingi klien untuk mengontrol halusinasi dengan aktivitas
menggambar. Seharusnya penulis memberikan media seperti kertas
dan alat tulis kepada klien untuk mengontrol gejala halusinasi
apabila halusinasi muncul pada malam hari.
56
Setelah dilakukan intervensi aktvitas menggambar klien
halusinasi tampak ada penurunan gejala halusinasi pada klien Tn.A di
wisma Antareja RSJ Prof.dr.Soerodjo Magelang. Hal ini membuktikan
bahwa ada pengaruh dalam melakukan aktivitas menggambar untuk
mengontrol halusinasi, hal tersebut sesuai dengan penelitian Niken,
Antoro & Stevani (2019) bahwa dengan melakukan aktivitas
menggambar klien dapat meminimalisir interaksi klien dengan dunia
halusinasi sehingga klien tidak terfokus dengan halusinasinya. Dengan
melakukan aktivitas menggambar bisa menurunkan gejala positif dan
negatif skizofrenia, salah satunya adalah halusinasikarena dalam
aktivitas menggambar bisa menurunkan perasaan cemas, marah atau
emosi yang bisa menjadi penyebab maladaftif. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Sari (2018) bahwa dapat terjadi penurunan
halusinasi yang lebih efektif karena dengan melakukan aktivitas
menggambar klien dapat bercerita, mengeluarkan pikiran, dan emosi
yang biasanya sulit untuk diungkapkan sehingga dengan melakukan
aktivitas menggambar klien dapat termotivasi, menghibur serta
kegembiraan yang dapat menurunkan perasaan cemas, marahatau emosi
dan dapat memperbaiki pikiran yang kacau serta meningkatkan aktivitas
motorik.
Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas
menggambar dapat didukung dengan minat dan klien yang kooperatif
sehingga klien yang memiliki hobi menggambar akan lebih termotivasi
untuk memaksimalkan manfaat dalam melakukan aktivitas
menggambar sehingga klien dapat meninimalisir halusinasinya serta
dapat meningkatkan aktivitas motorik
57
Dimana usia tersebut masuk ke dalam kategori usia dewasa awal. Hal ini
dikarenakan tidak mampu melakukan penyesuaian diri terhadap polapola
kehidupan yang baru dan harapan-harapan social baru, seperti suami atau
istri orang tua dan pencari nafkah, keinginan keinginan baru,
mengembangkan sikap sikap baru dan nilai nilai baru tugas baru.
Hampir seluruh jenis kelamin sample pada penelitian ini berjenis
kelamin perempuan. Hal ini mungkin di karenakan perempuan mempunyai
beban stress yang lebih tibggi sehingga membuat perempuan memendam
perasaan nya sendiri dan sering mengalami keputusan dalam kehidupannya
.
Sebagian besar dari seluruh pasien halusinasi di rsj dr.soeharto
heerdjan Jakarta barat yang menjadi responden memiliki status Pendidikan
rendah (SD). Semakin rendah Pendidikan seseorang maka sangat kurang
seseorang mendapatkan pengetahuan dan informasi, sehingga
menyebabkan mekanisme koping tidak baik, mudah putus asa, tidak dapat
mengendalikan diri dalam kehidupannya sehingga menyebabkan seseorang
rentan mengalami gangguan jiwa seperti halusinasi .
Sebagian besar dari seluruh pasien halusinasi di rsj dr. soeharto
heerdjna Jakarta barat yang menjadi reponden memiliki status pekerjaan
sebagai karyawan. Hal ini di karenakan kurangnya motivasi untuk mencari
pekerjaan dan tekanan dalam bekerja,sehingga faktor social ekonominya
lama kelamaan akan menjadikurang. Hampir seluruh pasien halusinasi di rsj
dr. soeharto heerdjan Jakarta barat yang menjadi responden memiliki status
perkawinan belum kawinn. Hal ini dipengaruhi dari ketidak mampuan untuk
mengungkapkan perasaan untuk menikah dan merasa kesal dengan
kondisinya sehinggan membuat seseorang menjadi prustasi, marah dan iri
kepada orang lain sehingga menjadikan seseorang tersebut berhalusinasi
untuk cepat menikah.
Sebagian besar pasien halusinasi di rsj dr soeharto heerdjan Jakarta
barat memiliki Riwayat keluarga, pasien gangguan jiwa. Hal ini disebabkan
karena adanya faktor keturunan dari keluarga kakek atau nenek yang
58
terdahulu sehingga keturunan selanjutnya lebih cenderung akan mengalami
gangguan kejiwaan.
Hampir seluruh pasien halusinasi di rsj dr. seoharto heerdjan Jakarta
barat yang menjadi responden halusinasi memiliki frekuensi dirawat di rsj
lebih dari kali. Satu kali. Hal ini dikarenakan fungsi otak yang menurun
sehingga menimbulkan rendahnya kemampuan pasien untuk merawat
dirinya sendiri dan harus Kembali dirawat di rumah sakit jiwa.
59
Penelitian yang dilakukan oleh Candra et all., 2019 didapatkan
bahwa hasil penelitian dari uji hipotesis didapatkan z=4,725 p=0,000 p<1,00
artinya ada pengaruh yang sangat signifikan pemberian terapi okupasi
aktivitas menggambar terhadap perubahan halusinasi pada pasien
skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali. Hasil penelitian ang
menunjukan sebagian besar gejala halusinasi yang dialami responden
setelah diberikan terapiokupasi aktivitas menggambar dalam kategori
ringan, dan 28 responden mengalami penurunan gejala halusinasi.
60
kelompok berada pada tingkat sedang. Kondisi tersebut terjadi karena
semua responden dalam penelitian ini berada dalam tahap lanjutan
perawatan di ruang rawat inap RSJ yang sudah terkontrol dengan terapi
obat-obatan psikiatri sehingga halusinasi responden berada dalam tingkat
sedang bukan lagi berat seperti pada saat berada di IGD atau PICU. Setelah
dilaksanakan terapi okupasi aktivitas kegiatan menggambar pada responden
kelompok intervensi didapatkan 23,65, sedangkan nilai rata-rata gejala
halusinasi pada responden kelompok kontrol yaitu 27,95, sehingga
didapatkan nilai rata-rata gejala halusinasi responden setelah dilakukan
terapi okupasi aktivitas kegiatan menggambar pada kedua kelompok berada
pada tingkat rendah.
Dari seluruh responden penelitian, setelah satu per satu diobservasi,
ditemukan 6 responden yang gejala halusinasinya tidak berkurang secara
signifikan setelah post test. Ketika pre test gejala halusinasi responden-
responden tersebut berada pada kategori sedang dan tidak berubah ketika
post test dilaksanakan. Keenam responden tersebut merupakan responden
pada kelompok kontrol. Kondisi ini bisa terjadi dikarenakan responden
belum mampu mengontrol halusinasinya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa aktivitas menggambar sebagai terapi okupasi berpengaruh terhadap
penurunan gejala halusinasi pendengaran. Pada responden kelompok
intervensi penelitian dan responden kelompok kontrol, terdapat adanya
perbedaan penurunan tanda gejala pada halusinasi pendengaran setelah
dilakukan terapi okupasi aktivitas menggambar.
61
kemampuan positif yang dimiliki klien dan membantu klien
mengembalikan kepercayaan dirinya untuk mengembangkan kemampuan
positifnya bahkan mencoba hal baru yang mungkin klien memiliki potensi
dalam melakukannya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kegiatan pada
pasien yang mengalami halusinasi pendengaran adalah dengan terapi
menggambar yang merupakan salah satu terapi lingkungan. Terapi
menggambar berkaitan erat dengan stimulasi psikologis seseorang yang
akan berdampak pada kesembuhan baik pada kondisi fisik maupun
psikologis seseorang.
Terapi okupasi ialah ilmu dan seni yang mengarahkan partisipasi seseorang
dalam melakukan suatu pekerjaan tertentu (Ridfah et al., 2021). Terapis
okupasi membantu individu yang mengalami gangguan dalam fungsi
motorik, sensorik, kognitif juga fungsi sosial yang menyebabkan individu
tersebut mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas perawatan diri,
aktivitas produktivitas, dan dalam aktivitas untuk mengisi waktu luang.
(Haq et al., 2020).
Hasil menunjukkan bahwa rata-rata post test skor PANSS kelompok
kontrol sebesar 74.60, sedangkan pada kelompok perlakuan sebesar 56.20,
sehingga dapat disimpulkan bahwa rata – rata skor PANSS pada kelompok
kontrol lebih besar 18.40 dibandingkan kelompok perlakuan. Nilai
signifikan pada kelompok kontrol sebesar 0.015 (<0,05), sedangkan pada
kelompok perlakuan sebesar 0.017 (<0,05). Hasil uji tersebut menunjukkan
bahwa kelompok perlakuan yang diberikan art drawing therapy lebih efektif
dalam penurunan skor PANSS pada pasien skizofrenia.
62
Skizofrenia adalah gangguan mental yang menyebabkan seseorang
menjadi disfungsional secara fisilogis untuknya sendiri maupun interaksi
secara sosial. Orang yang terkena skizofrenia tidak akan mampu
berkomunikasi secara normal dengan orang lain, salah satunya adalah
karena menganggap bahwa orang lain ingin mencelakakannya. (Firdaus, R.,
Kaamilah, T. A., & Muhaafidhin, T. I. (2022).
Halusinasi merupakan salah satu diagnosa dalam gangguan jiwa
atau gangguan mental. Halusinasi di definisikan sebagai terganggunya
persepsi sensori seseorang, dimana tidak ada stimulus. Pasien akan
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada, pasien merasa ada suara
padahal tidak ada stimulus suara. Salah satu tipe halusinasi adalah halusinasi
pendengaran (auditory-hearing voices or sounds) dan menjadi tipe
halusinasi yang paling banyak di derita. Cara menangani pasien dengan
halusinasi salah satunya adalah menggunakan perawatan di Rumah Sakit
dengan strategi pelaksanaan secara rutin dan juga dengan terapi okupasi,
terapi okupasi yang digunakan adalah menggambar. (Oktavia, S., Hasanah,
U., & Utami, I. T. 2021)
Terapi okupasi ialah ilmu dan seni yang mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan tertentu (Ridfah et al., 2021).
Terapis okupasi membantu individu yang mengalami gangguan dalam
fungsi motorik, sensorik, kognitif juga fungsi sosial yang menyebabkan
individu tersebut mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas
perawatan diri, aktivitas produktivitas, dan dalam aktivitas untuk mengisi
waktu luang. (Vega Widya Pradana1, Nia Risa Dewi2, Nury Luthfiyatil
Fitri. 2023)
Dari Hasil penelitian 8 jurnal menunjukkan bahwa aktivitas
menggambar sebagai terapi okupasi berpengaruh terhadap penurunan gejala
halusinasi pendengaran. Pada responden kelompok intervensi penelitian dan
responden kelompok kontrol, terdapat adanya perbedaan penurunan tanda
gejala pada halusinasi pendengaran setelah dilakukan terapi okupasi
aktivitas menggambar.
63
3.6 Step 6: Desmination
1. Oral persentasi
2. Small group presentation
3. Publikasi kelayakan umum, seperti: publish laporan dalam jurnal
64
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 DISKUSI
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia
luar). Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan persepi sensori, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan dan penghiduan. Halusinasi
adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang datang disertai
gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus
tersebut (Astutik, 2018). Tanda gejala halusinasi berdasarkan Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) dengan masalah keperawatan
gangguan persepsi sensori meliputi tanda gejala mayor dan minor. Untuk
tanda gejala mayor yaitu mendengar suara bisikan atau melihat bayangan,
merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman, atau pengecapan,
distorsi sensori, respon tidak sesuai, bersikap seolah melihat, mendengar,
mengecap, meraba, atau mencium sesuatu, kemudian untuk tanda minor
yaitu menyatakan kesal, menyendiri, melamun, konsentrasi buruk,
disorientasi waktu, tempat, orang, atau situasi, curiga, melihat ke satu arah,
mondar mandir, berbicara sendiri (PPNI, 2017)
Berdasarkan telaah literatur tanda dan gejala halusinasi memiliki
kesamaan dengan teori SDKI namun dalam beberapa jurnal ada perbedaan
dalam tanda gejala halusinasi yaitu ketakutan, menunjuk – nunjuk kearah
tertentu, menggaruk-garuk dan seperti merasakan makanan tertentu
(Firmawati, 2022).
Penurunan tanda gejala dapat dilakukan dengan terapi okupasi.
Terapi okupasi merupakan bentuk layanan kesehatan kepada masyarakat
atau pasien yang mengalami gangguan fisik atau mental dengan
menggunakan latihan/aktivitas mengerjakan sasaran yang terseleksi
(okupasi) untuk meningkatkan kemandirian (World Federation of
Occupation Therapy, 2016). Terapi okupasi yang dapat digunakan salah
satunya adalah terapi menggambar yang bertujuan untuk meminimalisasi
65
interaksi pasien dengan dunianya sendiri, mengeluarkan fikiran, perasaan,
atau perilaku yang tidak disadarinya, meberi motivasi dan memberikan
kegembiraan, hiburan, serta mengalihkan perhatian pasien yang dialami
sehingga pikirann pasien tidak berpokus pada halusinasinya. (Shella, 2022)
Hasil telaah jurnal mengatakan sebelum dilakukan terapi okupasi
menggambar rata-rata gejala halusinasi pada kedua kelompok berada pada
tingkat sedang (Sujiah, dkk. 2023). Jurnal selanjutnya menggunakan
kuesioner PSYRAT untuk mengukur tanda dan gejala halusinasi dengan
hasil kuesioner 25 skor ( Novianti,dkk. 2020). Berdasarkan jurnal
selanjutnya dilakukan pre-test terdapat 15 pasien (100%) mengalami
halusinasi berat. (Firmawati, dkk. 2023). Kemudian hasil post-test setelah
diberikan terapi okupasi menggambar didapatkan hasil (84,4%) (Sujiah,
dkk. 2023). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Novianti (2020), yaitu pasien halusinasi mengalami
penurunan skor kuesioner PSYRAT sebanyak 18 skor. Jurnal selanjutnya
mengatakan setelah diberikan terapi okupasi menggambar paling banyak
dalam kategori ringan yaitu 21 orang (70%) dan terdapat dua pasien yang
dalam kategori berat (30%) (Firmawati, dkk. 2023).
Berdasarkan 8 jurnal yang di telaah dapat disimpulkan bahwa terapi
okupasi menggambar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
perubahan tanda dan gejala pada pasien yang memiliki gangguan persepsi
sensori halusinasi. (Oktavia, 2021. Firdaus, 2022. Septarani, 2020. Furyanti,
2018. Firmawati, 2023. Sujiah, 2023. Vega, 2023)
66
DAFTAR PUSTAKA
67
Nanggalo Kota Padang. Jurnal Peduli Masyarakat, 2(1), 11-18.
https://doi.org/10.37287/jpm.v2i1.77
Tiaswarasita, A., & Dkk. (2017). KEPERAWATAN JIWA GANGGUAN
PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2018). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Videbeck, S. L. (2018). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
World Healt Organization (WHO). Mental Health; 2016.
https://www.who.int/health-topics/mental-health (Diakses tanggal
20 juli 2023, jam 18.51)
Yosep,I. (2013). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung : Refika
Medika
68