Anda di halaman 1dari 22

SOL (SPACE OCCUPYING LESION)

Makalah ini dibuat untuk memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu : Ns. Diah Tika Anggraeni, S.Kep.,M.Kep

Disusun oleh :

Siti Nurazizah Puspa Tanya 1710711112

Risma Dianty K. P 1710711125

Lilis Dwi Septiani 1710711127

Niasa Lora Rimar 1710711130

Peren Dita Sanli 1710711131

Rizka Yusriyah 1710711143

Mugia Saida Daruini 1710711145

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2020
A. Pengertian SOL (Space Occupying Lesion)
SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai
adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. SOL Intrakranial
didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta hematoma
atau malformasi vaskular yang terletak di dalam rongga tengkorak (Nundy & Nundy,
2016). Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti
kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor pada intracranial (Smeltzer &
Bare, 2013).
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang
tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu tumor
susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah
semua proses neoplastik yang terdapat dalam intracranial atau dalam kanalis spinalis,
yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang
berasal dari sel-selsaraf di meaningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel
penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak. (Fransisca, 2008:
84).
Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-
lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali
dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena
mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal
mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan
peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan
volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.

B. Prevalensi SOL
Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi SOL (Space Occupying Lesion) di
Indonesia menunjukkan adanya peningkatan dari 1.4 per 1000 penduduk di tahun 2013
menjadi 1,79 per 1000 penduduk pada tahun 2017.
Kasus SOL paling banyak terjadi pada pasien tumor, yaitu sebesar 89%, sisanya
diakibatkan oleh lesi non neoplasma sebesar 11%. Laki-laki secara epidemiologi sedikit
lebih banyak menderita SOL dibanding perempuan.
Di Pakistan sekitar 1.5% dari seluruh kasus SOL terjadi pada anak-anak berumur
< 12 tahun. Insidensinya meningkat seiring dengan penambahan umur. Sementara di
India, kasus SOL pada anak-anak < 12 tahun di dapatkan sebanyak 17.4%. Di Indonesia
belum didapatkan data epidemiologi SOL, khususnya pada anak. Namun kejadian tumor
intracranial pada anak insidensinya cukup tinggi, yaitu sebesar 2,4 per 100.000 anak.
Tumor Intrakranial juga merupakan kanker kedua terbanyak pada anak setelah leukemia.
Tingginya insiden tumor intracranial ini dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
SOL pada anak.
C. Klasifikasi / Jenis SOL

1. Tumor Otak
Keganasan tumor otak yang memberikan implikasi pada prognosanya didasari
oleh morfologi sitologi tumor dan konsekuensi klinis yang berkaitan dengan
tingkah laku biologis. Sifat-sifat keganasan tumor otak didasari oleh hasil evaluasi
morfologi makroskopis dan histologis neoplasma, dikelompokkan atas kategori-
kategori (Satyanegara, 2010):
a. Benigna (jinak)
Morfologi tumor tersebut menunjukkan batas yang jelas, tidak
infiltratif dan hanya mendesak organ-organ sekitar. Selain itu, ditemukan
adanya pembentukan kapsul serta tidak adanya metastasis maupun
rekurensi setelah dilakukan pengangkatan total.
b. Maligna (ganas)
Tampilan mikroskopis yang infiltratif atau ekspansi destruktur tanpa
batas yang jelas, tumbuh cepat serta cenderung membentuk metastasis dan
rekurensi pasca pengangkatan total.
Tumor otak menyebabkan timbulnya gangguan neurologik progresif.
Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya disebabkan oleh dua
faktor, yaitu gangguan fokal akibat tumor dan kenaikan intrakranial (Price,
2005).

2. Hematom Intrakranial
a. Hematom Epidural
Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri
meningea media yang masuk dalam tengkorak melalui foramen spinosum
dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dalam os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural. Desakan dari
hematom akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala
sehingga hematom bertambah besar (R. Sjamsuhidajat, 2004).
Hematom yang meluas di daerah temporal menyebabkan tertekannya
lobus temporalis otek ke arah bawah dan dalam. Tekanan ini
menyebabkan bagian medial lobus (unkis dan sebagian dari girus
hipokampus) mengalami herniasi di bawah tepi tentorium. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik (Price, 2005).
Kelainan ini pada fase awal tidak menunjukkan gejala atau tanda. Baru
setelah hematom bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan dan
peningkatan tekanan intrakranial. Penderita akan mengalami sakit kepala,
mual, dan muntah diikuti dengan penurunan kesadaran. Gejala neurologik
yang teroenting adalah pupil mata anisokor yaitu pupil ipsilateral melebar
(R. Sjamsuhidajat, 2004).
Awitan gejala hematoma subdural kronik pada umumnya tertunda
beberapa minggu, bulan bahkan beberapa tahun setelah cidera awal. Pada
orang dewasa, gejala ini dapat dikelirukan dengan gejala awal demensia.
Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruang subdural
sehingga terjadi perdarahan lambat ke dalam ruang subdural. Dalam 7
sampai 10 hari setelah perdarahan, darah dikelilingi oleh membran fibrosa.
Terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma sehingga terbentuk
peredaan tekanan osmotik yang menyebabkan tertariknya cairan ke dalam
hematoma. Bertambahnya ukuran hematoma ini dapat menyebabkan
perdarahan lebih lanjut akibat robekan membran atau pembuluh darah di
sekelilinhnya sehingga meningkatkan ukuran dan tekanan hematoma. Jika
dibiarkan mengikuti perjalanan alamiahnya, unsur-unsur kandungan
hematom subdural akan mengalami perubahan-perubahan yang khas.
Hematoma subdural kronik memiliki gejala dan tanda yang tidak spesifik,
tidak terlokalisasi, dan dapat disebabkan oleh banyak proses penyakit lain.
Gejala dan tanda perubahan yang paling khas adalah perubahan progresif
dalam tingkat kesadaran termasuk apati, latergi, berkurangnya perhatian
dan menurunnya kemampuan untuk mempergunakan kecakapan kognitif
yang lebih tinggi (Price, 2005).

D. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala peningkatan TIK :

1. Sakit kepala
2. Muntah
3. Papiledema (pembengkakan di daerah saraf mata)

Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :

1. Tumor korteks motorik


Gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada satu sisi tubuh ( kejang
jacksonian )
2. Tumor lobus oksipital
Hemianopsia homonimus kontralateral (hilang penglihatan pada setengah lapang
pandang, pada sisi yang berlawanan dengan tumor) dan halusinasi penglihatan.
3. Tumor serebelum
Pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan kecenderungan jatuh kesisi
yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan nistagmus( gerakan mata berirama dan
tidak disengaja )
4. Tumor lobus frontal
Gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan tingkah laku, disintegrasi
perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang
merawat diri)
5. Tumor sudut serebelopontin
Tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan saraf kedelapan), kesemutan dan rasa
gatal pada wajah dan lidah (saraf kelima),kelemahan atau paralisis (saraf kranial
ketujuh), abnormalitas fungsi motorik.
6. Tumor intracranial
Bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan bicara dan
gangguan gaya berjalan terutam pada lansia

E. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor,
dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang sistem
vaskuler.
2. MRI
Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otak dan
daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan
CT Scan
3. Biopsi stereotaktik
Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar
pengobatan serta informasi prognosi
4. Angiografi
Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang

F. Pathway

Pathway SOL (Space Occupying Lesion)

Tumor Otak Hematoma Abses

Massa dalam otak bertambah

SOL
Lesi desak ruang intrakranial

Penekanan jaringan otak Bertambahnya massa dalam otak

Kerusakan jaringan neuron Gangguan penyerapan cairan di otak

Perubahan kepekaan neuron Obstruksi sirkulasi CSS

Kejang Edema di sekitar otak

Dx Resiko cedera Peningkatan TIK Hidrosefalus

Traksi/pergeseran Traksi/pergeseran Bila peningkatan Statis vena


struktur peka nyeri struktur peka nyeri TIK terus berlanjut
dalam rongga dlm rongga & progresif
intrakranial intrakranial Pebengkakan/pem
besaran papilla
Pergeseran saraf optikus
Perubahan
Nyeri kepala jaringan otak
suplai darah

Papil edema
Dx Nyeri akut Herniasi otak
Penurunan suplai
O2 ke otak
Kompresi medulla
oblongata
Hipoksia jaringan
serebral

Dx Gg. Perfusi jaringan


Gg. System Gg. Sistem Gg. System
pernafasan kerja jantung pencernaan

Respirasi
Bradikardi, Muntah
irreguler,
hipertensi
gagal napas

Dx :
Dx Pola napas ketidakseimbangan
tidak efektif nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh
G. Algoritma Space Occupying Lesion (SOL)

Space Occupying Lesion (SOL)

Lesi Abnormal CT Scan / MRI

Lumbal Pungsi Tumor Otak


Massa mendorong
struktur otak Biopsi
disekitarnya dengan 1
dikelilingi edema EEG Kortikosteroid Edema serebral
jaringan (Dexamethason) dan TIK ↓
Angiogram
2
Monitor Status 4−20 mg
Pembedahan IV
Neurologis 6 Jam
(Kraniotomi)

NO YES

Radioterapi &
Radioterapi & Ventrikulo Kemoterapi
Dekompresi
Kemoterapi Caval Shunt

TIK ↓

 Matiudin, Ade Iwan et al. (2020). STUDI KASUS : STATUS


NEUROLOGI PASIEN SPACE OCCUPYING LESION
DENGAN HIV dan TOXOPLASMOSIS CEREBRI. Jurnal
Perawat Indonesia, Vol. 4, No. 1.
 Simamora, Siska Karoline et al. (2017). Space Occupying Lesion
(SOL). J Medula Unila, Vol. 7, No. 1.
 YSL, Radinal & Neilan Amroisa. (2014). PRIMARY BRAIN
TUMOR WITH HEMIPARESE DEXTRA AND PARESE
NERVE II, III, IV, VI. J Medula Unila, Vol. 2, No. 3.
H. Prinsip pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga dengan SOL

Suliha (2002) mendefinisikan pendidikan kesehatan sebagai suatu bentuk tindakan


mandiri keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh perawat sebagai perawat pendidik. Pendidikan kesehatan ini diberikan
dengan tujuan agar terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku indidu dan keluarga
dalam membina serta memelihara perilaku hidup sehat serta berperan aktif dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal (Nursalam dan Efendi, 2008).

Langkah-langkah dalam pendidikan kesehatan menurut Swanson dan Nies dalam


Nursalam dan Efendi (2008), sebagai berikut:
1. Tahap 1: Perencanaan dan pemilihan
Tahap ini merupakan dasar dari proses komunikasi yang akan dilakukan oleh pendidik
kesehatan dan juga merupakan kunci penting untuk memahami kebutuhan belajar sasaran
dan mengetahui sasaran atau pesan yang akan disampaikan.
Tindakan perawat yang perlu dilakukan pada tahap ini antara lain:
a) Review data yang berhubungan dengan kesehatan, keluhan, kepustakaan, media
massa, dan tokoh masyarakat.
b) Cari data baru melalui wawancara, fokus grup (dialog masalah yang dirasakan).
c) Bedakan kebutuhan sasaran dan persepsi terhadap masalah kesehatan, termasuk
identifikasi sasaran.
d) Identifikasi kesenjangan pengetahuan kesehatan.
e) Tulis tujuan yang spesifik, dapat dilakukan, menggunakan prioritas, dan ada
jangka waktu.
f) Kaji sumber- sumber yang tersedia (dana,sarana dan manusia)
2. Tahap II. Memilih saluran dan materi/media.
Pada tahap pertama diatas membantu untuk memilih saluran yang efektif dan matri
yang relevan dengan kebutuhan sasaran. Saluran yang dapat digunakan adalah
melalui kegiatan yang ada di masyarakat. Sedangkan materi yang digunakan
disesuaikan dengan kemampuan sasaran.
Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah :
a) Identifikasi pesan dan media yang digunakan.
b) Gunakan media yang sudah ada atau menggunakan media baru. 3) Pilihlah
saluran dan caranya.
3. Tahap III. Mengembangkan materi dan uji coba
Materi yang ada sebaiknya diuji coba ( diteliti ulang ) apakah sudah sesuai dengan
sasarandan mendapat respon atau tidak.
Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah:
a) Kembangkan materi yang relevan dengan sasaran.
b) Uji terlebih dahulu materi dan media yang ada. Hasil uji coba akan membantu
apakah meningkatkan pengetahuan, dapat diterima, dan sesuai dengan individu.
4. Tahap IV. Implementasi
Merupakan tahapan pelaksanaan pendidikan kesehatan. Tindakan keperawatan yang
perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
a) Bekerjasama dengan organisasi yang ada di komunitas agar efektif
b) Pantau dan catat perkembangannya.
c) Mengevaluasi kegiatan yang dilakukan.
5. Tahap V. Mengkaji efektifitas
Mengkaji keefektifan program dan pesan yang telah disampaikan terhadap perubahan
perilaku yang diharapkan. Evaluasi hasil hendaknya berorientasi pada kriteria jangka
waktu (panjang / pendek) yang telah ditetapkan. Tindakan keperawatan yang perlu
dilakukan adalah melakukan evaluasi proses dan hasil.
6. Tahap VI. Umpan balik untuk evaluasi program
Langkah ini merupakan tanggung jawab perawat terhadap pendidikan kesehatan yang
telah diberikan. Apakah perlu diadakan perubahan terhadap isi pesan dan apakah
telah sesuai dengan kebutuhan sasaran. Informasi dapat memberikan gambaran
tentang kekuatan yang telah digunakan dan memungkinkan adanya modifikasi.
Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
a) Kaji ulang tujuan, sesuaikan dengankebutuhan.
b) Modifikasi strategi bila tidak berhasil.
c) Lakukan kerjasama lintas sektor dan program.
d) Catatan perkembangan dan evaluasi terhadap pendidikan kesehatan yang telah
dilakukan.
e) Pertahankan alasan terhadap upaya yang akan dilakukan.
f) Hubungan status kesehatan, perilaku, dan pendidikan kesehatan.

Pendidikan kesehatan terkait SOL yang dapat diberikan untuk pasien dan keluarga,
sebagai berikut:

1. Jelaskan pengertian, patofisiologi, etiologi, dan tanda gejala agar dapat meningkatkan
pemahaman klien dan keluarga terkait penyakit
2. Jelaskan setiap tindakan atau terapi yang akan diberikan kepada pasien, termasuk
obat-obatan
3. Jelaskan mobilisasi klien, klien biasanya berbaring, namun harus dilakukan
perubahan posisi setiap 2 jam agar tidak terjadi dekubitus, dan klien juga harus
diajarkan mobilisasi secara bertahap sampai bisa kembali normal
4. Jelaskan untuk konsumsi makanan tinggi protein dan vitamin C untuk mempercepat
penyembuhan luka
5. Jika sudah diperbolehkan pulang, ajarkan cara perawatan luka dengan teknik steril,
diet pasien, dan pembatasan aktivitas.

I. Discharge planning
Discharge planning adalah proses mempersiapkan pasien yang dirawat di rumah sakit
agar mampu mandiri merawat dirinya pasca perawatan (Carpeniti, 2009 ; Kozier, 2004).
Menurut Discharge Planning Association (2008), discharge planning diberikan dengan
tujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik pasien agar dapat mempertahankan
atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang.
Discharge planning yang diberikan meliputi program pengobatan lanjutan, obat yang
diberikan dan harus diminum, diet yaitu konsumsi makanan tinggi protein dan vitamin C,
perawatan luka dengan teknik steril, dan aktivitas yang dibatasi, serta mengenali tanda
dan gejala yang berkaitan dengan adanya perburukan kondisi klien atau terjadinya
komplikasi, misalnya infeksi.
J. Asuhan Keperawatan

Ny.S (47 tahun) dirawat di Ruang ICU dengan diagnosa medis Post op. Sellar
meningioma, Post Craniotomi. Pasien datang dari IGD RS.X dirujuk untuk operasi tumor
otak. riwayat saat masuk RS : Pasien selalu merasakan sakit kepala berat dan gangguan
lapang pandang.

Tanda – tanda vital : TD: 160/100 mmHg, MAP: 120 mmHg, HR: 95x/menit, Suhu:
36,4oC, RR: 32x/menit on ventilator dengan mode SIMV +PS, PEEP: 5, Peak airway
Pressure : 6-10, FiO2: 50%.
Hasil pengkajian : Diameter pupil : 3mm/3mm, Refleks pupil : +/-. GCS : E4M6VETT.
CVP : 10,5 cmH2O.
Hasil pemeriksaan Hematologis :
Hb : 12,6 g/dl
Hematokrit : 36%
Leukosit : 20,8 x103/uL
Trombosit : 212 x103/uL
Eritrosit : 4,12 x106/uL
GDS : 120 mg/dl
SGOT: 12 U/L
SGPT: 9U/L
Ureum : 18 mg/dL
Kreatinin : 1,0 mg/dL
Albumin : 3,7 g/dl

Hasil AGD :
PH : 7,60
PCO2 : 20,7 mmHg
HCO3: 20,3 mmol/L
PO2: 190,2 mmHg
SpO2 :99,7 %

Hasil CT-brain : Sellar Meningioma Han I, rontgen : Cord an pulmo tak tampak kelainan.
Pasien mendapatkan terapi : Ceftriaxone 2x2 gr, Ketorolac 3x30 mg, Dexametason
3x4mg, Manitol 4x125 cc, Omeprazol 2x40 mg, Vit K 3x10 mg, Tranexamat 3x500 mg,
Citicollin 2x500 mg, Fenitoin 3x100 mg, Ondansentron 4 mg.
A. Pengkajian
1. Identitas
A. Identitas Pasien

Nama : Ny. S
Umur : 47 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Belimbing, N0.29 RT 002 RW 008 , Kota Bekasi
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Tanggal Masuk RS : 03-10-2020
Tanggal Pengkajian : 03-10-2020
No. Rekam Medis : 74231
Diagnosa Medis : Post op. Sellar meningioma, Post Craniotomi.
 
B. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. R
Umur : 25 tahun
Hub. Dengan Pasien : Anak
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Pasien datang dari IGD RS.X dirujuk untuk operasi tumor otak. riwayat
saat masuk RS : Pasien selalu merasakan sakit kepala berat dan gangguan lapang
pandang. Riwayat Penyakit sekarang :
b. Riwayat Saat Masuk RS : Pasien selalu merasakan sakit kepala berat dan gangguan
lapang pandang.
c. Riwayat kesehatan sekarang: Tanda – tanda vital : TD: 160/100 mmHg, MAP: 120
mmHg, HR: 95x/menit, Suhu: 36,4oC, RR: 32x/menit on ventilator dengan mode SIMV
+PS, PEEP: 5, Peak airway Pressure : 6-10, FiO2: 50%.
d. Keluhan penyakit dahulu: -
e. Riwayat penyakit keluarga: -
3. Pemeriksaan Fisik

a.Keadaan Umum : Kesadaran composmentis


b.Tanda-Tanda Vital
1.Tekanan Darah
• Sistolik : 160 mmHg
• Diastolik : 120 mmHg

• Heart Rate : 95x/menit

• Respirasi : 32x/menit

• Suhu : 36,4 C

c. Nilai CPOT: 6
d. Pemeriksaan Sistem Tubuh
Sistem Perepsi sensori : tidak anemis, tidak ikterus, Diameter pupil : 3mm/3mm, Refleks
pupil : +/-, terdapat gangguan lapang pandang.
Sistem Pernapasan : suara paru vesikuler tidak ada ronkhi ataupun wheezing, pasien
mengeluh sesak.
Sistem Kardiovaskuler : suara jantung reguler tidak ada murmur, Pemeriksaan rekam jantung
dengan cord an pulmo tak tampak kelainan, tidak ada masalah.
Sistem Pencernaan : tidak ada masalah.
Sistem Perkemihan : tidak ada masalah.
Sistem Neurologis : Kesadaran compos mentis, tetapi tidak bisa berbicara karena terpasang
ventilator.
Sistem Endokrin : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, dan tekanan vena jugularis
normal, tidak ada masalah
Sistem Muskuloskeletal : tidak ada masalah
Sistem Integumen : CRT>2 detik, turgor elastis, tidak ada edema.

Aspek Sosial
Pasien merupakan pribadi yang jarang bertetangga, pasien juga tidak aktif dalam kegiatan
masyarakat
Aspek Spiritual
Pasien beragama Islam dan sering beribadah ke masjid

4. Data Penunjang
a. Data Laboratorium (Hematologi, Anilisis gas darah arteri, dll)
Tanggal dan Jam Pemeriksaan
No Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Interpretasi
HEMATOLOGI
RUTIN
1 Hemogoblin 12,6 g/dl 13.5 - 17.5 Rendah
2 Hematokrit 36 % 33 - 45 Normal
3 Leukosit 20,8 Ribu/UI 4.5 - 11.0 Tinggi
4 Trombosit 212 Ribu/UI 150 – 450 Normal
5 Eritrosit 4,12 Ribu/UI 4.50 – 5.90 Rendah
INDEX
ERITROSIT
1 MCV /um 80.0 – 96.0
2 MCH Pg 28.0 – 33.0
3 MCHC g/dl 33.0 – 36.0
4 RDW % 11.6 – 14.6
5 MPV FI 7.2 – 11.1
6 PDW % 25 – 65
HITUNG JENIS
1 Eosinofil % 0.00 – 4.00
2 Basofil % 0.00 – 2.00
3 Netrofil % 55.00 – 80.00
4 Limfosit % 22.00 – 44.00
5 Monosit % 0.00 – 7.00
6 Golongan Darah O
HEMOSTASIS
1 PT Detik 10.0 – 15.0
2 APTT Detik 20.0 – 40.0
3 INR
KIMIA KLINIK
1 Glukosa darah 120 Mg/dl 60 – 140 Normal
sewaktu
2 SGOT 12 U/1 < 35 Normal
3 SGPT 9 U/1 < 45 Normal
4 Albumin g/dl 3.2 – 4.6
5 Kreatinin 1,0 Mg/dl 0.8 – 1.3 Normal
6 Ureum 18 Mg/dl < 50 Normal
ELEKTROLIT
1 Natrium darah Mmol/L 132 – 146
2 Kalium darah Mmol/L 3.7 – 5.4
ANALISA GAS
DARAH
1 PH 7,60 7.33 – 7.43 Alkalosis
2 PO2 190,2 mmHg 80 – 100 Tinggi
3 PCO2 20,7 mmHg 35 – 45 Rendah
4 HCO3 20,3 mEq/L 22 - 26 Rendah
b. Hasil CT-brain : Sellar Meningioma Han I
c. Rontgen : Cord an pulmo tak tampak kelainan.

5. APACHE II SCOR (1x24 jam)

jsbjxbajsbajsbajsajajj

Sesuai Kasus : tidak dapat dihitung, karna data dalam kasus tidak lengkap.
6. Penatalaksanaan Medis
a. Ventilator : ON

Mode : SIMV
Triger :-
FiO2 : 50%
PEEP : 6-10
RR : 32x/menit
b. Obat-obatan
Nama Obat Dosis Cara Indikasi Side effects
Pemberian
Ceftriaxone 2 x 2 gr IV Infeksi Bakteri Nyeri, mual muntah,
diare,
pusing,mengantuk
Ketorolac 3 x 30 mg IV Menurunkan Nyeri
nyeri sedang dada,lemas,sesak,bicara
hingga berat rero, masalah
untuk penglihatan dan
sementara keseimbangan
Dexametason 3 x 4 mg IV Mengurangi Insomnia, sakit
peradangan, kepala,pusing,sensasi
reaksi alergi, berputar-putar.
dan penyakit
autoimun
Manitol 4 x 125 cc IV Mengurangi Sering buang air
tekanan dalam keci,haus terus, merasa
kepala karena mual dan ingin muntah
pembengkakan
di otak
Omeprazol 2 x 40 mg IV Menurunkan Diare, demam, mual
produkasi asam muntah
lambung
berlebih
Vit K 3x 10 mg IV Untuk Mudah berkeringat,
pembekuan Gangguan indra
darah pengecap dan bibir
membiru
Tranexamat 3 x 500 mg IV Mengurangi Nyeri kepala,hidung
ekspansi berair dan tersumbat
hematoma
Citicollin 2 x 500 mg IV Penyakit Insomnia, sakit kepala
serebrovaskular dan diare
Fenitoin 3 x 100 mg IV Mencegah Mengantuk, sakit
kejang akibat kepala dan gelisah
epilepsi
Ondansentron 4 mg IV Mual dan Nyeri, keram, sesak
muntah napas

Analisa Data
No Analisa Data Masalah Etiologi
.
1. DS: Tidak dapat dikaji Ketidakefektifan pola Ketidakefektifan pola
DO: napas (00032) napas b.d kompresi
- Post op Sellar meningioma: medulla oblongata
- Peak airway pressure 6-10
- FiO2 50%
- On ventilator dengan mode
SIMV+PS
- PEEP:5
- Hasil AGD : alkalosis
respiratori sebagian
a. PH: 7,60
b. PCO2: 20,7 mmHg
c. HCO3: 20,3 mmol/L
d. PO2: 190,2 mmHg
e. SpO2: 99,7%
- TTV:
a. TD: 160/100 mmHg
b. HR: 95x/menit
c. Suhu: 36,4 C
d. RR: 32x/menit
2. DS : Nyeri Akut Agen pencedera
fisik, kompresi saraf
-Pasien selalu merasakan sakit kepala oleh SOL,
berat peningkatan TIK
DO;
-Nilai CPOT: 6
- Wajah pasin menahan nyeri
- Post op Sellar meningioma
:-D: 160/100 mmHg, MAP: 120 mmHg
-Hasil CT-brain : Sellar Meningioma
Han I

3. DS: Gangguan persepsi Gangguan persepsi


- Riwayat saat masuk RS pasien sensori: pengelihatan sensori: pengelihatan
mengeluh gangguan lapang b.d peningkatan TIK
pandang
DO:
- Diameter pupil 3mm/3mm
- Refleks pupil +/-

INTERVENSI

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


.
1. Ketidakefektifan pola napas b.d Setelah dilakukan Mandiri:
kompresi medulla oblongata tindakan 1. Manajemen venitlasi
keperawatan 3x24 mekanik: non invasive
jam masalah (3302)
keperawatan a. Monitor kontraindikasi
Ketidakefektifan dukungan ventilasi non
pola napas b.d invasive misalnya, henti
kompresi medulla nafas
oblongata dapat b. Tempatkan klien pada
diatasi. Dengan posisi semi fowler
kriteria hasil: c. Pastikan alarm ventilator
1. Respon dalam keadaan hidup
penyapihan ventilasi d, Monitor penurunan
mekanik: Dewasa volume ekspirasi dan
(0412) peningkatan tekanan
a. Tingkat inspirasi
pernapasan spontan 2. Monitor pernapasan
b. Irama pernapasan (3350)
spontan a. Monitor kecepatan, irama,
c. Kedalaman kedalaman, dan kesulitan
pernapasan spontan bernapas
d. PaCO2 normal b. Catat pergerakan dada,
e. PaO2 normal ketidaksimetrisan, dan otot
f. Arteri PH normal bantu nafas
g. Saturasi oksigen c. Monitor saturasi oksigen
normal dan AGD
h. PPEP normal
2. Status pernapasan: Kolaborasi:
ventilasi (0403) 1. Kolaborasi dengan dokter
a. Frekuensi pemberian oksigen
pernapasan normal
b. Tidak ada
penggunaan otot
bantu nafas
c. Pengembangan
dinding dada
simetris

2. Nyeri Akut b.d Agen pencedera Setelah dilakukan Mandiri :


fisik, kompresi saraf oleh SOL, tindakan
peningkatan TIK keperawatan 3x24 a. kaji keluhan
jam masaah nyeri
keperawatan Nyeri b. Observasi
Akut b.d Agen keadaan nyeri
pencedera fisik, nonverbal ( misal
kompresi saraf oleh ; ekspresi wajah,
SOL, peningkatan gelisah,
TIK dapat tertasi menangis,
dengan kriteria menarik diri,
hasil : diaforesis,
perubaan
a. pasien frekuensi
mengatakan jantung,
nyeri pernapasan dan
berkurang, tekanan darah.
menunjukan c. Anjurkan untuk
perilaku istirahat
untuk denn
mengurangi tenang
kekambuhan d. Berikan kompres
atau nyeri panas lembab
pada kepala,
leher, lengan
sesuai kebutuhan
e. Lakukan
pemijatan pada
daerah kepala /
leher / lengan
jika pasien dapat
toleransi
terhadap
sentuhan
Kolaborasi :
a. Berikat obat
Ketorolac sesuai
dengan resep dokter
3. Gangguan persepsi sensori: Setelah dilakukan Mandiri:
pengelihatan b.d peningkatan TIK tindakan a. Memberikan penjelasan
keperawatan 3x24 kepada pasien tentang
jam masalah penyebab gangguan
keperawatan pengelihatan
Gangguan persepsi b.Membantu pasien terhadap
sensori: pengelihatan perubahan persepsi dan
b.d peningkatan gangguan fungsi kognitif
TIK. Dengan kriteria agar tidak berpotensi
hasil: timbulnya disorientasi dan
a. Pasien dapat ansietas
melihat dengan jelas c. Mengurangi kelelahan dan
menganjurkan pasien untuk
tidur REM agar dapat
menurunkan gangguan
persepsi sendori

Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat
Dexametason 3x30 mg
Manitol 4x125 cc
Referensi

Brunner & Suddarth (2003). Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Penerbit : BukuKedokteran

EGC. Jakarta

Doenges M.E, Moorhouse M.F & Geissler A.C (2009). Rencana Asuhan KeperawatanPedoman

Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasin Perawatan Pasien. Edisi3. Penerbit : Buku

Kedokteran EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai