Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN KMB II

SOL (SPACE OCCUPYING LESSION)

A. Laporan Teoritis Penyakit

1. Defenisi

Space occupying lesion intrakranial (lesi desak ruang

intrakranial) didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer

atau sekunder, serta setiap inflamasi yang berada di dalam rongga

tengkorak yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan

menempati ruang di dalam otak. Space occupying lesion intrakranial

meliputi tumor, hematoma, dan abses (Ejaz Butt, 2005).

2. Etiologi

Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara

pasti, walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun

faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:

a. Herediter

Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang

ditemukan kecuali pada meningioma, astrositoma dan

neurofibroma dapat dijumpai pada anggotaanggota sekeluarga.

Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat

dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan

faktor familial yang jelas.


b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest).

Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi

bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang

terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari

bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan

merusak bangunan di sekitarnya.

c. Radiasi

Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan

dapat mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti

radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma.

d. Virus

Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil

dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran

infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat

ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan

perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.

e. Substansi-substansi Karsinogenik

Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan

luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang

karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini

berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.


3. Manifestasi Klinis

a. Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial

Triad nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum

dianggap sebagai karakteristik peninggian tekanan intrakranial.

Namun demikian, dua pertiga pasien dengan lesi desak ruang

memiliki semua gambaran tersebut, sedang kebanyakan sisanya

umumnya dua. Simtomatologi peninggian tekanan intrakranial

tergantung pada penyebab daripada tingkat tekanan yang terjadi.

Tak ada korelasi yang konsisten antara tinggi tekanan dengan

beratnya gejala (Syaiful Saanin, 2012).

1) Nyeri Kepala

Kebanyakan struktur di kepala tidak sensitif nyeri, ahli

bedah saraf dapat melakukan kraniotomi major dalam

anestesia lokal karena tulang tengkorak dan otak sendiri

dapat ditindak tanpa nyeri. Struktur sensitif nyeri didalam

kranium adalah arteria meningeal media beserta cabangnya,

arteri besar didasar otak, sinus venosus dan bridging veins,

serta dura didasar fossa kranial. Peninggian tekanan

intrakranial dan pergeseran otak yang terjadi membendung

dan menggeser pembuluh darah serebral atau sinus venosus

serta cabang utamanya dan memperberat nyeri lokal. Nyeri

yang lebih terlokalisir diakibatkan oleh peregangan atau

penggeseran duramater didaerah basal dan batang saraf


sensori kranial kelima, kesembilan dan kesepuluh. Nyeri

kepala juga disebabkan oleh spasme otot-otot besar didasar

tengkorak. Ini mungkin berdiri sendiri atau ditambah

dengan reaksi refleks bila mekanisme nyeri bekerja (Syaiful

Saanin, 2012).

Pasien dengan peninggian tekanan intrakranial secara

klasik bangun pagi dengan nyeri kepala yang berkurang dalam

satu-dua jam. Nyeri kepala pagi ini pertanda terjadinya

peningkatan tekanan intrakrania; selama malam akibat posisi

berbaring, peninggian PCO2 selama tidur karena depresi

pernafasan dan mungkin karena penurunan reabsorpsi

cairan serebrospinal (Syaiful Saanin, 2012).

2) Muntah

Ditemukan pada peninggian tekanan intrakranial oleh

semua sebab dan merupakan tampilan yang terlambat dan

diagnosis biasanya dibuat sebelum gejala ini timbul. Gejala ini

mungkin jelas merupakan gambaran dini dari tumor

ventrikel keempat yang langsung mengenai nukleus vagal.

Setiap lesi hampir selalu meninggikan tekanan intrakranial

akibat obstruksi aliran cairan serebrospinal dan mungkin tidak

mudah menentukan mekanisme mana yang dominan. Muntah

akibat peninggian tekanan intrakranial biasanya timbul setelah

bangun, sering bersama dengan nyeri kepala pagi. Walau sering


dijelaskan sebagai projektil, maksudnya terjadi dengan kuat

dan tanpa peringatan, hal ini jarang merupakan gambaran

yang menarik perhatian (Syaiful Saanin, 2012).

3) Papila Oedema

Papila oedema menunjukkan adanya oedema atau

pembengkakan diskus optikus yang disebabkan oleh

peningkatan tekanan intrakranial yang menetap selama lebih

dari beberapa hari atau minggu. Oedema ini berhubungan

dengan obstruksi cairan serebrospinal, dimana peningkatan

tekanan intrakranial pada selubung nervus optikus menghalangi

drainase vena dan aliran aksoplasmik pada neuron optikus dan

menyebabkan pembengkakan pada diskus optikus dan retina

serta pendarahan diskus. Papila oedema tahap lanjut dapat

menyebabkan terjadinya atrofi sekunder papil nervus optikus

(Syaiful Saanin, 2012).

b. Gejala Umum Space Occupying Lesion


Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial
atau akibat infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering
adalah sakit kepala, perubahan status mental, kejang, nyeri kepala
hebat, papil edema, mual dan muntah. Tumor maligna (ganas)
menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada tumor benigna
(jinak). Tumor pada lobus temporal depan dan frontal dapat
berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa
menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya hanya
memberikan gejalagejala yang umum. Tumor pada fossa posterior
atau pada lobus parietal dan oksipital lebih sering memberikan
gejala fokal dulu baru kemudian memberikan gejala umum
(Saanin, 2004, Bradley, 2000).
Tumor intrakranium pada umumnya dapat menyebabkan
(Saanin, 2004, Bradley, 2000):
1) Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranium yang
meninggi.
Gangguan kesadaran akibat peningkatan tekana
intrakranium dapat berakhir hingga koma. Tekanan
intrakranium yang meninggi dapat menyebabkan ruang
tengkorak yang tertutup terdesak dan dapat pula menyebabkan
perdarahan setempat. Selain itu, jaringan otak sendiri akan
bereaksi dengan menimbulkan edema, yang berkembang
karena penimbunan katabolit di sekitar jaringan neoplasmatik.
Stasis dapat pula terjadi karena penekanan pada vena dan
disusuk dengan terjadi edema. Pada umumnya tumor di fosa
kranium posterior lebih cepat menimbulkan gejala-gejala yang
mencerminkan tekanan intrakranium yang meninggi. Hal ini
mungkin disebabkan karena aliran CSF pada aquaductus yang
berpusat di fosa kranium posterior dapat tersebumbat sehingga
tekanan dapat meninggi dengan cepat.
Fenomena peningkatan tekanan intrakranium dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
a) Sindroma unkus atau sindroma kompresi diansefalon ke
lateral
Proses desak pertama kali terjadi pada bagian lateral
dari fosa kranium medial dan biasanya mendesak tepi
medial unkus dan girus hipokampus ke arah garis tengah
dan ke kolong tepi bebas daun tentorium. Karena desakan
itu, bukan diansefalon yang pertama kali mengalami
gangguan, melainkan bagian ventral nervus okulomotoris.
Akibatnya, pada awalnya akan kan terjadi dilatasi pupil
kontralateral barulah disusul dengan gangguan kesadaran.
Biasanya, setelah ini akan terjadi herniasi tentorial, yaitu
keadaan terjepitnya diansefalon oleh tentorium. Pupil yang
melebar merupakan cerminan dari terjepitnya nervus
okulomotoris oleh arteri serebeli superior. Pada tahap
berkembangnya paralisis okulomotoris, kesadaran akan
menurun secara progresif.
b) Sindroma kompresi sentral rostro-kaudal terhadap batang
otak
Suatu tumor supratentorial akan mendesak ruang
supratentorial dan secara berangsur-angsur akan
menimbulkan kompresi ke bagian rostral batang otak.
Tanda bahwa suatu tumor supratentorial mulai menggangu
diansefalon biasanya berupa gangguan perangai. Yang
pertama-tama terjadi adalah keluhan cepat lupa, tidak bisa
berkonsentrasi dan tidak bisa mengingat.
Pada tahap dini, kompresi rostro-kaudal terhadap
batang otak akan menyebabkan :
(1) Respirasi yang kurang teratur
(2) Pupil kedua sisi sempit sekali
(3) Kedua bola mata bergerak perlahan-lahan ke samping
kiri dan kanan
(4) Gejala-gejala UMN pada kedua sisi

Pada tahap kompresi rostro-kaudal yang lebih berat, akan


terjadi :
(1) Kesadaran menurun sampai derajat paling rendah
(2) Suhu badan mulai meningkat dan cenderung untuk
melonjak terus
(3) Respirasi cepat dan bersuara mendengkur
(4) Pupil yang tadinya sempit berangsur-angsur melebar
dan tidak lagi bereaksi terhadap sinar cahaya

c) Herniasi serebelum di foramen magnum


Herniasi ini akan menyebabkan jiratan pada medula
oblongata. Gejala-gejala gangguan pupil, pernafasan,
okuler dan tekanan darah berikut nadi yang menandakan
gangguan pada medula oblongata, pons, ataupun
mesensefalon akan terjadi.

c. Gejala Lokal Space Occupying Lesion


Gejala lokal terjadi pada tumor yeng menyebabkan destruksi
parenkim, infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor
ke daerah sekitar tumor (contohnya : peroksidase, ion hydrogen,
enzim proteolitik dan sitokin), semuanya dapat menyebabkan
disfungsi fokal yang reversibel (Saanin, 2004, Bradley, 2000).
1) Tumor di lobus frontalis / kortikal
Sakit kepala akan muncul pada tahap awal, sedangkan
muntah dan papiludema akan timbul pada tahap lanjutan.
Walaupun gangguan mental dapat terjadi akibat tumor di
bagian otak manapun, namun terutama terjadi akibat tumor di
bagian frontalis dan korpus kalosum. Akan terjadi kemunduran
intelegensi, ditandai dengan gejala “Witzelsucht”, yaitu suka
menceritakan lelucon-lelucon yang sering diulang-ulang dan
disajikan sebagai bahan tertawaan, yang bermutu rendah
(Saanin, 2004, Bradley, 2000).
Kejang adversif (kejang tonik fokal) merupakan simptom lain
dari tumor di bagian posterior lobus frontalis, di sekitar daerah
premotorik. Tumor di lobus frontalis juga dapat menyebabkan
refleks memegang dan anosmia (Saanin, 2004, Bradley, 2000).
Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum
yang diikuti paralisis post-iktal. Meningioma kompleks atau
parasagital dan glioma frontal khusus berkaitan dengan kejang.
Tanda lokal tumor frontal antara lain disartri, kelumpuhan
kontralateral, dan afasia jika hemisfer dominant dipengaruhi.
Anosmia unilateral menunjukkan adanya tumor bulbus
olfaktorius (Saanin, 2004, Bradley, 2000).

2) Tumor di daerah presentralis


Tumor di daerah presentralis akan merangsang derah
motorik sehingga menimbulkan kejang pada sisi kontralateral
sebagai gejala dini. Bila tumor di daerah presentral sudah
menimbulkan destruksi strukturil, maka gejalanya berupa
hemiparesis kontralateral. Jika tumor bertumbuh di daerah falk
serebri setinggi daerah presentralis, maka paparesis inferior
akan dijumpai (Saanin, 2004, Bradley, 2000).

3) Tumor di lobus temporalis


Bila lobus temporalis kanan yang diduduki, gejala klinis
kurang menonjol. Kecuali, bila daerah unkus terkena, akan
timbul serangan “uncinate fit” pada epilepsi. Kemudian akan
terjadi gangguan pada funsgi penciuman serta halusinasi
auditorik dan afasia sensorik. Hal ini logis bila dikaitkan
dengan fungsi unkus sebagai pusat penciuman dan lobus
temporalis sebagai pusat pendengaran. Gejala tumor lobus
temporalis antara lain disfungsi traktus kortikospinal
kontralateral, defisit lapangan pandang homonim, perubahan
kepribadian, disfungsi memori dan kejang parsial kompleks
(Saanin, 2004, Bradley, 2000).
4) Tumor di lobus parietalis
Tumor pada lobus parietalis dapat merangsang daerah
sensorik. Jika tumor sudah menimbulkan destruksi strukturil,
maka segala macam perasa pada daerah tubuh kontralateral
yang bersangkutan tidak dapat dikenali dan dirasakan. Han ini
akan menimbulkan astereognosia dan ataksia sensorik. Bila
bagian dalam parietalis yang terkena, maka akan timbul gejala
yang disebut “thalamic over-reaction”, yaitu reaksi yang
berlebihan terhadap rangsang protopatik. Selain itu, dapat
terjadi lesi yang menyebabkan terputusnya optic radiation
sehingga dapat timbul hemianopsia Daerah posterior dari lobus
parietalis yang berdampingan dengan lobus temporalis dan
lobus oksipitalis merupakan daerah penting bagi keutuhan
fungsi luhur sehingga destruksi pada daerah tersebut akan
menyebabkan agnosia (hilangnya kemampuan untuk
mengenali rangsang sensorik) dan afasia sensorik, serta
apraksia (kegagalan untuk melakukan gerakan-gerakan yang
bertujuan walaupun tidak ada gangguan sensorik dan motorik).
Tumor hemisfer dominan menyebabkan afasia, gangguan
sensoris dan berkurangnya konsentrasi yang merupakan gejala
utama tumor lobus parietal. Adapun gejala yang lain
diantaranya disfungsi traktus kortikospinal kontralateral,
hemianopsia/ quadrianopsia inferior homonim kontralateral
dan simple motor atau kejang sensoris (Saanin, 2004, Bradley,
2000)

5) Tumor pada lobus oksipitalis


Tumor pada lobus ini jarang ditemui. Bila ada, maka gejala
yang muncul biasanya adalah sakit kepala di daerah oksiput.
Kemudian dapat disusul dengan gangguan medan penglihatan.
Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia
homonym yang kongruen. Kejang fokal lobus oksipital sering
ditandai dengan persepsi kontralateral episodik terhadap
cahaya senter, warna atau pada bentuk geometri (Saanin, 2004,
Bradley, 2000)
.
6) Tumor pada korpus kalosum
Sindroma pada korpus kalosum meliputi gangguan mental,
terutama menjadi cepat lupa sehingga melupakan sakit kepala
yang baru dialami dan mereda. Demensia uga akan sering
timbul dosertai kejang tergantung pada lokasi dan luar tumor
yang menduduki korpus kalosum (Saanin, 2004, Bradley,
2000).

7) Tumor pada Ventrikel Tiga dan Regio Pineal


Tumor di dalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga
menghambat ventrikel atau aquaduktus dan menyebabkan
hidrosepalus. Perubahan posisi dapat meningkatkan tekanan
ventrikel sehingga terjadi sakit kepala berat pada daerah frontal
dan verteks, muntah dan kadang-kadang pingsan. Hal ini juga
menyebabkan gangguan ingatan, diabetes insipidus, amenorea,
galaktorea dan gangguan pengecapan dan pengaturan suhu
(Saanin, 2004, Bradley, 2000).

8) Tumor Batang Otak


Terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek
lapangan pandang, nistagmus, ataksia dan kelemahan
ekstremitas. Kompresi pada ventrikel empat menyebabkan
hidrosepalus obstruktif dan menimbulkan gejala-gejala umum
(Saanin, 2004, Bradley, 2000).
9) Tumor Serebellar
Muntah berulang dan sakit kepala di bagian oksiput
merupakan gejala yang sering ditemukan pada tumor
serebellar. Pusing, vertigo dan nistagmus mungkin menonjol.

d. Gejala Lokal yang Menyesatkan


Gejala lokal yang menyesatkan ini melibatkan neuroaksis
kecil dari lokasi tumor yang sebenarnya. Sering disebabkan oleh
peningkatan tekanan intrakranial, pergeseran dari struktur-struktur
intrakranial atau iskemi. Kelumpuhan nervus VI berkembang
ketika terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang menyebabkan
kompresi saraf. Tumor lobus frontal yang difus atau tumor pada
korpus kallosum menyebabkan ataksia (frontal ataksia) (Bradley,
2000).
Secara umum, tanda-tanda fisik yang dapat didiagnosis pada
tumor intrakranium (Bradley, 2000):
1) Papiledema (edema pada discus opticus) dapat timbul akibat
tekanan intrakranium yang meninggi atauapun karena
penekanan pada nervus optikus secara langsung. Papil akan
terlihat berwarna merah tua dan ada perdarahan di sekitarnya.
Untuk melihat papiledemea, dapat dilakukan funduskopi atau
oftalmoskopi. Karena ruang subarachnoid pada otak berlanjut
hingga medula spinalis, maka peningkatan tekanan
intrakranial juga akan tercermin pada ruang subarachnoid di
medula spinalis. Pada kedaan demikian, fungsi lumbal tidak
boleh dilakukan dapat menyebabkan herniasi serebelum di
foramen magnus yang dapat mengkahiri kehidupan.
2) Pada anak-anak, tekanan intrakranium yang meningkat dapat
menyebabkan ukuran kepala membesar atau terenggannya
sutura.
3) Tekanan intrakranium yang meninggi mengakibatkan iskemi
dan gangguan pada pusatpusat vasomorotik serebral, sehingga
menimbulkan bradikardi (melambatnya denyut jantung) atau
tekanan darah sistemik meningkat secara progresif

4) Irama dan frekuensi pernapasan berubah. Kompresi pada


batang otak dari luar akan mempercepat pernafasan,
sedangkan kompresi sentral rostro-kaudal terhadap batang
otak menyebabkan pernafasan yang lambat namun dalam.

Bagian-bagian dari tulang tengkorak dapat mengalami


destruksi. Penipisan tulang biasanya disebabkan meningioma
yang bulat, sedangkan penebalan tulang sebagai akibat
rangsang dari meningioma yang gepeng.

4. Pemeriksaan Penunjang / Pemeriksaan Diagnostik

a. CT Scan.

Memberi informasi spesifik mengenai jumlah, ukuran,

kepadatan, jejas tumor dan meluasnya edema serebral sekunder

serta memberi informasi tentang sistem vaskuler

b. MRI.

Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor

didalam batang otak dan daerah hiposisis, dimana tulang

menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT Scan.

c. Biopsi Stereotaktik bantuan komputer (tiga dimensi)

Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk

memberi dasar pengobatan serta informasi prognosis


d. Angiografi

Memberi gambaran pembuluh darahserebral dan letak tumor.

e. Elektroensefalografi (EEG)

Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang

ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi

lobus temporal pada waktu kejang

5. Penatalaksaan Medis dan Keperawatan

Metode umum untuk penatalaksanaan tumor otak meliputi

a. Pembedahan

Pembedahan intracranial biasanya dilakukan untuk seluruh

tipe kondisi patologi dari otak untuk mengurangi TIK dan

mengangkat tumor. Pembedahan ini dilakukan melalui pembukaan

tengkorak, yang disebut dengan Craniotomy.

1) Perawatan pre operasi pada pasien yang dilakukan pembedahan

intracranial adalah :

a) Mengkaji keadaan neurologi dan psikologi pasien

b) Memberi dukungan pasien dan keluarga untuk mengurangi

perasaanperasaan takut yang dialami.

c) Memberitahu prosedur tindakan yang akan dilakukan untuk

meyakinkan pasien dan mengurangi perasaan takut.


d) Menyiapkan lokasi pembedahan, yaitu: kepala dengan

menggunakan shampo antiseptik dan mencukur daerah

kepala.

e) Menyiapkan keluarga untuk penampilan pasien yang

dilakukan pembedahan, meliputi :

(a) Balutan kepala.

(b) Edema dan ecchymosis yang biasanya terjadi dimuka.

2) Perawatan post operasi, meliputi :


a) Mengkaji status neurologi dan tanda-tanda vital setiap 30
menit untuk 4 - 6 jam pertama setelah pembedahan dan
kemudian setiap jam. Jika kondisi stabil pada 24 jam
frekuensi pemeriksaan dapat diturunkan setiap 2 samapai 4
jam sekali.
b) Monitor adanya cardiac aritmia pada pembedahan fossa
posterior akibat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
c) Monitor intake dan output cairan pasien. Batasi intake
cairan sekitar 1.500 cc / hari.
d) Lakukan latihan ROM untuk semua ekstremitas setiap
pergantian dinas.
e) Pasien dapat dibantu untuk alih posisi, batuk dan napas
dalam setiap 2 jam.
f) Posisi kepala dapat ditinggikan 30 -35 derajat untuk
meningkatkan aliran balik dari kepala. Hindari fleksi posisi
panggul dan leher.
g) Cek sesering mungkin balutan kepala dan drainage cairan
yang keluar.
h) Lakukan pemeriksaan laboratorium secara rutin, seperti :
pemeriksaan darah lengkap, serum elektroit dan
osmolaritas, PT, PTT, analisa gas darah.
i) Memberikan obat-obatan sebagaimana program, misalnya :
antikonvulsi,antasida, atau antihistamin reseptor,
kortikosteroid.
j) Melakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi post
operasi.
b. Radioterapi
Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak
jarang pula merupakan therapi tunggal. Adapun efek samping :
kerusakan kulit di sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi
pada nervus atau otot pectoralis, radang tenggorkan.
c. Kemoterapi
Kemoterapi dilakukan dalam berbagai cara, termasuk secara
sistemik, intracranial atau dengan memasukkan polimer yang
membawa agen kemoterapi secara langsung ke jaringan tumor.
Masalah utama dengan komplikasi depresi sum-sum tulang, paru,
dan hepar tetap merupakan factor penyulit utama dalam
kemoterapi. Sawar darah otak juga mempersulit pemberian agen
kemoterapi. Penelitian sawar darah otak dengan manitol
hiperosmotik member hasil yang mengecewakan, penelitian
mengenai penggunaan dexametason untuk menutup sawar darah
otak dan efek obat antiepilepsi pada metabolism obat kemoterapi
masih terus dilakukan dan mulai memberikan hasil.
d. Manipulasi hormonal.
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang
sudah bermetastase.
e. Terapi Steroid
Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor
intrakranial, namun tidak berefek langsung terhada
tumor.Pemilihan terapi ditentukan dengan tipe dan letak dari
tumor. Suatu kombinasi metode sering dilakukan.
6. Komplikasi
a. Gangguan fungsi neurologis.
Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami
gangguan pada serebelum maka akan menyebabkan pusing, ataksia
( kehilangan keseimbangan ) atau gaya berjalan yang sempoyongan
dan kecenderunan jatuh ke sisi yang lesu, otot-otot tidak
terkoordinasi dan ristagmus ( gerakan mata berirama tidak
disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan horizontal
b. Gangguan kognitif
Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami
gangguan sehingga dampaknya kemampuan berfikir, memberikan
rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi
dan memerhatikan juga akan menurun.
c. Gangguan tidur & mood
Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar pireal,
sehingga hormone melatonin menurun akibatnya akan terjadi
resiko sulit tidur, badan malas, depresi, dan penyakit melemahkan
system lain dalam tubuh.
d. Disfungsi seksual
Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi
kuantitas prolaktin yang berlebihan dengan menimbulkan
amenurrea atau galaktorea (kelebihan atau aliran spontan susu
e. Pada pria dengan prolaktinoma dapat muncul dengan impoteni dan
hipogonadisme.
Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan
dan perubahan tingkat kepuasan.
7. WOC
B. Laporan Teoritis Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal yang dilkukan perawat untuk

mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan

keperawatan . Pengkajian pada pasien dapat dilakukan dengan teknik

wawancara,pengukuran,dan pemeriksaan fisik.tahap-tahapannya

meliputi :

a, Anamnesa.

1) Identitas klien : usia,jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,

agama, suku bangsa, dll.

2) Keluhan utama : nyeri kepala .

3) Riwayat penyakit sekarang :demam,anoreksia dan malaise

peningkatan tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal

4) Riwayat penyakit dahulu : pernah atau tidak menderita infeksi

telingga (otitis media mestoiditis) atau infeksi pari paru

(bronkiektasis,abses paru,empiema) jantung (endokarditis)

organ pelvis,gigi dan kulit.

5) Pemeriksaan fisik .

(a). Keadaan umum :

(b). Pola fungsional kesehatan.

(1) Aktivitas / istirahat .

Gejala : Malaise .

Tanda : Ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan .


(2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi seperti endokarditis
Tanda : Tekanan darah meningkat
(3) Eliminasi .
Gejala : -
Tanda : Adanya inkontininsia .
(4) Nutrisi .
Gejala : kehilangan nafsu makan.
Tanda :Anoreksia,mual,munth,turgor kulit jelek,membran
mukosa kering.
(5) Hygiene .
Gejala : -
Tanda : Ketergantungan semua kebutuhan,perawtan diri
(pada masa akut).
(6)Neurosensori .
ejala : sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan
penglihatan.
Tanda : penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan
memori, sulit dalam keputusan, afasia, mata : pupil unisokor
(peningkatan TIK), nistagmus, kejang umum lokal.
(7) Nyeri / kenyamanan.
Gejala : sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh
ketegangan, leher / pungung kaku.
Tanda : tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
(8) Pernapasan .
Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru Tanda :
peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan
mental (letargi sampai koma) dan gelisah .
2. Aplikasi Nanda Noc NIC

NANDA NOC NIC

Ganguan Status pernapasan: Terapi Oksigen


Pertukaran Gas pertukaran gas Aktivitas
berhubungan Kriteria hasil : - Manajemen Airway
dengan kejang - Pengurangan Kecemasan
- Tingkat pernapasan - Pengujian laboratorium
- Irama pernapasan Bedside
- Kedalaman inspirasi - Fisioterapi dada
- Suara nafas - Interpretasi data
- Auskultasi - Laboratorium
- Kepatenan jalan nafas - Manajemen Energi
- Volume tidal - Positioning
- Pencapain yg - Monitoring pernapasan
diharapkan dari
spirometer insentif Ventilasi mekanis
Aktivitas
Respon ventilasi mekanik:
Dewasa - Airway penyisipan dan
Kriteria hasil : stabilisasi
- Tingkat respirasi - Manajemen Airway
- Irama respirasi - Airway pengisapan
- Kedalaman inspirasi - Pengurangan Kecemasan
- Kapasitas inspirasi - manajemen jalan nafas
buatan
- pencegahan Aspirasi
- Teknik penyapihan
ventilator
- Terapi Oksige
- Monitoring pernapasan
- Pengujian laboratorium
Bedside
- Fisioterapi dada
- Fasilitasi kehadiran
Keluarga
- Interpretasi data
Laboratoriu
- Bantuan Ventilasi

Gangguan perfusi Status neurologi Peningkatan perfusi serebral


jaringan Aktivitas
Kriteia hasil
berhubungan - Pencegahan perdarahan
dengan Hipoksia - Membuka mata - Penurunan/pengurangan
Jaringan perdarahan
terhadap rangsangan - Perawatan emboli : perifer
- Pencegahan terjadinya
eksternal
emboli
- Orientasi Kogniif - Regulasi hemodinamik
- Monitor cairan
- Komunikasi sesuai
- Manajemen hipovolemik
situasi - Interpretasi data-data
laboratorium
- Mematuhi perintah
- Manajemen shoc
Status sirkulasi - Pencegahan shock
- Pantau hasil laboratorium
Kriteia hasil
- Resusitasi cairan
- Edema perifer - Pemberian terapi IV
- Terapi intravena
- Suara nafas Adventif
- Mengambil sampel darah
- Saturasi O2 arteri
- Mengambil sampel darah
- Gangguan Kognisi
vena

Status neurologi
Aktivitas
- Monitor ukuran, bentuk,
kesimetrisan dan reaksi
pupil
- Monitor tingkat kesadaran
- Monitor tingkat orientasi
- Monitor GCS
- Monitor ingatan terbaru,
rentang perhatian, ingatan
masa lalu, suasana hati,
affect dan perilaku
- Monitor tanda-tanda vital,
suhu, tekanan darah, nadi
dan pernafasan
- Monitor status respirasi :
tingkat ABG, osimetri
nadi, kedalaman, pola,
kecepatan dan usaha
- Monitor parameter
hemodinamik invasif
secara tepat
- Monitoor ICP dan CPP
- Monitor reflek kornea
- Monitor batuk dan reflek
muntah
- Monitor kekuatan otot,
pergerakan motorik, gaya
berjalan dan propriosepsi
- Monitor untuk
penyimpangan pronator
- Monitor kekuatan grip
- Monitor untuk
kegemetaran
- Monitor kesemetrisan
wajah
- Monitor tonjolan lidah
- Monitor respon berjalan
- Monitor EOMs dan
katakteristik tatapan
- Monitor gangguan visual:
diplopia, nystagmus,
lapang pandang,
penglihatan kabur, dan
ketajaman penglihatan
- Catat keluhan sakit kepala
- Monitor cara berbicara :
lancar, mampu memahami
kata kata atau menemukan
kata kata sulit
- Monitor respon stimulasi :
verbal, taktil dan
berbahaya
- Monitor perbedaan
ketajaman/ketumpulan atau
panas/dingin
- Monitor parestesia : mati
rasa atau rasa geli
- Monitor kemampuan
membau
- Monitor pola berkeringat
- Monitor respon babinski
- Monitor respon cushing
- Monitor balutan operasi
kraniotomi/ laminectomi
untuk pengeringan
- Monitor respon
pengobatan
- Konsultasi dengan teman
sekerja untuk
mengkomfirmasi data
secara tepat
- Identifikasi pola yg muncul
pada data
- Tingkatkan monitor
frekuensi neurologi secara
tepat
 Jauhkan aktivitas yang
meningkatkan tekanan
intrakranial
 Tempatkan aktivitas
keperawatan yang
dibutuhkan dengan
tekanan intrakranial
 Beritahu perubahan fisik
pada kondisi pasien
Mengadakan pertemuan darurat
jika dibutuhkan
Nyeri Akut b/d Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen Nyeri
spasme otot,
selama ...x24 jam, kriteria a. Kaji secara komphrehensif
gerakan fragmen
tulang, edema, hasil yang diharapkan : tentang nyeri, meliputi:
cedera jaringan
1. Mengontrol nyeri lokasi, karakteristik dan
lunak, pemasangan
traksi, indikator : onset, durasi, frekuensi,
stress/ansietas.
a. Mampu mengontrol kualitas, intensitas/beratnya
nyeri (tahu penyebab nyeri, dan faktor-faktor
nyeri, mampu presipitasi
menggunakan tehnik b. observasi isyarat-isyarat non
nonfarmakologi untuk verbal dari
mengurangi nyeri, ketidaknyamanan,
mencari bantuan) khususnya dalam
b. Melaporkan bahwa nyeri ketidakmampuan untuk
berkurang dengan komunikasi secara efektif
menggunakan c. Gunakan komunikiasi
manajemen nyeri terapeutik agar pasien dapat
c. Mampu mengenali nyeri mengekspresikan nyeri
(skala, intensitas, d. Tentukan dampak dari
frekuensi dan tanda ekspresi nyeri terhadap
nyeri) kualitas hidup: pola tidur,
d. Menyatakan rasa nafsu makan, aktifitas
nyaman setelah nyeri kognisi, mood, relationship,
berkurang pekerjaan, tanggungjawab
e. Tanda vital dalam peran
rentang normal e. Berikan informasi tentang
2. Tingkatan Nyeri nyeri, seperti: penyebab,
Indikator : berapa lama terjadi, dan
a. Menggunakan skala tindakan pencegahan
nyeri untuk f. Ajarkan penggunaan teknik
mengidentifikasi tingkat non-farmakologi (seperti:
nyeri relaksasi, guided imagery,
b. Melaporkan bahwa nyeri terapi musik, distraksi,
berkurang dengan aplikasi panas-dingin,
menggunakan massase)
manajemen nyeri. g. Tingkatkan tidur/istirahat
c. Melaporkan kebutuhan yang cukup
tidur dan istirahat 2. ADMINISTRASI
tercukupi ANALGESIK
d. Mampu menggunakan Aktifitas:
metode non farmakologi  tentukan lokasi,
untuk mengurangi nyeri karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
 cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi
 cek riwayat alergi
 pilih analgetik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgetik ketika
pemberian lebih dari
satu
 tentukan pilihan
analgetik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
 tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal
 pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
 monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
pertama kali
 berikan analgetik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
 evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala (efek samping)
 hadir untuk menghibur
kebutuhan dan kegiatan
lain yang membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi respon
terhadap analgesia
 mengelola analgesic
sekitar jam untuk
mencegah puncak dan
melalui analgesia,
terutama dengan sakit
parah

Anda mungkin juga menyukai