Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Praktek Kerja
Profesi Apoteker di RSUP Dr. Hasasan Sadikin Bandung
Disusun Oleh:
SINTA, S.Farm
3351191592
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
keselamatan pasien (patien safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)
merupakan salah satu pelayanan farmasi klinik di rumah sakit. Pemantauan terapi
obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan
pemantauan terapi obat (PTO) meliputi pengkajian pemilihan obat, dosis, cara
pemberian obat, respons terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD),
efektivitas dan efek samping obat. Dalam melakukan pemantauan terapi obat
merupakan salah satu kriteria pasien yang perlu dilakukan pemantauan terapi obat
untuk memastikan terapi obat yang aman efektif dan rasional bagi pasien.
1.1 Rumusan Masalah
Apakah terapi yang didapatkan oleh Ny. R di ruang Azalea-Fresia 3
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung sudah rasional, aman dan efektif?
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui ketepatan diagnosis dan penggunaan obat berdasarkan
data klinis pasien.
1.3 Manfaat
Dapat mengetahui dan memiliki gambaran tentang peran dan tanggung
jawab seorang apoteker di Rumah Sakit khususnya dalam pelayanan farmasi
klinik dalam pemantauan terapi obat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
SOL (Space-occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah tentang
ada lesi pada ruang intracranial khususnya mengenai otak. Banyak penyebab
yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma,
infark, abses otak dan tumor intracranial karena cranium merupakan tempat
yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan
meningkatkan tekanan intracranial.
Space occupying lesion intrakranial (lesi desak ruang intrakranial)
didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta
setiap inflamasi yang berada di dalam rongga tengkorak yang menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial dan menempati ruang di dalam otak. Space
occupying lesion intrakranial meliputi tumor, hematoma, dan abses
Tumor intrakranial atau yang juga dikenal dengan tumor otak, ialah massa
abnormal dari jaringan di dalam kranium, dimana sel-sel tumbuh dan
membelah dengan tidak dapat dikendalikan oleh mekanisme yang mengontrol
sel-sel normal.Berdasarkan lokasi tumor, terdapat dua jenis utama tumor
intrakranial, yaitu tumor supratentorial dan infratentorial.
2. Etiologi
Space-occupying lesion (SOL) intrakranial mempunyai beberapa etiologi,
dimana semuanya menimbulkan ekspansi dari volume dari cairan intrakranial
yang kemudian menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Pembengkakan pada otak dapat dibagi dua yaitu diffuse dan fokal.
(Khoirinnisa, 2010)
Pembengkakan diffuse sering terjadi akibat peningkatan umum cairan di
otak diakibatkan oleh vasodilatasi atau edema. Gangguan sistem vasomotor
dapat menyebabkan vasodilatasi yang kemudian meningkatan aliran darah di
serebrum. Hal ini terjadi sebagai respons terhadap hypercapnia dan hipoksia,
dan juga terjadi akibat head injury. Selain itu, edema dapat terjadi dari tiga
mekanisme yaitu vasogenik, sitotoksik dan interstisial. Pada edema vasogenik
terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah serebral akibat disfungsi
sawar otak. Pada edema sitotoksik terjadi jejas terhadap selendotel, sel glia
dan neuron pada otak. Pada edema interstisial terjadi kerusakan pada
ventrikel-ventrikel otak, sering ditemukan pada kasus hidrosefalus (Utina,
2013).
Fokal dapat terjadi akibat abses serebral, hematoma, atau neoplasma. Lesi
menyebar ekstrinsik seperti hematoma subdural dan meningioma juga
meningkatkan tekanan pada kavitas otak dan disebut sebagai space-
occupying lesion.(Utina, 2013).
3. Gejala dan Tanda Klinis
Gejala dan tanda klinis dari space-occupying lesion (SOL) meliputi tanda-
tanda lokal, tanda-tanda umum, dan tanda-tanda lokal palsu. Gejala yang
timbul tiba-tiba sering menandakan lesi serebrovaskuler sementara lesi-lesi
lain menimbulkan gejala secara perlahan-lahan.
1) Tanda dan gejala peningkatan TIK :
a) Nyeri kepala, merupakan gejala awal pada 20% pasien tumor yang
kemudian berkembang menjadi 60% . Nyeri kepala berat juga
diperberat dengan oleh perubahan posisi, batuk, manuever valsava dan
aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50%
pasien. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak
80% dan terutama pada bagian frontal. Tumor fossa posterior
memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher.
b) Muntah tanpa diawali dengan mual, mengindikasikan tumor yang luas
dengan efek massa tumor tersebut juga mengidikasikan adanya
pergeseran otak.
c) Perubahan status mental, meliputi gangguan konsentrasi, cepat lupa,
perubahan kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif
yang terletak pada lobus frontal atau temporal.
d) Ataksia dan gangguan keseimbangan.
e) Seizure, adalah gejala tumor yang berkembang lambat, paling sering
terjadi pada tumor di lobus frontal kemudian pada tumor obus parietal
dan temporal. Gejala epilepsi yang muncul pertama kali pada usia
pertengahan mengindikasikan adanya suatu SOL.
f) Papil edema, dapat dinilai dengan ophthalmoskop. Pada keadaan awal
tidak menyebabkan hilangnya daya penglihatan, tetapi edem papil
yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta,
penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan
kabur yang tidak menetap.
2) Tanda-tanda melokalisir
a) Lobus temporalis : Lesi pada lobus temporalis sering menimbulkan
gangguan psikologis yang umum seperti perubahan perilaku dan
emosi. Selain itu pasien juga dapat mengalami halusinasi dan déjà vu.
b) Lobus frontalis : Lesi pada lobus frontalis dapat menyebabkan
terjadinya anosmia. Gangguan perilaku juga dapat terjadi dimana
pasien itu cenderung berperilaku tidak sopan dan tidak jujur.
c) Lobus parietal : Lesi pada lobus parietal dapat menyebabkan
terjadinya astereognosis dan disfasia. Selain itu dapat juga terjadi
kehilangan hemisensorik
d) Lobus occipital : Lesi sebelum chiasma optic dari mata akan
menyebabkan gangguan pada satu mata sahaja. Lesi pada chiasma
optic tersebut akan menyebabkan gangguan kedua mata. Lesi di
belakang chiasma optic akan menyebabkan gangguan pada mata yang
berlawanan
e) Sudut serebellopontin : Lesi pada sudut serebellopontin dapat
menyebabkan tuli ipsilateral, tinnitus, nystagmus, penurunan refleks
kornea, palsi dari sarat kranial fasialis dan trigeminus.
f) Mesensefalon : Tanda-tanda seperti pupil anisokor, inabilities
menggerakkan mata ke atas atau ke bawah, amnesia, dan kesadaran
somnolen sering timbul apabila terdapat lesi pada mesensefalon.
4. Penegakan diagnostik SOL intracranial
Perubahan tanda vital, Lombardo (2006) :
1) Denyut nadi : denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari
peningkatan ICP, terutama pada anak-anak. Bradikardi merupakan
mekanisme kompensasi yang mungkin terjadi untuk mensuplai darah ke
otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan pada mekanisme reflek
vagal yang terdapat di medulla. Apabila tekanan ini tidak dihilangkan,
maka denyut nadi akan menjadi lambat dan ireguler dan akhirnya
berhenti.
2) Pernafasan : pada saat kesadaran menurun, korteks cerebri akan lebih
tertekan daripada batang otak dan pada pasien dewasa, perubahan
pernafasan ininormalnya akan diikuti dengan penurunan level dari
kesadaran. Perubahan pada pola pernafasan adalah hasil dari tekanan
langsung pada batang otak. Pada anaki, pernafasan irregular dan
meningkatnya serangan apneu sering terjadiantara gejala-gejala awal dari
peningkatan ICP yang cepat dan dapatberkembang dengan cepat ke
respiratory arrest.
3) Tekanan Darah : tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama
stadium awal dari peningkatan ICP, terutama pada anak-anak. Dengan
terjadinya peningkatan ICP, tekanan darah akan meningkat sebagai
mekanisme kompensasi; Sebagai hasil dari respon Cushing, dengan
meningkatnya tekanan darah, akan terjadi penurunan dari denyut nadi
disertai dengan perubahan pada pola pernafasan. Apabila kondisi ini
terus berlangsung, maka tekanan darah akan mulai turun .
4) Suhu Tubuh : selama mekanisme kompensasi dari peningkatan ICP
berlangsung, suhu tubuh akan tetap stabil. Ketika mekanisme
dekompensasi berubah, peningktan suhu tubuh akan muncul akibta dari
disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus yang
menghubungkannya.
5) Reaksi Pupil : serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi.
Reaksi pupil yang lebih lambat dari normalnya dapat ditemukan pada
kondisi yang menyebabkan penekanan pada nervus okulomotorius,
seperti edema otak atau lesi pada otak. Penekanan pada n.
Oklulomotorius menyebabkan penekanan ke bawah, menjepit
n.Okkulomotorius di antara tentorium dan herniasi dari lobus temporal
yang mengakibatkan dilatasi pupil yang permanen. N. okulomotorius
(III) berfungsi untuk mengendalikan fungsi pupil. Pupil harus diperiksa
ukuran, bentuk dan kesimetrisannya dimana ketika dibandingkan antara
kiri dan kanan, kedua pupil harus memiliki ukuran yang sama.
Normalnya, konstriksi pupil akan terjadi dengan cepat.
Pemeriksaan fisik neurologis dalam menegakan diagnosis yaitu:
a) Pemeriksaan mata yaitu ukuran pupil, bentuknya dan reaksinya
terhadap cahaya,pemeriksaan visus dan lapang pandang penglihatan
serta pemeriksaan gerakan bola mata.
b) Pemeriksaan funduskopi untuk menentukan oedema pada papil nervus
optikus atau atrofi papil nervus optikus et causa papil odema tahap
lanjut.
c) Pemeriksaan motorik yaitu gerak, kekuatan, tanus, trofi, refleks
fisiologi, reflek patologis, dan klonus.
d) Pemeriksaan sensibilitas.
e) Pemeriksaan Penunjang
f) Elektroensefalografi (EEG)
6) Foto polos kepala
7) Arteriografi
8) Computerized Tomografi (CT Scan)
9) Magnetic Resonance Imaging (MRI).
BAB III
A. Pofil Pasien
Tinggi
- Stasus Pulang Perbaikan
Badan
Caringin, Bandung
Alamat Kulon, Kodya Dokter Dr. AO
Bandung
Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan bibir mencong mendadak sejak 12 jam SMRS
saat bangun tidur, keluhan disertai bicararero. Keluhan lemah anggota gerak
kiri, baal serta tubuh tidak dikeluhkan. Pasien tetap sadar dan mengerti
pembicaraan. Keluhan muntah (-), nyeri kepala (-), kejang (-)
Diagnosis utama:
Space Occupaying Lessions infratentorial
Diagnosis Tambahan
- ERSD on Hemodialisa Kronik dengan Oedema Paru
- DM tipe II komplikasi neuropati
- Suspek CAP
Nomor RM : 0001664059
Ruangan : Fresia 3
C. Subjektif
No Tanggal Keluhan
.
1. 6 Desember 2019 - Bibir mencong
- Bicara rero
- Lemah anggota gerak kiri, sesak nafas
- Pasien melakukan hemodialisa jam 21.00-
2.00
2. 7 Desember 2019 - Sesak nafas berkurang
- Demam tidak ada
- Lemah anggota gerak
D. Objektif
Data objektif merupakan data yang didapat dari hasil pemeriksaan seperti
E. Assessment
1. Ketepatan Dosis
Dosis Rute
Nama Obat Kesesuaian
Literatur Pasien Pemberian
Dosis> 50 mg harus
diberikan melalui
infus IV lambat. 20 mg/
Furosemid Drip (IV) Sesuai
Maks: 1.500 mg 8 jam
setiap hari.
(MIMS)
Furosemid Dosis awal 20- 1x 40 mg IV Sesuai
40mg, dosis dapat
ditingkatkan sebesar
20mg tiap interval 2
jam hingga efek
tercapai. (Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2019)
Dosis awal 20-
40mg, dosis dapat
ditingkatkan sebesar
20mg tiap interval 2
Furosemid 1x 20 mg IV Sesuai
jam hingga efek
tercapai. (Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2019)
0,5-24 mg/hari
dalam dosis terbagi.
Dexametason 3x1
(Basic IV Sesuai
5 mg/ml amp
Pharmacology &
Drug Notes, 2019)
50 mg diencerkan
sampai 20 mL dan
diberikan selama
Ranitidine
tidak kurang dari 2 2x 1 amp IV Sesuai
25 mg/ml
menit; dapat diulang
setiap 6-8 jam.
(PIONAS)
Hipertensi : Dosis
awal 1x8 mg/hari
max. 1x32 mg/hari.
Gagal Jantung :
Candensartan dosis awal 1x4 1 x 16
NGT (PO) Sesuai
16 mg mg/hari mas 32 mg
mg/hari.
(Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2019)
Dosis awal 1 x 5
mg/hari, dosis
Amlodipine 5 maksimal 10
1 x 5 mg NGT (PO) Sesuai
mg mg/hari. (Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2019)
Asam folat 5 mg setiap hari 1 x 1 tab NGT (PO) Tidak
selama 4 bulan, diketahui
dosis pemeliharaan kekuatan
5 mg setiap 1-7 hari tablet
tergantung penyakit
dasarnya. (Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2019)
Hiperkolesterolemia,
10 mg sehari malam
hari. Penyakit
Simvastatin 1 x 20
jantung koroner, NGT (PO) Sesuai
20 mg mg
awalnya 20 mg
sekali sehari malam
hari. (PIONAS)
Dosis maksimal 10 g
per hari dalam dosis
3 x500
Bicnat 500mg terpisah, kondisi NGT (PO) Sesuai
mg
sakit maag 1-5g/
hari (Drugs.com)
oral atau injeksi
intravena 0,25-1 g/ 3x250
Acetazolamid Sesuai
hari dalam dosis mg
terbagi.(PIONAS)
1-2 tab 2-3 x / hari
1x1200
KSR (tab.600 mg) NGT (PO) Sesuai
mg
(MIMS)
Dewasa dan anak
usia >7 tahun: 600
miligram per hari
N- 3X200
sebagai dosis NGT (PO) Sesuai
Asetilsistein mg
tunggal, atau dibagi
menjadi tiga dosis.
(Medscape)
Dosis umum :
Dewasa: 500 mg-
1000 mg per kali,
diberikan tiap 4-6
jam. Maksimum 4 g
per hari.
Anak <12 tahun: 10
mg/kgBB/ kali (bila 4x500
Parasetamol NGT (PO) Sesuai
ikterik: 5 mg/kgBB/ mg
kali) diberikan tiap
4-6 jam. Maksimum
4 dosis sehari.
(Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2017).
2. Ketepatan Indikasi
3. Interaksi Obat
Major
Amlodipin Simvastatin Dapat meningkatkan
kadar simvastatin dalam
darah. Hal ini dapat
meningkatkan risiko
efek samping seperti
kerusakan hati.
(Drug.com)
Minor
acetazolamide acetaminophen acetazolamide
menurunkan kadar
acetaminophen dengan
meningkatkan
metabolisme.
(Medscape)
4. DRP (Drug Related Problem)
tepat
Interaksi Ada Dapat dilihat di point 3
Dosis terlalu tinggi Ada Callos
Dosis terlalu rendah Ada Ciprofloxacin
ADR Tidak ada -
Kepatuhan Tidak ada -
F. Plant
berinteraksi farmakokinetik
BAB IV
PEMBAHASAN
mendapat obat yang paling sesuai, dalam bentuk dan dosis yang tepat, dimana
waktu pemberian dan lamanya terapi dapat dioptimalkan, dan Drugs Related
Pasien datang dengan keluhan bibir mencong mendadak sejak 12 jam SMRS
saat bangun tidur, keluhan disertai bicararero. Keluhan lemah anggota gerak kiri,
baal serta tubuh tidak dikeluhkan. Diagnosa tambahan pada pasien ERSD on
Assesement dan Plan (SOAP). Parameter subjective merupakan data dari pasien
yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, parameter subjective pasien berupa
bibir mencong, bicara rero, lemah anggota gerak kiri, sesak nafas dan nyeri
kepala. Parameter objective yaitu parameter yang dapat diukur secara kuantitatif
Problem (DRP) pada terapi yang sedang dijalani oleh pasien. Selanjutnya
indikasi, interaksi obat yang terjadi, dan menilai apakah ada Drug Related
Problem (DRP) yang mungkin terjadi pada terapi yang sedang dijalani pasien.
amlodipin dapat meningkatkan kadar simvastatin dalam darah. Hal ini dapat
meningkatkan risiko efek samping seperti kerusakan hati .Monitoring fungsi hati
perlu dilakukan.
Dari penilaian diatas dapat diketahui bahwa ada DRPs yang mungkin
terjadi selama pemberian terapi kepada pasien. DRPs yang mungkin dapat terjadi
yaitu adanya interaksi obat. Dalam menanggulangi DRPs yang mungkin terjadi
(ADR)
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemantauan terapi obat pada pasien Ny.R (76tahun) di RSUP
DR. Hasan Sadikin Bandung, pemilihan obat yang digunakan sudah tepat.
Penentuan dosis obat yang digunakan sudah tepat namun ada satu obat yang tidak
diketahui kekuatannya yaitu asam folat sehingga ketepatan dosisnya tidak dapat di
kaji.
Terjadi interaksi obat amlodipin dengan simvastatin, dan acetazolamide
dengan acetaminophen(paracetamol).
5.2 Saran
Sebaiknya untuk pemeriksaan tanda-tanda vital pasien perlu rutin
dilakukan dan didokumentasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Lombardo, M.C.,2006. Cedera Sistem Saraf Pusat. Dalam : Price, S.A., dan
Wilson,L.M. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC.
Pusat Informasi Obat Nasional (Pionas), Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) Republik Indonesia 2014, Informatorium Obat Nasional Indonesia
(IONI), BPOM RI, diakses 19 November 2020.
Team Medical Mini Notes. 2019. Basic Pharmacology & Drug Notes. Makassar.