Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PEMANTAUAN TERAPI OBAT PASIEN SPACE

OCCUPYING LESION DI RSUP DR. HASAN SADIKIN


BANDUNG

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Praktek Kerja
Profesi Apoteker di RSUP Dr. Hasasan Sadikin Bandung

Disusun Oleh:

SINTA, S.Farm

3351191592

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan farmsi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan

apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan

meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan

keselamatan pasien (patien safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)

terjamin. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.72 tahun 2016 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pemantauan terapi obat

merupakan salah satu pelayanan farmasi klinik di rumah sakit. Pemantauan terapi

obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan

terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.

Tujuan pemantauan terapi obat (PTO) adalah meningkatkan efektivitas terapi

dan meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki. Kegiatan

pemantauan terapi obat (PTO) meliputi pengkajian pemilihan obat, dosis, cara

pemberian obat, respons terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD),

pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat, dan pemantauan

efektivitas dan efek samping obat. Dalam melakukan pemantauan terapi obat

dapat dilakukan menggunakan metode sistematis yang dapat menilai kesesuaian

terapi yaitu metode Subjective, Objective, Assessment, dan Planning (SOAP)

(Depkes RI, 2009).

Pasien dengan diagnosis Space Occuupying Lessions infratentorial

merupakan salah satu kriteria pasien yang perlu dilakukan pemantauan terapi obat

untuk memastikan terapi obat yang aman efektif dan rasional bagi pasien.
1.1 Rumusan Masalah
Apakah terapi yang didapatkan oleh Ny. R di ruang Azalea-Fresia 3
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung sudah rasional, aman dan efektif?

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui ketepatan diagnosis dan penggunaan obat berdasarkan
data klinis pasien.

1.3 Manfaat
Dapat mengetahui dan memiliki gambaran tentang peran dan tanggung
jawab seorang apoteker di Rumah Sakit khususnya dalam pelayanan farmasi
klinik dalam pemantauan terapi obat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Space Occupaying Lessions (SOL)

1. Definisi
SOL (Space-occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah tentang
ada lesi pada ruang intracranial khususnya mengenai otak. Banyak penyebab
yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma,
infark, abses otak dan tumor intracranial karena cranium merupakan tempat
yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan
meningkatkan tekanan intracranial.
Space occupying lesion intrakranial (lesi desak ruang intrakranial)
didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta
setiap inflamasi yang berada di dalam rongga tengkorak yang menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial dan menempati ruang di dalam otak. Space
occupying lesion intrakranial meliputi tumor, hematoma, dan abses
Tumor intrakranial atau yang juga dikenal dengan tumor otak, ialah massa
abnormal dari jaringan di dalam kranium, dimana sel-sel tumbuh dan
membelah dengan tidak dapat dikendalikan oleh mekanisme yang mengontrol
sel-sel normal.Berdasarkan lokasi tumor, terdapat dua jenis utama tumor
intrakranial, yaitu tumor supratentorial dan infratentorial.

2. Etiologi
Space-occupying lesion (SOL) intrakranial mempunyai beberapa etiologi,
dimana semuanya menimbulkan ekspansi dari volume dari cairan intrakranial
yang kemudian menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Pembengkakan pada otak dapat dibagi dua yaitu diffuse dan fokal.
(Khoirinnisa, 2010)
Pembengkakan diffuse sering terjadi akibat peningkatan umum cairan di
otak diakibatkan oleh vasodilatasi atau edema. Gangguan sistem vasomotor
dapat menyebabkan vasodilatasi yang kemudian meningkatan aliran darah di
serebrum. Hal ini terjadi sebagai respons terhadap hypercapnia dan hipoksia,
dan juga terjadi akibat head injury. Selain itu, edema dapat terjadi dari tiga
mekanisme yaitu vasogenik, sitotoksik dan interstisial. Pada edema vasogenik
terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah serebral akibat disfungsi
sawar otak. Pada edema sitotoksik terjadi jejas terhadap selendotel, sel glia
dan neuron pada otak. Pada edema interstisial terjadi kerusakan pada
ventrikel-ventrikel otak, sering ditemukan pada kasus hidrosefalus (Utina,
2013).
Fokal dapat terjadi akibat abses serebral, hematoma, atau neoplasma. Lesi
menyebar ekstrinsik seperti hematoma subdural dan meningioma juga
meningkatkan tekanan pada kavitas otak dan disebut sebagai space-
occupying lesion.(Utina, 2013).
3. Gejala dan Tanda Klinis
Gejala dan tanda klinis dari space-occupying lesion (SOL) meliputi tanda-
tanda lokal, tanda-tanda umum, dan tanda-tanda lokal palsu. Gejala yang
timbul tiba-tiba sering menandakan lesi serebrovaskuler sementara lesi-lesi
lain menimbulkan gejala secara perlahan-lahan.
1) Tanda dan gejala peningkatan TIK :
a) Nyeri kepala, merupakan gejala awal pada 20% pasien tumor yang
kemudian berkembang menjadi 60% . Nyeri kepala berat juga
diperberat dengan oleh perubahan posisi, batuk, manuever valsava dan
aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50%
pasien. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak
80% dan terutama pada bagian frontal. Tumor fossa posterior
memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher.
b) Muntah tanpa diawali dengan mual, mengindikasikan tumor yang luas
dengan efek massa tumor tersebut juga mengidikasikan adanya
pergeseran otak.
c) Perubahan status mental, meliputi gangguan konsentrasi, cepat lupa,
perubahan kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif
yang terletak pada lobus frontal atau temporal.
d) Ataksia dan gangguan keseimbangan.
e) Seizure, adalah gejala tumor yang berkembang lambat, paling sering
terjadi pada tumor di lobus frontal kemudian pada tumor obus parietal
dan temporal. Gejala epilepsi yang muncul pertama kali pada usia
pertengahan mengindikasikan adanya suatu SOL.
f) Papil edema, dapat dinilai dengan ophthalmoskop. Pada keadaan awal
tidak menyebabkan hilangnya daya penglihatan, tetapi edem papil
yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta,
penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan
kabur yang tidak menetap.
2) Tanda-tanda melokalisir
a) Lobus temporalis : Lesi pada lobus temporalis sering menimbulkan
gangguan psikologis yang umum seperti perubahan perilaku dan
emosi. Selain itu pasien juga dapat mengalami halusinasi dan déjà vu.
b) Lobus frontalis : Lesi pada lobus frontalis dapat menyebabkan
terjadinya anosmia. Gangguan perilaku juga dapat terjadi dimana
pasien itu cenderung berperilaku tidak sopan dan tidak jujur.
c) Lobus parietal : Lesi pada lobus parietal dapat menyebabkan
terjadinya astereognosis dan disfasia. Selain itu dapat juga terjadi
kehilangan hemisensorik
d) Lobus occipital : Lesi sebelum chiasma optic dari mata akan
menyebabkan gangguan pada satu mata sahaja. Lesi pada chiasma
optic tersebut akan menyebabkan gangguan kedua mata. Lesi di
belakang chiasma optic akan menyebabkan gangguan pada mata yang
berlawanan
e) Sudut serebellopontin : Lesi pada sudut serebellopontin dapat
menyebabkan tuli ipsilateral, tinnitus, nystagmus, penurunan refleks
kornea, palsi dari sarat kranial fasialis dan trigeminus.
f) Mesensefalon : Tanda-tanda seperti pupil anisokor, inabilities
menggerakkan mata ke atas atau ke bawah, amnesia, dan kesadaran
somnolen sering timbul apabila terdapat lesi pada mesensefalon.
4. Penegakan diagnostik SOL intracranial
Perubahan tanda vital, Lombardo (2006) :
1) Denyut nadi : denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari
peningkatan ICP, terutama pada anak-anak. Bradikardi merupakan
mekanisme kompensasi yang mungkin terjadi untuk mensuplai darah ke
otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan pada mekanisme reflek
vagal yang terdapat di medulla. Apabila tekanan ini tidak dihilangkan,
maka denyut nadi akan menjadi lambat dan ireguler dan akhirnya
berhenti.
2) Pernafasan : pada saat kesadaran menurun, korteks cerebri akan lebih
tertekan daripada batang otak dan pada pasien dewasa, perubahan
pernafasan ininormalnya akan diikuti dengan penurunan level dari
kesadaran. Perubahan pada pola pernafasan adalah hasil dari tekanan
langsung pada batang otak. Pada anaki, pernafasan irregular dan
meningkatnya serangan apneu sering terjadiantara gejala-gejala awal dari
peningkatan ICP yang cepat dan dapatberkembang dengan cepat ke
respiratory arrest.
3) Tekanan Darah : tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama
stadium awal dari peningkatan ICP, terutama pada anak-anak. Dengan
terjadinya peningkatan ICP, tekanan darah akan meningkat sebagai
mekanisme kompensasi; Sebagai hasil dari respon Cushing, dengan
meningkatnya tekanan darah, akan terjadi penurunan dari denyut nadi
disertai dengan perubahan pada pola pernafasan. Apabila kondisi ini
terus berlangsung, maka tekanan darah akan mulai turun .
4) Suhu Tubuh : selama mekanisme kompensasi dari peningkatan ICP
berlangsung, suhu tubuh akan tetap stabil. Ketika mekanisme
dekompensasi berubah, peningktan suhu tubuh akan muncul akibta dari
disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus yang
menghubungkannya.
5) Reaksi Pupil : serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi.
Reaksi pupil yang lebih lambat dari normalnya dapat ditemukan pada
kondisi yang menyebabkan penekanan pada nervus okulomotorius,
seperti edema otak atau lesi pada otak. Penekanan pada n.
Oklulomotorius menyebabkan penekanan ke bawah, menjepit
n.Okkulomotorius di antara tentorium dan herniasi dari lobus temporal
yang mengakibatkan dilatasi pupil yang permanen. N. okulomotorius
(III) berfungsi untuk mengendalikan fungsi pupil. Pupil harus diperiksa
ukuran, bentuk dan kesimetrisannya dimana ketika dibandingkan antara
kiri dan kanan, kedua pupil harus memiliki ukuran yang sama.
Normalnya, konstriksi pupil akan terjadi dengan cepat.
Pemeriksaan fisik neurologis dalam menegakan diagnosis yaitu:
a) Pemeriksaan mata yaitu ukuran pupil, bentuknya dan reaksinya
terhadap cahaya,pemeriksaan visus dan lapang pandang penglihatan
serta pemeriksaan gerakan bola mata.
b) Pemeriksaan funduskopi untuk menentukan oedema pada papil nervus
optikus atau atrofi papil nervus optikus et causa papil odema tahap
lanjut.
c) Pemeriksaan motorik yaitu gerak, kekuatan, tanus, trofi, refleks
fisiologi, reflek patologis, dan klonus.
d) Pemeriksaan sensibilitas.
e) Pemeriksaan Penunjang
f) Elektroensefalografi (EEG)
6) Foto polos kepala
7) Arteriografi
8) Computerized Tomografi (CT Scan)
9) Magnetic Resonance Imaging (MRI).
BAB III

PEMANTAUAN TERAPI OBAT

A. Pofil Pasien

Identitas Pasien Ruang Rawat Azalea – Fresia 3

Nama Ny. D Sub Bagian Neurologi

Tanggal No. Rekam


6 November 1944 0001664059
Lahir Medik

Usia 76 tahun Tanggal Masuk 6/12/2019

Berat Badan 41 kg Tanggal Keluar 17/12/2019

Tinggi
- Stasus Pulang Perbaikan
Badan

Caringin, Bandung
Alamat Kulon, Kodya Dokter Dr. AO
Bandung

Apoteker TP. Apt

Data klinis awal


Kesadaran CM Riwayat - Candesartan 1x16
konsumsi obat mg
- Amlodipin 1x5 mg
- Asam folat 3x1 tab
- Simvastatin 1x20
mg
- Bicnat 3x500 mg
- PCT k/p
- Cetirizin k/p

Tekanan 130/80 Alergi -


darah
Nadi 81 kali/menit Pemeriksaan CT scan : Massa
Respirasi 24 kali/menit menunjang solid daerah
Suhu 36,6 °C ventrikel 4
Gizi Malnutrisi sedang

Alasan masuk RS/ keluhan utama:


Bibir mencong

Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan bibir mencong mendadak sejak 12 jam SMRS
saat bangun tidur, keluhan disertai bicararero. Keluhan lemah anggota gerak
kiri, baal serta tubuh tidak dikeluhkan. Pasien tetap sadar dan mengerti
pembicaraan. Keluhan muntah (-), nyeri kepala (-), kejang (-)

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Diabetes Millitus 15 tahun yang lalu
- Gagal ginjal 1 tahun yang lalu

Diagnosis utama:
Space Occupaying Lessions infratentorial

Diagnosis Tambahan
- ERSD on Hemodialisa Kronik dengan Oedema Paru
- DM tipe II komplikasi neuropati
- Suspek CAP

B. Catatan Pengobatan Pasien

Nama Pasien : Ny. R (76 Tahun)

Nomor RM : 0001664059

Ruangan : Fresia 3

Diagnosa : Space Occupaying Lessions infratentorial

Tanggal Masuk : 6 Desember 2019

Table 3.1 Catatan Pengobatan Pasien

Nama obat Aturan pakai Rute obat


Furosemid 20 mg/8jam Drip
Furosemid 1 x 40 mg IV
Furosemid 1 x 20 mg IV
Dexametasone 3 x 1 amp IV
Ranitidin 2 x 1 amp IV
Dexametason 4 x 2 mg IV
Ranitidin 2 x 1 mL mg IV
Candensartan 1 x 16 mg NGT
Amlodipin 1 x 5 mg NGT
Asam folat 1 x 1 tab NGT
Simvastatin 1 x 20 mg NGT
Bicnat
1 x 500 mg NGT
(Natrium bicarbonat)
Acetazolamid 3 x 250 mg NGT
KSR (KCL) 1 x 1200 mg NGT
N-Asetilsistein 2 x 200 mg NGT
Paracetamol 4 x 500 mg NGT
Combivent
(Ipratropium Bt 0,52
Nebu/6 jam Nebu
mg, salbutamol sulfat
3,01 mg)
Cefotaxime 3x1g IV
Azitromisin 1 x 500 mg NGT
Cefixime 2 x 200 g NGT

C. Subjektif

Tablet 3.2 Data Subjektif Pasien

No Tanggal Keluhan

.
1. 6 Desember 2019 - Bibir mencong
- Bicara rero
- Lemah anggota gerak kiri, sesak nafas
- Pasien melakukan hemodialisa jam 21.00-
2.00
2. 7 Desember 2019 - Sesak nafas berkurang
- Demam tidak ada
- Lemah anggota gerak

3. 8 Desember 2019 Sesak nafas + , post HD


4. 9 Desember 2019 Kelemahan anggota gerak sebelah kiri
- Pasien melakukan hemodialisa
5. 10 Desember 2019 Lemah anggota gerak kiri
6. 11 Desember 2019 Lemah anggota gerak kiri
7. 12 Desember 2019 Penurunan kesadaran
8. 13 Desember 2019 Pasien pindah ruangan ke Fresia 3
- Sesak nafas
9. 14 Desember 2019 Nyeri kepala
- Pasien melakukan hemodialisa

D. Objektif

Data objektif merupakan data yang didapat dari hasil pemeriksaan seperti

tanda vital, hasil laboratorium, hingga pemeriksaan penunjang sehingga memiliki

parameter yang valid.

Tabel 3.3 data tanda vital pasien

Tanggal Tanda vital


Tekanan Nadi Suhu Respirasi Tingkat
Darah (80-100 (37±0,5oC) (16-20 kesadaran
(<140/90 x/menit) x/menit) (Compos
(mmHg) Mentis)
o
6/12/2019 130/80 81x/menit 36,5 C 24 x/ menit Compos
mmHg Mentis
7/12/2019 - - - - -
8/12/2019 - - - - Somnolen
9/12/2019 - - - - -
10/12/2019 - - - - Somnolen
11/12/2019 - - - - Somnolen
12/12/2019 - - - - --
13/12/2019 - - - - -
14/12/2019 - - - - -

E. Assessment

1. Ketepatan Dosis

Dosis Rute
Nama Obat Kesesuaian
Literatur Pasien Pemberian
Dosis> 50 mg harus
diberikan melalui
infus IV lambat. 20 mg/
Furosemid Drip (IV) Sesuai
Maks: 1.500 mg 8 jam
setiap hari.
(MIMS)
Furosemid Dosis awal 20- 1x 40 mg IV Sesuai
40mg, dosis dapat
ditingkatkan sebesar
20mg tiap interval 2
jam hingga efek
tercapai. (Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2019)
Dosis awal 20-
40mg, dosis dapat
ditingkatkan sebesar
20mg tiap interval 2
Furosemid 1x 20 mg IV Sesuai
jam hingga efek
tercapai. (Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2019)
0,5-24 mg/hari
dalam dosis terbagi.
Dexametason 3x1
(Basic IV Sesuai
5 mg/ml amp
Pharmacology &
Drug Notes, 2019)
50 mg diencerkan
sampai 20 mL dan
diberikan selama
Ranitidine
tidak kurang dari 2 2x 1 amp IV Sesuai
25 mg/ml
menit; dapat diulang
setiap 6-8 jam.
(PIONAS)
Hipertensi : Dosis
awal 1x8 mg/hari
max. 1x32 mg/hari.
Gagal Jantung :
Candensartan dosis awal 1x4 1 x 16
NGT (PO) Sesuai
16 mg mg/hari mas 32 mg
mg/hari.
(Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2019)
Dosis awal 1 x 5
mg/hari, dosis
Amlodipine 5 maksimal 10
1 x 5 mg NGT (PO) Sesuai
mg mg/hari. (Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2019)
Asam folat 5 mg setiap hari 1 x 1 tab NGT (PO) Tidak
selama 4 bulan, diketahui
dosis pemeliharaan kekuatan
5 mg setiap 1-7 hari tablet
tergantung penyakit
dasarnya. (Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2019)
Hiperkolesterolemia,
10 mg sehari malam
hari. Penyakit
Simvastatin 1 x 20
jantung koroner, NGT (PO) Sesuai
20 mg mg
awalnya 20 mg
sekali sehari malam
hari. (PIONAS)
Dosis maksimal 10 g
per hari dalam dosis
3 x500
Bicnat 500mg terpisah, kondisi NGT (PO) Sesuai
mg
sakit maag 1-5g/
hari (Drugs.com)
oral atau injeksi
intravena 0,25-1 g/ 3x250
Acetazolamid Sesuai
hari dalam dosis mg
terbagi.(PIONAS)
1-2 tab 2-3 x / hari
1x1200
KSR (tab.600 mg) NGT (PO) Sesuai
mg
(MIMS)
Dewasa dan anak
usia >7 tahun: 600
miligram per hari
N- 3X200
sebagai dosis NGT (PO) Sesuai
Asetilsistein mg
tunggal, atau dibagi
menjadi tiga dosis.
(Medscape)
Dosis umum :
Dewasa: 500 mg-
1000 mg per kali,
diberikan tiap 4-6
jam. Maksimum 4 g
per hari.
Anak <12 tahun: 10
mg/kgBB/ kali (bila 4x500
Parasetamol NGT (PO) Sesuai
ikterik: 5 mg/kgBB/ mg
kali) diberikan tiap
4-6 jam. Maksimum
4 dosis sehari.
(Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2017).

Combivent Serangan akut 1 unit Nebu/6 Nebu Sesuai


(Ipratropium botol dosis, dapat jam
ditingkatkan
menjadi 2 unit dosis
Br 0,52 mg,
pada kasus yang
salbutamol
parah.
sulfat 3,01
Pemeliharaan: 1 unit
mg)
vial dosis 3-4 x / hr.
(MIMS)
intravena atau
infus:1 g tiap 12
jam, dapat
ditingkatkan sampai
12 g per hari dalam
Cefotaxime 3x1 g IV Sesuai
3-4 kali pemberian.
(Dosis di atas 6
g/hari diperlukan
untuk infeksi
pseudomonas)
500 mg sekali sehari 1x500
Azitromisin NGT(PO) Sesuai
selama 3 hari mg
Dewasa dan anak
>30 kg, dosis umum
yang
direkomendasikan
50–100 mg, oral dua
kali sehari. Untuk
2x200
Cefixime infeksi parah atau NGT(PO) Sesuai
mg
infeksi yang sulit
disembuhkan
(intractable) dosis
ditingkatkan sampai
200 mg dua kali
sehari.(PIONAS)

2. Ketepatan Indikasi

Nama Obat Literatur Pasien Keterangan


Furosemid Edema yang Adanya edema paru Sesuai
berhubungan
dengan gagal
jantung kongestif,
sirosis hati,
penyakit ginjal,
terpi tambahan
pada edema paru
akut. hipertensi.
(Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2019)
Inflamasi dan Inflamasi yang berada Sesuai
Dexamethason alergi, syok, di dalam rongga
diagnosa sindroma tengkorak yang
cushing, menyebabkan
hiperplasia adrenal peningkatan tekanan
kongenital, edema intrakranial
serebral) (Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2017).
Ranitidine tukak lambung dan Mengamankan Sesuai
tukak duodenum, lambung akitbat
refluks esofagitis, dexamethason
dispepsia episodik
kronis, tukak akibat
AINS, tukak
duodenum karena
H.pylori, sindrom
Zollinger-Ellison,
kondisi lain dimana
pengurangan asam
lambung akan
bermanfaat.
Candensartan Hipertensi, gagal Hipertensi Sesuai
jantung. (Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2019)
Amlodipine Hipertensi, Hipertensi Sesuai
5 mg profilaksis angina.
(Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2019)
Asam folat Memenuhi Pasien mengalami Sesuai
defisiensi asam malnutrisi
folat (Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2019)
Simvastatin hiperkolesterolemia Paien mengalami Sesuai
20 mg primer ateroclerosis
(hiperlipidemia tipe
Ila)
Bicnat 500mg Menetralisir asam Kadar Ureum pasien Sesuai
darah berlebih, tinggi
menetralisir urine
yang terlalu asam,
dan menetralisir
asam lambung
berlebih.
(drugs.com)
Asetazolamid penurunan tekanan Edema Paru Sesuai
intraokuler dalam
glaukoma sudut
lebar, glaukoma
sekunder, dan
perioperatif pada
glaukoma sudut
sempit; diuresis.
(PIONAS)
KSR Pengobatan & Hipokalemia Sesuai
pencegahan
hipokalemia.
(MIMS)
N-Asetilsistein Bronchitis akut dan Bronkitis Sesuai
kronik, emfisema
paru,bronkieetasis.
(MIMS Edisi 17)
Parasetamol Nyeri ringan Nyeri yang dialami Sesuai
sampai sedang, pasien
demam. (Basic
Pharmacology &
Drug Notes, 2017).
Combivent Penatalaksanaan Pasien mengalami Sesuai
bronkospasme bronkitis
reversibel yg
berhubungan
dengan penyakit
paru obstruktif &
serangan asma akut
pd pasien yg
memerlukan lebih
dari satu
bronkodilator
tunggal.
(MIMS)
Cefotaxime Profilaksis pada Antibiotik
pembedahan.
Epiglotitis karena
hemofilus,
meningitis.
(PIONAS)
Azitromisin infeksi-infeksi Infeksi saluran nafas Sesuai
yang disebabkan (Bronkitis,pneumonia
oleh organisme )
yang peka, infeksi
saluran nafas atas
(tonsillitis,
pharingitis), infeksi
saluran nafas
bawah (bronchitis,
pneumonia.
(PIONAS)
Cefixime Infeksi saluran Antibiotik
kemih ringan, otitis
media,pharingitis
dan tonsilitis,
bronkitis akut dan
bronkitis kronik
dari eksaserbasi
akutpengobatan
demam tifoid pada
anak-anak dengan
multi resisten
terhadap regimen
standar.(PIONAS)

3. Interaksi Obat

Major
Amlodipin Simvastatin Dapat meningkatkan
kadar simvastatin dalam
darah. Hal ini dapat
meningkatkan risiko
efek samping seperti
kerusakan hati.
(Drug.com)

Minor
acetazolamide acetaminophen acetazolamide
menurunkan kadar
acetaminophen dengan
meningkatkan
metabolisme.
(Medscape)
4. DRP (Drug Related Problem)

Obat DRP Keterangan


Indikasi tanpa obat Tidak ada -
Obat tanpa indikasi Tidak ada -
Pemilihan obat tidak Tidak ada -

tepat
Interaksi Ada Dapat dilihat di point 3
Dosis terlalu tinggi Ada Callos
Dosis terlalu rendah Ada Ciprofloxacin
ADR Tidak ada -
Kepatuhan Tidak ada -

F. Plant

- Melakukan monitoring obat-obat yang berinteraksi farmakodinamik.

- Melakukan pengaturan waktu minum obat terhadap obat-obat yang

berinteraksi farmakokinetik
BAB IV

PEMBAHASAN

Pemantauan terapi obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup


kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien. Proses PTO adalah proses yang komprehensif mulai dari seleksi pasien,
pengumpulan data pasien, identifikasi masalah terkait obat, rekomendasi terapi,
rencana pemantauan sampai dengan tindak lanjut. Proses tersebut harus dilakukan
secara berkesinambungan sampai tujuan terapi tercapai.
Tujuan pemantauan terapi obat adalah untuk memastikan bahwa pasien

mendapat obat yang paling sesuai, dalam bentuk dan dosis yang tepat, dimana

waktu pemberian dan lamanya terapi dapat dioptimalkan, dan Drugs Related

Problems (DRP’s) diminimalkan. Pasien yang akan dilakukan pemantauan terapi

obatnya yaitu Ny. R.

Pasien datang dengan keluhan bibir mencong mendadak sejak 12 jam SMRS

saat bangun tidur, keluhan disertai bicararero. Keluhan lemah anggota gerak kiri,

baal serta tubuh tidak dikeluhkan. Diagnosa tambahan pada pasien ERSD on

Hemodialisa Kronik dengan Oedema Paru, DM tipe II komplikasi neuropati,


Suspek CA. Adapun tanda vital pasien saat masuk rumah sakit yaitu kesadaran

pasien kompos mentis, Nadi : 81 kali/menit, respirasi : 24 kali/menit, Gizi :

Malnutrsi sedang.,Berat Badan : 41 kg.

Pemantauan terapi obat diawali dengan melakukan pengkajian rekam medik

dan catatan pengobatan pasien. Metode yang dilakukan dalam melakukan

pemantauan terapi obat (PTO) menggunakan metode Subjective, Objective,

Assesement dan Plan (SOAP). Parameter subjective merupakan data dari pasien

yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, parameter subjective pasien berupa

bibir mencong, bicara rero, lemah anggota gerak kiri, sesak nafas dan nyeri

kepala. Parameter objective yaitu parameter yang dapat diukur secara kuantitatif

seperti pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan

penunjang. Berdasarkan data tersebut, maka selanjutnya dilakukan pengkajian

serta penilaian (assessment) terhadap kemungkinan terjadinya Drug Related

Problem (DRP) pada terapi yang sedang dijalani oleh pasien. Selanjutnya

dilakukan perumusan rencana/planning dari hasil assessment yang telah

ditetapkan untuk memaksimalkan terapi atau tambahan terapi yang menjadi

rekomendasi kepada dokter. Assessment yang dilakukan menilai ketepatan dosis,

indikasi, interaksi obat yang terjadi, dan menilai apakah ada Drug Related

Problem (DRP) yang mungkin terjadi pada terapi yang sedang dijalani pasien.

Berdasarkan beberepa terapi, ada obat yang mengalami interaksi yang

perlu dimonitoring terus menerus yaitu Amlodipin dan simvastatin dimana

amlodipin dapat meningkatkan kadar simvastatin dalam darah. Hal ini dapat

meningkatkan risiko efek samping seperti kerusakan hati .Monitoring fungsi hati

perlu dilakukan.
Dari penilaian diatas dapat diketahui bahwa ada DRPs yang mungkin

terjadi selama pemberian terapi kepada pasien. DRPs yang mungkin dapat terjadi

yaitu adanya interaksi obat. Dalam menanggulangi DRPs yang mungkin terjadi

maka perlu adanya perumusan planning/rencana terkait hasil dari penilaian

masalah untuk memaksimalkan terapi. Untuk menghindari efek dari interaksi

antar obat, dilakukan pengaturan waktu konsumsi obat. diharapkan dengan

melakukan pemantauan dapat mencegah terjadinya Adverse Drug Reaction

(ADR)

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemantauan terapi obat pada pasien Ny.R (76tahun) di RSUP
DR. Hasan Sadikin Bandung, pemilihan obat yang digunakan sudah tepat.
Penentuan dosis obat yang digunakan sudah tepat namun ada satu obat yang tidak
diketahui kekuatannya yaitu asam folat sehingga ketepatan dosisnya tidak dapat di
kaji.
Terjadi interaksi obat amlodipin dengan simvastatin, dan acetazolamide
dengan acetaminophen(paracetamol).

5.2 Saran
Sebaiknya untuk pemeriksaan tanda-tanda vital pasien perlu rutin
dilakukan dan didokumentasikan.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, 2009. Pedoman Pemantauan Terapi Obat. Direktorat


Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Drug.com. 2020. Diakses pada tanggal 19 November 2020.

Kementerian Kesehatan RI, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
Di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Lombardo, M.C.,2006. Cedera Sistem Saraf Pusat. Dalam : Price, S.A., dan
Wilson,L.M. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC.

Medscape. 2020. Diakses pada tanggal 19 November 2020.


https://reference.medscape.com/druginteractionchecker

MIMS.2020. Diakses pada tanggal 19 November 2020.

Pusat Informasi Obat Nasional (Pionas), Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) Republik Indonesia 2014, Informatorium Obat Nasional Indonesia
(IONI), BPOM RI, diakses 19 November 2020.

Team Medical Mini Notes. 2019. Basic Pharmacology & Drug Notes. Makassar.

Anda mungkin juga menyukai