Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

DI RUMAH SAKIT JIWA Prof. Dr. SOEROJO MAGELANG

DI SUSUN OLEH :
NAMA : RIZKA AYU ARDIYATI
NIM : 72020040014
PRODI : PROFESI NERS

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
Jln. Ganesha I, Purwosari, Kudus 59316, Telp/Fax. +62 291 437 218
Website: www.umkudus.ac.id Email: sekretariat@umkudus.ac.id
A. PENGERTIAN
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko untuk
menyakiti dirinya sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa.
(Fitria, 2009)
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Menurut Keliat (2009), bunuh diri memiliki 4 pengertian,
antara lain:
1. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
2. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
3. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
4. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan percobaan bunuh diri adalah upaya
untuk membunuh diri sendiri dengan intensi mati tetapi belum berakibat pada kematian.
Perilaku bunuh diri meliputu isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal,
yang akan mengakibatkan kematian, luka atau mernyakiti diri sendiri (Yosep, Iyus.
2009).

 Klasifikasi
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori :
 Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri
mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita
lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.
 Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh
individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
 Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan
terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.

Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
 Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
 Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
 Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.

B. RENTANG RESPON

( Menurut Yosep 2010)

Respon Adatif ResponMaladaptif

Peningkatkan Berisiko destruktif Destruktif diri Pencederaan


Bunuh Diri tidak langsung Diri Diri

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman


bunuh diri mungkin menunjukan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar
dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan
mekanisme adatif pada diri seseorang.

a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri secara
wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertolongan diri. Sebagai contoh
seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas
terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami
perilaku destruktif atau menyalakan diri sendri terhadap situasi yang seharusnya
dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika
dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpimnan padahal sudah melakukan
pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat
atau maladaptive terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk
mempertahankan diri. misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang
tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja
seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri. Seorang melakukan percobaan bunuh diri tau pencederaan diri
akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan tindakan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.

C. FAKTOR PREDISPOSISI

1. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah
rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
2. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang
dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan
dengan bunuh diri.
3. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting
untuk prilaku destruktif.
4. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi
media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.

D. FAKTOR PRESIPITASI

1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal


melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

E. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala menurut Fitria (2009):
 Mempunyai ide untuk bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan untuk mati
 Impulsif
 Menunjukan perilaku yang mencurigakan
 Mendekati orang lain dengan ancaman
 Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
 Latar belakang keluarga

 AKIBAT
- Keputusasaan
- Menyalahkan diri sendiri
- Perasaan gagal dan tidak berharga
- Perasaan tertekan
- Insomnia yang menetap
- Penurunan berat badan
- Berbicara lamban, keletihan
- Menarik diri dari lingkungan social
- Pikiran dan rencana bunuh diri
- Percobaan atau ancaman verbal

F. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko bunuh diri salah
satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut (videbeck, 2008), obat- obat
yang biasanya digunakan pada klien resiko bunuh diri adalah SSRI (selective
serotonine reuptake inhibitor) (fluoksetin 20 mg/hari per oral), venlafaksin (75-
225 mg/hari per oral), nefazodon (300-600 mg/hari per oral), trazodon (200-300
mg/hari per oral), dan bupropion (200-300 mg/hari per oral). Obat-obat tersebut
sering dipilih karena tidak berisiko letal akibat overdosis. Mekanisme kerja obat
tersebut akan bereaksi dengan sistem neurotransmiter monoamin di otak khususnya
norapenefrin dan serotonin. Kedua neurotransmiter ini dilepas di seluruh otak dan
membantu mengatur keinginan, kewaspadaan, perhataian, mood, proses sensori,
dan nafsu makan.
2. Penatalaksanaan Keperawatan Setelah dilakukan pengkajian pada klien dengan
resiko bunuh diri selanjutnya perawat dapat merumuskan diagnosa dan intervensi
yang tepat bagi klien. Tujuan dilakukannya intervensi pada klien dengan resiko
bunuh diri adalah (Keliat, 2009)
1) Klien tetap aman dan selamat
2) Klien mendapat perlindungan diri dari lingkungannya
3)Klien mampu mengungkapkan perasaannya
4) Klien mampu meningkatkan harga dirinya
5) Klien mampu menggunakan cara penyelesaian yang baik

G. POHON MASALAH

Risiko perilaku kekerasan ( pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)
E f f e c t

R e s i k o B u n u h D i r i
C o r e P r o b l e m

H a r g a D i r i R e n d a h K r o n i k
C a u s a

H. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
1. Pengkajian Faktor Resiko Perilaku bunuh Diri
 Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria
 Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
 Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri
merupakan masalah.
 Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan bunuh
diri / penyalahgunaan zat.
 Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang dicintai,
pengangguran, mendapat malu di lingkungan social.
 Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup diri.
 Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih beresiko
mengalami perilaku bunuh diri.

2. Masalah keperawatan
 Resiko Perilaku bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.

DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.

 Koping maladaptive
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.

DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.

 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


 Resiko bunuh diri
 Harga diri rendah
 Intervensi :
Diagnosa I : resiko bunuh diri
Tujuan Umum :
 Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1.1. Perkenalkan diri dengan klien
1.2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
1.3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
1.4. Bersifat hangat dan bersahabat.
1.5. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

2. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri


2.1. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet,
gunting, tali, kaca, dan lain lain).
2.2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
2.3. Awasi klien secara ketat setiap saat.
3. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
3.1. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
3.2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
3.3 Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
3.4. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian,
dan lain lain.
3.5. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.

4. Klien dapat meningkatkan harga diri


Tindakan:
4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
4.2. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
4.3. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).

5. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif


Tindakan:
5.1. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit,
menulis surat dll.).
5.2. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
5.3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai
suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai
pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang
efektif
Diagnosa II : Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan Umum :
 Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling
percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
2.3 Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan
yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan
yang bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
4.2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan
sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada
Tindakan :
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

b. Diagnosa keperawatan
Resiko Bunuh Diri
c. Fokus intervensi keperawatan
Diagnosa Strategi Pelaksanaan
Resiko SP I PASIEN
Bunuh Mengidentifikasi benda-benda yang membahayakan dan melatih cara
Diri mengendalikan dorongan bunuh diri
1. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan klien
2. Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan klien
3. Melakukan kontrak treatment
4. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
5. Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri

SP II PASIEN
Memotivasi pasien dengan aspek positif yang dimiliki
1. Mengidentifikasi aspek positif pasien
2. Mendorong pasien untuk berpikir positif terhadap diri
3. Mendorong pasien untuk menghargai diri sendiri sebagai individu yang
berharga

SP III PASIEN
Mendorong pasien memilih mekanisme koping yang sesuai
1. Mengidentifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
2. Menilai pola koping yang biasa digunakan
3. Mengidentifikasi pola koping konstruktif
4. Mendorong pasien memilih koping yang konstruktif
5. Menganjurkan pasien menerapkan pola koping yang konstruktif dalam
kegiatan harian.

SP IV PASIEN
Membuat rencana masa depan yang realistis
1. Membuat rencana masa depan yang realistis
2. Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih
masa depan yang realistis

SP 1 KELUARGA
Identifikasi masalah keluarga, menjelaskan proses terjadinya resiko
bunuh diri dan menjelaskan cara merawat pasien resiko bunuh diri
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala risiko bunuh diri, dan jenis
perilaku bunuh diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3. Menjelaskan tentang cara-cara merawat pasien resiko bunuh diri

SP 2 KELUARGA
Melatih keluarga merawat langsung ke pasien
1. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan resiko
bunuh diri
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
resiko bunuh diri

SP 3 KELUARGA
Membuat jadwal aktifitas di rumah dan perencanaan pulang
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk
minum obat (perencanaan pulang)
2. Menjelaskan kepada keluarga pasien setelah pulang
Daftar Pustaka

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat. B.A. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Maramis, W.F. 2009.Catatan Ilmu Keperawatan Jiwa. Surabaya: Airlangga Universitas
Press.
Stuart, G.W. and Laraia. 2009. Principles and Praktice of Psychiatric Nursing, St. Louis:
Mosby Year B
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Resiko Bunuh Diri

PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi pasien
1) Klien mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
2) Klien mengatakan lebih baik mati saja
3) Klien mengatakan suduh bosan hidup
4) Ekspresi murung, tidak bergairah
5) ada bekas percobaan bunuh diri

2. Diagnosa keperawatan
Resiko Bunuh Diri

3. Tujuan
Tujuan umum :
1) Klien tidak dapat melakukan percobaan bunuh diri

Tujuan khusus :
1) Klien tidak menciderai dirinya sendiri atau tidak melakukan bunuh diri

4. Tindakan keperawatan
1) Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
2) Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
3) Melakukan kontrak treatment
4) Megajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
5) Melatih cara mengendalikan bunuh diri

STRATEGI KOMUNIKASI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

    SP 1 PASIEN :
Mengidentifikasi benda-benda yang membahayakan dan melatih cara mengendalikan
dorongan bunuh diri
ORIENTASI

“Assalamualaikum Ari, kenalkan nama saya adalah perawat Puja yang akan bertugas di
ruang mawar ini, saya dinas pagi dari jam 7 sampai jam 2 siang”

“ Bagaimana perasaan Ari hari ini ?”

“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang Ari rasakan selama ini? Dimana
dan jam berapa lama kita bicara?”

KERJA

“Bagaimana perasaan Ari setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini anda
merasa paling menderita di dunia ini? Apakah Ari kehilangan kepercayaan diri? Apakah
merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang lain?

Apakah Ari merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah Ari sering
mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah Ari berniat untuk menyakiti diri sendiri, ingin
bunuh diri, atau berharap bahwa Ari mati? Apakah Ari pernah mencoba untuk bunuh diri?
Apa sebabnya? Bagaimana caranya? Apa yang Ari rasakan? (jika pasien telah
menyampaikan ide bunuh dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk
melindungi pasien, misalnya dengan mengatakan : “Baiklah, tampaknya Ari membutuhkan
pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa
seluruh isi kamar Ari ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan
Ari”)

“Nah Ari, karena Ari tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup Ari, maka saya tidak akan membiarkan Ari sendiri”.

“Apa yang Ari lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul,
maka untuk mengatasinya Ari harus langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini
dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi Ari jangan sendirian ya, katakana
pada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan”.

“Saya percaya Ari dapat megatasi masalah, OK Ari”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan Ari sekarang setelah megetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh
diri?”
“Coba Ari sebutkan lagi cara tersebut!”

Rencana tindak lanjut

“Baiklah Ari, bagaiman kalau kita berbincang – bincang tentang rencana masa depan dan
menceritakan pengalaman selama dirawat disini ?”
Kontrak yang akan datang
- -Topik : “Baiklah Ari, saya kira sudah cukup perbincangan kita hari ini. Bagaimana kalau
lain kali kita berbincang – bincang lagi tentang rencana masa depan dan mencerikan
pengalaman bapak selama dirawat disini ?”
- -Waktu : “Ari mau kapan ?bagaimana kalau besok pagi kita sambung lagi ?”
- -Tempat : “Ari mau berbincang – bincang dimana ?di sini saja, baiklah pak besok kita
ketemu di sini untuk melanjutkan perbincangan kita hari ini. Terima kasih Ari sudah mau
berbincang – bincang dengan saya.”

Anda mungkin juga menyukai