Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

RSUD RAA SOEWONDO PATI


Disusun guna memenuhi tugas Program Profesi Ners
Stase Keperawatan Gerontik

Di susun oleh :

Arisah

72020040059

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


TAHUN AJARAN 2021/2022
Jln. Ganesha I, Purwosari, Kudus 59316, Telp/Fax. +62 291 437 218
Website: www.umkudus.ac.id Email: sekretariat@umkudus
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE HEMORAGIK

A. KONSEP DASAR LANSIA


1. Pengertian Lansia
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65-75
tahun. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2018).
Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan
secara terus-manerus, dan berkesinambungan. Menurut Maryam (2018), Usia lanjut
dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang
Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun. Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah
laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2016).
Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya mencari
nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Ratnawati, 2017).
2. Batasan Lanjut Usia
Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur, sebagai
berikut :
a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Lanjut Usia meliputi:
1) Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
3) Lanjutsia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
4) Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
b. Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai berikut:
1) Pralansia (prasenilis) : Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2) Lansia : Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia risiko tinggi :Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
4) Lansia potensial : Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa
5) Lansia tidak potensial : Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain
c. Klasifikasi lansia menurut Burnside dalam Nugroho (2012) :
1) Young old (usia 60-69 tahun)
2) Middle age old (usia 70-79 tahun)
3) Old-old (usia 80-89 tahun)
4) Very old-old (usia 90 tahun ke atas)
3. Karakteristik Lansia
Karakteristik lansia menurut Ratnawati (2017); Darmojo, 2017 yaitu :
1) Usia
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lansia adalah
seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Ratnawati, 2017).
2) Jenis kelamin
Data Kemenkes RI (2015), lansia didominasi oleh jenis kelamin perempuan.
Artinya, ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah
perempuan (Ratnawati, 2017).
3) Status pernikahan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk lansia ditilik
dari status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60 %) dan cerai mati
(37 %). Adapun perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus cerai mati
sekitar 56,04 % dari keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang
berstatus kawin ada 82,84 %. Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan
lebih tinggi dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga
presentase lansia perempuan yang berstatus cerai mati lebih banyak dan lansia
laki-laki yang bercerai umumnya kawin lagi (Ratnawati, 2017).
4) Pekerjaan
Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat berkualitas adalah
proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial dan mental sehingga dapat
tetap sejahtera sepanjang hidup dan tetap berpartisipasi dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan data
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI 2016 sumber dana lansia sebagian besar
pekerjaan/usaha (46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%) adalah tabungan, saudara
atau jaminan sosial (Ratnawati, 2017).
5) Pendidikan terakhir
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo menunjukkan bahwa
pekerjaan lansia terbanyak sebagai tenaga terlatih dan sangat sedikit yang
bekerja sebagai tenaga professional. Dengan kemajuan pendidikan diharapkan
akan menjadi lebih baik (Darmojo, 2017).
6) Kondisi kesehatan Angka kesakitan,
menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016) merupakan salah satu
indikator yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan penduduk.
Semakin rendah angka kesakitan menunjukkan derajat kesehatan penduduk
yang semakin baik. 13 Angka kesehatan penduduk lansia tahun 2014 sebesar
25,05%, artinya bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat 25 orang di
antaranya mengalami sakit. Penyakit terbanyak adalah penyakit tidak menular
(PTM) antar lain hipertensi, artritis, strok, diabetes mellitus (Ratnawati, 2017).
4. Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-
macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana, Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri, Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan
kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas, Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin,
menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan,
kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang
disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani
dan pengkritik.
d. Tipe pasrah, Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,
mempunyai konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti kegiatan
beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung, Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan
diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2018).
5. Mitos dan streotip lansia
Menurut Maryam, dkk, (2018), mitos-mitos seputar lansia antara lain
a. Mitos kedamaian dan ketentraman
Adanya anggapan bahwa para lansia dapat santai menikmati hidup, hasil kerja,
dan jerih payah dimasa muda. Berbagai guncangan kehidupan seakan-akan
sudah berhasil dilewati. Kenyataannya, sering ditemui lansia yang mengalami
stres karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena
penyakit.
b. Mitos konservatif dan kemunduran
Konservatif berarti kolot, bersikap mempertahankan kebiasaan, tradisi, dan
keadaan yang berlaku. Adanya anggapan bahwa lansia itu tidak kreatif,
menolak inovasi, berorientasi ke masa silam, keras kepala dan cerewat.
Kenyataannya tidak semua lansia bersikap danmempunyai pikiran demikian.
c. Mitos berpenyakitan
Adanya anggapan bahwa masa tua dipandang sebagai masa degenerasi biologis
yang disertai beberapa penyakit dan sakit-sakitan. Kenyataannya tidak semua
lansia berpenyakitan. Saat ini sudah banyak jenis pengobatan serta lansia yang
rajin melakukan pemeriksaan berkala sehingga lansia tetap sehat dan bugar.
d. Mitos senilitas
Adanya anggapan bahwa lansia sudah pikun. Kenyataannya, banyak yang
masih tetap cerdas dan bermanfaat bagi masyarakat, karena banyak cara untuk
menyesuaikan diri terhadap penurunan daya ingat.
e. Mitos tidak jatuh cinta
Adanya anggapan bahwa para lansia sudah tidak lagi jatuh cinta dan bergairah
kepada lawan jenis. Kenyataannya, perasaan dan emosi setiap orang berubah
sepanjang masa serta perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi tua.
f. Mitos aseksualitas
Adanya anggapan bahwa pada lansia hubungan seks menurun, minat,
dorongan, gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang. Kenyataannya
kehidupan seks para lansia normal-normal saja dan tetap bergaurah hal itu
dibuktikan dengan lansia yang ditinggal mati dengan pasangannya, namun
masih ada rencana ingin menikah lagi
g. Mitos ketidakproduktifan
Adanya anggapan bahwa para lansia tidak produktiflagi. Kenyataannya banyak
para lansia yang mencapai kematangan, kemantapan dan produktivitas mental
maupun material.
Mitos-mitos tersebut harus disadari perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan, karena banyak kondisi lansia yang sesuai dengan mitos tersebut
dan sebagian lagi tidak mengalaminya.

6. Teori proses penuaan


a. Teori-teori proses penuaan
Menurut Azizah (2011:8—9), teori penuaan secara umum dapat
dibedakan menjadi dua yaitu teori penuaan secara biologi dan teori penuaan
psikososial.
1) Teori biologi
a) Teori Seluler
Kemampuan sel hanya mampu membelah dalam jumlah tertentu
dan kebanyakan sel-sel tubuh “deprogram untuk membelah 50 kali.
Jika sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium,
lalu diobservasi, jumlah sel-sel yang akan membelah akan terlihat
lebih sedikit. Hal ini akan memberikan beberapa pengertian terhadap
beberapa pengertian terhadap proses penuaan biologis dan
menunjukan bahwa pembelahan sel lebih lanjut mungkinterjadi untuk
pertumbuhan dan perbaikan jaringan, sesuai dengan berkurangnya
umur.
Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem
muskoloskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ sistem itu
tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati.
Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko mengalami proses penuaan
dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk
tumbuh dan memperbaiki diri. Ternyata sepanjang kehidupan ini, sel
pada sistem ditubuh kita cenderung mengalami kerusakan dan akhir
sel akan mati, dengan konsekuensi yang buruk karena sistem sel tidak
dapat diganti.
b) Teori Genetic Clock
Menurut teori ini menua telah deprogram secara genetic untuk
spesies-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai didalam nuclei (inti
selnya) suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi
tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi
sel bila tidak berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti
kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan
linhkungan atau penyakit akhir yang katastrofal.
Konsep genetic clock didukung oleh kenyataan bahwa ini
merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa spesies terlihat
adanya perbedaan harapan hidup yang nyata (misalnya manusia ; 116
tahun, beruang; 47 tahun, anjing; 27 tahun, sapi; 20 tahun). Secara
teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk
beberapa waktu dengan pengaruh-pengaruh dari luar, berupa
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit atau tindakan-tindakan
tertentu.
Pengontrolan genetik umur rupanya dikontrol dalam tingkat
seluler, mengenai hal ini hayflick melakukan penelitian melalui kultur
sel in vitro yang menunjukan bahwa ada hubungan antara kemampuan
membelah sel dalam kultur dengan umur spesies.
c) Teori Protein (kolagen dan elastisin)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya
pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan
adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan
tersebut. Pada lansia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan
elastisin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur
yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak
kolagen pada kartilago dan elastisin pada kulit kehilangan
fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan
bertambahnya usia. Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan
perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya dan
cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan
kecepatannya pada sistem musculoskeletal.

d) Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel
didalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang
mengandung zat racun dengan kadar tinggi, tanpa mekanisme
pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan mempertahankan diri dari
toksik tersebut membuat struktur membrane sel mengalami perubahan
dari rigid, serta terjadi kesalahan genetik. Membrane sel tersebut
merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan
lingkungannya yang juga mengontrol proses pengambilan nutrient
dengan proses diatas, dipengaruhi oleh rigiditas membrane tersebut.
Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan
reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di
semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan
peningkatan kerusakan sistem tubuh.
e) Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa
penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang
terdiri dari sistem limfatik khisusnya sel darah putih, juga merupakan
faktor yang berkontribusi dalam proses penuaan. Mutasi yang
berulang atau protein pasca translasi, dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya
sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan
terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan
dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang
mengalamu perubahan tersebut sebagai sel asing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya
peristiwa autoimun.
Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen antibodi yang luas
mengenai jaringan-jaringan beraneka ragam, efek menua jadi akan
menyebabkan reaksi histoinkomtabilitas pada banyak jaringan. Salah
satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi auto
antibody bermacam-macam pada orang lanjut usia. Disisi lain sistem
imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada
proses menua, daya serangnya terhadap kanker menjadi menurun,
sehingga sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang
menyebabkan kanker yang meningkat sesuai dengan meningkatnya
umut
f) Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe)
Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia
dapat memperpendek umur, sebaliknya menghindari terkenanya
radiasi atau tercemarnya zat kimia yang bersifat karsiogenik atau
toksik dapat memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya
mutasi yang progresif pada DNA sel somatik akan menyebabkan
terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
Mekanisme pengontrolan genetic dalam tingkat sub seluler dan
molekular yang bisa disebut juga hipotesis “error catastrophe”
menurut hipotesis tersebut menua disebabkan oleh kesalahan-
kesalahan yang beruntun. Sepanjang kehidupan setelah berlangsung
dalam waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses
transkripsi (DNA / RNA) maupun dalam proses translasi (RNA
protein/ enzim) kesalahan tersebut akan menyebabkan terbentuknya
enzim yang salah. Kesalahan tersebut dapat berkembang secara
eksponensial dan akan menyebabkan terjadinya reaksi metabolisme
yang salah, sehingga akan mengurangi fungsional sel. Apalagi jika
terjadi pula kesalahan dalam proses translasi (pembuatan protein),
maka terjadi kesalahan yang makin membanyak , sehingga terjadilah
katastrop.
g) Teori Menua Akibat Metabolisme
Pengurangan intake kalori pada rodentia muda akan
menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan
umur karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena
menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi
penurunan pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi sel
misalnya insulin dan hormon pertumbuhan. Modifikasi cara hidup
yang kurang bergerak menjadi lebih banyak bergerak mngkin dapat
juga meningkatkan umur panjang. Hal ini menyerupai hewan yang
hidup dialam bebas dan banyak bergerak dibanding dengan hewan
laboratorium yang kurang bergerak dan banyak makan. Hewan dialam
bebas lebih panjang umurnya daripada hewan laboratorium.
h) Teori Akibat Radikal Bebas
Radikal bebas (RB) dapat terbentuk dialam bebas, dan di dalam
tubuh fagosit (pecah), dan sebagai produk sampingan didalam rantai
pernafasan didalam mitokondria. Untuk organisasi aerobik radikal
bebas terutama terbentuk pada waktu respirasi (Aerob) didalam
mitokondria. Karena 90 % oksigen yang diambil tubuh termasuk
didalam mitokondria. Waktu terjadi proses respirasi tersebut oksigen
dilibatkan dalam mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui enzim
 respirasi didalam mitokondria maka RB akan dihasilkan sebagai
zat antara. RB yang terbentuk tersebut adalah superoksida (O2),
radikal hidroksida (OH), dan juga peroksida hidrogen (H202). RB
bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi
dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membrane
sel, dan dengan guguh SH. Walaupun telah ada sistem penangkal,
namun sebagian RB tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin
banyak RB terbentuk sehingga proses pengerusakan terus terjadi,
kerusakan organel sel semakin banyak akhirnya sel mati.
2) Teori psikologi
a) Aktivitas atau Kegiatan (activity theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktifdan terus memelihara
keaktifannya setelah lanjut usia sense of integrity yang dibangun
dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan
bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut
banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup)
dilanjutkan pada cara hidup dari usia lanjut. Mempertahankan
hubungan anatara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan ke usia lanjut.
b) Kepribadian berlnjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut
usia. Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam
memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan
masalah di masyarakat, keluarga dan hubungan interpersonal. Pada
teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang
yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang
dimilikinya.
c) Teori Pembebasan (Disengagement theory)
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan
kemunduran individu dengan individu lainnya.Teori ini menyatakan
bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti
mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari
pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial
lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga
terjadi kehilangan ganda (triple loss), yakni:
 Kehilangan peran (loss of role)
 Hambatan kontak sosial (restriction of contacts and relationship)
 Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social more
and values)
7. Masalah yang terjadi pada lansia
Menurut Suardiman (2011usia lanjut rentan terhadap berbagai masalah kehidupan.
Masalah umum yang dihadapi oleh lansia diantaranya:
1) Masalah ekonomi
Usia lanjut ditandai dengan penurunan produktivitas kerja, memasuki masa
pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Disisi lain, usia lanjut dihadapkan
pada berbagai kebutuhan yang semakin meningkat seperti kebutuhan akan
makanan yang bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, kebutuhan
sosial dan rekreasi. Lansia yang memiliki pensiun kondisi ekonominya lebih
baik karena memiliki penghasilan tetap setiap bulannya. Lansia yang tidak
memiliki pensiun, 17 akan membawa kelompok lansia pada kondisi tergantung
atau menjadi tanggungan anggota keluarga (Suardiman, 2011).
2) Masalah sosial
Memasuki masa lanjut usia ditandai dengan berkurangnya kontak sosial, baik
dengan anggota keluarga atau dengan masyarakat. kurangnya kontak sosial
dapat menimbulkan perasaan kesepian, terkadang muncul perilaku regresi
seperti mudah menangis, mengurung diri, serta merengek-rengek jika bertemu
dengan orang lain sehingga perilakunya kembali seperti anak kecil (Kuntjoro,
2017).
3) Masalah kesehatan
Peningkatan usia lanjut akan diikuti dengan meningkatnya masalah kesehatan.
Usia lanjut ditandai dengan penurunan fungsi fisik dan rentan terhadap penyakit
(Suardiman, 2011).
4) Masalah psikososial
Masalah psikososial adalah hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan sehingga membawa lansia kearah kerusakan atau kemrosotan
yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya, bingung,
panik, depresif, dan apatis. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor
psikososial yang paling berat seperti, kematian pasangan hidup, kematian sanak
saudara dekat, atau trauma psikis. (Kartinah, 2018).
8. Penyakit yang menyerang pada lansia
Beberapa penyakit degeneratif yang di alami usia lanjut yang merupakan penyebab
kematian terbesar pada usia 60 tahun ke atas, antara lain:
1) Osteo Artritis (OA)
OA adalah peradangan sendi yang terjadi akibat peristiwa mekanik dan biologik yang
mengakibatkan penipisan rawan sendi, tidak stabilnya sendi, dan perkapuran. OA
merupakan penyebab utama ketidakmandirian pada usia lanjut, yang dipertinggi
risikonya karena trauma, penggunaan sendi berulang dan obesitas.
2) Osteoporosis
Osteoporosis merupakan salah satu bentuk gangguan tulang dimana masa atau
kepadatan tulang berkurang. Terdapat dua jenis osteoporosis, tipe I merujuk pada
percepatan kehilangan tulang selama dua dekade pertama setelah menopause,
sedangkan tipe II adalah hilangnya masa tulang pada usia lanjut karena terganggunya
produksi vitamin.
3) Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih tinggi
dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90mmHg, yang terjadi karena
menurunnya elastisitas arteri pada proses menua. Hipertensi dapat memicu terjadinya
stroke, kerusakan pembuluh darah (arteriosclerosis), serangan/gagal jantung, dan
gagal ginjal
4) Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus sekitar 50% dari lansia memiliki gangguan intoleransi glukosa dimana
gula darah masih tetap normal meskipun dalam kondisi puasa. Kondisi ini dapat
berkembang menjadi diabetes melitus, dimana kadar gula darah sewaktu diatas atau
sama dengan 200 mg/dl dan kadar glukosa darah saat puasa di atas 126 mg/dl.
Obesitas, pola makan yang buruk, kurang olah raga dan usia lanjut mempertinggi risiko
DM. Beberapa gejalanya adalah sering haus dan lapar, banyak berkemih, mudah lelah,
berat badan terus berkurang, gatal-gatal, mati rasa, dan luka yang lambat sembuh.
5) Dimensia
Dimensia Merupakan kumpulan gejala yang berkaitan dengan kehilangan fungsi
intelektual dan daya ingat secara perlahan-lahan, sehingga mempengaruhi aktivitas
kehidupan sehari-hari. Alzheimer merupakan jenis demensia yang paling sering terjadi
pada usia lanjut. Adanya riwayat keluarga, usia lanjut, penyakit vaskular/pembuluh
darah (hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi), trauma kepala merupakan faktor risiko
terjadinya demensia. Demensia juga kerap terjadi pada wanita dan individu dengan
pendidikan rendah.
6) Penyakit jantung koroner
Penyempitan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menuju jantung
terganggu. Gejala umum yang terjadi adalah nyeri dada, sesak napas, pingsan, hingga
kebingungan.
7) Kanker Kanker
merupakan sebuah keadaan dimana struktur dan fungsi sebuah sel mengalami
perubahan bahkan sampai merusak sel-sel lainnya yang masih sehat. Sel yang berubah
ini mengalami mutasi karena suatu sebab sehingga ia tidak bisa lagi menjalankan
fungsi normalnya. Biasanya perubahan sel ini mengalami beberapa tahapan, mulai dari
yang ringan sampai berubah sama sekali dari keadaan awal (kanker). Kanker
merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit jantung. Faktor resiko
yang paling utama adalah usia. Dua pertiga kasus kanker terjadi di atas usia 65 tahun.
Mulai usia 40 tahun resiko untuk timbul kanker meningkat

9. Factor factor yang mempengaruhi lansia


Faktor yang mempengaruhi kesehatan psikososial lansia menurut Kuntjoro (2012),
antara lain:
1) Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya
penurunan kondisi fisik yang berganda (multiple pathology). Menurut Ratnawati
(2017) perubahan fisik terdiri dari:
a) Perubahan pada kulit: kulit wajah, leher, lengan, dan tangan menjadi lebih
kering dan keriput. Kulit dibagian bawah mata berkantung dan lingkaran
hitam dibawah mata menjadi lebih jelas dan permanen. Selain itu warna
merah kebiruan sering muncul di sekitar lutut dan di tengah tengkuk.
Rambut rontok, warna berubah menjadi putih, kering dan tidak mengkilap.
b) Perubahan otot: otot orang yang berusia madya menjadi lembek dan
mengendur di sekitar dagu, lengan bagian atas dan perut.
c) Perubahan pada persendian: masalah pada persendian terutama pada bagian
tungkai dan lengan yang membuat mereka menjadi agak sulit berjalan. d)
Perubahan pada gigi: gigi menjadi kering, patah, dan tanggal sehingga
lansia kadang-kadang menggunakan gigi palsu.
d) Perubahan pada mata: mata terlihat kurang bersinar dan cenderung
e) mengeluarkan kotoran yang menumpuk di sudut mata, kebanyakan
menderita presbiopi, atau kesulitan melihat jarak jauh, menurunnya
akomodasi karena penurunan elastisitas mata.
f) Perubahan pada telinga: fungsi pendengaran sudah mulai menurun,
g) sehingga tidak sedikit yang menggunakan alat bantu pendengaran.
h) Perubahan pada sistem pernapasan: napas menjadi lebih pendek dan sering
tersengal-sengal, hal ini akibat penurunan kapasitas total paru-paru, residu
volume paru dan konsumsi oksigen nasal, ini akan menurunkan fleksibilitas
dan elastisitas paru.
2) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual Penurunan fungsi dan potensi seksual
pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik
seperti:
a) Gangguan jantung.
b) Gangguan metabolisme.
c) Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
d) Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan
sangat kurang.
e) Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti antihipertensi atau golongan
steroid.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:
a) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
b) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat
oleh tradisi dan budaya.
c) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
d) Pasangan hidup telah meninggal.
e) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa
lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan sebagainya.
2) Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan Pada umumnya perubahan ini
diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para
lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyatannya
sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran,
kegitan, harga diri dan status. Lansia yang memiliki agenda kerja yang tidak
terselesaikan dan menganggap pensiun sebagai sesuatu yang tidak mungkin.
Pensiun merupakan suatu proses bukan merupakan suatu peristiwa. Orang-orang
lanjut usia yang menunjukkan penyesuaian yang paling baik terhadap pensiun,
adalah mereka yang sehat, memiliki keuangan yang memadai, aktif, lebih
terdidik, memiliki jaringan sosial yang luas yang meliputi kawan-kawan dan
keluarga, serta biasanya puas dengan kehidupannya sebelum mereka pensiun
(Santrock, 2012)

5) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat Peran merupakan kumpulan dari


perilaku yang secara relatif homogen dibatasi secara normative dan diharapkan
dari seseorang yang menempati posisi sosial yang diberikan. Peran berdasarkan
pada pengharapan atau penetapan peran yang 24 membatasi apa saja yang harus
dilakukan oleh individu di dalam situasi tertentu agar memenuhi pengharapan
diri atau orang lain terhadap mereka (Friedman, 2014). Peran dapat diartikan
sebagai seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain. Akibat
berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan kabur, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada
lansia, dan sebagainya sehingga menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya
dicegah dengan selalu mengajak lansia melakukan aktivitas, selama lansia masih
sanggup, agar tidak merasa diasingkan. Keterasingan yang terjadi pada lansia
dapat membuat lansia semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain
dan dapat muncul perilaku regresi, seperti mudah menangis, mengurung diri,
mengumpulkan barang-barang tidak berguna, dan merengek-rengek seperti anak
kecil sehingga lansia tidak bisa menjalankan peran sosialnya dengan baik
(Kuntjoro, 2017).
10. Pengkajian pada lansia
a. KATZ INDEKS
Pengkajian status fungsional adalah suatu pengukuran kemampuan
seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari secara
mandiri.Indeks Katz adalah alat yang secara luas digunakan untuk menentukan
hasil tindakan dan prognosis pada lansia dan penyakit kronis. Format ini
menggambarkan tingkat fungsional klien dan mengukur efek tindakan yang
diharapkan untuk memperbaiki fungsi. Indeks ini merentang kekuatan
pelaksanaan dalam 6 fungsi : mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen
dan makan.
Tingkat Kemandirian Lansia :
a) A : kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar mandi,
berpakaian dan mandi
b) B : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali satu dari
fungsi tambahan
c) C : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi
dan satu fungsi tambahan
d) D : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi,
berpakaian dan satu fungsi tambahan
e) E : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan
f) F : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil
g) G : Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut
b. BARTHEL INDEKS
Kebanyakan trauma psikologis dan emosi pada masa lansia muncul akibat
kesalahan konsep karena lansia mengalami kerusakan kognitif. Akan tetapi
perubahan struktur dan fisiologis yang terjadi pada otak selama penuaan tidak
mempengaruhi kemampuan adaptif & fungsi secara nyata. Sel neurofisiologis
berubah bervariasi pada setiap individu. Meskipun kehilangan selular nyata,
beberapa lansia tidak memperlihatkan deteorisasi mental, bahkan beberapa
klien dg kehilangan sel serebral yang signifikan berespon baik pada
penanganan psikoterapi dan farmakologis.
1) Pengkajian Status Kognitif
a) SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionnaire)
Digunakan untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan
intelektual terdiri dari 10 hal yang menilai orientasi, memori dalam
hubungan dengan kemampuan perawatan diri, memori jauh dan
kemampuan matematis.
b) MMSE (Mini Mental State Exam)
Menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi,
perhatian,dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai
kemungkinan paling tinggi adalah 30, dengan nilai 21 atau kurang
biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif yang memerlukan
penyelidikan lebih lanjut. Pemeriksaan hanya perlu beberapa menit
untuk melengkapi dan dengan mudah dapat dinilai tetapi tidak dapat
digunakan sendiri untuk tujuan diagnostic. Karena pemeriksaan
MMSE mengukur beratnya kerusakan kognitif dan
mendemonstrasikan perubahan kognitif, ini suatu alat yang berguna
untuk mengkaji kemajuan klien
c). Inventaris Depresi Beck
Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejala dan sikap yang
berhubungan dengan depresi. Setiap hal direntang dengan
menggunakan skala 4 poin untuk menandakan intensitas gejala.
a. Perubahan Psikososial
Lansia harus beradaptasi pada perubahan psikososial yang terjadi
pada penuaan. Meskipun perubahan tersebut bervariasi, tetapi beberapa
perubahan biasa terjadi pada mayoritas lansia. Pensiun sering dikaitkan
secara salah dengan kepasifan dan pengasingan. Dalam kenyataannya,
pension adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan
perubahan peran yang dapat menyebabkan stress psikososial. Stres ini
meliputi perubahan peran pada pasangan atau keluarga dan masalah
isolasi social. Faktor paling kuat yang mempengaruhi kepuasan hidup
seseorang yang pensiun adalah status kesehatan, pilihan untuk bekerja,
pendapatan yang cukup (Ebersole, Hess, 2010)
1) Pengkajian Sosial
Hubungan lansia dengan keluarga memerankan peran sentral pada
seluruh tingkat kesehatan dan kesejahteraan lansia. Alat skrining singkat
yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi social lansia adalah
APGAR Keluarga. Instrument disesuaikan untuk digunakan pada klien
yang mempunyai hubungan social lebih intim dengan teman – temannya
atau dengan keluarga. Nilai < 3 menandakan disfungsi keluarga sangat
tinggi, nilai 4 – 6 disfungsi keluarga sedang.
a) A : Adaptation
b) P : Partnership
c) G :Growth
d) A :Affection
e) R : Resolve
B. PENYAKIT ATAU GANGGUAN
1. PENGERTIAN
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24jam atau lebih yang menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2018)
Stroke hemorogik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di
otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir, penyebab stroke
hemorogi antara lain hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2019)
Maka dapat di tarik kesimpulan bahwa stoke hemorogik adalah salah
satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak
sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak
mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
2. ETIOLOGI
1. Trombosis pada arteri serebri yang memasok darah ke otak atau trombosis
pembuluh darah intrakranial yang menyumbat aliran darah.
2. Emboli akibat pembentukan trombus di luar otak seperti di dalam jantung,
aorta, atau arteri karotis kominis.
3. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)
4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibatnya adalah
penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara
atau permanen gerakan, berpikir, memori , bicara atau sensasi.
 Faktor resiko pada penyakit stroke :
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit
6. Diabetes
7. Kontrasepsi oral
8. Merokok
9. Penyalahgunaan obat
10. Konsumsi alkohol.

3. PATHOFISIOLOGI
1. Perdarahan intra serebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak membentuk massa atau
hematoma yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema disekitar
otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan
kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra serebral
sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, sub kortikal, nukleus
kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan
struktur dinding pembuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis
fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma
paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi
willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan piameter dan
ventrikel otak, ataupun di dalam ventrikel otak dan ruang sub arachnoid.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang sub aracnoid mengakibatkan
terjadinya peningkatan tekanan intra kranial yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula
dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.
Peningkatan tekanan intra kranial yang mengakibatkan perdarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Penurunan sub arachnoid
dapat mengakibatkan vaso spasme pembuluh darah serebral. Vaso
spasmeini sering kali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya pada hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vaso spasme diduga karena interaksi antara
bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan
serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang sub arachnoid. Vaso
spasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik,
afasia, dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan oksigen dan
glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan
oksigen jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70% maka akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi oksigen melalui proses metabolik
anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak [CITATION
Syl06 \l 1057 ].

4. TANDA & GEJALA


Gejala stoke hemoragik tergantung pada lokasi perdarahan dan jumlah
jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan
dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang atau
perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Gejala stroke
hemoragik bisa meliputi :
a. Perubahan tingkat kesadaran.
b. Kesulitan bicara atau memahami orang lain.
c. Kesulitan menelan.
d. Kesulitan menulis atau membaca.
e. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk,
batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
f. Kehilangan koordinasi.
g. Kehilangan keseimbangan.
h. Mual atau muntah.
i. Perubahan gerak biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan ketrampilan
motorik.
j. Kejang.
k. Sensasi perubahan biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi,
baal atau kesemutan
l. Kelemahan pada satu sisi tubuh
5. KLASIFIKASI
Klasifikasi stroke berdasarkan patologi serangan menurut LeMone et al.
(2016) dan Brunner & Suddarth (2014) meliputi :
1. Stroke iskemik.
Sumbatan dapat terjadi dari bekuan darah (trombus maupun embolus)
atau stenosis pembuluh darah akibat plak. Sumbatan pembuluh darah
besar biasanya akibat trombus. Stroke pembuluh darah kecil hingga
sangat kecil menimbulkan infark di pembuluh dalam. Klasifikasi
dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya :
a. Serangan Iskemik Transien (Transient ischemic attack, TIA), terkadang
disebut stroke kecil karena periode iskemik singkat, terlokalisasi dan
secara klinis kembali normal dalam kurun waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke Pembuluh Darah Besar (Trombosis), disebabkan oleh oklusi
trombus pada pembuluh darah serebral besar dan sering terjadi pada
lansia yang istirahat/tidur dikarenakan menurunnya tekanan darah turun
dan darah tidak mampu melalui lumen arteri yang telah sempit. Stroke
ini biasanya mengenai arteri serebral tunggal yang menyuplai korteks
serebral, menyebabkan afasia, sindrom pengabaian, dan hemianiopia.
c. Stroke Pembuluh Darah Kecil (Infark Lakunar), terjadi di bagian
terdalam otak atau batang otak dari oklusi cabang kecil arteri serebral
besar. Manifestasi mencakup hemiplegia dan disartria. 4) Stroke
Embolik Kardiogenik, terjadi ketika bekuan darah dari fibrilasi atrial,
trombi ventrikel, infark miokard, penyakit jantung kongestif,
aterosklerosis masuk dan menyumbat sistem sirkulasi serebral.
2. Stroke hemoragik.
Perdarahan jaringan otak sering terjadi pada pasien hipertensi dan
aterosklerosis serebral yang mengakibatkan ruptur pembuluh darah.
Perdarahan dapat terjadi akibat patologi arteri, tumor otak dan penggunaan
obat seperti antikoagulan oral. Perdarahan sering terjadi pada lobus serebral,
basal ganglia, talamus, pons, dan serebelum (Hickey dalam Brunner &
Suddarth, 2014). Klasifikasi stroke hemoragik, antara lain:
a. Perdarahan Intraserebral, merupakan dilatasi dinding arteri serebral yang
berisiko mudah rapuh. Penyebab aneurisma belum diketahui pasti, namun
mungkin disebabkan oleh aterosklerosis. Peningkatan TIK yang terjadi
cepat dapat mengakibatkan kematian mendadak.
b. Perdarahan Sub Arakhnoid (PSA), merupakan perdarahan dalam ruang
subarakhnoid) berasal dari AVM (Arteriovenous Malformations),
aneurisma intrakranial, trauma atau hipertensi. Penyebab tersering adalah
pecahnya aneurisma pada sekitar sirkulasi Willis.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urin rutin, cairan serebrospinal,
AGD, biokimia darah, elektrolit.
2. CT Scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan juga
untuk memperlihatkan adanya edema hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
3. Ultrasonografi doppler : untuk mengidentifikasi penyakit arterio vena.
4. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
5. MRI : menunjukkan darah yang mengalami infrak, hemoragic.
6. EEG : memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi karotis interna
terdapat pada trombosit serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisme pada
perdarahan sub arachnoid

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Menurunkan kerusakan iskemik serebral
Tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area
iskemik dengan memberikan oksigen, glukosa dan aliran darah yang
adekuat dengan mengontrol atau memperbaiki disritmia serta tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 derajat menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan : Heparin untuk menurunkan kecenderungan perdarahan
pada fase akut.
b. Obat anti trombotik : pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik atau embolik.
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
4. Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak.
Penderita yang menjalani tindakan ini sering kali juga menderita beberapa
penyakit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskuler yang luas.
Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan
dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d gangguan aliran
darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial (Domain 4. Kelas
4. Kode 00201)
2. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot (Domain 4. Kelas
2. Kode 00085)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan makan (Domain 2. Kelas 1. Kode 00002)
4. Resiko kerusakan integritas kulit b.d tirah baring lama (Domain 11.
Kelas 2. Kode 00047)
5. Defisit perawatan diri b.d kelemahan (Domain 4.kelas 5. Kode 00108)
9. INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


.
1. Resiko Setelah diberikan O : Monitor TTV
ketidakefektifan asuhan N : 1.Berikan
perfusi jaringan keperawatan penjelasan pada
cerebral b.d diharapkan keluarga tentang sebab-
gangguan aliran resiko sebab peningkatan TIK
darah sekunder ketidakefektifan dan akibatnya
akibat perfusi jaringan 2. Berikan klien bed
peningkatan cerebral teratasi rest total
tekanan dengan kriteria 3. Berikan posisi
intracranial hasil : kepala lebih tinggi
 Klien tidak 15-30 derajat
gelisah dengan letak jantung
 Tidak ada E : 1. Anjurkan klien
keluhan sakit untuk menghindari
kepala batuk dan mengejan
 Tidak ada berlebihan
keluhan mual 2. Ciptakan lingkungan

 TTV normal yang tenang

C : Kolaborasi dengan
tim dokter dalam
pemberian obat
neuroprotektor
2. Hambatan Setelah diberikan O : Kaji kemampuan
mobilitas fisik asuhan secara fungsional atau
b.d penurunan keperawatan luasnya kerusakan awal
kekuatan otot diharapkan N : 1. Ubah posisi
Hambatan minimal 2 jam
mobilitas fisik 2. Latih rentang gerak
teratasi dengan ROM
kriteria hasil : E : Ajarkan keluarga
 Mempertahan untuk menempatkan
kan posisi bantal dibawah aksila
optimal untuk melakukan
 Mempertahan abduksi pada tangan
kan kekuatan C : Kolaborasi dengan
dan fungsi tim dokter dalam
bagian tubuh pemberian obat
yang
mengalami
hemiparese
3. Ketidakseimban Setelah diberikan O : Monitor kalori dan
gan nutrisi asuhan asupan makanan
kurang dari keperawatan N : Anjurkan pasien
kebutuhan tubuh diharapkan untuk memantau kalori
b.d Ketidakseimbang dan intake makanan
ketidakmampua an nutrisi kurang (misalnya buku harian
n makan dari kebutuhan makanan)
tubuh teratasi E : Informasikan
dengan kriteria kepada keluarga tentang
hasil : kebutuhan nutrisi
 Mengerti C : Kolaborasi dengan
faktor yang ahli gizi untuk
meningkatkan menentukan jumlah
berat badan kalori dan nutrisi yang
 Mengidentifik di butuhkan pasien
asi tingkah
laku dibawah
kontrol klien
4. Resiko Setelah diberikan O : 1. Monitor kondisi
kerusakan asuhan kulit pasien
integritas kulit keperawatan 2. Monitor komplikasi
b.d tirah baring diharapkan dari tirah baring
lama Resiko kerusakan N : 1. Ubah posisi tiap
integritas kulit 2 jam sekali
teratasi dengan 2. Gunakan bantal
kriteria hasil : untuk pengganjal
 Tidak ada pada daerah yang
tanda-tanda menonjol
kerusakan 3. Jaga kebersihan
kulit kulit dan seminimal
 TTV normal mungkin hindari
trauma, panas
terhadap kulit.
E : Jelaskan pada
keluarga alasan
diperlukannya tirah
baring
C : Kolaborasi dalam
pemberian obat
5. Defisit Setelah diberikan O : 1. monitor
perawatan diri asuhan kebersihan kuku
b.d kelemahan keperawatan 2. Monitor intregritas
otot diharapkan defisit kulit pasien
perawatan diri N : 1. Fasilitasi pasien
teratasi dengan untuk menggosok gigi
kriteria hasil : dengan tepat
 Pasien mampu 2. Berikan bantuan
menjaga sampai pasien
kebersihan diri benar-benar mampu
secara mandiri merawat diri secara
 Pasien dapat mandiri
mengetahui E : Informasikan kepada
pentingnya keluarga pentingnya
kebersihan diri menjaga kebersihan
C : Kolaborasi dengan
tim medis
REFERENSI

Fransisca B Batticaca. (2018). Asuhan Keperawatan Dengan Klien Gangguan


Persyarafan.Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2018. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta :Salemba Medika
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. (2016). Konsep Klinis Proses Proses Penyakit.
Buku Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai