Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

DI RUMAH SAKIT JIWA Prof. Dr. SOEROJO MAGELANG

DI SUSUN OLEH :
NAMA : RIZKA AYU ARDIYATI
NIM : 72020040014
PRODI : PROFESI NERS

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
Jln. Ganesha I, Purwosari, Kudus 59316, Telp/Fax. +62 291 437 218
Website: www.umkudus.ac.id Email: sekretariat@umkudus.ac.id
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadan dimana sseorang pernah atau
mengalami riwayatmelakukan tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri/ orang lain/
lingkungan baik secara fisik, emosional, seksual dan verbal. Perilaku kekerasan merupakan
suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara
fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupunlingkungan (Fitria, 2009).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Stuart, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakanyang membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain
(Yoseph, 2010). Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang
stress berat, membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan:
memaki-maki orang disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri dan orang
lain, bahkan membakar rumah.

B. RENTANG RESPON

Keterangan:

a. Asertif, merupakan ungkapan rasa tidak setuju atau kemarahan yang dinyatakan atau
diungkapkan tanpa menyakiti orang lain sehingga akan memberikan kelegaan dan tidak
menimbulkan masalah. Asertif merupakan bentuk perilaku untuk menyampaikan perasaan
diri dengan kepastian dan memperhatikan komunikasi yang menunjukkan respek pada orang
lain.

b. Frustasi, adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang tidak realistis
atau hambatan dalam pencapaian tujuan.
c. Pasif, merupakan kelanjutan dari frustasi, dalam keadaan ini individu tidak menemukan
alternatif lain penyelesaian masalah, sehingga terlihat pasif dan tidak mampu
mengungkapkan perasaannya.

d. Agresif, adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak
destruktif tapi masih terkontrol. Perilaku yang tampak berupa muka masam, bicara kasar,
menuntut, dan kasar.

e. Amuk (perilaku kekerasan), yaitu perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri, sehingga individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan.
1) Faktor Psikologi
Psychoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan naluri. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh
dua insting. Pertama insting hidup yang diekpresikan dengan seksualitas, Dan
kedua insting kematian yang diekpresikan dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory; Teori yang dikembangkan pengikut Freud
ini ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu
tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada
gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau
obyek yang menyebabkan frustasi.
2) Faktor Sosial Budaya
Social-Learning Theory; Teori yang dikembangkan oleh Bandura ini
memgemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain.
Agresi dapat dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respon yang dipelajari.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekpresi agresif mana yang dapat diterima atau
tidak dapat diterima, sehingga dapat membantu individu untuk mengekpresikan
marah dengan cara yang asertif.
3) Faktor Biologis
Neorobilogical Faktor bahwa dalam susunan persyarafan ada juga yang
berubah pada saat orang agresif. Sistem limbik berperan penting dalam
meningkatkan dan menurunkan agresifitas. Neurotransmitter yang sering
dikaitkan dengan perilaku agresif yaitu; serotonin, dopamim, norepinephrin,
acetikolin, dan asam amino GABA (gamma aminobutiric acid). GABA dapat
menurunkan agresifitas, norepinephrin dapat meningkatkan agresifitas, serotonin
dapat menurunkan agresifitas dan orang yang epilepsi.

D. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan 
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal
dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

E. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Fitria (2009), tanda dan gejala dari perilaku kekerasan, adalah sebagai berikut:
a. Fisik: pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah, serta
postur tubuh kaku.
b. Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada keras
dan kasar, sikap ketus.
c. Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
sikap menentang, dan amuk/agresif.
d. Emosi: jengkel, selalu menyalahkan, menuntut, perasaan terganggu, dan ingin
berkelahi.
e. Intelektual: mendominasi, cerewet atau bawel, meremehkan, suka berdebat, dan
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
f. Sosial: penolakan untuk didekati, mengasingkan diri, melakukan kekerasan, suka
mengejek, dan mengkritik.
g. Spiritual: merasa diri berkuasa, tidak realistik, kreatifitas terlambat, ingin orang lain
memenuhi keinginannya, dan merasa diri tidak berdosa.

 Karakteristik
a. Ada ide melukai diri sendiri atau orang lain
b. Merencanakan tindakan kekerasan pada diri sendiri/orang lain/ lingkungan
c. Mengancam
d. Penyalahgunaan obat
e. Depresi berat
f. Marah/ sikap bermusuhan
g. Bicara ketus
h. Mengungkapkan kata-kata kotor
i. Mempunyai riwayat perilaku kekerasan

 AKIBAT
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang
lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan perilaku
kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan.Tanda dan
gejala:
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan
didapatkan melalui pengkajian meliputi :
a. Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tandamarah yang
diserasakan oleh klien.
b. Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,berdebat
dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampasmakanan, memukul
jika tidak senang.
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan meliputi penatalaksanaan
keperawatan dan penatalaksanaan medis.
a. Psikofarmako
1) Metode Biologik
Berikut adalah beberapa metode biologik untuk penatalaksanaan medis klien
dengan perilaku kekerasan yaitu:
i. Psikofarmakologi
Penggunaan obat-obatan untuk gangguan jiwa berkembang dari
penemuan neurobiologi. Obat-obatan tersebut memengaruhi sistem saraf pusat
(SSP) secara langsung dan selanjutnya memengaruhi perilaku, persepsi,
pemikiran, dan emosi.
Menurut Stuart (2009), beberapa kategori obat yang digunakan untuk
mengatasi perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
ii. Antianxiety dan Sedative Hipnotics
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan
didalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi
obat ini direkomendasikan untuk dalam waktu lama karena dapat
menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk
gejala depresi.
Selanjutnya pada beberapa klien yang mengalami disinhibiting effect
dari Benzodiazepines dapat mengakibatkan peningkatan perilaku agresif.
Buspirone obat Antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan
yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan
menurunnya perilaku agresif dan agitasi klien dengan cedera kepala, demensia
dan developmental disability.
iii. Antidepressant
Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif
klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan Trazodone,
efektif untuk menghilangkan agresivitas yang berhubungan dengan cedera
kepala dan gangguan mental organik. (Keliat, 2011).
b. Psikoterapi
Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan melalui proses pendekatan
keperawatan dan terapi modalitas.
1) Pendekatan proses keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan berdasarkan proses
keperawatan, yaitu meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
rencana tindakan keperawatan serta evaluasi.
i. Terapi Modalitas
Terapi kesehatan jiwa telah dipengaruhi oleh perubahan terkini
dalam perawatan kesehatan dan reimbursement, seperti pada semua
area kedokteran, keperawatan, dan disiplin ilmu keshatan terkait.
Bagian ini secara singkat menjelaskan modalitas terapi yang saat ini
digunakan baik pada lingkungan, rawat inap, maupun rawat jalan
ii. Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan
lingkungan bagi semua klien ketika mencoba mengurangi atau
menghilangkan agresif. Aktivitas atau kelompok yang direncanakan
seperti permainan kartu, menonton dan mendiskusikan sebuah film,
atau diskusi informal memberikan klien kesempatan untuk
membicarakan peristiwa atau isu ketika klien tenang. Aktivitas juga
melibatkan klien dalam proses terapeutik dan meminimalkan
kebosanan
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan klien menunjukkan
perhatian perawat yang tulus terhadap klien dan kesiapan untuk
mendengarkan masalah, pikiran, serta perasaan klien. Mengetahui apa
yang diharapkan dapat meningkatkan rasa aman klien.
iii. Terapi Kelompok
Pada terapi kelompok, klien berpartisipasi dalam sesi bersama
kelompok individu. Para anggota kelompok bertujuan sama dan
diharapkan memberi kontribusi kepada kelompok untuk membantu
yang lain dan juga mendapat bantuan dari yang lain. Peraturan
kelompok ditetapkan dan harus dipatuhi oleh semua anggota kelompok.
Dengan menjadi anggota kelompok klien dapat, mempelajari cara baru
memandang masalah atau cara koping atau menyelesaikan masalah dan
juga membantunya mempelajari keterampilan interpersonal yang
penting
iv. Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang
mengikutsertakan klien dan anggota keluarganya. Tujuannya ialah
memahami bagaimana dinamika keluarga memengaruhi psikopatologi
klien, memobilisasi kekuatan dan sumber fungsional keluarga,
merestrukturisasi gaya perilaku keluarga yang maladaptif, dan
menguatkan perilaku penyelesaian masalah keluarga.

v. Terapi individual
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan
perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara
pikir, dan perilakunya. Terapi ini memiliki hubungan personal antara
ahli terapi dan klien. Tujuan dari terapi individu yaitu, memahami diri
dan perilaku mereka sendiri, membuat hubungan personal,
memperbaiki hubungan interpersonal, atau berusaha lepas dari sakit
hati atau ketidakbahagiaan.
Hubungan antara klien dan ahli terapi terbina melalui tahap
yang sama dengan tahap hubungan perawat-klien: introduksi, kerja, dan
terminasi. Upaya pengendalian biaya yang ditetapkan oleh organisasi
pemeliharaan kesehatan dan lembaga asuransi lain mendorong upaya
mempercepat klien ke fase kerja sehingga memperoleh manfaat
maksimal yang mungkin dari terapi.

G. POHON MASALAH

Risiko mencederai diri sendiri,orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : HDR

H. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
1) Masalah keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan / amuk
3. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
2) Data yang perlu dikaji
a) Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan
a) Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh,
dan ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.

b) Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
b) Perilaku kekerasan / amuk
c) Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
d) Data Obyektif
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
c) Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
e) Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa- apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri
sendiri
f) Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup

1. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Perilaku kekerasan
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Intervensi
Diagnosa 1 : Perilaku Kekerasan
TujuanUmum :
 Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.


Tindakan :
4.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
4.2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
4.3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
4.3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
6.1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
6.3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
6.4. Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk
diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
7.1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
7.2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
8.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
8.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
9.1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping).
9.2. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien,
obat, dosis, cara dan waktu).
9.3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
10. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat :
10.1. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar
(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar
waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna
obat dan akibat berhenti minum obat
10.2. Susun jadwal minum obat secara teratur
11. Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
mengontrol Perilaku Kekerasan

Diagnosa II : Gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan Umum :
 Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling
percaya.
Tindakan:
1.4. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.5. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.6. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
2.3 Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan
yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan
yang bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
4.2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan
sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada
Tindakan :
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
b. Diagnosa keperawatan
Perilaku kekerasan
c. Fokus intervensi keperawatan
Diagnosa Strategi Pelaksanaan
Perilaku SP I PASIEN
kekerasan Membantu klien mengidentifikasi perilaku kekerasan dan mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara fisik 1: nafas dalam
1. Mendiskusikan penyebab PK
2. Mendiskusikan tanda dan gejala PK
3. Mendiskusikan PK yang dilakukan
4. Mendiskusikan akibat PK
5. Mendiskusikan cara menontrol PK
6. Melatih cara mengontrol PK dengan cara fisik 1: nafas dalam
7. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

SP II PASIEN
Membantu klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik II :
Memukul bantal
1. Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol PK dgn cara fisik 1
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II (pukul bantal/kasur)
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian

SP III PASIEN
Membantu klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal
1. Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol PK dengan cara fisik I
dan II
2. Melatih pasien mengotrol PK dengan cara verbal
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian

SP IV PASIEN
Membantu klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual
1. Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol PK dengan cara fisik I,II
dan verbal
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP V PASIEN
Membantu klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara meminum
obat
1. Mengevaluasi kemampuanmengontrol PK dengan cara fisik I,II, verbal
dan spiritual
2. Menjelaskan cara mengontrol PK dengan patuh minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 1 KELUARGA
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien
perilaku kekerasan di rumah
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut)
3. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul
benda/orang lain

SP 2 KELUARGA
Melatih keluarga melakukan cara-cara mengontrol kemarahan klien
secara langsung
1. Evaluasi pengetahuan keluarga tentang marah
2. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang
telah diajarkan oleh perawat
3. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien
dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat
4. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien
menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan

SP 3 KELUARGA
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat (dischange planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
Daftar Pustaka

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat. 2011. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed.2. jakarta : EGC
Maramis, W.F. 2009.Catatan Ilmu Keperawatan Jiwa. Surabaya: Airlangga Universitas
Press.
Stuart, G.W. and Laraia. 2009. Principles and Praktice of Psychiatric Nursing, St. Louis:
Mosby Year B
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.

STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah :Perilaku Kekerasan (PK)

a. Kondisi klien :
- Marah
- Rahang dan bibir mengatup.
- Tangan dan kaki tegang, mengepal.
- Mondar-mandir.
- Berbicara sendiri dan ketakutan.
b. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan

c. Tujuan
1. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
4. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
5. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya
6. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.

SP 1 Pasien :
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan
gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara
mengontrol secara fisik I

ORIENTASI:
“Assalamualaikum pak, perkenalkan nama saya Deni Maslikah, panggil saya Deni,
saya perawat yang dinas di ruangan ini. Hari ini saya dinas pagi dari pkl. 07.00-
14.00. Saya yang akan merawat bapak selama bapak di rumah sakit ini. Nama
bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di
ruang tamu?”
KERJA:
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, jadi ada ...
penyebab marah bapak”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak pulang ke rumah dan istri belum
menyediakan makanan(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak
rasakan?” (tunggu respons pasien)
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak memukul istri bapak dan
memecahkan piring, apakah dengan cara ini makanan terhidang? Iya, tentu tidak.
Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi sakit dan takut, piring-
piring pecah. Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak
belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkanrasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak
berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –
lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari
hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali,
bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak
rasakan ........ (sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta
akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu,
apa yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan
napas dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali
sehari bapak mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak, Assalamu’alaikum”
SP 2 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2
a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
ORIENTASI
“Assalamualaikum pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya
datang lagi”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan
fisik untuk cara yang kedua”
“Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
Dimana kita bicara?Bagaimana kalau di ruang tamu?”
KERJA
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-
debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan
bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi
kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan
kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan,
pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutinjika ada perasaan marah. Kemudian
jangan lupa merapikan tempat tidurnya
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur bantal
mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi.
dan jam jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan
kedua cara tadi ya pak. Sekarang kita buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari
bapak latihan memukul kasur dan bantal serta tarik nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar
bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa”

SP 3 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :
a. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
ORIENTASI
“Assalamualaikum pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur bantal?,
apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya mandiri;
kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah
kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
KERJA
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah
sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah
lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga
caranya pak:
Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya larena
minta uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta uang dengan baik:”Bu, saya
perlu uang untuk membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini untuk meminta baju,
minta obat dan lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus pak.”
Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya,
katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba
bapak praktekkan. Bagus pak”
Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal
bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu’. Coba
praktekkan. Bagus”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol
marah dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari bapak
mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang, dll.
Bagus nanti dicoba ya Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu
dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai nanti
ya”
SP 4 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal
b. Latihan sholat/berdoa
c. Buat jadual latihan sholat/berdoa
ORIENTASI
“Assalamualaikum pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya
datang lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu
dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?
KERJA
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik, yang
mana mau dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas dalam.
Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga,
ambil air wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan
caranya (untuk yang muslim).”
TERMINASI
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga
ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa kali
bapak sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak merasa
marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat
tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa
marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja,
jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol
rasa marah bapak, setuju pak?”
SP 5 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang sudah
dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama
pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan
benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
c. Susun jadual minum obat secara teratur
ORIENTASI
“Assalamualaikum pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur bantal,
bicara yang baik serta sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara
teratur?. Coba kita lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang
benar untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit”
KERJA (perawat membawa obat pasien)
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”
Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa
Bapak minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar
pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks dan tegang, dan yang
merah jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang.
Semuanya ini harus bapak minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 sian g, dan jam 7
malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya bapak bisa mengisap-isap es batu”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya
istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat
apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam
berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini
minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya
pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat
yang benar?”
“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara minum
obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?. Sekarang
kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan
semua dengan teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak melaksanakan
kegiatan dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai jumpa”

Anda mungkin juga menyukai