Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST LAPARATOMY


DI RUANG ICU RSUD RA KARTINI JEPARA

Disusun oleh :

Nama : Khurimatur Rizam

NIM : 72020040031

Prodi : Profesi Ners

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor, dengan
melakukan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan
bagian organ abdomen yang mengalami masalah (perdarahan, perforasi, kanker, dan
obstruksi). Tindakan laparatomi dapat dilakukan dengan beberapa arah sayatan: (1)
median untuk operasi perut luas, (2) paramedian (kanan) umpamanya untuk massa
appendiks, (3) pararektal, (4) mcburney untuk appendektomi, (5) insisi pfannenstiel
untuk operasi kandung kemih atau uterus, (6) transversal, (7) subkostal kanan
umpamanya untuk kolesistektomi (Dictara, 2018).
Menurut survei WHO Jumlah pasien pasca operasi Laparatomi dengan indikasi
Peritonitis di dunia berkisar 5,9 jt/tahun. Sedangkan di Indonesia peritonitis
merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada penderita bedah dengan
mortalitas sebesar 10-40% (Fitria & Ambarwati, 2014).
Menurut hasil analisa laporan kinerja RSUD Dr. Moewardi 2017, diperoleh
data mortalitas kasus peritonitis akut menduduki posisi ke 4 dari sepuluh besar
penyakit penyebab kematian, angka kejadian post laparatomi dengan peritonitis
meruapakan salah satu dari 10 besar kasus terbanyak di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta yang berada di Provinsi Jawa Tengah.
B. TUJUAN
1. Mahasiswa Mampu Mengetahui Pengertian Post Laparatomy
2. Mahasiswa Mampu Mengetahui Etiologi Post Laparatomy
3. Mahasiswa Mampu Mengetahui Manifestasi Klinis Post Laparatomy
4. Bagaimana Patofisiologi Post Laparatomy
5. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Pada Post Laparatomy
6. Mahasiswa Mampu Rencana Terapi Pada Post Laparatomy
7. Mahasiswa Mampu Mengetahui Asuhan Keperawatan Post Laparatomy
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya

perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2010).

Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi.

(Lakaman 2011).

B. ETIOLOGI
Etiologi sehingga dilakukan laparatomi adalah karena disebabkan oleh

beberapa hal (Smeltzer, 2012) yaitu:

1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam).

2. Peritonitis.

3. Perdarahan saluran cerna.

4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.

5. Massa pada abdomen

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri tekan.

2. Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernafasan.

3. Kelemahan.

4. Gangguan integumen dan jaringan subkutan.

5. Konstipasi.

6. Mual dan muntah, anoreksia.


D. PATOFISIOLOGI
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional

(Dorland, 2011). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis

akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2010).

Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang

dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada

trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja

(Smeltzer, 2011). Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa

trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja

(Smeltzer, 2011).

Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan

atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih

bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan ,

pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt)

dapat mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga harus di lakukan

laparatomy.(Arif Muttaqin, 2013).

Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat kehilangan


darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-organ, nyeri, iritasi cairan
usus. Sedangkan trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh
atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah,
kontaminasi bakteri, kematian sel. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan
respon stress dari saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas
kulit, syok dan perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi,
nyeri akut.(Arif Muttaqin, 2013).
E. PATH WAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;

kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya

darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.

1. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.

2. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.

3. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran

kencing.

Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang

diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang

disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum

pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah

atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.

Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan

memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam

rongga peritonium.

Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy, adalah;

1. Respiratory: Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.

2. Sirkulasi: Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.

3. Persarafan : Tingkat kesadaran.

4. Balutan: Apakah ada tube, drainage ? Apakah ada tanda-tanda infeksi? Bagaimana

penyembuhan luka?
5. Peralatan: Monitor yang terpasang, cairan infus atau transfusi.

6. Rasa nyaman: Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.

7. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.Pengkajian

G. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaaan Medis
a. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan
b. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan.
c. Pemantauan status pernafasan dan CV.
d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika
diindikasikan.
e. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex : komponen
darah, albumin, plasma atau pengganti plasma).
f. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik
(mengurangi retensi cairan dan edema)
2. Penatalaksanaan Keperawatan

Perawatan sesudah pembedahan

a. Aktivitas dan posisi


Penderita harus diperintahkan untuk berbaring ditempat tidur sehingga
keadaannya stabil. Posisi mula-mula biasanya terlentang, tetapi penderita harus
dibalikkan kesisi kiri/kanan setiap 30 menit sementara ia tidak disadarkan diri
dan setiap jam sebelumnya. Posisi harus ditentukan misalnya. Terlentang, kaki
tempat tidur di ganjal, duduk dsb.
b. Makanan
Tidak diperkenankan menelan apa-apa sesudah pembedahan, dalam kasus yang
lain makanan khusus yang diberikan dengan segera. Pada penderita yang mula-
mula NPO, cairan boleh diberikan, bilamana fungsi pencernaan sudah mulai
berfungsi dan makanan boleh diberikan bilamana kita sudah mengetahui bila
cairan yang diberikan dapat ditoleransi.
c. Perawatan pernapasan
Penderita yang dapat bernapas secara spontan harus dianjurkan untuk batuk
dan hiperventilasi setiap jam atau setiap dua jam untuk mencegah terjadinya
atelektasis.
d. Cairan intravena
Pesan-pesan dituliskan untuk jenis cairan dan kecepatan infuse.
e. Sistem air kemih
Derajat perbandingan pengeluaran air kemih pada penderita yang memakai
kateter domonitor setiap jam seperti halnya tanda-tanda vital lainnya. Bilamana
tidak dipasang kateter, ahli bedah harus diberitahu bila penderita tidak buang
air kecil pada waktu tertentu, yang paling baik adalah 6 jam sesudah
pembedahan.
f. Intake dan output
Cairan dari semua sumber harus pada suatu waktu tertentu, biasanya setiap 8
jam dan berat badan ditimbang setiap hari sesudah pembedahan besar.

( Nursalam,2015 )

H. PENGKAJIAN
1. Pola Persepsi – Manajemen Kesehatan
Biasanya klien tidak mengetahui penyebab penyakitnya
2. Pola Nutrisi Metabolik
Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan, pantangan makanan, alergi
terhadap makanan dan nafsu makan. Biasanya pada klien post operasi akibat
peritonitis terdapat mual, muntah dan anoreksia. 
3. Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi yang harus dikaji meliputi frekuensi buang air besar,
konsistensinya dan keluhan selama buang air besar. Frekuensi buang air kecil,
warna, jumlah urine tiap buang air kecil. Pada klien dengan post operasi biasanya
dijumpai penurunan jumlah urine akibat intake cairan yang tidak adekuat akibat
pembedahan.
4. Pola Latihan dan Aktivitas
Pada pola aktivitas meliputi kebiasaan aktivitas sehari-hari. Pada klien dengan
post operasi biasanya ditemukan keterbatasan gerak akibat nyeri.
5. Pola Istirahat dan Tidur
Pada pola istirahat tidur yang harus dikaji adalah lama tidur dalam sehari,
kebiasaan pada waktu tidur. Pada klien post operasi bisa ditemukan gangguan
pola tidur karena nyeri. .
6. Pola Persepsi dan Kognitif
Biasanya klien masih dapat menerima informasi namun kurang berkonsentrasi
karena nyeri pada abdomennya.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Biasanya klien mengalami gangguan konsep diri karena kebutuhan fisiologisnya
terganggu sehingga aktualisasi diri tidak tercapai pada fase sakit.
8. Pola Peran dan Hubungan
Biasanya klien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan peran klien
pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan (ex: tidak dapat menjalankan
peran sebagai Kepala keluarga).
9. Pola Seksual – Reproduksi
Biasanya klien mengalami gangguan seksual- reproduksi
10. Pola Koping – Toleransi Stress
Biasanya klien mengalami kecemasan yang berangsur-angsur dapat menjadi
pencetus stress.
11. Pola Nilai & Kepercayaan
Biasanya klien tidak dapat melaksanakan sholat seperti biasanya Karena posisi
klien dalam keadaan tirah baring.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan dilakukannya tindakan insisi bedah.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya sayatan / luka operasi laparatomi.

3. Gangguan imobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas dari anggota

tubuh.
J. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Dx keperawatan NOC NIC


1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi tingkat kecemsan
keperawatan di harapkan
berhubungan dengan 2. Bantu klien mengenal situasi
nyeri berkurang dengan
dilakukannya tindakan yang menimbulkan
Kriteria Hasil :
insisi bedah. 1. Mampu mengontrol kecemasan

kecemasan 3. Kaji karakteristik nyeri

2. Mengontrol nyeri 4. Instruksikan pasien

3. Kualitas tidur dan menggunakan tehnik rekasasi

istirahat adekuat 5. Berikan posisi nyaman sesuai

4. Status kenyamanan kebutuhan


meningkat
6. Kolaborasi pemberian obat
analgetik
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala
keperawatan diharapkan
berhubungan dengan infeksi sistemik dan lokal
klien tidak terkena infeksi
adanya sayatan / luka dengan kriteria hasil : 2. Bersihkan luka

operasi laparatomi. 1. Klien bebas dari tanda 3. Ajarkan cara menghindari

dan gejala infeksi infeksi

2. Menunjukkan 4. Instruksikan pasien untuk

kemampuan untuk minum obat antibiotik sesuai

mencegah timbulnya resep

infeksi 5. Berikan terapi antibiotik IV

3. Jumlah leukosit dalam bila perlu

batas normal
3 Gangguan imobilisasi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor vital sign
berhubungan dengan keperawatan di harapkan sebelum/sesudah latihan dan
klien dapat melakukan
pergerakan terbatas lihat respon pasien saat
aktivitas dengan normal
dari anggota tubuh. dengan latihan
Kriteria hasil : 2. Latih pasien dalam
1. Klien meningkat dalam
pemenuhan kebutuhan
aktivits fisik
ADLs secara mandiri sesuai
2. Mengerti dari tujuan
kebutuhan
dari peningkatan
3. Kaji kemampuan pasien
mobilitas
dalam mobilisasi
3. Memeragakan
4. Konsultasi dengan terapi
penggunaan alat
fisik tentang rencana
4. Bantu untuk mobilisasi
ambulasi sesuai kebutuhan

5. Ajarkan pasien bagaimana


merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

K. REFERENSI
Brunner and suddart. (2011). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth

Edition. J.B. Lippincott Campany, Philadelpia.

Doenges, Marilynn E. (2011). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2012. Capita ,Selekta Kedokteran. Bakarta :Media

Aesculapius.

Muttaqin, Arif. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA : Masalah Yang Lazim

Muncul

Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Nursalam. 2010. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan, Edisi II. Salemba Medika. Jakarta

 Prasetyo, S. N. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta :

Graha Ilmu.

Soeparman, dkk. 2010. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. 2010. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and

Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai