Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Amyotrophic lateral sclerosis adalah penyakit motor neuron progresif atropi yang dapat
menyebabkan kecacatan, kelumpuhan bahkan kematian. penyakit ini dinamai amyotropi
karena patofisiologinya yaitu adanya atropi pada serabut otot, dimana terputusnya hubungan
karena degenerasi dari sel horn. Pada bagian lateral sclerosis merujuk pada perubahan pada
sarf tulang belakang dimana akson upper motor neuron (UMN) pada area ini degenerasi dan
digantikan oleh jaringan fibrosis.1
Penyakit ALS sendiri bersifat fatal dengan rata-rata angka harapan hidupnya 3 tahun
sejak onset kelemahan terjadi.2 Penumonia aspirasi dan komplikasi kesehatan dari imobilitias
merupakan penyebab kematian pada pasien dengan penyakit ini. ALS pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1869 oleh neurologis Prancis, Jean-Martin Charcot namun lebih
dikenal luas di Amerika Serikat setelah pemain baseball bernama Lou Gehrig didiagnosa
dengan penyakit ini tahun 1939. Faktor genetik sangat berperan dalam penyakit ini, terjadi
pada sekitar 5-10%, tetapi pada beberapa kasus, belum diketahui mengapa ALS terjadi hanya
pada beberapa orang saja.3
ALS biasanya dimulai dengan kelemahan pada otot tangan atau kaki, atau bicara
menjadi pelo. Akhirnya, ALS mempengaruhi kemampuan sesorang untuk mengendalikan
otot-otot yang diperlukan untuk bergerak, berbicara, makan dan bernafas. Mendiagnosis ALS
tetap sulit karena kurangnya pemeriksaan atau tes yang dapat membuktikan diagnosis. Pada
tahun 1994 kriteria diagnostik El Escorial, menjadi kriteria diagnostik ALS oleh Federasi
Dunia Neurology.3
Menegakkan diagnosis ALS cukup sulit karena kurangnya alat serta pemeriksaan yang
diperlukan untuk menunjang diagnose penyakit ini. Pada beberapa kasus, ALS secara klinis
patologis tumpang tindih dengan penyakit dementia frontotemporal dan dapat memiliki
mekanisme biologis yang mirip dnegan penyakit Alzheimer, Parkinson dan penyakit
neurodegenerasi lainnya.1 Pada referat ini akan dibahas mengenai beberapa hal tentang
Amyotrophic lateral sclerosis.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
ALS adalah gangguan neurologis yang memengaruhi neuron motorik di otak dan
sumsum tulang belakang, ditandai dengan penumpukan neurofilamen dan serat saraf sakit
yang mengakibatkan hilangnya kontrol otot volunter seseorang. Penyakit ini bersifat
progresif yang dikarakteristikkan oleh degenrasi UMN dan LMN (upper dan lower mtor
neuron).
Sebuah jaringan saraf membawa pesan dari otak, menuruni tulang belakang dan keluar
ke berbagai bagian tubuh. Termasuk dalam jaringan ini adalah motor neuron yang membawa
pesan ke otot-otot rangka. Pada ALS kemampuan sel saraf semakin berkurang dan akhirnya
mati. Akibatnya, otot rangka tidak menerima sinyal saraf yang mereka butuhkan untuk
berfungsi dengan baik dan terjadi atrofi otot-otot secara bertahap karena kurangnya
penggunaan dan paralisis.4
"Amyotrophy" mengacu pada atrofi serat otot, menyebabkan kelemahan otot yang
terkena dan fasikulasi. "Sklerosis lateral" mengacu pada pengerasan saluran kortikospinalis
anterior dan lateral sebagai MNS.5

Amyotrophic lateral sclerosis 8

2.2 Anatomi dan Fisiologi


2.2.1 Upper Motor Neuron
Upper motor neuron (UMN) adalalah neuron-neuron motorik yang berasal dari korteks
motorik serebri atau batang otak dengan saraf-sarafnya yag berada di dalam sistem saraf

2
pusat. Berdasarkan perbedaan anatomi dan fisiologis, kelompok UMN dibagi dalam
susunan/traktus piramidal dan susunan ekstrapiramidal.4
Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus kortikukobulbar.
Traktus kortikobulbar berfungsi untuk gerakan pada otot kepala dan leher, sedangkan traktus
kortikospinal berfungsi untuk gerakan otot tubuh dan anggota gerak. Traktus ekstrapiramidal
dibagi menjadi lateral pathway dan medial pathway. Lateral pathway terdiri dari traktus
rubrospinal dan medial pathway terdiri dari traktus vestibulospinal, traktus tektospinal dan
traktus retikulospinal. Medial pathway mengendalikan tonus otot dan pergerakan kasar
daerah leher, dada dan ekstremitas bagian proksimal. Lateral pathway berfungsi sebagai
kontrol tonus otot dan presisi pergerakan dari ekstremitas bagian distal.4
2.2.2 Lower Motor Neuron
Lower motor neuron (LMN) adalah neuron-neuron motorik yag berasal dari sistem
saraf pusat tetapi serat-serat sarafnya keluar dari sistem saraf pusat dan membentuk sistem
saraf tepi dan berakhir di otot rangka. LMN mempersarafi serabut otot dengan berjalan
melalui radiks anterior, nervus spinals dan saraf tepi. LMN terdiri dari 2 tipe yakni, alfa-
motoneuron memiliki akson yang besar, tebal dan menuju ke serabut otot ekstrafusal (aliran
impuls saraf yang berasal dari otak/medulla spinalis menuju ke efektor), sedangkan gamma-
motorneuron memiliki akson ynag berukuran kecil, halus dan menuju ke serabut otot
intrafusal (aliran impuls saraf dari reseptor menuju ke otak/medulla spinalis).4
2.2.3 Jaras Motorik UMN dan LMN
Jaras motorik dari otot ke medulla spinalis dan juga dari serebrum ke batang otak
dibentuk oleh UMN. UMN bermula di dalam korteks pada sisi yang berlawanan di otak,
menurun melalui kapsula interna, menyilang ke sisi berlawanan di dalam batang otak,
menurun melalui traktus kortikospinal dan ujungnya berakhir pada sinaps LMN. LMN
menerima impuls di bagian ujung saraf posterior dan berjalan menuju gabungan mioneural.
Berbeda dengan UMN, LMN berakhir di dalam otot.4

3
Jaras Sistem Motorik UMN dan LMN.6

Jalur neuroanatomik yang terlibat dalam ALS6

2.3 Epidemiologi
ALS dialami oleh 1 dari 3 orang per 100.000 di seluruh dunia. Insidensi tahunan
penyakit ini di Eropa adalah 2,16 per 100 ribu orang/tahun. Di Indonesia, pendataan yang
pasti belum ada sehingga insidensi di Indonesia tidak diketahui secara pasti. Kebanyakan
penderita ALS adalah pria dengan rasio 1,5:1. Pada ALS familial, rasio ini hampir sama.

4
Sekitar 5-10% kasus ALS bersifat genetik. Pada tipe familial, usia terbanyak adalah 47-
52 tahun dan pada tipe sporadik, usia terbanyak adalah 58-63 tahun.7,8 Tipe familial
menunjukkan adanya penurunan dominan autosomal, dengan onset usia yang lebih muda dan
telah diidentifikasi adanya mutasi gen enzim superoksid dismutase.
Selain itu hal ini lebih sering terjadi pada mereka yang terpapar oleh timah, memiliki
riwayat keluarga dengan penyakit ini. Sayangnya, tidak ada pengobatan untuk
menyembuhkan penyakit ini dan prognosisnya sangat buruk, dengan angka kelangsungan
hidup pasien rata-rata 3 tahun setelah onset dari penyakit ini (meskipun pada pasien yang
lebih muda biasanya bertahan lebih lama). Kebanyakan penderita ALS meninggal karena
komplikasi pernafasan yaitu gaga nafas, rata-rata 3 tahun atau sekitar 2-4 tahun setelah onset,
beberapa penderita dapat bertahan hidup hingga satu dasawarsa atau lebih.9

2.4 Etiologi
Penyebab pasti ALS belum diketahui. Terdapat beragam hipotesis tentang etiologi ALS
seperti faktor genetik, merokok sigaret, diet tinggi lemak, dan diet tinggi glutamat. Faktor
lingkungan berupa intoksikasi timah dan merkuri juga diduga menjadi penyebab ALS. Begitu
pula kondisi eksitotoksik asam-asam amino, terutama glutamat, diduga kuat menyebabkan
ALS.10,11
Beberapa studi menunjukkan bahwa pada ALS terjadi degenerasi neuron motorik
akibat apoptosis, yang dipicu oleh stress oksidatif dan disfungsi mitokondria. Jadi dapat
disimpulkan bahwa meskipun penyebab pasti ALS belum diketahui namun terdapat beberapa
faktor yang diduga berhubungan dengan kejadian ALS seperti: 10,11,12
1. Genetik (familial)
2. Toksisitas glutamate
3. Intoksikasi timah dan merkuri
4. Stress oksidatif
5. Disfungsi mitokondria
6. Faktor-faktor lain seperti penyakit autoimun, defisiensi kalsium dan magnesium.

2.5 Patofisiologi
Penyebab pasti ALS belum diketahui secara pasti. Beragam hipotesis tentang etiologi
penyakit ini masih controversial: merokok, diet tinggi emak atau tinggi glutamat.9,10 faktor
lingkungan intoksikasi timah dan merkuri juga diduga sebagai penyebab ALS. Namun

5
hipotesa diatas memerlukan riset lanjutan, karena memang beberapa paparan lingkungan
dapat mengubah susunan genetik melalui mekanisme epigenetik.
1. Faktor Genetik
Penyebab genetik dari kebanyakan kasus familial ALS tidak diketahui, tetapi 20 % dari
kasus familial ALS memperlihatkan mutasi pada protein copper-zinc superoxide dismutase
(SOD1), yang ditemukan pada kromosom 21.10 SOD1, adalah enzim yang memerlukan
tembaga, mengkatalisasi konversi radikals superoksida yang bersifat toksik menjadi hidrogen
peroksida dan oksigen. Atom tembaga memediasi proses katalisis yang terjadi. Mutasi pada
SOD1 yang mengganggu fungsi antioksidan menyebabkan akumulasi superoksida yang
bersifat toksik.

Patofisiologi Faktor Gentetik terhadap ALS.6


Familial ALS tidak dapat dibedakan secara klinis dari ALS sporadik, sehingga ada
alasan untuk mempercayai bahwa kerusakan oksidatif pada neuron adalah mekanisme normal
yang melandasi semua bentuk ALS.
2. Excitotoxicity
Penelitian juga difokuskan pada peran glutamat dalam proses degenerasi neuron
motorik. Glutamat merupakan salah satu dari neurotransmitter dalam otak yang paling
penting dalam pengantaran sinyal dari satu neuron ke neuron lainnya dalam otak. Para ilmuan
menemukan bahwa bila dibandingkan dengan orang normal, penderita ALS memiliki kadar
glutamat dalam serum dan cairan tulang belakang lebih tinggi. Penelitian laboratorium telah
menunjukkan bahwa neuron mulai mati saat terekspos dengan glutamat berlebih dalam waktu
yang lama. Sekarang, para ilmuan mencoba mencari tahu mekanisme yang menyebabkan
peningkatan dan penumpukan glutamat yang tidak dibutuhkan dalam cairan spinal dan
bagaimana pengaruh ketidakseimbangan ini memberikan pengaruh dalam perkembangan
ALS.11

6
3. Stres Oksidatif
Stres oksidatif telah beberapa lama dikaitkan dengan neurodegenerative dan diketahui
bahwa akumulasi reactive oxygen species (ROS) menyebabkan kematian sel. Seperti mutasi
pada enzim superoxide dismutase anti-oksidan 1 (SOD1) gen dapat menyebabkan ALS, ada
ketertarikan yang signifikan dalam mekanisme yang mendasari proses neurodegenerative di
ALS. Hipotesis ini didukung oleh temuan dari perubahan biokimia yang mencerminkan
kerusakan radikal bebas dan metabolisme radikal bebas yang abnormal dalam jaringan
sampel CSF dan pasca mortem pasien ALS.11
4. Disfungsi mitokondria
Kelainan morfologi mitokondria dan biokimia telah dilaporkan pada pasien ALS.
Mitokondria dari pasien ALS menunjukkan tingkat kalsium tinggi dan penurunan aktivitas
rantai pernapasan kompleks I dan IV, yang melibatkan ketidakmampuan metabolisme
energi.11
Beberapa penjelasan mekanisme yang menjelaskan proses amyotrophic lateral
sclerosis antara lain;
- SOD1-Induced Toxicity
ALS sporadik dan familial secara klinis dan patologis serupa, sehingga ada
kemungkinan memiliki patogenesis yang sama. Walaupun hanya 2 % penderita ALS
memiliki mutasi pada SOD1, penemuan mutasi ini merupakan hal penting pada penelitian
ALS karena memungkinkan penelitian berbasis molekular dalam patogenesis ALS. SOD1
adalah enzim yag memerlukan tenaga tembaga, mengkatalisasi konversi radikal superoksida
yang bersifat toksik menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Atom tembaga memediasi
proses katalis yang terjadi. SOD1 juga memiliki kemampuan peroksidasi, termasuk
peroksidasi, pembentukan hidroksil radikal, dan mutasi tirosin. Mutasi pada SOD1 yang
mengganggu fungsi antioksidan menyebabkan akumulasi superoksida yang bersifat toksik.
Hipotesis penurunan fungsi sebagai penyebab penyakit ternyata tidak terbukti karena ekspresi
belebihan dari SOD1 yang termutasi (dimana alanin menstubstitusi glisin pada posisi 93
SOD1 (G93A) menyebabkan penyakit pada saraf motorik walaupun adanya peningkatan
aktivitas SOD1. Oleh karena itu, mutasi SOD1 menyebabkan penyakit dengan toksisitas yang
mengganggu fungsi, bukan karena penurunan aktivitas SOD1.13

7
Mutasi SOD1 pada ALS13
-
Peroxynitrite and Zinc
Menurut teori gain-of-function, mutasi pada SOD1 mengubah enzim sehingga
meningkatkan reaktivitas dengan substrat abnormal. Sebagai contoh nutrisi tirosin yang
abnormal dapat merusak potein jika peroksinitrit radikal digunakan sebagai substrat SOD1.
Kadar free nitrotirosin pada korda spinalis meningkat pada pasien dengan ALS baik sporadik
maupun familial. Mutasi SOD1 dapat menyebabkan kerusakan oksidatif dengan mengganggu
kemampuan enzim untuk mengikat seng (zinc). Dengan kurangnya zink, SOD1 menjadi
kurang efisien dalam superoksida, dan tingkat nutrisi tirosin meningkat. Mutasi SOD1 juga
menurunkan afinitas enzim dengan seng, sehingga protein bermutasi dan mengasumsikan
kekurangan seng menjadi toksik. Ada juga teori yang menyatakan pasien dengan ALS
sporadik, SOD1 yang normal mungkin dapat mengalami kekurangan seng menjadi toksik.14

Interaksi zink dan mutasi SOD1.13

- Copper and SOD1 Aggregates


- Disorganization of Intermitten Filaments
Neurofilaments
Target SOD1 induce toxicity meliputi protein neurofilamen yang terdiri dari subunit
berat, medium dan ringan. Mereka memiliki peranan dalam transpor aksonal dan dalam
menentukan bentuk sel dan kaliber akson. Akson berkaliber besar yang kaya dengan
neurofilamen sangat terpengaruh pada ALS, dan kadar neurofilamen mungkin penting perlu
selective neuronal vulnerability. Abnormalitas pada neurofilamen dapat menyebabkan

8
degenerasi saraf. Keterlibatan langsung neurofilamen dalam patogenesis dipikirkan, karena
penemuan bahwa ekspresi berlebih subunit mutasi atau tipe liar yang menyebabkan disfungsi
saraf motorik dan degenerasi akson dan berakibat pada pembengkakan neurofilamen yang
serupa dengan yang dialami pasien ALS.13

- Calcium Homeostasis and Excitoxoxicity


Calcium-Binding Proteins
ALS melibatkan kekacauan kalsium bebas intraseluler,. Homeostasis kalsium abnormal
mengakibatkan berbagai peristiwa yang akhirnya memicu kematian sel. Pada pasien ALS,
hambatan dari motor neuron tertentu (misalnya, neuron okulomotor) mungkin terkait dengan
kehadiran kalsium pengikat protein yang melindungi terhadap efek racun dari level kalsium
intraseluler yang tinggi.13
- Glutamate Receptors and Transporters
Mekanisme cedera eksitotoksi neuron melibatkan masuknya kalsium ekstraseluler
berlebihan melalui aktivitas reseptor glutamat yang tidak seharusnya. Glutamat merupakan
neurotransmitter perangsang utama dalam sistem saraf pusat, bertindak melalui 2 kelas
reseptor G-protein coupled receptor, yang ketika diaktifkan, mengarah ke pelepasan
cadangan kalsium intraseluler, dan saluran ion-gated glutamate, yang dibedakan oleh
sensitivitas mereka untuk asam N-metil-D-aspartat (NMDA). Saluran NMDA-reseptor adalah
kalsium permeable, sedangkan permeabilitas saluran non-NMDA-reseptor (diaktifkan oleh
agonis selektif kainit dan amino-3-hidroxy-5-metil-4-isoxazole asam propionate [AMPA])
bervariasi dengan komposisi subunit reseptor. Jika suatu subunit khusus (GluR2) hadir,
saluran tersebut kedap kalsium. Sebaliknya, reseptor AMPA yag GluR2 kurangnya adalah
kalsium-permeabel. Kegiatan subunit GluR2 tergantung pada editing pasca transkripsional
GluR2 mRNA. Kerentanan selektif neuron motor AMPA dapat dijelaskan baik oleh fakta
bahwa ekspresi GluR2 di neuron motor biasnya lebih rendah daripada di neuron lain atau
suatu penurunan dalam mRNA GluR2 pada pasien dengan ALS. Kemungkinan excitotoxicity
glutamate pada pasien dengan LS diketahui dengan ditemukannya peningkatan kadar
glutamat pada pasien dengan ALS diketahui ditemukannya peningkatan kadar glutamat
dalam CSS pada pasien dengan ALS. Peningkatan glutamat bisa menjadi eksitotoksik,
dengan meningkatkan kadar kalsium gratis melalui aktivitas langsung kalsium permeable
reseptor atau saluran kalsium. Meningkatnya kadar glutamat dalam CSS juga dapat hasil dari
gangguan transportasi glutamat pada sistem saraf pusat. Kegiatan sinapsis glutamat biasanya
diakhiri oleh reuptake neurotransmitter oleh rangsang transporter asam amino (EAATs),

9
biasanya protein EAAT1 dan EAAT2 pada asitrosit perisynaptic. Rohstein, mengatakan
bahwa hilangnya selektif EAAT2 pada protein dengan ALS mengganggu transportasi
glutamate, kehilangan EAAT2 ini disebabkan kelainan mRNA EAAT2.13
Mutasi SOD1 juga dapat mempengaruhi tingkat kalsium intraselular melalui efek
toksik langsung pada mitokondria, yang penting untuk kalsium homeostasis. Beban
metabolik yang tinggi pada neuron motor dan ketergantungan akibat sel-sel pada fosforilasi
oksidatif dapat membuat mereka rentan terhadap hilangnya fungsi mitokondria.13
- Apoptosis
Banyaknya pemicu ALS dapat mengganggu beragam fungsi sel yang penting untuk
kelangsungan hidup motor neuron. Dalam SOD1-mediated ALS, kemungkinan besar motor
neuron mati akibat apoptosis. Walaupun apoptosis adalah peristiwa diakhir degenerasi motor
neuron, penghambatan kematian sel terprogram mungkin memperbaiki ALS. Beberapa teori
menjelaskan patogenesis molekul ALS. Kemungkinan bahwa lebih dari satu mekanisme ini
memberikan konstribusi untuk ALS manusia.13

Degenerasi motor neuron pada ALS.13

2.6 Gejala Klinis


Gejala dari ALS muncul ketika neuron motorik pada otak dan medulla spinalis mulai
berdegenerasi. Onset ALS mungkin begitu halus sehingga gejala awal sering diabaikan dan
dianggap sebagai suatu proses penuaan. Bagian tubuh yang terpengaruh pada gejala-gejala
awal ALS tergantung dari otot mana yang diserang pertama kali. Dalam beberapa kasus,
gejala awalnya mempengaruhi salah satu kaki, dan pasien mengalami kesulitan saat sedang
berjalan atau berlari dan pasien lebih sering tersandung daripada sebelumnya. Beberapa
penderita merasakan gangguan untuk pertama kali pada tangan saat mengalami kesulitan

10
dalam melakukan pergerakan-pergerakan sederhana yang membutuhkan keterampilan tangan,
seperti mengancingkan kemeja, menulis, atau memasukkan dan memutar kunci dalam lubang
kunci. Sedangkan beberapa pasien yang lain, mengalami masalah bicara terlebih dahulu.4,5,6
Tanda LMN harus jelas untuk diagnosis yang valid. Fasikulasi mungkin terlibat pada
lidah meskipun tanpa disartria. Jika terdapat kelemahan dan otot tubuh yang mengecil
fasikulasi biasanya sudah mulai terlihat. Refleks tendon mungkin meningkat atau menurun.
Kombinasi dari refleks yang berlebihan dengan tanda Hoffman pada lengan tangan dan lemah
serta otot yang fasikulasi sebenarnya merupakan tanda yang patognomonik dari ALS (kecuali
untuk sindrom motor neuropati). Tanda yang khas pada kelainan UMN adalah babinsky dan
klonus. Kelainan berjalan yang spastik dan terlihat tanpa tanda LMN pada kaki, kelemahan
pada kaki mungkin tidak ditemukan, tetapi inkoordinasi terbukti dengan kecanggungan dan
kejanggalan dalam penampilan ketika bergerak. 4,5,6
Gejala-gejala ALS bervariasi dari satu orang ke orang lain tapi sebagian memiliki
keluhan:

Hubunngan Antara Gejala dengan Lokasi Kerusakan Saraf Motorik


Medulla Lesi UMN Pseudobulbar Spstisitas lidah
penyebab lain Disartria
termsuk Refleks meningkat
stroke Emosi labil
Gangguan pernafasan dan
menelan
Lesi UMN Disartria
dan LMN Disfagia
Jaw reflex meningkat
Lesi LMN Bulbar palsy Atrofi lidah dan fasikulasi dan
adanya tanda corrugated tongue
Traktus Lesi UMN Kelemahan spastik
Kortikospi Kekakuan
nalis Refleks meningkat
Sel Lesi LMN Kelemahan falskid
Tanduk Fasikulasi otot
Anterior Kelemahan otot pernafasan

Tabel 1. Hubungan antara Gejala dengan Lokasi kerusakan Saraf.

11
Gejala yang muncul tergantung dari letak lesi. Gejala yang muncul pada ALS dapat
bersifat UMN maupun LMN bahkan keduanya.
Disfungsi UMN Disfungsi LMN Gejala emosional
- Kontraktur - Kelemahan otot - Tertawa dan
- Disartria - Fasikulasi. menangis
- Disfagia - Atrofi. involunter
- Dispneu - Kram otot - Depresi
- siallorhea - Hiporefleks
- Spastisitas. - flasid
- Reflek tendon - Foot drop
yang cepat atau - Kesulitan
menyebar bernafas.
abnormal.
- Adanya reflek
patologis.
- Hilangnya
ketangkasan
dengan
kekuatan
normal

Tabel 2. Gejala-gejala ALS 14

Nukleus motorik nervus cranial terlibat dalam disartria, fasikulasi lidah dan pergerakan
yang terganggu dari uvula. Kelemahan wajah khususnya pada otot mentalis tetapi ini
biasanya tidak menonjol. Disartria dan disfagia disebabkan oleh lesi umn (pseudobulbay
palsy) dibuat jelas oleh pergerakkan dari uvula yang lebih kuat pada persarafan dari pada
kemauan, sehingga uvula tidak dapat bergerak dengan baik. Tetapi respon yang kuat terlihat
pada faringeal atau gag reflek. Manifestasi umum dari pseudobulbar palsy adalah emosional
yang labil dengan tertawa yang wajar atau lebih sering, menagis dapat dianggap keliru
sebagai reaksi depresi karena diagnosis, lebih baik dianggap sebagai pelepasan fenomena
reflex yang kompleks yang terlibat dalam ekspresi emosional. Kematian diakibatkan karena
kegagalan pernapasan, pneumonitis aspirasi, atau emboli pulmo setelah immobilitas yang
panjang.15

12
2.7 Kriteria Diagnosis
Diagnosis ALS memerlukan adanya:
1. Tanda-tanda LMN (termasuk gambaran EMG di otot yang tidak terpengaruh secara
klinis).
2. Tanda-tanda UMN
3. Perkembangan gejala dan tanda klinis.

Diagnosa ALS juga didukung oleh:


1. Fasikulasi pada satu bagian atau lebih.
2. Perubahan neurogenik pada EMG
3. Konduksi nervus sensoris dan motoris normal
4. Ketiadaan conduction block.

Kriteria El Escorial untuk diagnosa ALS

Kategori diagnostik klinis pasti pada kriteria klinis saja:


A. Pasti ALS
Tanda UMN dan LMN sedikitnya pada tiga bagian tubuh
B. Kemungkinan besar ALS
Tanda UMN dan LMN setidaknya pada 2 bagian tubuh, dengan beberapa tanda
UMN pada bagian rostral terhadap tanda LMN
C. Kemungkinan besar ALS Didukung Laboratorium

13
Tanda klini disfungsi UMN da LMN hanya pada satu bagian tubuh. Selain itu ada
pada elektromiografi terdapat tanda degenerasi yang aktif dan kronis pada minimal
2 ekstremitas
D. Kemungkinan ALS
Tanda klinis dari disfungsi UMN dan LMN ditemukan secara bersamaan pada satu
bagian, atau tanda UMN ditemukan pada 2 atau lebih bagian tubuh.
Dapat juga menggunakan kriteria lain dari World Federation of Neurology
(WFN) ,dimana harus terdapat: 13
- Bukti adanya lesi UMN
- Bukti adanya lesi LMN
- Bukti adanya progresifitas
Dalam menggunakan kriteria WFN, ada 4 regio yang harus diketahui:
o Bulbar : Otot wajah, mulut, tenggorokan.
o Cervical : Otot belakang kepala, leher, bahu, pundak, ekstrimitas atas.
o Thoracic : Otot dada dan abdomen, dan bagian tengah dari otot spinal.
o Lumbosacral : Otot belakang bagian pundak bawah, paha, dan ekstrimitas
bawah

Regio kreiteria WFN16

- Elektrofisiologi
Uji elektrofisiologi harus dilakukan pada semua pasien dengan ALS hal ini
dilakukan untuk17:
a. Memastikan keterlibatan LMN
b. Mendeteksi kemungkinan penyakit LMN lain

14
c. Menyingkirkan penyebab neurologi lain yang mengenai saraf perifer, NMJ atau otot,
yang mirip dan membingungkan diagnosis ALS, contohnya multifokal neuropati dengan blok
konduksi, chronic inflammatory demyelinating polynrueopathy, MG.
- Konduksi saraf motorik dan sensorik
- Elektromiografi konvensional
Konsentris jarum elektromiografi (EMG) memberikan bukti disfungsi LMN yang
diperlukan untuk mendukung diagnosis ALS, dan harus ditemukan dalam setidaknya dua dari
empat daerah SSP. Otak, leher Rahim, toraks, atau lumbosacral sumsum tulang belakang
(anterior tandu motor neuron).17
Pada ALS, gambaran EMG akan menghasilkan fibrilasi dan potensi fasikulasi, atrofi
dan denervasi, KHST nomal, kadang-kadang dijumpai giant action potensial. Motor unit yang
polipastik, amplitude yang tinggi dan durasi yang panjang.17

Gambaran ALS pada EMG17

d. Transcranial magnetic simulation and central motor conduction time


e. Elektromiografi kuantitatif

3. Neuroimaging
MRI kepala/tulang belakang unruk menyingkirkan lesi structural dan lainnya pada
pasien suspek ALS (tumor, pondyitits, siringomielia, stroke bilateral dan MS). 16,17

15
4. Laboratorium
Dapat dilakukan pemeriksaan darah, urin, CSS. Tes laboratorium klinis yang mungkin
abnormal dalam kasus ALS dinyatakan khas yakni meliputi:

Serum kreatinin (terkait dengan hilangnya massa otot rangka)


Hypochloremia, peningkatan bikarbonat (terkait dengan gangguan
pernafasan lanjutan.16,17
5. Biopsi otot
Terutama dilakukan pada pasien dengan presentasi klinis yang tidak khas, terutama
dengan lesi UMN yang tidak jelas. Biopsi digunakan untuk menyingkirkan adanya
miopati, seperti inclusion body myositis.16,17

2. 8 Diagnosis Banding
Penyakit Gejala
Multifocal motor neuropathy dengan Tanda LMN, progresifitas perlahan,
blok konduksi terdapat active tendon jerks pada
50% penderita yang disertai dengan
tanda LMN
Myasthenia gravis Tanda Bulbar (LMN): disartria,
disfagia
Stroke bilateral Tanda UMN, tanda pseudobulbar
Mielopati spondilosis servikal Tanda UMN
Polyglucosan body disease Tanda UMN dan LMN
Carpal tunnel syndrome Tanda LMN dan hiangnya fungsi
sensoris
Brachial plexopathy Tanda LMN dan hiangnya fungsi
sensoris
Neuropathy Kelemahan dan atrofi, tapi tidak
fasikulasi, dan adanya gangguan
fungsi sensoris
Paraparese spastik familial Tanda UMN
Brain-sterm tumors Tanda UMN dan LMN

16
Postpoliomielitis Tanda LMN
Adults onset SMA, PMA, PSMA Tanda LMN
Intoksikasi metal berat Lead: LMN signs, UMN signs jarang:
mercuri: UMN and LMN signs
Hipertiroid Muscle weakness and wasting
Defisiensi A heksosamindase Muscle weakness and wasting,
decreased tendon reflekss
Siringomelia LMN signs, UMN signs occasionally,
pus signs of multisistem involvement
(ataxia, dementia)
Siringobulbia LMN signs initially; later UMN
signs, with sensory loss
Josephs disease Bulbar LMN signs
LMN signs, bulbar LMN signs early
on: extrapyramidal signs later on
Table 3. Diagnosis banding ALS18

2.9 Tatalaksana
1. Medikamentosa
Riluzole, suatu antagonis glutamat, merupakan satu-satunya obat yang disetujui oleh
FDA untuk penanganan ALS. Riluzole secara istimewa memblokade channel sodium yang
sensitif TTX, yang berhubungan dengan kerusakan neuron. Penrunan infulks ion kalsium dan
pencegahan stimulasi reseptor glutamat secara tidak langsung. Bersama-sama dengan
blockade reseptor glutamate secara langsung, efek dari glutamat neurotransmitter terhadap
motor-motor neuron sangat jelas berkurang. Akan teteapi, kerja riluzole terhadap reseptor
glutamat masih tetap kontroversial, seperti tidak adanya ikatan molekul yang terlihat pada
beberapa reseptor yang diketahui. Selain itu peranannya sebagai anti glutamat masih dapat
ditemukan pada keadaan adanya sodium channel blocker, juga belum diketahui apakah
riluzole bekeja atau tidak pada jalur ini.18
Politerapi termasuk didalamnya penggunaan glutamate antagonis, antioksidan
(khususnya yang memproteksi sistem perbaikan mitokondria), anti-apoptotic agents, growth
factor konvensional dan kurang konvensional seperti immunophilin, agen yang memicu
inegritas neurofilamen, dan akhirnya, anti-inflamasi.18

17
a. Penggunaan medikamentosa untuk gejala simptomatik:
Simptomatik Obat
Kram Karbamazepin, fenitoin
Spastisitas Baclofen, tizanidin, dantrolen
Peningkatan sekresi Atropine, hyoscine hydrobromide,
saliva hyoscine butylbromide,
hyoscinescopoderm, glycopyrronium,
amitriptilin
Sekresi persisten dari Carbocisteine, propranolol dan metropolol
saliva dan bronchial
Laryngospasm Lorazepam
Nyeri Analgesic, non-steroidal, opioid
Emosi yang stabil Trycyclic antidepressant,
selectiveserotonin-reuprake inhibitor,
levodopa, dextrometorhan, dan quinidine
Depresi Amitriptilin, citalopram
Insomnia Amitriptilin, zolpidem
Ansietas lorazepam
Tabel 4. Obat simptomatik untuk ALS

b. Eksitotoksisitas
Antagonis glutamate
Karena pada ALS terdapat kelebihan glutamat, sehingga pengobatannya menggunakan
antagonis glutamat. Menurut peelitian penggunaan 100 mg/hari dapat meningkatkan survival,
namun tidak berefek untuk meningkatkan kekuatan otot.10,16
Jenis obat yang dapat digunakan pada pederita ALS.
Kelas Jenis obat
Glutamate antagonis Riluzole
Lamotrigine
Dextromethorphan
Gabapentin
Branched-chain amino acid
Antioksidan Vitamin E

18
Acetylcysteine
Selegiline
Creatine
Selenium
Coenzyme Q10
Neurotrophics factors Brain-derived neurotrophic factor
Insulin-like growth factor
Glial-derived neurotrophic factor
Xaliproden
Thyrotropin-releasing hormone
Immunomodullatory agents Gangliosides
or approaches Interferon
Cyclophosphamide
Intravenous immune globulin
Levamisole
Transfer factor
Antiviral agents Amantadine
Tiorone
Other agents Snake venom
Tabel 5. Obat yang digunakan pada ALS.17
c. Neuroinflamasi12

2. Non- medikamentosa
a. Physical terapi
Salah satu efek samping dari penyakit ini adalah spasme atau kontraksi otot yang tidak
terkontrol. Terapi fisik tidak dapat mengembalikan fungsi otot normal, tetapi dapat
membantu dalam mencegah kontraksi yang menyakitkan otot dan kekuatan otot dalam
mempertahankan normal dan fungsi. Terapi fisik harus melibatkan anggota keluarga,
sehingga mereka dapat membantu menjaga terpai ini untuk pasien ALS.
b. Terapi bicara
Terapi wicara juga dapat membantu dalam mempertahankan kemampuan seseorang
untuk berbicara. Terapi menelan juga penting, untuk membantu masalah menelan ketika
makan dan minum. Perawatan ini membantu mencegah tersedak. Disarankan kepada pasien

19
pasien mengatur posisi kepala dan posisi lidah. Pasien dengan ALS juga harus mengubah
konsistensi makanan untuk membantu menelan.
c. Terapi okupasi
Agar pasien dapat melakukan aktifitas / kerja sehari-hari lebih mudah tanpa bantuan
orang lain.
d. Terapi pernapasan
Ketika kemampuan untuk bernapas menurun, seorang terapis pernafasan yang
dibutuhkan untuk mengukur pernapasan kapasitas. Tes ini harus dilakukan secara teratur.
Untuk membuat bernapas lebih mudah, pasien tidak boleh berbaring setelah makan. Pasien
tidak boleh makan makanan terlalu banyak, karena mereka dapat meningkatkan tekanan perut
dan mencegah perkembangan diafragma. Ketika tidur, kepala harus ditinggikan 15 sampai 30
derajat supaya organ-organ perut menjauh dari diafragma. Ketika kapasitas pernapasan turun
di bawah 70%, bantuan pernapasan noninvasif harus disediakan. Hal ini melibatkan masker
yang terhubung ke ventilator mekanis. Ketika kapasitas bernapas jatuh di bawah 50%,
permanen hook-up untuk ventilator harus dipertimbangkan.

2.10 Komplikasi
Gangguan pernafasan
Pada ALS biasanya terjadi paralisis dari otot pernafasan. Pada ALS tahap lanjut,
penderita dapat ditrakeostomi.12,16
Gangguan makan
Saat otot menunyah sudah terkena, orang dengan ALS menjadi malnutrisi dan dehidrasi.
Dan juga beresiko tinggi akan terjadinya aspirasi maknan, air, atau saliva ke paru-paru, yang
akhinya dapat menyebabkan pneumonia. Penggunaan NGT dapat mengurangi insiden
terjadinya pneumonia.12,16
Demensia
Penderita ALS beresiko tinggi untuk timbulnya demensia, hal ini masih belum terlalu
dapat dimengerti. Demensia yang sering padaALS:12,16

2.11 Prognosis
ALS adalah penyakit yang fatal. Hidup rata-rata adalah 3 tahun dari onset klinis
kelemahan. Namun, kelangsungan hidup yang lebih panjang tidak langka. Sekitar 15% dari
pasien dengan ALS hidup 5 tahun setelah diagnosis, dan sekitar 5% bertahan selama lebih

20
dari 10 tahun. Kelangsungan hidup jangka panjang dikaitkan dengan usia yang lebih muda
saat onset, laki-laki, dan anggota tubuh daripada bulbar onset gejala. Laporan Langka remisi
spontan ada. 12
Penyakit motorneuron yang terbatas seperti PMA,PBP, PLS yang tidak berkembang
menjadi ALS klasik memiliki progresifitas yang lebih lambat dan kelangsungan hidu yang
lebih panjang. 12

21
BAB III
KESIMPULAN

Penyakit amyotrophic lateral sclerosis (ALS) disebut juga motor neuron disease
(MND), Lou Gehrig disease merupakan suatu penyakit neurologis progresif yang
dikarakteristikkan oleh degenerasi UMN dan LMN. Di seluruh dunia, ALS dialami oleh 1
dari 3 orang per 100.000 ribu per tahun. Di Indonesia, belum ada data pasti. Rasio pria :
wanita adalah 1,5:1, pada ALS familial rasio ini hampir sama. Penyebab pasti ALS belum
diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwa pada ALS terjadi degenerasi neuron motorik
akibat apoptosis, yang dipicu oleh stress oksidatif dan disfungsi mitokondria.
Gejala pada ALS yaitu disfungsi UMN/LMN, disfungsi UMN, disfungsi LMN, dan
gejala emosional. Pada penegakan diagnosis ALS dengan kriteria El Escorial,
elektrodiagnostik, neuroimaging, dan laboratorium. Penatalaksanaan penderita ALS
diberikan berdasarkan medikamentosa dan non medikamentosa. Medikamentosa yang
diberikan berdasarkan simptomatik, bisa juga diberikan eksotoksisitas, dan neuroinflamasi,
sedankan non medikamentosa selain edukasi kepada pasien dan keluarga pasien juga bias
diberikan terapi fisik dan berbicara. Sekitar 15 % dari pasien dengan ALS dapat hidup 5
tahun setelah didiagnosis dengan ASL, dan sekitar 5% bertahan selama lebih dari 10 tahun.

22

Anda mungkin juga menyukai