Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

Kelemahan otot progresif telah dikenali sejak awal abad ke-19 oleh Sir Charles
Bell, Marshall Hall dan Todd. Aran (1850) menggunakan istilah progressive muscular
atrophy (PMA) 1,2,3,4. Duchene (1849) juga telah menggambarkan penyakit dengan
gejala yang serupa. Bell berpendapat bahwa atrofi otot progresif ini terjadi sebagai akibat
kelainan mielopatik sedangkan Aran dan Duchene menyatakan akibat kelainan miopatik.
Charcot (1869) menggunakan istilah la sclerose laterale amyotropique atau
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) yang mencakup sindrom klinis berupa atrofi otot
progresif , fasikulasi dan kontraksi spasmodik permanen 1,2,3,5,6. Istilah amiotrofi
digunakan untuk menunjukkan kelemahan otot dan atrofi yang terjadi sebgai akibat
denervasi1. Duchene (1869) menggambarkanprogressive bulbar palsy (PBP) 1,2,3.
Istilah 'motor neuron disease' (MND) diperkenalkan oleh Brain (1962) setelah
melihat adanya hubungan antara PMA , ALS dan PBP yang dilihat dari variasi klinis
terlibatnya upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN) serta dari
topografi rusaknya anterior horn cells dan kelemahan otot 3 .Di Inggris, ALS adalah
bagian dari MND sedangkan di Amerika Serikat dan negara-negara yang berbahasa
Perancis, istilah ALS lebih lazim dipakai sebagai nama lain dari MND 1,3

KLASIFIKASI
Motor Neuron Disease digolongkan atas : 3
1.Amyotrophic Lateral Sclerosis (80%)
2. Progressive bulbar palsy (10%).
3. Progressive muscular atrophy (8%)
4. Primary lateral sclerosis (2%)
5.Juvenile MND.
6. Monomelic MND.
7.Familial MND.

Beberapa bentuk MND atipikal dengan insidens familial yang tinggi telah
ditemukan, yaitu ALS familial, ALS Guamanian, ALS Semenanjung Kii di Jepang, ALS
pada orang Auyu dan Jaki di New Guinea Barat dan ALS familial juvenilis 5.

EPIDEMIOLOGI
MND hanya dapat terjadi pada manusia dan melibatkan sistem piramidalisnya 8
Biasanya melibatkan bagian distal dari lengan tetapi dapat juga melibatkan bagian distal
dari satu atau kedua tungkai. Tangan kanan lebih sering dikenai dari tangan kiri. Diduga
bahwa motor neuron yang berfungsi mengatur gerakan trampil (halus) lebih mudah
mengalami degenerasi pada MND 1,8 .Pria lebih banyak dikenai dari wanita 1,6,9 .Orang
kulit putih lebih sering dikenai daripada kulit hitam 9
Prevalensi MND bervariasi di berbagai tempat. Berdasarkan laporan yang ada
prevalensi terendah dijumpai di Meksiko (0,8 per 100.000 penduduk) dan yang tertinggi
di lnggris (7,0 per 100.000 penduduk). Prevalensi yang relatif tinggi juga dilaporkan pada
suku Komoro yang hidup di Pulau Guam di Pasifik Barat, di Semenanjung. Kii (Jepang)
dan di New Guinea Barat 4 .lnsidens MND juga bervariasi antara 0,1 -0,58 per 100.000
penduduk per tahun dengan rata-rata 1,36

per 100.000 penduduk per tahun 3 .

Mortalitas akibat MND kira-kira 1 daTi 800 pria dan 0,5-1,1 daTi 100.000 penduduk 4,6 .
MND familial mencakup lebih kurang 5-10% dari seluruh kasus MND. Pada
kebanyakan kasus MND familial pola penurunannya adalah otosomal dominan dan hanya
beberapa kasus yang diturunkan secara otosomal resesif 1,4,9,10,11,12 .
Di Indonesia penelitian mengenai MND hanya sedikit dilakukan. Gajdusek (1962)
pernah melaporkan bahwa di beberapa desa di Irian lara ditemukan 10-20% penduduknya
mengalami atrofi otot-otot thenar dan hipothenar, yang pada pengamatan lebih lanjut
temyata sebagian besar menderita MND .
Di Bagian Neurologi FK USU/RS H.Adam Malik Medan pada tahun 1998 telah
dirawat 3 orang penderita yang didiagnosa sebagai MND.

PATOLOGI
MND merupakan penyakit kronis dengan karakteristik adanya degenerasi
progresif dari LMN di anterior horn cells medulla spinalis dan nukleus safar kranial di
batang otak, serta UMN di korteks serebri 4,6. Pada banyak kasus, otak dan medulla
spinalis tetap normal secara makroskopis kecuali perubahan yang terjadi akibat proses
penuaan 5. Menariknya pada sebagian kasus terlihat adanya atrofi selektif dari girus
presentralis seperti yang telah digambarkan oleh Kahler dan Pick pada tahun 1879 5,9)
.Atrofi medulla spinalis yang luas hanya ditemukan pada kasus- kasus yang kronis, tetapi
sebaliknya sering juga dijumpai adanya atrofi dari akar safar spinalis anterior. Bisa juga
terlihat adanya perubahan wama sklerotik dan penciutan traktus kortikospinalis lateralis.
Otot-otot skeletal di bagian distal mengalami atrofi, menciut, pucat dan fibrotik 4
Adams dkk. menyatakan yang terpenting adalah rusaknya sel-sel neuron pada
anterior horn medulla spinalis dan nukleus motorik di bagian bawah batang otak 1 .
Neuron besar cenderung lebih terlibat dari yang kecil. Sel yang rusak ini digantikan oleh
astrosit fibrous. Kebanyakan sel neuron yang bertahan menjadi mengecil, berkerut dan
berisi lipofusin, kadang-kadang terlihat adanya inklusi sitoplasmik.
Secara histopatologik, gambaran utama dari MND meliputi 5 : (1). Berkurangnya
motor neuron yang besar dengan astrogliosis fokal ; (2). Senescent changes; (3). Inklusi
intrasitoplasmik ; (4). Aksonopati proksimal dan distal dengan sferoid aksonal ; (5)
Degenerasi traktus dan (6) Degenerasi serabut motorik, motor end-plates dan atrofi otot
Berkurangnya motor neuron di korteks, batang otak dan medulla spinalis bervariasi pada
tiap kasus. Berkurangnya sel-sel Betz pada korteks motorik pertama kali ditemukan oleh
Charcot dan Marie pada tahun 1885 dan telah diterima sebagai gambaran patologik utama
dari MND 1,5,7,11 .Mereka juga menemukan adanya degenerasi traktus kortikospinalis
dari korteks motorik ke kapsula intema, pedunkulus serebri, pons, medulla oblongata dan
medulla spinalis.

Penemuan mikroskopis yang paling konsisten adalah akumulasi granullipofusin


pada perikarion yang mengalami atrofi. Perubahan ini sering disalah interpretasikan
sebagai senescent changes karena perubahan pigmen ini khas dijumpai pada neuron
khususnya neuron pada orang tua.
Dari perubahan pada neuron yang sangat bervariasi pada MND , yang paling penting
adalah inklusi intrasitoplasmik berupa inklusi eosinofilik (Bunina Bodies), inklusi
basofilik, inklusi hialin dan inklusi konglomerasi 5.
Mori dkk (1986) menemukan adanya ubiquitin, suatu polipeptida yang
mengandung 76 buah asam amino, dan belakangan diketahui merupakan bagian dari
Lewy bodies. Traktus yang paling sering mengalami degenerasi pada penderita MND
adalah traktus kortikospinalis 5,7 .Luasnya degenerasi tidak selalu berhubungan dengan
gejala klinisnya. Degenerasi bisa terjadi asimetris dan bisa mengenai kolumna
anterolateral, kolumna spinoserebellar dan Clarke, kolumna posterior atau basal ganglia.
Setelah demonstrasi adanya degenerasi traktus piramidalis pada MND oleh
Charcot (1874), beberapa peneliti menemukan adanya degenerasi traktus piramidalis
yang meluas ke korteks serebri sampai di substansia alba subkortikal berdekatan dengan
daerah asal neuron-neuron upper motor. Ditemukan juga adanya degenerasi serabutserabut dan gliosis reaktif pada beberapa area serebrum lainnya misalnya pada talamus,
globus pallidus, ansa dan fasikulus lentikularis serta hipotalamus. Dibatang otak,
degenerasi inti motorik sarafotak ke 5,7,9,10,11dan 12 dijumpai pada penderita MND.
Biasanya saraf otak ke 3,4 dan 6 tidak terlibat 7.
Selain hal-hat tersebut di atas, lesi pada neuron-neuron lower motor pada MND
bervariasi dari atrofi dan hilangnya dendrit sampai hilangnya anterior horn cells secara
total 7 .Kebanyakan kasus MND familial mempunyai gambaran patologi yang mirip
dengan MND sporadis di mana juga dijumpai berkurangnya anterior horn cells dan
degenerasi traktus kortikospinalis 10.
Pengamatan makroskopis pada safar tepi yang mengalami atrofi pada anterior
root menunjukkan adanya penurunan diameter serabut saraf. Saraf tepi lainnya
menunjukkan gambaran normal atau hanya sedikit mengalami atrofi. Pada beberapa

kasus ditemukan adanya kerusakan pada akson dari safar frenikus, suralis, peroneus
profunda clan superfisialis serta pada akar saraf servikalis dan lumbalis bagian ventral.
Atrofi otot yang jelas telah disebutkan pada beberapa laporan awal tentang MND.
Secara histologis terlihat adanya gambaran infiltrasi lemak yang khas pada sel-set otot
dan gambaran atrofi akibat denervasi. Adanya atrofi serabut otot ini dihubungkan dengan
kerusakan motor neuron alfa di medulla spinalis. Kadang- kadang terlihat serabut yang
hipertrofik atau distrofiko Biopsi menunjukkan timbulnya 'tunas' baru dari akson serabut
safar yang tersisa di dalam otot, sekunder terhadap denervasi 7

ETlOLOGI
MND adalah penyakit mematikan dengan etiologi yang belum

diketahui

1,4,6,9,10,12,13 Berapa faktor juga merupakan penyebab penyakit ini, yaitu :


1.Toksin
2.Proses penuaan dini (premature aging)
3.Defisiensi faktor trofik
4.Infeksi virus
5. Gangguan metabolisme
6.Otoimun.
GAMBARAN KLINIS
Gambaran khas dari MND adalah adanya disfungsi saraf baik tipe UMN maupun
LMN 1,3,11 . Pada MND ditemukan adanya atrofi, parese dan fasikulasi dengan
hiperrefleks, respon ekstensor dan pada beberapa kasus spastisitas. Gejala awal yang
sering antara lain fatigue, kram otot, tungkai menyeret atau kesulitan melakukan
pekerjaan dengan satu tangan. Gejala-gejala ini biasanya asimetris dan sering hanya
mengenai satu anggota gerak walaupun pada saat diperiksa umumnya sudah ditemukan
defisit neurologis yang lebih luas. Gejala lain termasuk atrofi otot, nyeri dan kram otot,
fasikulasi dan langkah yang kaku 3

Bila kerusakan UMN relatif lebih dominan , gejala utamanya bisa berupa
spastisitas, kekakuan dan klonus kaki. Keterlibatan bulbar biasanya berupa kombinasi
UMN dan LMN dan menyebabkan suara serak , perubahan artikulasi dan suara sengau 3
Lidah biasanya dikenai secara simetris, gerakannya melambat, dijumpai fasikulasi
dan atrofi. Bila spastisitas dan parese berlanjut bisa terjadi disfagia.
Gangguan sensoris biasanya tidak dijumpai pada MND, tetapi kadang-kadang
bisa dijumpai parestesia, perasaan dingin dan perasaan tebal (numbness) 1,3,7
Jarang dijumpai adanya gangguan miksi dan defekasi, kecuali terjadi paralise
yang berat dari otot-otot skelet yang melibatkan otot-otot gluteus dan daerah sakral. Hal
ini karena nukleus Onuf yang terdapat di anterior horn safar spinal S 2 dan S3 relatifr
asisten terhadap denervasi yang terjadi pada MND 3,7
Fungsi otonom umurnnya normal 3,7 .Penderita MND tidak mengalami dekubitus
sekalipun pada tahap lanjut karena fungsi sensorik dan regulasi otonom
dari aliran darah kulit berjalan baik. Demensia bisa ditemukan pada 3-5% penderita MND
tetapi tipenya berbeda dengan dernensia tipe Alzheimer dan biasanya menunjukan
demensia lobus frontalis1,3,15
Pada progressive bulbar palsy gejala awal yang menonjol adalah kelemahan dari
otot-otot yang diinervasi oleh nukleus motorik di batang otak bagian bawah, misalnya
otot-otot rahang, wajah, lidah faring dan laring 1,6 .Gejala klinis utamanya adalah
disartria, disfonia, kesulitan mengunyah, salivasi dan disfagia. Lidah lumpuh dengan
tanda-tanda atrofi dan fasikulasi yang menonjol. Kadang-kadang disertai kelumpuhan
otot-otot wajah. Secara klinis terlihat adanya keterlibatan UMN dan LMN dengan lidah
yang spastis , refleks jaw-jerk yang meninggi seperti juga pada anggota gerak 3
Pada progressive muscular atrophy yang menonjol adalah keterlibatan LMN dari
otot-otot ekstremitas tanpa gambaran keterlibatan UMN yang jelas 1,3,9 .Tetapi refleks
tendon yang menurun membedakannya dari progressive spinal muscular atrophy.
Biasanya timbul setelah usia 20 tahun dan tidak ada riwayat penyakit yang mirip dalam
keluarga .Pada 50% kasus PMA terlihat atrofi dari otot-otot intrinsik tangan yang simetris
yang secara perlahan berlanjut ke proksimal. Perjalanan penyakitnya lebih lambat dari

tipe lain 1 .Bentuk infantil dari PMA bermanifestasi seperti floppy infant dan disebut
penyakit Werdnig-Hoffinan. Variasi yang lain dengan distribusi ke proksimal dikenal
sebagai penyakit Kugelberg-Welander . Traktus kortikospinalis tidak terlibat dan tidak
ada gangguan sensoris 6
Penderita primary lateral sclerosis menunjukkan paraparese spastik yang berjalan
lambat lain melibatkan otot-otot lengan dan orofaring 1,3 .Tipe ini sangat jarang dijumpai
.Penyakit dimulai pada usia dewasa dengan tanda-tanda keterlibatan traktus
kortikospinalis sekunder terhadap rusaknya neuron motorik di korteks serebri

.Tidak dijumpai atrofi maupun fasikulasi 6. Fungsi sfingter biasanya baik 3. Pada
beberapa penderita dijumpai hemiparese spastik yang progresif yang dikenal sebagai
varian Mills. Setelah beberapa tahun gerakan jari-jari melambat, lengan menjadi spastik
dan terjadi gangguan berbicara Pringle dkk. menyarankan kriteria diagnostik yang
penting yaitu suatu perkembangan penyakit selama 3 tahun tanpa bukti keterlibatan
LMN1.

DIAGNOSA DAN PEMERlKSAAN


Yang terpenting untuk menegakkan diagnosa MND adalah diagnosa klinis 3,4
Karena belum ada pemeriksaan khusus untuk MND, maka diagnosa pasti baru dapat
diketahui pada otopsi post-mortem dengan memeriksa otak ,medulla spinalis dan otot
penderita. Gejala utama yang menyokong diagnosa adalah adanya tanda-tanda gangguan
UMN dan LMN pada daerah distribusi saraf spinal tanpa gangguan sensoris dan biasanya
dijumpai fasikulasi spontan. Gambaran khasnya berupa kombinasi tanda-tanda UMN dan
LMN pada ekstremitas dengan adanya fasikulasi lidah 10
Implikasi dari penegakan diagnosa MND adalah bahwa kita menegakkan adanya
suatu penyakit yang akan berkembang terus menuju kematian. Jadi penting sekali untuk
menegakkan diagnosa secara teliti dengan menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan
yang lain dengan melakukan pemeriksaan yang lengkap dan sesuai. Pemeriksaan
elektrofisiologis, radiologis, biokimiawi, imunologi dan histopatologi mungkin
diperlukan untuk menyingkirkan penyakit lainnya.
Elektromiografi (EMG) adalah pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menegakkan .diagnosa MND 3 .Rekaman EMG menunjukkan adanya fibrilasi dan
fasikulasi yang khas pada atrofi akibat denervasi 15
Pemeriksaan biokimiawi darah penderita MND kebanyakan berada dalam batas
normal 3,14 .Punksi lumbal dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa
MND. Protein cairan serebrospinal sering dijumpai normal atau sedikit meninggi 1,3,6,9 .
Kadar plasma kreatinin kinase (CK) meninggi sampai 2-3 kali nilai normalnya pada

sebagian penderita 3,4,6, tetapi penulis lain menyatakan kadarnya normal atau hanya
sedikit meninggi 1,9. Enzim otot carbonic anhydrase III (CA III) merupakan petunjuk
yang lebih sensitif 3.
Pemeriksaaan

radiologis

berguna

untuk

menyingkirkan

kemungkinan

diagnosa lainnya .MRI dan CT-scan otot bermanfaat untuk membedakan atrofi otot
neurogenik dari penyakit miopatik dan dapat menunjukkan distribusi gangguan penyakit
ini 3 .MRI mungkin dapat menunjukkan sedikit atrofi dari korteks motorik dan
degenerasi Wallerian dari traktus motorik di batang otak dan medulla spinalis 1 . Block
dkk mendemonstrasikan kemampuan proton magnetic resonance spectroscopy untuk
mendeteksi perubahan metabolik pada korteks motorik primer dari penderita MND yang
sesuai dengan adanya kerusakan sel neuron regional dan berbeda secara bermakna
dengan orang sehat atau penderita neuropati motorik 16,17
Biopsi otot mungkin perlu dilakukan untuk membedakan MND yang
menimbulkan slowly progressive proximal weakness dari miopati 1,11. Bila dilakukan
biopsi otot, terlihat serabut otot yang mengecil dan hilangnya pola mosaik yang nomlal
dari serabut-serabut otot .
Diagnosa MND menurut El Escorial Criteria For ALS Diagnosis adalah 18 :
1. ALS:
tanda UMN dan LMN pada regio bulbar dan minimal 2 regio spinal, atau
tanda UMN dan LMN pada 3 regio spinal.
2. Kemungkinan besar ALS (probable ALS) :
tanda UMN dan LMN pada minimal 2 regio (beberapa tanda UMN harus
restoral terhadap tanda LMN)
3. Kemungkinan ALS (possible ALS) :
tanda UMN dan LMN hanya pada 1 regio atau
hanya tanda UMN pada minimal 2 regio atau
tanda LMN rostral terhadap tanda UMN.
4. Curiga ALS (suspected ALS) :
tanda LMN pada minimal 2 regio.

Handisurya dan Yan Utama 6 mengajukan kriteria diagnostik MND berdasarkan :


1. Anamnesa: adanya kelemahan yang progresif.
2. Pada pemeriksaan neurologis dijumpai :
a. adanya gangguan motorik.
b. tidak ada gangguan sensorik.
c. tidak ada gangguan fungsi otonom.
d. didapat salah satu atau keduanya dari tanda-tanda LMN (atrofi, fasikulasi) dan
tanda-tanda UMN (peninggian refleks tendon pada ekstremitas yang atrofi,
refleks patologis yang positif).
3. Pemeriksaan penunjang :
a. laboratorium: kadar protein dalam CSS normal atau sedikit meninggi.
b. Enzim CPK meningkat (pada 70% kasus).
c. EMG: terdapat adanya potensial denervasi dan otot-otot yang dipersarafi oleh
dua atau lebih akar safar pada setiap tiga daerah atau lebih (ekstremitas,
badan, kranium). Biasanya terdapat potensial sinkron, kadang-kadang
terdapat giant potential.
d. KHS: normal
e. Biopsi otot : terdapat gambaran histologis yang sesuai dengan atrofi neurogen.
f. Biopsi saraf: tidak terdapat kelainan pada safar
DIAGNOSA BANDING
1. Syringomyelia. Biasanya ditemukan otot-otot ektremitas superior dan otot-otot
bulbar yang mengecil.
2. Spondilitis servikalis. Bisa dijumpai kombinasi lesi UMN dan LMN pada otot- otot
ekstremitas superior. Biasanya disertai gangguan sensoris.
3. Neuropati motorik. Dijumpai gangguan konduksi saraf motorik dengan penurunan
refleks tendon dan sedikit gangguan sensoris.
4. Miopati hipertiroidi. Dapat berupa kelumpuhan otot-otot dengan keterlibatan bulbar.
Bisa dijumpai fasikulasi tetapi tidak ada tanda-tanda gangguan traktus kortikospinalis
dan biasanya dijumpai tanda klinis hipertiroidi.

5. Spinal muscular atrophy. Berbeda dengan MND karena tidak ada keterlibatan
traktus kortikospinalis, biasanya berjalan lambat dan ada riwayat penyakit ini dalam
keluarga.
6. Multiple entrapment neuropathies. Biasanya disertai gangguan sensibilitas, nyeri
dan Tinel's sign yang positif.
7. Multiple sclerosis. Biasanya disertai neuritis optika, diplopia dan gangguan otot-otot
ekstraokular serta adanya tanda-tanda keterlibatan serebellar.
8. Penyakit vaskular multifokal. Keadaan ini dapat menyebabkan pseudobulbar palsy
dengan tetraparese spastik tanpa gangguan sensoris. Tetapi biasanya disertai riwayat
stroke berulang dan sering pula disertai dengan gangguan pada gerakan bola mata.
9. Sindroma post poliomielitis. Adanya kelumpuhan baru dari otot-otot disertai atrofi
yang terjadi pada otot-otot yang sebelumnya telah atau belum terlibat pada fase akut
infeksi poliomielitis. Biasanya baru timbul paling sedikit 15 tabun setelah infeksi
poliomielitis akut. Berbeda dari MND dalam hal kecepatan berkembang penyakitnya,
kelumpuhan bulbar dan tidak adanya tanda-tanda keterlibatan traktus kortikospinal.

PENATALAKSANAAN
MND adalah penyakit yang menakutkan karena penyakitnya terus berlanjut
sedangkan terapinya belum ada yang efektif disertai adanya beberapa gejala klinis yang
progresif. Belum ada terapi yang spesifik untuk penyakit MND, yang ada baru berupa
terapi suportif 1,6,11,12,14. Penatalaksanaan penderita MND membutuhkan pendekatan
multidisiplin bervariasi menurut latar belakang sosial ekonomi, budaya dan keluarga 15.
Penyakit ini menyangkut problem erika, logistik dan edukasi.
Masalah etika terlibat pada saat pengambilan keputusan untuk memberikan alat
bantu penafasan buatan, pemberian makan dengan cara artifisial dan penggunaan obatobat golongan narkotik pada tahap akhir penyakit ini. Masalah logistik dan edukasi
timbul dari jarangnya penyakit ini dijumpai dan kenyataan bahwa banyak dokter maupun
perawat yang kurang berpengalaman menangani paralise bulbar dan paralise pernafasan
kronik yang progresif.
Tujuan terapi adalah mempertahankan penderita dapat berfungsi dengan baik
selama mungkin, membantu stabilitas emosi dan menangani masalah fisik bila sudah

timbul 12 .Obat-obat seperti baclofen, diazepam, tizanidine dan dantrolene dapat dipakai
untuk mengatasi spastisitas yang terjadi.
Bensimon dkk. melaporkan penggunaan riluzole, suatu zat anti glutamat, dapat
memperlambat perkembangan MND dengan bulbar onset dan memperpanjang harapan
hidup penderita selama 3 bulan .Riluzole adalah suatu derivat benzothiazole yang
menghambat pelepasan glutamat dari ujung safar presinaptik ; menstabilkan 'sodium
channels' pada keadaan inaktif dan mengantagonis efek glutamat di postsinaptik melalui
mekanisme yang belum diketahui dengan sempurna 1,9,11,14,19,20
Penelitian farmakologi klinik ditujukan pada pengembangan obat yang dapat
mempengaruhi fungsi motorik melalui aksi langsung pada UMN dan LMN, atau secara
tidak langsung melalui sirkuit saraf atau jaringan penyokongnya. Penggunaan TRH dan
analog TRH, recombinant insulin-like growth factorIGF-I) , faktor neurotropik seperti
brain -derived neurotrophic factor (BNDF) dan ciliary neurotrophic factor (CNTF) ,
bloker reseptor glutamat seperti dextamorphan ,serta penghambat superoxydase
dysmutase masih dalam penelitian 6.9,12.19,20
Dalam praktek sehari-hari beberapa gejala yang sangat mengganggu sering
ditemukan seperti disfagia, tersedak, liur menetes clan disartria 20 .Untuk mengatasi liur
menetes penderita dianjurkan menjaga posisi kepalanya sedikit ekstensi, latihan menutup
mulut, mengurangi makanan yang mengandung susu atau mengulum potongan es. Kalau
perlu dapat diberi atropin peroral, amitriptilin atau piridostigmin.
Untuk mengatasi disfagia, penderita dilatih mencari makanan dengan ujung lidah,
meregang lidah, menggigit dengan kuat dan menutup mulut. Makanan yang lunak tetapi
padat lebih baik daripada makanan cair. Karena penderita sulit menelan cairan, makanan
yang dikonsumsinya harus banyak mengandung air. Mengulum potongan es kadangkadang dapat membantu penderita agar dapat menelan dengan lebih baik. Neostigmin
atau piridostigmin dapat diberikan bila perlu .Pemasangan NGT dilakukan bila : (1).
Dehidrasi berat ; (2). Sering tersedak ; (3). Pneumonia aspirasi ; (4). Sangat sulit menelan
clan (5) Berat badan menurun terus (21). Agar tidak sering tersedak dianjurkan agar
makan perlahan-lahan, setelah mengunyah tunggu sebentar sebelum menelan makanan,

tetap dalam posisi duduk 30 menit setelah makan dan frekuensi makan ditambah tetapi
dengan porsi kecil 21
Fisioterapi terutama ditujukan untuk melatih sisa-sisa serabut otot yang reinervasi
yang masih dapat dilatih dan untuk otot yang mengalami disuse atrophy pada penderita
yang cacat atau inaktif 6 .Pergerakan sendi perlu untuk menghindari kekakuan sendi dan
nyeri. Fisioterapi juga diperlukan karena dapat membantu mengatasi kekecewaan
penderita. Penanganan psikososial ditujukan untuk membantu stabilitas emosi penderita
dan keluarganya begitu mengetahui MND adalah penyakit yang belum dapat diobati.
Penderita harus memperoleh penjelasan bahwa ia masih dapat hidup normal dengan
penyakitnya tersebut dan dapat mengatasi problem yang muncul.
PROGNOSA
Pada tahap awal, penyakit ini sulit untuk diramalkan prognosanya ; walaupun
secara umum prognosa MND jelek 6 .Adanya pseudobulbar palsy yang cepat
berkembang biasanya menunjukkan prognosa yang jelek. Tanda-tanda LMN dari
ekstremitas mungkin mengarah ke prognosa yang lebih baik 3,15 .Kematian pada
penderita MND biasanya akibat infeksi saluran nafas, pneumonia aspirasi atau asfIksia 4
.Faktor lain yang mempengaruhi prognosa adalah kesehatan fisik dan mental penderita
sebelumnya, adanya penyakit lain yang bersamaan dan usia penderita. Faktor non medis
yang berpengaruh adalah latar belakang pendidikan, sosial ekonomi, kondisi rumah dan
kondisi kesehatan pasangannya 3
15 sampai 20 % penderita dapat bertahan hidup sampai 5 tahun atau lebih sejak
penyakit timbul. Rata-rata penderita dapat bertahan hidup lebih kurang 3-4 tahun setelah
diagnosa MND ditegakkan 3. Menurut Adams dkk. 50% penderita ALS akan meninggal
dalam 3 tahun dan setelah 6 tahun 90% meninggal. Penderita PBP umurnnya meninggal
dalam waktu 2-3 tahun sejak mulainya penyakit ini. 72% penderita PMA masih bertahan
setelah 5 tahun bila penyakitnya timbul sebelum umur 50 tahun dan bila timbul
setelahnya hanya 40% yang bertahan 1. Christensen dkk (1990) dan Chancellor dkk
(1993) melaporkan bahwa penderita MND dengan bulbar onset rata-rata dapat bertahan

hidup selama 20 bulan sejak gejala pertama timbul dan hanya 5% yang tetap hidup
setelah 5 tahun. Sedangkan untuk MND dengan spinal onset dapat bertahan hidup selama
29 bulan sejak gejala pertama dan 15% dapat hidup sampai 5 tahun 11.

KEPUSTAKAAN
Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology. 6 th ed. New York: Mc-Graw
Hill Co ; 1997. p.1089-1094.
Martin JE, Swash M. The Pathology of Motor Neuron Disease. In : Leigh PN , Swash
M. editors. Motor Neuron Disease Biology and Management. London:
Springer-Verlag ;1995.p.163-188.
Swash M, Schwartz MS. Motor Neuron Disease: The Clinical Syndrome. In : Leigh PN.,
Swash M.editors. Motor Neuron Disease Biology and Management. London:
Springer-Verlag ; 1995.p.1-17.
Greenhall R. Motor Neurone Disease: A description. In: Cochrane GM editor. The
Management of Motor Neurone Disease. Edinburgh: Churchill Livingstone
;1987.p.1-13.
Chou SM. Pathology of Motor System Disorder. In : Leigh PN , Swash M.editors. Motor
Neuron Disease Biology and Management. London: Springer-Verlag
; 1995.p.53-92.
Handisurya I, Utarna Y. Gambaran Klinis Motor Neuron Disease. Neurona. 1995; 12 :
21-26.
Martin JE, Swash M. The Pathology Of Motor Neuron Disease. In : Leigh PN ,Swash
M.editors. Motor Neuron Disease Biology and Management.
Springer-Verlag ;1995.p.93-118.

London:

Kondo K .Epidemiology of Motor Neuron Disease. In : Leigh PN, Swash M.editors.


Motor Neuron Disease Biology and Management London: SpringerVerlag;1995.p. 17-33.
Lloyd CM, Leigh PN. Motor Neuron Disease. Med.Int 1996; 10(34): 100-102.
De Belleroche J, Leigh PN, Rose FC. Familial Motor Neuron Disease. In : Leigh PN ,
Swash M.editors. Motor Neuron Disease Biology And Management.
London:Springer Verlag ;1995.p.35-91.
Donaghy M. Motor Neuron Disease of Adults. In : Kennard C.editor. Recent Advances In
Clinical Neurology. Edinburgh: Churchill-Livingstone; 1995.p.73-85.
Johnson RT, Griffin JW. Current Therapy In Neurologic Disease. 5 th ed. St.Louis: Mosby;
1997.p. 307-311.
Appel SH, Engelhardt JL, Smith RG, Stefani E. Theories of Causation. In : Leigh PN,
Swash M.editors. Motor Neuron Disease Biology and Management. London:
Springer-Verlag; 1995.p.219-227.
Bensimon G. Lacomblez L, Meininger V and The ALS/Riluzole Study Group. A
Controlled Trial of Riluzole In Amyotrophic Lateral Sclerosis. New Eng.J.of
Med. 1994; 330(9): 585-591.
Leigh PN. Amyotrophic Lateral Sclerosis Differential Diagnosis and Management.
Neurosciences. 1997; 2(3): 120-123.
Elliot JL. A Clearer View of Upper Motor Neuron Dysfunction in Amyotrophic Lateral
Sclerosis. Arch.Neurol. 1998; 55 : 910-912.
Block W, Karitzky J, Traber F et.al. Proton Magnetic Resonance Spectroscopy of the
Primary Cortex in Patients with Motor Neuron Disease. ArchNeurol. 1998 ;
55 : 931-936.
Bromberg MB. Inclusionary Diagnosis of Amyotrophic Lateral Sclerosis. World
Neurology. 1997; 12(2): 11-13.
Leigh

PN.

Pharmacological

Management

of

Amyotrophic

Lateral

Sclerosis

Neurosciences. 1997; 2(3): 116-117.


GuilofI RJ. Clinical Pharmacology of Motor Neurons. In : Leigh PN, Swash M.editors.
Motor Neuron Disease Biology and Management London: Springer- Verlag;
1995.p.17-33.

Enderby P, Hewer RL. Communication and Swallowing: Problems and aids. In Cochrane
GM editor. The Management of Motor Neurone Disease. Edinburgh :
Churchill Livingstone; 1987: 22-47.

Anda mungkin juga menyukai