Anda di halaman 1dari 23

Nama :Imelda Friska Ta’uro

Stambuk : N 101 13 023

Kelompok : III (Tiga)

LEARNING OBJECTIVE

1. Bagaimana pelaksanaan, rehabilitasi, manajemen nyeri, cara menilai nyeri, dan terapi
medikamentosa terkait dengan scenario ?
Jawab :
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan penyebabnya. Namun dapat
dilakukan terapi umum sebagai berikut:
Medikamentosa
- Kortikosteroid→ untuk mengurangi nyeri, juga dipercaya dapat menghasilkan
perbaikan neurologis.
- Antidiabetika→ pada kasus-kasus yang diperburuk oleh penyakit diabetes
mellitus.
 Terapi konservatif
a.Tirah baring (bed rest)
b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra
c. Memperbaiki keadaan umum penderita
 Fisioterapi
Problem : kelemahan sistem muskuloskeletal pada ekstremitas atas dan bawah
tubuh bagian kiri.
Assesment: kekuatan otot extremitas superio 5/5- ; extremitas inferior 5/5-, tonus
normal, tidak ada atrofi otot, tidak ada kontraktur.
Program : Infra Red, ROM (range of motion) dan meningkatkan kekuatan otot
ekstremitas atas dan bawah tubuh bagian kiri.
 Terapi Okupasi
Problem : agak kesulitan melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan sendiri
karena terlalu lama berbaring.
Assesment: Pasien mengalami deconditioning syndrome.
Program :
◦ Melatih pasien untuk latihan bekerja, seperti apa yang biasanya dilakukan sendiri,
melatih kekuatan duduk, berdiri dan berjalan.
◦ Melakukan kegiatan sehari-hari sendiri, dan tanpa bantuan orang lain, misalnya
berpakaian, makan, dan rawat diri.
◦ AKS/ADL secara luas berkaitan dengan aspek psikologis, komunikasi, sosial.
Sumber :
- Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
- McCloskey, J.C., Bulechek, G.M. 2008. Nursing Intervention
ClassificationFourthEdition. Mosby, Inc : Missouri.
- North American Nursing Diagnosis Association. 2012. Nursing Diagnoses :
Definition & Classification 2012-2014. Philadelphia.

2. Jelaskan gangguan neuromuscular terkait dengan scenario !


Jawab :
A. Pengertian
Kombinasi dari sistem saraf dan otot, bekerja sama untuk memungkinkan gerakan,
dikenal sebagai sistem neuromuskular. Ada banyak penyakit yang diklasifikasikan
sebagai gangguan neuromuskular. Beberapa penyebab yang diketahui termasuk kelainan
bawaan, gangguan hormonal dan gangguan autoimun.
Otak mengontrol pergerakan otot skeletal (sadar) melalui saraf khusus. Kombinasi dari
sistem saraf dan otot, bekerja sama untuk memungkinkan gerakan, dikenal sebagai sistem
neuromuskular.

B. Gejala gangguan neuromuscular


Gejala-gejala penyakit neuromuskular bervariasi sesuai dengan kondisi dan mungkin
ringan, sedang atau mengancam kehidupan. Beberapa gejala ini mungkin termasuk:
 kelemahan otot
 pemborosan otot
 kram otot
 Spastisitas otot (kekakuan), yang kemudian menyebabkan deformitas sendi atau
tulang
 nyeri otot
 kesulitan bernapas
 Kesulitan menelan.

3. Penyebab gangguan neuromuscular


Beberapa penyebab mungkin termasuk:
 mutasi genetic
 infeksi virus
 gangguan autoimun
 gangguan hormonal
 gangguan metabolic
 defisiensi diet
 Obat-obatan tertentu dan racun
 Faktor yang tidak diketahui.
Klasifikasi gangguan neuromuscular
Beberapa penyakit utama yang mempengaruhi sistem neuromuskular diklasifikasikan
menjadi empat kelompok utama, termasuk:

1. Penyakit neuron motorik – untuk alasan yang tidak diketahui atau genetik, neuron
motorik bawah (dan kadang-kadang juga atas) secara bertahap mati. Beberapa
jenis penyakit neuron motorik genetik (diwariskan) mencakup infantile progresif
atrofi otot tulang belakang (SMA1), atrofi otot tulang belakang menengah (sma2),
atrofi otot tulang belakang remaja (SMA3) dan atrofi otot tulang belakang
dewasa. Bentuk yang paling umum dari penyakit neuron motorik, yang dikenal
hanya sebagai penyakit neuron motorik atau amyotrophic lateral sclerosis atau
penyakit Lou Gehrig, biasanya tidak diwariskan dan penyebabnya belum
diketahui.

2. Neuropati – sistem saraf perifer (saraf selain yang di dalam sumsum tulang
belakang) yang terpengaruh. Beberapa penyakit yang berbeda dari saraf perifer
termasuk penyakit genetik penyakit Charcot-Marie-Tooth, diabetes gangguan
hormonal (jika tidak terkontrol), dan penyakit autoimun seperti demielinasi
neuropati inflamasi kronis (CIDP).

3. Gangguan sambungan neuromuskular – dalam penyakit ini, transmisi sinyal untuk


bergerak (kontraksi) otot tersumbat seperti mencoba untuk menjembatani gap
antara saraf dan otot. Yang paling umum dari penyakit ini adalah myasthenia
gravis, penyakit autoimun dimana sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi
yang menempel pada sambungan neuromuskular dan mencegah transmisi impuls
saraf ke otot.

4. Miopati termasuk distrofi otot – berbagai jenis distrofi otot (pemborosan otot)
disebabkan oleh berbagai mutasi genetik yang mencegah pemeliharaan dan
perbaikan jaringan otot. Beberapa jenis termasuk distrofi otot Becker, distrofi otot
bawaan, distrofi otot Duchenne dan distrofi otot Facioscapulohumeral. Penyakit
lain dari otot (miopati) dapat disebabkan sebagai efek samping yang jarang dari
obat (misalnya, obat penurun kolesterol yang dikenal sebagai statin), penyakit
autoimun seperti polimiositis atau polymyalgia rheumatica atau gangguan
hormonal seperti hipotiroidisme.

Gangguan Unit motor


1. Penyakit neuron motorik
1. Penyakit Motor Neuron
 Penyakit yang dapat melibatkan sel-sel Betz dari korteks motor, semakin
rendah CN inti motorik, CST, dan / atau sel-sel tanduk anterior
1. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
ALS
o Kehilangan motor neuron di korteks, batang otak dan
sumsum tulang belakang
o Mix motor neuron motorik atas dan temuan neuron yang
lebih rendah
o Kelemahan, atrofi, fasikulasi
o Bicara cadel, kesulitan menelan, sesak napas
o Dapat dimulai pada setiap ekstremitas atau otot-otot bulbar
o Tanpa henti progresif
ALS
o 50% mati dalam 3 tahun, 80% mati dalam 5 tahun, 5-10%
hidup lebih dari 10 tahun
o Kematian biasanya dari kegagalan pernafasan
o Etiologi :
1. Glutamat Kelebihan
2. Stres oksidatif
3.Radikal bebas
4. Disfungsi mitokondria
o Bulbar palsy progresif
o Atrofi otot progresif, atrofi otot tulang belakang
o Primary lateral sclerosis

2. Gangguan saraf perifer


I. Mononeuropati
Pola kelemahan dan gangguan sensorik sesuai dengan distribusi saraf tunggal
Carpal tunnel syndrome
Palsy peroneal di kepala fibula
II. Mononeuritis multiplex
Beberapa saraf terpengaruh dalam pola acak
Onset akut, sering menyakitkan
Diabetes mellitus, vaskulitis
III. Polineuropati (neuropati perifer)
 Distal, simetris
Dapat mempengaruhi berbagai jenis serat
1. Otonom
2. Motor
3. Indrawi
- Besar baik mielin
- Kecil buruk mielin atau unmyelinated
Gejala Polineuropati sebuah
Gejala sensorik
Mulai di kaki, bergerak proksimal
Sxs tangan muncul ketika LE SXS hingga lutut
Positif
1. Kesemutan
2. Perasaan geli
3. Pembakaran
Negatif
1. Mati rasa
2. Deadness
3. "Seperti aku berjalan dengan kaus kaki tebal di"
Polineuropati: Tanda

3. Penyakit sambungan neuromuskuler


Gangguan neuromuskular Junction (NMJ)
A. Pre-synaptic
Lambert Eaton sindrom miastenia
Botulisme
B. Pasca-sinaptik
Myasthenia Gravis
Myasthenia Gravis
Antibodi yang mengubah reseptor asetilkolin
1. Mengikat
2. Pemblokiran
3. Modulasi
Antibodi terdeteksi di
1. 50% dari poin dengan MG okular murni
2. 90-95% dari poin dengan umum MG

Manifestasi klinis dari MG


1. Sxs memburuk dengan olahraga, akhir hari (Kelelahan)
Nyata
1. Kelopak mata murung (ptosis)
2. Penglihatan ganda (diplopia)
Kelemahan ekstremitas
Lengan> kaki
Yg berhubungan dgn bengkak
Disartria
Disfagia
Pernapasan
Sesak napas

Miopati
Manifestasi klinis miopati
1. Kelemahan otot proksimal
2. Waddling kiprah
3. Kesulitan memanjat tangga
4. Kesulitan mengangkat lengan di atas kepala
5. Kram dengan miopati metabolik
6. Mialgia dengan miopati inflamasi
7. Menelan dan kesulitan bernapas, saat ini, biasanya terlambat

4. Penyakit otot
Klasifikasi Penyakit Otot
1. Distrofi
 Duchenne Muscular Dystrophy
 Dystrophy myotonic
2. Bawaan miopati
 Glikogenosis
 Mitokondria
3. Acquired miopati
 Polimiositis
 Dermatomiositis
 Miositis badan inklusi
 Obat terkait
4. Duchenne Muscular Dystrophy
 X-linked resesif
 Tidak adanya protein distrofin
 Lambat untuk mencapai tonggak bermotor, sxs pada usia 5
- Semua berjalan, tidak pernah bisa berjalan
- Berakhir di kursi roda pada usia 10-12
- Steroid dapat menunda waktu sampai terikat kursi roda
 Otot digantikan oleh lemak dapat muncul hipertrofik
 Sering agak mengalami keterbelakangan mental
 Harapan hidup <20 tahun dengan kematian yang berhubungan dengan
kegagalan pernafasan atau kardiomiopati.

Sumber :
R, Michael. Overview of Neuromuscular Junction Disorders. Merck Manual. 2008.
Pernodjo Dahlan.2010. Materi Lecture : Neuromuscular disease. Bag/SMF Penyakit
Saraf. FK UGM/RS Dr. Sardjito : Yogyakarta

3. Bagaimana cara menilai nyeri dan bagaimana management nyeri ?


Jawab :
Dokter pertama-tama harus melakukan anamnesis yang teliti, yang harus mencakup
data mengenai nyeri.
Pasien dapat menunjukkan lokasi nyeri dengan menunjuk bagian tubuh atau
menandakannya di gambar tubuh manusia. Perlu diketahui apakah nyeri bersifat
superficial atau dalam. Nyeri dari lesi superficial biasanya tidak menimbulkan
masalah karena penyebab dan akibat sudah jelas. Namun, lokasi yang tepat menjadi
sangat penting pada nyeri dalam yang beralih ke suatu dermatom saat terdapat
keterlibatan struktur somatic dalam atau visera. Cara awitan adalah factor penting
untuk menilai nyeri. Nyeri yang memiliki awitan mendadak dan hampir langsung
mencapai puncak intensitas menunjukan ruptur jaringan. Pola nyeri, atau waktu dan
frekuensi kejadian dan durasi, memberikan informasi penting. Nyeri karena postur
timbul setelah aktivitas berkepanjangan (biasanya sore/malam hari) dan menghilang
dengan istirahat, sedangkan nyeri arthritis paling parah pada gerakan-gerakan
pertama setelah inaktivitas lama (biasanya pagi hari saat bangun tidur).
Factor yang memperparah dan mengurangi nyeri lebih penting daripada kualitas
nyeri dalam memberikan data mengenai mekanisme nyeri. Kualitas nyeri dapat
dinilai dengan secara sederhana meminta pasien menjelaskan nyeri dengan kat-kata
mereka sendiri (misalnya tumpul, berdenyut, seperti terbakar).
Evaluasi ini juga dapat didekati dengan mengunakan penilaian yang lebih formal,
seperti Kuisioner Nyeri McGill. Alat bantu yang paling sering digunakan untuk
menilai intensitas atau keparahan nyeri pasien adalah bentuk-bentuk skala analog
visual (SAV), yang terdiri dari sebuah garis horizontal yang dibagi secara rata
menjadi 10 segmen dengan nomor dari 0 sampai Pasien diberi tahu bahwa o
menyatakan “tidak ada nyeri sama sekali” dan 10 menyatakan ”nyeri paling parah
yang mereka dapat bayangkan”.

Manajemen Nyeri
a. Terapi Farmakologik
 Analgesik Nonopioid: Obat Antiinflamsi Nonsteroid (OAINS)
Untuk nyeri akut derajat ringan. Aspirin, Ibuprofen, Asetaminofen.
 Analgesia opioid
Digunakan dalam piñatalaksanaan nyeri sedang sampai berat. Obat-obat ini
merupakan patokan dalam pengobatan nyeri pascaoperasi dan nyeri terkait
dengan kanker. Morfin
 Antagonis dan Agonis-Antagonis Opioid
Obat yang melawan efek obat opioid dengan mengikat reseptor opioid dan
menghambat pengakktivannya. Nalokson, Talwin, Stadol.

b. Terapi Nonfarmakologik
 Terapi dan Modalitas Fisik
Untuk meredakan nyeri mencakup beragam bentuk stimulasi kulit (pijat, stimulasi
saraf dengan listrik transkutis, akupuntur, aplikasi panas atau dingin, olahraga).
Dasar dari stimulasi kulit adalah teori pengendalian gerbang pada transmisi nyeri.
Stimulasi kulit akan merangsang serat-serat berdiameter kecil non-nosiseptif yang
berdiameter besar untuk “menutup gerbang” bagi serat-serat berdiameter kecil
yang menghantarkan nyeri sehingga nyeri dapat dikurangi. Pijat dapat dilakukan
dengan jumlahbtekanan dan stimulasi yang bervariasi terhadap berbagi titik-titik
pemicu miofasial diseluruh tubuh . untuk mengurangi gesekan digunakan minyak
atau losion. Pijat akan melemaskan otot dan meningkatkan sirkulasi local.
Stimulasi saraf dengan listrik melalui kulit (TENS atau TNS) terdiri dari suatu
alat yang digerakkan oleh batere yang mengirim impuls listrik lemah melalui
elektroda yang diletakkan di tubuh. Elektroda umumnya diletakkan diatas atau
dekat dengan bagian yang nyeri.
 Stretegi Kognitif-Perilaku
Bermanfaat dalam mengubah persepsi pasien terhadap nyeri, mengubah perilaku
nyeri, dan memberi pasien perasaan yang lebih mampu untuk mengendalikan
nyeri. Strategi-strategi ini mencakup relaksasi, penciptaan khayalan (imagery),
hypnosis, dan biofeedback.
 Prosedur Ablatif pada Jaur Nosiseptif
Interupsi jalur nyeri oleh teknik-teknik kimiawi atau termal atau dengan
pembedahan. Dengan demikian, ablasi secara permanen menghambat jalur-jalur
saraf ke otak dengan menghancurkan saraff yang menjadi sumber nyeri kronik.
Satu-satunya nyeri nonkanker yang saat ini diatasi dengan teknik ablasi adalah
neuralgia trigeminus (NT), yang mungkin disembuhkan dengan ablasi nervus
kranialis V secara bedah.. indikasi melakukan hal ini ada empat yaitu, (1) apabila
terapi sistemik gagal untuk mengendalikan nyeri secara adekuat atau efek
samping tidak dapat ditoleransi; (2) setelah pemberian obat neuraksial gagal; (3)
apabila terdapat lesi somatic fokal, nyeri visera atau neuropatik yang sangat
mungkin berespons baik terhadap neuroblasi dengan resiko terbats; atau (4)
apabila keinginan pasien mengarah kepada ablasi. Prosedur mungkin berupa
interupsi di satu dari tiga tingkatan: akar saraf perifer (neurektomi, rizotomi,
simpatektomi), korda spinalis (kordotomi), atau otak (talamotomi).

4. Apakah pengaruh kondsi muculoskeletal kronis yang mengganggu fungsi terhadap suatu
individu?
Jawab :
Secara fungsional ankle merupakan daerah yang menerima beban dari seluruh tubuh baik
pada saat berdiri maupun berjalan, sehingga daerah ankle cenderung mengalami
gangguan akibat truma mekanik. Pada umumnya, trauma yang terjadi pada ankle sering
menimbulkan sprain ankle, yang dikenal orang awam sebagai keseleo. Sprain ankle
merupakan kondisi terjadinya over stretch pada ligamen lateral komplek ankle yang
disebabkan oleh gerak inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba. Kondisi ini menyebabkan
problem nyeri dan bengkan pada sisi lateral ankle serta penurunan fungsi berjalan.
Kondisi ini sering terjadi pada olahragawan seperti pemain sepak bola, atletik, pesenam
pada kelompok kebugaran dan lain-lain. Sprain ankle umumnya merupakan kondisi nyeri
akut, tetapi dapat menjadi kondisi kronik jika terjadi repetetif sprain. Kronik sprain ankle
dengan probem nyeri kronik dapat diterapi olehmmodalitas ultra sonik sebagai modalitas
tambahan terhadap intervensi MWD. Dengan penambahan terapi ultra sonik terhadap
intervensi MWD pada kelompok perlakuan menunjukkan hasil penurunan nyeri yang
lebih bermakna datri pada interfensi MWD saja pada kelompok kontrol. Hal ini
disebabkan oleh efek mekanik dari ultra sonik dan efek termal dari MWD sangat
mempercepat proses penyembuhan jaringan dan penurunan nyeri. Dapat dilihat dari hasil
uji analisi hipotesis yang menunjukkan bahwa interfensi ultra sonik dan MWD
memberikan penurunan nyeri yang sangat bermakna dengan nilai p=0,000 dibandingkan
dengan interfensi MWD saja.

Sumber : H. Habib Nasution, Rika Melianita. 2006. Jurnal Fisioterapi.

5. Jelaskan mengenai prosedur reposisi terbuka dan tertutup serta perbedaannya !


Jawab :
Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips Dapat dilakukan dengan anastesi umum
atau anastesi lokal dengan menyuntikkan obat anastesi dalam hematom fraktur.
Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen
proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips.
Reposisi dengan traksi Dilakukan pada patah tulang yang bila direposisi secara
manipulasi akan terdislokasi kembali di dalam gips, misalnya pada patah tulang
femur. Traksi ada dua jenis : traksi kulit dan traksi tulang. Setiap traksi harus
disertai kontraksi, biasanya menggunakan berat badan pasien sendiri, yaitu
dengan meninggikan bagian ekstrimitas yang di traksi, sehingga pembengkakan
dapat berkurang dan mempercepat penyembuhan jaringan lunak. Traksi kulit
dilakukan dengan menggunakan plester yang direkat sepanjang ekstrimitas yang
kemudian dibalut, ujung plester dihubungkan dengan tali untuk ditarik. Penarikan
dilakukan dengan katrol dan beban yang tidak boleh lebih dari 5kg. Pada orang
dewasa traksi kulit dimaksudkan untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan
ORIF. Traksi tulang dilakukan dengan menusukkan kawat (steinmann pin) pada
tulang, lalu pin tersebut ditarik dengan tali, katrol dan beban. Pada fraktur femur
pin steinmann dipasang pada distal femur atau proksimal tibia. Sedangkan pada
fraktur tibia fibula, dipasang pada distal tibia atau kalkaneus.
Reposisi dengan castReposisi tertutup dilakukan pada fraktur dengan disposisi,
pemendekan atau terpuntir. Dapat dilakukan dengan traksi axis panjang pada
tempat luka lalu menahan mekanisme luka/fraktur dengan imobilisasi cast atau
splint. Cast atau splint dapat dibuat dari fiberglass atau plester of paris. Tahanan
termasuk pada interposisi jaringan lunak dan hematom yang mungkin terjadi
karena tekanan jaringan sekitarnya.
Terapi operatifIndikasi terapi operatif:
- tindakan reposisi tertutup gagal dilakukan
- fraktur tidak stabil yang tidak dapat dipertahankan dengan reposisi tertutup-
cedera
traumatik multiple
- fraktur terbuka yang tidak stabil atau dengan komplikasi
- fraktur avulsi yang mengganggu hubungan tendon-otot atau ligament
- fraktur intra artikuler displaced(>2mm)
- fraktur patologis- nonunion atau malunion yang tidak dapat diperbaiki dengan
reposisi
tertutup- adanya luka pada pembuluhdarah dan saraf Kontraindikasi tindakan
operatif:
- infeksi lokal atau sistemik
- tulang yang osteoporotic
- kondisi pasien yang tidak dapat dioperasi atau dianestesi
- kualitas buruk pada jaringan lunak sekitar fraktur, mungkin karena luka bakar
atau
infeksi.
Beberapa hal yang harus dilakukan pada penanganan fraktur terbuka, diantaranya:
bersihkan luka debridemant perawatan pada tulang yang fraktur ( reposisi)/
menutup luka pemberian antibiotika dan obat-obatan yamg lain
pencegahan terhadap tetanus ( dengan memberikan TT atau ATS)
1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna ( ORIF-Open Reduction and
Internal
Fixation)Pertama fragmen tulang direposisi sehingga mencapai garis
normalnya lalu disatukan bersama dengan mur spesial atau dengan
menempelkan plat metal pada lapisan luar tulang. Fragmen juga
mungkin
disatukan dengan memasukkan kawat kedalam bagian tengah tulang.
Metode
ini dapat mereposisi fraktur sangat tepat. Keuntungan yang diperoleh
adalah
reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar

Indikasi:
- fraktur yang tidak dapat sembuh atau bahaya vaskular nekrosis tinggi
- fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
- fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan

2.Reposisi tertutup
-reposisi tertutup
-fiksasi eksterna
-reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna

Pada fiksasi eksterna bagian tulang yang fraktur dipertahankan dengan transfixing
screw atau tension wire, yang dilekatkan melalui tulang di atasnya dan dibawah
dari fraktur dan mengaitkannya pada suatu external frame. Biasanya hal ini
dilakukan pada fraktur tibia dan pelvis tetapi metode ini juga digunakan pada
fraktur femur, humerus dan distal radius.
Indikasi dilakukan external fiksasi adalah: fraktur yang disertai dengan kerusakan
berat dari jaringan lunak fraktur dengan cedera saraf atau pembuluh darah fraktur
comminuted yang berat dan tidak stabil fraktur pelvis fraktur dengan infeksi, yang
dengan internal fixation tidak bisa multipel trauma dengan komplikasi serius

sumber: www.faculty.southwest.tn.edu

6. Bagaimana management trauma musculoskeletal ?


Jawab :
Pengertian Trauma
Trauma merupakan suatu cedera atau rupadaksa yang dapat mencederai fisik maupun
psikis. Trauma jaringan lunak muskuloskeletal dapat berupa vulnus (luka),
perdarahan, memar (kontusio), regangan atau robekan parsial (sprain), putus atau
robekan (avulsi atau rupture), gangguan pembuluh darah dan gangguan saraf.
Ceder pada tulang menimbulkan patah tulang ( fraktur ) dan dislokasi. Fraktur juga
dapat terjadi di ujung tulang dan sendi ( intra-artikuler ) yang sekaligus menimbulkan
dislokasi sendi. Fraktur ini juga disebut fraktur dislokasi.
Prevalensi
Insiden fraktur secara keseluruhan adalah 11,3 dalam 1.000 pertahun. Insiden fraktur
pada laki –laki adalah 11.67 dalam 1.000 pertahun , sedangkan pada perempuan 10,65
dalam 1.000 pertahun . insiden di beberapa belahan dunia akan berbeda. Hal ini
mungkin disebabkan salah satunya adanya perbedaan status social ekonomi dan
metodologi yang di gunakan di area penelitian.
Prinsip Penanggulangan
 Prinsip penanggulangan cedera musculoskeletal adalah rekognisi
(mengenali), reduksi ( mengembalikan ). Retaining
(mempertahankan). Dan rehabilitas.
 Agar penanganannya baik, perlu di ketahui kerusakan apa saja yang
terjadi, baik pada jaringan lunaknya maupun tulangnya, mekanisme
trauma juga harus diketahui apakah akibat trauma tumpul atau tajam,
langsung atau langsung.
 Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula (
reposisi). Dengan kembali ke maksimal retaining adalah tindakan
mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi ( imoibilitas ). Hal ini akan
menghilangkan spasme otot pada ekstremitas yang sakit sehingga terasa
lebih nyaman dan sembuh lebih cepat rehabilitasi berarti mengembalikan
kemampuan anggota gerak yang sakit agar dapat berfungsi kembali.
Trauma musculoskeletal
Cedera dari trauma musculoskeletal biasanya memberikan disfungsi struktur di
sekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya gangguan
muskulosketal yang paling sering terjadi akibat suatu trauma adalah kontusio, strain,
sprain, dislokasi dan subluksasi.

Sumber : Helmin ZN. Buku ajar GANGGUAN MUSKULOSKELETAL. Jakarta :


salemba medika. 2011.

7. Bagaiaman aplikasi penanganan metode konservatif musculoskeletal?


Jawab :
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi
serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur berarti mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajarannya dan posisi anatomis. Metode untuk mencapai
reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.
Konservatif terdiri atas:
 Proteksi semata-mata denagn cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas
atau tongkat pada anggota gerak bawah
 Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)
 Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi posisinya dalam proses
penyembuhan
 Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi
 Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi

Sumber : Sekarendra, Ni Nengah Vera. 2014. Sistem Muskuloskeletal.akultas


Kedokteran Universitas Udayana. Bali

8. Jelaskan promotif, preventif trauma musculoskeletal !


Jawab :
Pencegahan (Prevention) dan Promotif
Terminologi kecelakaan (accident) adalah kejadian yang tidak dapat dikontrol dan tidak
dapat diprediksi serta sangat komplek tapi reproducible untuk penelitian ilmiah. Oleh
karena itu penting untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan dan kemudian menghilangkannya. Sebagai contoh pemakaian sabuk
pengaman mobil (seat belt) dapat mengurangi angka kejadian mati atau kecacatan.
Demikian juga peningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan gawat darurat (high-quality health care) dan rehabilitasi akan menurunkan
angka-angka tersebut.
Pemerintah juga memegang peranan penting dalam pencegahan dengan
menegakkan peraturan-peraturan lalu-lintas, perbaikan dan sarana jalan yang memadai
serta peranan industri mobil memproduksi kendaraan yang aman (safety car) demikian
juga disiplin pengendaranya dapat menurunkan atau menghilangkan angka kejadian
kecelakaan itu. Selain itu sosialisasi tentang trauma musculoskeletal juga sangat penting
untuk dilakukan pada masyarakat. Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Resiko
Gangguan Muskuloskeletal Akibat Kerja Berdasarkan rekomendasi dari OSHA, tindakan
yang dapat diambil untuk mencegah dan meminimalisir terciptanya gangguan
muskuloskeletal akibat kerja adalah melalui 2 cara, yakni rekayasa teknik, dimana perlu
dilakukan desain pada stasiun kerja dan alat yang digunakan. Kedua dengan rekayasa
manajemen melalui pengorganisasian, pelatihan, dan pengelompokan kriteria kerja
Dengan penjabaran sebagai berikut :

a. Rekayasa Teknik, Rekayasa teknik dibagi menjadi 4 sub kategorikal, yakni eliminasi,
substitusi, partisi, dan ventilasi.

1) Eliminasi, yaitu suatu tindakan menghindarkan, menghapus, meniadakan, dan


mengurangi sumber bahaya dan faktor resiko yang ada. Umumnya hal ini sulit dilakukan,
karena beberapa bidang pekerjaan mengharuskan sang operator memakai peralatan kerja
yang sudah ada sebelumnya untuk menghemat operational cost.
2) Substitusi, yaitu upaya untuk mengganti alat, bahan, dan alat kerja dengan yang
lebih baru dan lebih aman, atau bisa diartikan juga tindakan memaintance alat lama
agar performa dan kondisinya seperti baru sehingga tidak mempersulit operator kerja
pada saat menggunakannya.

3) Partisi, yaitu upaya pemisahan lingkungan kerja. Penyatuan lingkungan kerja


bisa berdampak buruk pada operator, bisa juga diartikan sebagai tindakan
meminimalisir bahaya lingkungan kerja terhadap pekerja. Setiap ruang kerja khusus
hendaknya tidak disatukan dengan ruangan kerja lain.

4) Ventilasi, yaitu tindakan menambah ventilasi untuk ruang yang memiliki paparan debu
tinggi dan resiko paparan bahan asing lain yang tinggi. Bisa juga diartikan
sebagai penangkal dari suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin.

b.Rekayasa manajemen , Rekayasa manajemen dibagi menjadi tiga kategori, yakni,


pendidikan dasar dan pelatihan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, pengawasan yang
intensif
1) Pendidikan dan pelatihan, yakni tindakan yang dilakukan bagi calon pekerja untuk
memahami, kondisi ruang kerja, stasiun kerja, job desk, alat kerja, rekan kerja, metode
kerja, dan lingkungan kerja, dengan harapan, nantinya operator kerja dapat memahami
secara penuh tentang semua aspek pekerjaannya dan dapat meminimalisir faktor resiko
yang bisa diperoleh.
2) Waktu kerja dan istirahat, yakni tindakan pengaturan dan penjadwalan kerja dan
istirahat, disesuaikan dengan segala faktor resiko yang ada dengan tujuan
mengurangi paparan dari faktor resiko gangguan muskuloskeletal, dan mengurangi
kasus keluhan muskuloskeletal pada pekerja.
3) Pengawasan intensif, yakni tindakan kontrol pada para pekerja dan tindakan untuk
memastikan apakah para pekerja melakukan pekerjaan sesuai parameter yang
sebelumnya diajarkan pada pelatihan. Berguna untuk mengontrol disiplin kerja
dan bertujuan untuk menjaga para operator kerja agar terhindar dari paparan faktor
resiko semaksimal mungkin

Sumber :
Armis, MD, SpB, SpBO . 2013. BUKU AJAR TRAUMA MUSKULOSKELETAL. FK
UGM : Jogjakarta.

9. Jelaskan komplikasi trauma musculoskeletal !


Jawab :
1. Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara lain:
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah
eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan penurunan
oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi
pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin
yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan
memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran
kompartement otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan
gibs atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena
edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan
cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi, CRT menurun,
syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya Volkman’s
Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).

Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed union,
dan non union.

a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak seharusnya. Malunion merupaka penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion
dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakankegagalan fraktur
berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseuardoarthrosis.

sumber :
smeltzer.s.c, 2014, keperawatan medical bedah brunner & suddarth, edisi 12, egc
Jakarta.
Price, Anderson,S dan Wilson, L. M. C, 2006, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, Edisi 6, Vol 2, Alih bahasa, Brahm U. Pendit, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta.

2. Diketahui bahwa trauma pada sistem muskuloskeletal dapat terjadi pada tulang seperti
fraktur, pada sendi sehingga menimbulkan subluksasidislokasi, fraktur-dislokasi, fraktur
intra-artikular dan instabilitas sendi, pada jaringan lunak otot, tendo, ligamen, meniskus
dan pada neuro-vaskular. Tujuan tindakan setiap penderita trauma pada umumnya adalah
life saving dan life limb dalam artian memaksimalkan survival penderita, dan save joint
agar outcome fungsinya tercapai optimal juga. Trauma atau penyakit pada
muskuloskeletal dalam kondisi tertentu memerlukan penanganan secepatnya, bila tidak
dilakukan maka dapat berakibat kerusakan atau gangguan fungsi (impairment).
Kebutuhan oksigen penderita adalah prioritas utama dan sangat diperlukan secepatnya
sebagai save life, bila ini tidak tercapai maka kerusakan otak penderita menjadi
irreversible. Oleh karena itu tindakan memperbaiki jalan napas, respirasi penderita dan
sirkulasi darah yang akan mendistribusi oksigen ke organ-organ atau ke jaringan perifer
merupakan tindakan utama dan sangat diperlukan. Berkurangnya jumlah oksigen di
perifer akibat gangguan distribusi / sirkulasi akan mengakibatkan sok. Penyebab sok pada
trauma umumnya akibat perdarahan, , tapi dapat juga akibat dan jantung itu sendiri tidak
mampu mendistribusikan darah ke perifer sehingga disebut sok kardiogenik seperti
cardiac tamponade atau trauma tulang belakang yang menyebabkan hilangnya tonus
vasomotor sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan disebut sok neurogenik. Komplikasi
trauma yang dikerjakan segera (emergency) seperti sindrom kompartemen pada trauma di
tungkai bawah segera dilakukan. Apabila tidak segera maka jaringan akan nekrosis dan
diganti dengan jaringan fibrosis. Apabila gejala 5 P (pulseless, pain, paresthesie, paralyse
dan pallor.) terjadi maka kerusakan jaringan lunak tersebut menjadi irreversible.
Dislokasi dapat menimbulkan teregangnya neurovaskular di sekitar sendi, dan iskhemia
permukaan sendi dan dapat berakhir dengan amputasi. Oleh sebab itu Anda harus
melakukan reposisi secepatnya, sehingga degenerasi sendi atau gangguan fungsi dapat
dikurangi. Fraktur tersembunyi bila terjadi kelambatan diagnosis akan mengakibatkan
peningkatan kejadian morbitas. Lebih 20% fraktur skapoid tidak teriihat di radiograph,
dan fraktur akan teriihat setelah proses dekalsifikasi terjadi yaitu 10 hari atau 2 minggu
pasca trauma.
Sumber :
Armis, MD, SpB, SpBO . 2013. BUKU AJAR TRAUMA MUSKULOSKELETAL. FK
UGM : Jogjakarta

10. Bagaiamana prognosis trauma musculoskeletal ?


Jawab :
Diketahui bahwa trauma pada sistem muskuloskeletal dapat terjadi pada tulang
seperti fraktur, pada sendi sehingga menimbulkan subluksasidislokasi, fraktur-
dislokasi, fraktur intra-artikular dan instabilitas sendi, pada jaringan lunak otot,
tendo, ligamen, meniskus dan pada neuro-vaskular. Tujuan tindakan setiap penderita
trauma pada umumnya adalah life saving dan life limb dalam artian memaksimalkan
survival penderita, dan save joint agar outcome fungsinya tercapai optimal juga.
Trauma atau penyakit pada muskuloskeletal dalam kondisi tertentu memerlukan
penanganan secepatnya, bila tidak dilakukan maka dapat berakibat kerusakan atau
gangguan fungsi (impairment).
Kebutuhan oksigen penderita adalah prioritas utama dan sangat diperlukan
secepatnya sebagai save life, bila ini tidak tercapai maka kerusakan otak penderita
menjadi irreversible. Oleh karena itu tindakan memperbaiki jalan napas, respirasi
penderita dan sirkulasi darah yang akan mendistribusi oksigen ke organ-organ atau
ke jaringan perifer merupakan tindakan utama dan sangat diperlukan. Berkurangnya
jumlah oksigen di perifer akibat gangguan distribusi / sirkulasi akan mengakibatkan
sok. Penyebab sok pada trauma umumnya akibat perdarahan, , tapi dapat juga akibat
dan jantung itu sendiri tidak mampu mendistribusikan darah ke perifer sehingga
disebut sok kardiogenik seperti cardiac tamponade atau trauma tulang belakang yang
menyebabkan hilangnya tonus vasomotor sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan
disebut sok neurogenik. Komplikasi trauma yang dikerjakan segera (emergency)
seperti sindrom kompartemen pada trauma di tungkai bawah segera dilakukan.
Apabila tidak segera maka jaringan akan nekrosis dan diganti dengan jaringan
fibrosis. Apabila gejala 5 P (pulseless, pain, paresthesie, paralyse dan pallor.) terjadi
maka kerusakan jaringan lunak tersebut menjadi irreversible.
Dislokasi dapat menimbulkan teregangnya neurovaskular di sekitar sendi, dan
iskhemia permukaan sendi dan dapat berakhir dengan amputasi. Oleh sebab itu Anda
harus melakukan reposisi secepatnya, sehingga degenerasi sendi atau gangguan
fungsi dapat dikurangi. Fraktur tersembunyi bila terjadi kelambatan diagnosis akan
mengakibatkan peningkatan kejadian morbitas. Lebih 20% fraktur skapoid tidak
teriihat di radiograph, dan fraktur akan teriihat setelah proses dekalsifikasi terjadi
yaitu 10 hari atau 2 minggu pasca trauma.

Sumber :
Armis, MD, SpB, SpBO . 2013. BUKU AJAR TRAUMA MUSKULOSKELETAL. FK
UGM : Jogjakarta

11. Apa prioritas pemeriksaan penunjang yang didahulukan supaya prognosisnya bisa lebih
baik ?
Jawab :
1. Laboratorium : Darah rutin , factor pembekuan darah , golongan darah , cross test ,
urianalisa
2. Radiologis : untuk lokasi AP/L , Memuat dua sendi proksimal dan distal fraktur ,
memuat gambaran foto dua ekstremitas yaitu yang cedera dan yang tidak terkena
cedera . Sesudah tindakan dan sebelum tindakan .

Sumber : Lavy CBD , Barret DS.Ortopedi Dan Fraktur Sistem Apley Ed.7.Widya Medika
. Jakarta

12. Bagaiamana cara merujuk pasien ke dokter ahli ?


Jawab :
1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan
medis,
yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan
tingkat
pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk
ke
fasilitas kesehatan tingkat kedua c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di
faskes
sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer. d. Pelayanan
kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan
dari
faskes sekunder dan faskes primer.
2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier
hanya
untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan
pelayanan
berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
a. terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan
yang
berlaku
b. bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau
Pemerintah
Daerah
c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah
ditegakkan
rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas
kesehatan
lanjutan
d. pertimbangan geografis; dan
e. pertimbangan ketersediaan fasilitas
4. Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter
gigi
pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat
darurat
dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar
kompetensi
dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama
5. Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan
kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa:
1) pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau t
indakan
2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien
dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

Sumber : Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang . 2014 , BPJS Kesehatan .

13. Bagaimana rencana transportasi definitive trauma musculoskeletal ?


Jawab :
1. harus di operasi : Fraktur yang gagal dengan tindakan konservatif, fraktur intra
artikuler, fraktur joint depressed lebih dari 5 mm, fraktur avulsi akibat tarikan ligament,
dan fraktur dengan atrioventriculer node disturbances. Kasus emengency ortopedics lain
adalah compartment syndrome .
Contohnya Compartment syndrome adalah peningkatan tekanan intra compartement
(Osteofascial compartement) pada cruris atau pada Antebrachii akibat peningkatan
permeabilitas sesudah terjadinya trauma, menyebabkan odema dan menghalangi aliran
arteri yang menyebabkan ischemia jaringan yang diikuti gejala klinis 5 P (Pulseless, Pale,
Pain, Paraestesi, Paralyse). Bila tak segera dilakukan fasciotomi akan menyebabkan
nekrosis otot dan timbul cacat menetap volkmann ischemic contracture.

2. Selain kasus open fraktur dan kompartemen sindrom, kejadian dislokasi dan fractur
dislokasi juga bisa ditemui di IGD. Pada keadaan normal cartilage mendapat nutrisi dari
cairan synovial yang berasal dari darah yang sudah tersaring eritrositnya, terjadi diffusi
masuk ke joint space bila terjadi mekanisme gerak sendi. Saat dislokasi nutrisi terhenti.
Cartilage yang mati sulit regenerasi. Penanganan dislokasi adalah segera reposisi dan
stabilisasi 2-3 minggu.

3. Selain kasus kasus di atas, lesi vasculer besar juga termasuk dalam emergency
orthopedics. Lesi vaskuler besar yang tersering adalah arteri poplitea dan arteri radialis,
juga plexus vein sacral pada sacro iliac disruption atau unstable pelvis atau fractur
malgaigne. Kasus emergency ortopedic lain adalah septic arthritis. Pasien akan
mengalami panas badan , nyeri sendi sangat hebat bila digerakkan. Area yang sering
terkena septic artritis adalah sendi panggul (coxitis) dan lutut (gonitis). Pus yang ada
dalam sendi akan merusak sendi, bila tidak segera ditangani, maka arthrotomi pilihan
terapi septic artritis pada sendi yang rusak.

4. Dan, acute osteomyelitis merupakan kasus emergency ortopedics. Osteomelitis akut


menunjukkan gejala panas, nyeri bila extremitas yang mengalami infeksi dipegang,
tanda radang ( rubor, color , dolor , palor, functio laesa). Komplikasi osteomelitis akut
adalah sepsis. Lalu, fat emboli, unstable cervical spine, dan traumatic amputasi juga
merupakan kasus emergency ortopedics.

5. Fraktur pelvis dapat bersifat unstable apabila cincin pelvis mengalami kerusakan pada
2 tempat atau lebih, biasanya terjadi karena high energy injury. Pada daerah pelvis
terdapat plexus plexus vena, jika ada trauma seringkali menyebabkan pecahnya
pembuluh darah ini, dan pendarahan baru berhenti jika cavum pelvis terisi penuh
dengan darah. Pada fraktur unstable, pendarahan tidak berhenti karena pelvis tidak
terfiksasi dengan sempurna.

6. Fat emboly sering terjadi 3-5 hari sesudah fraktur tulang panjang (femur & tibia). Fat
globule dari sumsum tulang masuk sirkulasi dan bila masuk ke otak akan mengganggu
kesadaran, serta bila masuk paru mengakibatkan sesak. Pertolongan fat emboli adalah
oxygenasi dengan PEEP (positive expirasi end pressure) respirator dan heparin atau
antikoagulan. Diharapkan dengan mengetahui penanganan awal kasus emergency
ortopedic dapat menyelamatkan nyawa (life threatening ) dan yang menyelamatkan
extremitas (save the limb).

Sumber : Armis, MD, SpB, SpBO . 2013. BUKU AJAR TRAUMA MUSKULOSKELETAL.
FK UGM : Jogjakarta.
LEARNING OBJECTIVE
“Peristiwa Mtantimali”

Nama : Imelda Friska Tauro


Stambuk : N 101 13 023

FACULTY OF MEDICINE AND PUBLIC


HEALTH
TADULAKO UNIVERSITY
2015

Anda mungkin juga menyukai