BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Miopati adalah kumpulan kelainan pada otot yang biasanya tanpa melibatkan
sistem saraf dan tidak berhubungan sama sekali dengan gangguan pada jembatan
neuromuskuler. Secara sederhana miopati diartikan sebagai penyakit otot (dalam
bahasa yunani mio
mio=otot,
=otot, sementara pati
pati=menderita).
=menderita). Artinya kelainan primernya
terjadi pada otot, bukan pada saraf (neuropati atau gangguan neurogenik) atau yang
lain (otak dan sebagainya).
Insidensi global dari keseluruhan miopati herediter, kira-kira sebesar 14% dari
populasi dunia. Insidens keseluruhan dari distrofi muskuler sekitar 63 per 1 juta.
Insidensi global dari miopati inflamatorik (semisal dermatomiosis, polimiositis)
sekitar 5-10 per 100.000 populasi. Gangguan ini lebih sering pada wanita. Miopati
kortikosteroid adalah miopati yang terbanyak pada miopati endokrin serta gangguan
endokrin paling sering pada wanita.
Di Amerika, insidensi miopati metabolik meningkat. Hipokalemik PP
mempunyai prevalensi 1 per 100.000. Tirotoksikosis PP paling sering pada laki -1aki
(85 %) dari keturunan asia dengan frekuensi kira-kira 2 %. Semua PP dicirikan oleh
kelemahan periodik. Kekuatan normal diantara serangan. Kelemahan yang menetap bisa
berrkemb
be kembaang dala
dalam
m be
beber
berapa bent
bentuk
uk.. Pa
Paling
ling banyak pasien dengan PP primer berkembang
1
menghilang dalam beberapa jam, namun defisit yang permanen bisa terjadi pada
penderita yang sering mendapatkan serangan. Di luar serangan tidak ditemukan
kelainan neurologi maupun kelainan elektromiografis.
Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. MIOPATI
Definisi
Miopati merupakan penyakit neuromuskuler dimana serat-serat otot tidak
berfungsi sebagaimana mestinya, ditandai dengan terjadinya kelemahan otot. Secara
sederhana miopati diartikan sebagai penyakit otot (dalam bahasa yunani mio
mio=otot,
=otot,
sementara pati
sementara pati=menderita).
=menderita). Artinya kelainan primernya terjadi pada otot, bukan pada
saraf (neuropati atau gangguan neurogenik) atau yang lain (otak dan sebagainya).
Namun demikian kram otot, kekakuan, dan spasme dapat juga dihubungkan dengan
1
miopati.
Gejala:
a. Kelemahan otot proksimal yang simetris
b. Malaise
c. Kelelahan
d. Pasien mungkin mengalami urin yang berwarna gelap dan atau demam
e. Tidak ada keluhan sensoris atau parestesia dengan myopati
f. Atrofi dan hiperrefleksi adalah temuan yang sangat lambat pada hampir semua
2
pasien dengan myopati
Klasifikasi :
3
4
Polymyositis dapat terjadi pada usia berapa pun, itu berlangsung pada tingkat
variable dan menyebabkan kelemahan terutama pada ekstermitas proksimal. Hal
ini sering dikaitkan dengan nyeri otot, disfagia dan kesulitan bernafas. Fenomena
Raynaud, arthralgia, malaise, penurunan berat badan, dan demam yang tidak
2
tinggi.
Dermatomiositis dibedakan secara klinis oleh adanya ruam eritematosa
atas kelopak mata, ruam heliotrope, atau pada permukaan ekstensor dari sendi.
Polymyosistis/dermatomiositis dilaporkan berhubungan dengan bermacam
penyakit autoimun, termasuk scleroderma, lupus erythematosus, artritis
rheumatoid dan sindrom sjorgen. Serum CK biasanya meningkat pada pasien
dengan polymyositis atau dermatomiosis, kadang mencapai sangat tinggi namun
angka normal tidak mengeklusi diagnosis. Pada biopsi otot biasanya muncul
2
nekrosis serat otot dan infiltrasi dengan sel inflamatori.
4. Miopati Metabolik
Miopati metabolik sebagai akibat dari kerusakan metabolisme biokimiawi
yang secara langsung berdampak pada otot. Kelemahan miopati proksimal dapat
disebabkan oleh hypokalemia kronis dan apabila gangguan metabolik tersebut
telah diperbaiki, muatan listrik akan kembali normal dalam beberapa minggu.
Keadaan hipokalemia atau hyperkalemia akut juga dapat menyebabkan
kelemahan otot yang dapat cepat dikembalikan dengan mengoreksi gangguan
metabolisme. Sindrom paralisis periodik, yang ditandai dengan peristiwa
kelemahan atau kelumpuhan flacid yang mungkin terkait dengan kelainan dari
tingkat kalium plasma. Dalam bentuk hipokalemia, kadang dikaitkan dengan
tirotoksikosis. Kelainan ini disebabkan oleh mutasi pada gen reseptor
pengkodean dihidropiridinpada 1q32 kromosom. Gangguan klinis secara genetik
5
heterogen dan juga telah dikaitkan dengan mutasi pada 11q13-Q14 dan pada
2
17q23.1-q25-3.
5. Endokrin miopati.
Miopati ini berhubungan dengan hiper atau hipoparatiroidisme, hiper atau
6
adalah episode kelemahan flaksid otot yang terjadi pada interval yang tidak teratur.
Umumnya diturunkan dan lebih episode dari pada periode. Penyakit ini dapat dibagi
dengan baik dalam kelainan primer dan sekunder. Karakteristik umum PP primer
sebagai berikut : (1)diturunkan; (2) umumnya dihubungkan dengan perubahan kadar
kalium serum; (3) kadang disertai myotonia; dan (4) myotonia dan PP primer
4
keduanya akibat defek ion channel.
Patofisiologi
Klasifikasi PP untuk kepentingan klinis, ditunjukkan pada tabel l, termasuk
tipe hipokalemik, hiperkalemik dan paramyotonia.
7
Dasar fisiologis kelemahan otot flaksid adalah tidak adanya eksitabilitas membran
otot (yakni, sarkolema). Perubahan kadar kalium serum bukan defek utama pada PP
primer, perubahan metabolismse kalium adalah akibat PP. Pada primer dan
tirotoksikosis PP, paralisis flaksid terjadi dengan relatif sedikit perubahan dalam
kadar kalium serum,sementara pada PP sekunder, ditandai kadar kalium serum tidak
3,5
normal.
Tidak ada mekanisme tunggal yang bertanggung jawab untuk kelainan pada kelompok
penyakit ini. Kelemahan biasanya secara umum tetapi bisa lokal. Otot-otot kranial
dan pernapasan biasanya tidak terkena. Reflek regang tidak ada atau berkurang
selama serangan. Serat otot secara elektrik tidak ada hantaran selama serangan.
Kekuatan otot normal diantara serangan, tetapi setelah beberapa tahun, tingkat
kelemahan yang menetap semakin berkembang pada beberapa tipe PP (khususnya PP
primer). Semua bentuk PP primer kecuali Becker myotonia kongenital (MC) juga
terkait autosomal dominan atau sporadik (paling sering muncul dari paint mutation).
4,5
8
dan masih ada sedikit sisa gerakan. Keterlibatan otot napas jam serangan
terakhir kurang dari 2 jam dan pada sebagian besar kasus, kurang dari 1 jam.
Spinkter tidak terlibat. Disfungsi pencernaan dan buli disebabkan oleh
kelemahan otot abdomen.
c. Kelemahan terjadi selama istirahat setelah suatu latihan berat atau selama
puasa. Hal ini juga bisa dicetuskan oleh kalium, dingin, etanol, karboidrat,
atau stres. Penyakit ini bisa dsembuhkandengan latihan ringan atau intake
karbohidrat. Pasien juga mungkinmelaporkan nyeri otot dan parestesia.
9
10
11
c. Pada beberapa kasus, kelemahan menetap bagian proksimal, khususnya dengan
hipokalemik PP
d. Berkurangnya reflek regang selama serangan
Tabel 2. Perbedaan gambaran diantara bentuk umum periodik paralisis
Periode
menstruasi
Hipokalemi Bervaria Bebera Serangan awal Severe Myotonik lid
periodik si, anak pa jam pagi setelah Paralisis lag tiba –
tiba – tiba
tiba
paralisis – anak sampai hari yang lalu komplet Myotonia
sampai hampir beraktivitas diantara
dekade seming fisik serangan jarang
ketiga u Makanan Parsial
Sebagian Khas
tinggi unilateral,
kasus tidak karboihdrat monomelik
sebelum lebih dingin Kelemahan otot
16 tahun dari 72 menetap pada
jam akhir penyakit.
Potasium- Dekade Tidak Dingin
Serangan Hipertrofi otot
associated pertama ada Istirahat
kekakuan
myotonia kelemah setelah dan dari
an latihan ringan
dampai
berat
Paramyoton Dekade 2 – 24 dingin Jarang Pseudohipertro
ia pertama jam parah fi otot
kongenital Paradoksal
12
myotonia
Jarang
kelemahan
menetap
Tirotoksikos Dekade Beberapa Sama seperti Sama Bisa
is periodik ketiga dan jam hipokalemik seperti berkembang
paralisis keempat sampai 7 PP hipokalem menjadi
hari hiperinsuline ik PP kelemahan otot
mia menetap
Hipokalemia
selama
serangan
Diferensial diagnosa
6,7
Masalah lainnya untuk dipertimbangkan:
1. Neuropati motor dan sensori herediter
2. Anderson sindroma: sindroma ini, dicirikan dengan kalium sensitif PP dan
aritmia jantung, adalah kelainan terkait autosomal dominan. Kadar kalium bisa me
ningkat atau berkurang selama serangan.
Pemeriksaan penunjang
1. Hipokalemik periodik paralisis
Penurunan kadar serum kalium, tetapi tidak selalu dibawah normal, selama
serangan. Pasien punya pengalaman retensi urin dengan penigkatan kadar sodium,
kalium dan klorida urin. Penurunan kadar fosfor serum secara bertahap juga
terjadi. Kadar fosfokinase (CPK) meningkat selama serangan. ECG bisa
menunnjukkan sinus bradikardi dan bukti hipokalemi (gelombang Tdatar,
6,7
gelombang U di lead Il, V2,V3 dan V4 dan depresi segment ST).
2. Hiperkalemik periodik paralisis
Kadar kalium serum bisa meningkat setinggi 5-6 mEq /L. Kadang bisa diatas
batas normal, dan jarang
j arang mencapai kadar
k adar yang kardio
kard io toksik. Kadar natrium serum
bisa turun karena kenaikan kadar kalium. Hal ini bisa terjadi karena masuknya ion
natrium kedalam otot. Air juga bergerak pada arah ini, menyebabkan
hemokonsentrasi dan selanjutnya hiperkalemi, Hiperregulasi bisa terjadi pada
13
kadar CPK juga bisaterjadi pada akhir serangan. EKG bisa menunjukkan
gelombang T tinggi.
Pemeriksaan penunjang lainnya :
1. Elektrodiagnosis
14
15
16
BAB III
KESIMPULAN
1. Miopati adalah kumpulan kelainan pada otot yang biasanya tanpa melibatkan
sistem saraf dan tidak berhubungan sama sekali dengan gangguan pada
jembatan neuromuskuler. Secara sederhana miopati diartikan sebagai penyakit
otot (dalam bahasa yunani mio
mio=otot,
=otot, sementara pati
pati=menderita).
=menderita). Artinya
kelainan primernya terjadi pada otot, bukan pada saraf (neuropati atau
gangguan neurogenik) atau yang lain (otak dan sebagainya).
2. Gejala miopati adalah kelemahan otot proksimal yang simetris, malaise,
kelelahan, pasien mungkin mengalami urin yang berwarna gelap dan atau
demam, tidak ada keluhan sensoris atau parestesia dengan myopati, atrofi dan
hiperrefleksi adalah temuan yang sangat lambat pada hampir semua pasien
dengan myopati
3. Differential Diagnosis guillain-barré syndrome, lambert-eaton myasthenic
syndrome, myasthenia gravis, tick-borne diseases
4. Paralisis periodik adalah suatu sindrom klinis dengan kelemahan / paralisis
otot akut. Mekanisme yang mendasari penyakit ini adalah malfungsi pada ion
channel pada membran otot skelet / channelopathy.
5. Atas dasar kadar kalium darah pada saat serangan , dibedakan 3 jenis paralisis
periodik yaitu paralisis periodik hipokalemia, paralisis periodik hiperkalemia,
paralisis periodik normokalemi
6. Pengobatan sering dibutuhkan untuk serangan akut hipokalemik PP tetapi
jarang untuk hiperkalemik PP. Pengobatan profilaksis dibutuhkan ketika
serangan semakin sering.
17
DAFTAR PUSTAKA
18