Anda di halaman 1dari 7

NEUROPATI

I. DEFINISI
Neuropati adalah suatu gangguan atau kerusakan pada saraf di tubuh. Kerusakan saraf
dapat berupa kerusakan pada akson saraf, selubung myelin, atau kombinasi keduanya.

II. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan jenis saraf:
 Saraf Sensorik
Kerusakan saraf sensorik dapat mempengaruhi fungsi sensorik seperti sensasi
dan rasa keseimbangan.
 Saraf motorik
Kerusakan saraf motorik dapaf mempengaruhi gerakan dan refleks motoric.
 Saraf Otonom
Kerusakan pada saraf otonom akan mempengaruhi fisiologis tubuh seperti
tekanan darah dan suhu tubuh.
2. Berdasarkan lokasi saraf:
 Neuropati Kranial
Neuropati kranial adalah gangguan atau kerusakan pada saraf kranial.
 Neuropati Perifer
Neuropati perifer adalah gangguan atau kerusakan pada saraf perifer atau saraf
tepi. Neuropati perifer dapat menyerang salah satu saraf tepi atau beberapa saraf tepi.
Jika neuropati menyerang salah satu saraf tepi maka disebut mononeuropati.
Mononeuropati biasanya disebabkan oleh trauma, infeksi, atau tekanan pada suatu
lokasi secara terus-menerus. Contoh dari mononeuropati yang sering terjadi adalah
Carpal Tunnel Syndrome (CTS). CTS disebabkan oleh adanya gannguan pada saraf
median akibat tekanan atau trauma terus-menerus dan berulang.
Polineuropati adalah neuropati perifer yang menyerang lebih dari satu saraf
perifer dan bersifat simetris. Polineuropati umumnya melibatkan demielinasi atau
degenerasi aksonal dari beberapa saraf perifer. Biasanya yang terkena pertama kali
adalah akson yang panjang dengan gejala yang muncul dimulai dari bagian distal
ekstremitas. Jika system saraf otonom terlibat, maka bisa memunculkan gejala seperti
hipotensi, dan konstipasi. Polineuropati dapat terjadi akibat mekanisme imun, agen
toksik, dan penyakit metabolik. Contoh dari polineuropati diantaranya adalah
Guillain-Barre Syndrome.

III. EPIDEMIOLOGI
1. Sebanyak 60% penderita Diabetes Mellitus mengalami Neuropati
2. Sebanyak 26% orang yang berusia >40 tahun mengalami neuropati
3. Sebanyak 2,4% dari total populasi dunia mengalami neuropati perifer
4. Sebanyak 66% penderita DM Tipe I mengalami neuropati
5. Sebanyak 59% penderita DM Tipe II mengalami neuropati

IV. FAKTOR RISIKO


1. Usia >40 tahun
2. Penderita diabetes
3. Trauma atau tekanan berulang
4. Penderita penyakit metabolik
5. Penderita kelainan imun
6. Keganasan
7. Inflamasi atau infeksi

V. ETIOLOGI
Neuropati perifer dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya:
1. Nutrisi
Defisiensi Vitamin B1, B6, B12, dan Asam Folat dapat menyebabkan terganggunya
oksidasi gula saat metabolisme neural sehingga fungsi saraf menjadi terganggu. Kebutuhan
nutrisi-nutrisi tersebut akan meningkat pada orang hamil dan pengonsumsi alkohol.
2. Kelainan metabolik
Kelainan metabolik seperti diabetes mellitus dan penyakit ginjal dapat menyebabkan
polineuropati.
3. Agen toksik
Agen toksik dapat berupa efek samping dari obat-obatan atau unsur lainnya. Agen toksik
yang dapat menyebabkan neuropati diantaranya adalah arsenik, merkuri, alkohol, timah,
logam berat, kloramfenikol, dan karbamazepin. Timah dan logam berat dapat menghambat
aktivasi enzim dalam proses oksidasi glukosa pada metabolisme neuronal.
4. Trauma
Kerusakan saraf dapat terjadi akibat cedera atau kegagalan operasi.
5. Inflamasi
Misalnya pada peradangan pembuluh darah atau vaskulitis
6. Infeksi
Infeksi dapat berupa infeksi virus atau bakteri, seperti HIV, cacar, difteri, dan kusta.
7. Kelainan imun
Penyakit autoimun seperti lupus, sindrom sjogren, sindrom guillain-barre, dan reumatoid
artritis dapat menyebabkan neuropati.
8. Genetik
Misalnya pada penyakit charcot-marie-tooth.

VI. GEJALA KLINIS


Gejala klinis neuropati bergantung pada penyebabnya. Namun umumnya gejala neuropati
adalah berupa Kesemutan, Pegal-pegal, Mati rasa atau kebas, Sensasi seperti terbakar atau
ditusuk, Kelemahan otot, dan Disfungsi organ atau kelenjar.

VII. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi neuropati bergantung pada penyakit penyebabnya. Namun, tidak semua
penyakit penyebab neuropati diketahui proses spesifiknya. Neuropati secara umum dapat
terjadi akibat tiga proses patologi, yaitu degenerasi wallerian, degenerasi aksonal, dan
demielinisasi segmental.
1. Degenerasi Wallerian
Degenerasi wallerian adalah suatu proses yang terjadi akibat rusaknya atau terpotongnya
serabut saraf yang menyebabkan badan sel saraf terpisah dari aksonnya sehingga bagian
distal dari saraf ersebut berdegenerasi. Trauma atau infark pada saraf perifer akan
menyebabkan kelainan akson. Kemudian, terjadi degenerasi myelin akibat dari kelainan
akson. Akson akan berdegenerasi dari bagian distal sampai lesi fokal, sehingga merusak
hubungan atau kontinuitas akson. Proses ini biasanya terjadi setelah 24-26 jam pasca lesi.
2. Degenerasi Aksonal
Degenerasi aksonal biasanya terjadi pada polineuropati akibat kelainan metabolik dan
bersifat simetris. Degenerasi aksonal menjalar dari bagian distal ke proksimal, karena
kemungkinan akson yang letaknya jauh dari badan sel tidak mendapatkan nutrisi yang berada
di badan sel. Degenerasi aksonal biasanya diikuti oleh demielinisasi segmental sekunder.
3. Demielinisasi segmental
Terjadi lesi pada sel schwann yang mengakibatkan degenerasi selubung myelin.
Degenerasi biasanya dimulai dari daeran nodus ranvier yang kemudian menyebar ke daerah
lainnya. Proses perbaikan akibat degenerasi segmental ini lebih cepat daripada degenerasi
aksonal dan degenerasi wallerian karena hanya memerlukan remielinisasi. Demielinisasi
segmentel umumnya disebabkan oleh penyakit autoimun.
VIII. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis akan didapatkan gejala klinis seperti kesemutan, pegal-pegal, mati rasa
atau kebas, sensasi seperti terbakar atau ditusuk, kelemahan otot, dan disfungsi organ atau
kelenjar. Selain itu juga perlu ditanyakan riwayat penyakit, keluarga, social, pemakaian obat
karena berhubungan dengan factor risiko neuropati.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan motorik
dan pemeriksaan sensorik. Pada pemeriksaan sensorik dapat ditemukan penurunan

kemampuan sensorik seperti hilangnya sensasi terhadap suhu, getaran, dan sentuhan. Pada
pemeriksaan motorik dapat ditemukan kelemahan otot dan berkurangnya reflex motorik.
Pemeriksaan motorik motoric juga dapat berupa pemeriksaan kekuatan otot. Pemeriksaan
kekuatan otot dilakukan dengan dua tahapan, pertama pasien diminta untuk menggerakkan
ekstremitasnya kemudian pemeriksa menahan gerakan pasien. Tahap kedua yaitu pemeriksa
menggerakkan ekstremitasnya dan kemudian pasien menahan gerakan tersebut. Setelah
melakukan kedua tahapan tersebut kemudian pemeriksa menilai kekuatan otot berdasarkan
table berikut. Pada penderita neuropati juga akan ditemukan reflex tendon yang menurun.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat berupa pencitraan dan pemeriksaan laboratorium.
Pencitraan seperti foto polos, CT Scan, atau MRI bertujuan untuk melihat adanya tekanan
atau trauma yang menyebabkan kerusakan saraf. Selain itu, untuk melihat fungsi saraf dapat
dilakukan elektromiografi dan biopsy saraf. Namun, kedua metode tersebut jarang dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mengetahui penyebab pasti dari neuropati
sehingga dapat menentukan penatalaksanaan yang tepat. Pemeriksaan Laboratorium yang
dilakukan berupa pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar gula darah, ada atau tidaknya
defisiensi nutrisi, agen toksik, dan kelainan genetik.

IX. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding neuropati diantaranya adalah mielopati, penyakit autoimun, dan
penyakit atau kelainan otot.

X. TATA LAKSANA
1. Terapi Kausatif
Penangan utama pada neuropati yaitu mengobati penyakit utama yang menyebabkan
neuropati seperti diabetes mellitus dan penyakit autoimun.
2. Terapi Simptomatis
 Analgesik non Opioid
Analgesik non opioid termasuk NSAID adalah pilihan utama bagi nyeri
ringan. Analgetik yang termasuk golongan ini diantaranya adalah aspirin dan
ibuprofen. Untuk menangani nyeri hebat dapat digunakan NSAID bersamaan dengan
golongan opioid kuat.
 Analgesik opioid kuat
Golongan ini digunakan untuk meredakan nyeri hebat. Namun, perlu
diperhatikan bahwa golongan ini memiliki efek samping seperti sedasi, halusinasi,
dan konstipasi. Contoh dari analgesik opioid kuat yaitu morfin.
 Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid bertujuan untuk meningkatkan efek analgetik,
mengurangi efek samping dari opioid, dan mengurangi gejala yang berhubungan.
Kortikosteroid juga dapat berperan sebagai antiinflamasi. Contoh kortikosteroid
diantaranya adalah dexametasome dan prednisone.
 Antidepresan
Antidepresan dapat digunakan sebagai pilihan analgetik untuk mengurangi
nyeri neuropati. Untuk nyeri neuropati yang terus-menerus dapat ditangani dengan
antidepresan yang dikombinasikan dengan opioid. Efek samping dari antidepresan
adalah mulut kering, pandangan kabur, dan konstipasi.
 Antikolvusan
Antikolvusan atau anti kejang digunakan bersama dengan opioid untuk
mengatasi nyeri neuropati. Carbamazepine dan phenytoin merupakan antikolvusan
yang sering digunakan dalam penatalaksanaan neuropati.
3. Vitamin Neurotropik
Pemberian vitamin neurotropic dilakukan untuk memenuhi kebutuhan vitamin
yang kurang. Yang termasuk vitamin neurotropik adalah vitamin B1, B6, B12, dan
asam folat.

XI. PENCEGAHAN
1. Menghindari factor risiko seperti meminum alcohol dan trauma berulang.
2. Menangani penyakit metabolik dengan tepat dan segera.
3. Mengonsumsi makanan bergizi untuk menghindari defisiensi nutrisi.
4. Berolahraga teratur setidaknya 30-60 menit setiap harinya untuk melatih kemampuan
sensorik dan motorik.

XII. PROGNOSIS
Jika terjadi degenerasi wallerian atau degenerasi aksonal maka prognosisnya buruk
dimana pemulihannya akan lebih sulit karena akson harus meregenerasi dirinya sendiri.

XIII. KOMPLIKASI
Neuropati perifer akibat diabetes sering menyebabkan ulkus pada kaki sehingga
menyebabkan pembengkakan pada jari dan tungkai yang dapat berakhir dengan amputasi.

Anda mungkin juga menyukai