Anda di halaman 1dari 44

ASKEP multipel sklerosis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KASUS MULTIPEL SKLEROSIS


A. Konsep Penyakit 1. Definisi Multipel Sklerosis (MS) adalah penyakit degenerati sistem saraf pusat (SSP) kronis yang meliputi kerusakan mielin MS secara umum dianggap sebagai penyakit autoimun, dimana sistem imun tubuh sendiri, yang normalnya bertanggung jawab untuk mempertahankan tubuh terhadap penyakit virus dan bakteri, dengan alasan yang tidak diketahui mulai menyerang jaringan tubuh normal. Pada kasus ini menyerang sel yang membentuk mielin.
(rencana asuhan keperawatan klinik, hal 247) (material lemak & protein dari selaput saraf) (rencana asuhan keperawatan klinik, hal 247)

Ms merupakan penyakit kronis dimana terjadi demielinisasi ireguler pada susunan saraf pusat / perier yang mengakibatkan berbagai derajat penurunan motorik, sensorik dan juga kognitif. MS merupakan penyakit kronis dari sistem saraf pusat degeratif dikarakteristikan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medula spinalis. (KMB, Brunner, hal 2182) 2. Etiologi Gangguan autoimun (kemungkinan dirangsag / infeksi virus) Kelainan pada unsur pokok lipid mielin Racun yang beredar dalam CSS Infeksi virus pada SSP (morbili, destemper anjing) 3. Manifestasi Klinis 1. Kelelahan 2. Kehilangan keseimbangan 3. Lemah 4. Kebas, kesemutan 5. Kesukaran koordinasi 6. Gangguan penglihatan diplobia, buta parsial / total 7. Kelemahan ekstermitas spastik dan kehilangan refleks abdomen 8. Depresi 9. Afaksia 4. Pemeriksaan Penunjang Menentukan adanya karakteristik plak dari MS MRI : Menggambarkan adanya lesi otak, perbesaran/ CT Skan : pengecilan ventrikel otak Potensial eveket pusat : Mengetahui kelaionan awal dalam perkembangan Fungsi lumbat : penyakit pada pendengaran, penglihatan, EEG : somatosensor Mengetahui kadar Cg.c dan Cg.M melalui CSS Menunjukan gelombang yang abnormal pada bebrapa kasus 5. Penatalaksanaan

- Terapi imunosepresan pada permulaan eksaserbasi mungkin dapat membatasi serangan otoimun - Obat-obatan antivirus dapat memperlambat progresifitas penyakit - Penyuntikan sub kutis bahan umum beta-interferon mungkin dapat menurunakn jumlah keparahan eksaserbasi pada sebagian pasien sklerosis multiple. - Pendidikan untuk mengontrol kandungan kemih, fungsi seks dan menghindari komplikasi yang berkaitan dengan penurunan mobilitas, dapat meningkatkan kepuasan hidup dan kesehatan keseluruhan. - Pendidikan mengenai perlunya menghindari kelelahan berat dan suhu tinggi dapat mengurangi gejala. - Sekarang dicobakan terapi-terapi obat inovatif yang ditujukan untuk meningkatkan toleransi diri antigenik denganmemberikan protein mielin untuk dimakan. Terapi ini berdasarkan pada hipotesis bahwa seseorang dapat mentoleransikan (tidak menyerang secara imunologik) suatu benar yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran cerna. 6. Diagnosa Banding Perkinson GBS Mestenia Gravis B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas Pada umunya terjadi pada orang-orang yang hidup di daerah utara dengan temperatus tinggi, terutama pada dewasa muda (20-40th) dan dua kali lebih banyak pada wanita daripada pria. b. Keluhan Utama Muncul keluhan lemah pada anggota badan bahkan mengalami spastisitas / kekejangan dan kaku otot, kerusakan penglihatan. c. Riwayat Penyakit Dahulu Biasanya klien pernah mengalami pengakit autoimun. d. Riwayat Penyakit Sekarang Pada umunya terjadi demilinasi ireguler pada susunan saraf pusat perier yang mengakibatkan erbagai derajat penurunan motorik, sensorik, dan juga kognitif e. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Lemah, jalan goyang, kepala pusing, diplodia, kekejangan otot / kaku otot T T V - Tekanan darah : menurun - Nadi : cepat lemah - RR : normal - Suhu : normal - BB & TB : ormal / seusia pemeriksaan. f. Body System 1. Sistem Respirasi I : Bentuk dada d/s simetris P : Pergerakan dada simetris d/s P : Sinor

A : Tidak ada suara nafas tambahan 2. Sistem Kardiovaskuler I : Ictus cordis tidak nampak P : Ictus cordis teraba pada ICS 4-5 P : Pekak A : Tidak ada suara tambahan seperti mur-mur 3. Sistem Intergumen Resiko terjadinya dekubitus karena intoleransi aktivitas 4. Sistem Gastrointestinal Mengalami perubahan pola makan karena mengalami kesulitan makan sendiri akbiat gejala klinis yang ditimbulkan. 5. Sistem Eliminasi Urine BAK : mengalami inkontinensia & nokturia selama melakukan eliminasi uri .

6. Sistem eliminasi alvi BAK : tidak lancar 3 hari 1x dengan konsistensi keras, warn kukning bu khas feses 7. Sistem Murkulus skeletal Kesadaran : -Apatisi 3-4-6 Terjadi kelemahan paralisis otot, kesemutan, nyeri (perasaan tertusuk-tusuk pada bagian tubuh tertentu) 8. Sistem Neurologis Terjadi perubahan ketajaman penglihatan (diplobia), kesulitan dalam berkomunikasi (disastria) g. Diagnosa Keperawatan. 1. Kerusakan mobilisasi fisik b/d kelemahan, paresisi, spastisitas 2. Resiko cedera b/d kerusakan sensori dan penglihatan 3. Perubahan eliminasi alvi dan uri b/d disfungsi medula spinalis 4. PPP (kehilangan memori, demetia, euforia 5. Ketidak efektifan koping 6. Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan di rumah b/d keterbatasan fisik, psikologis, sosial. 7. Resiko disfungsi sex b/d reaksi psikologis terhadap kondisi h. Rencana Asuhan Keperawatan 1. Kerusakan mobilitas fisik b/d kelemahan, paresisi, spastisitas Tujuan : kerusakan mobilisasi fiik dapat terhambat. teria hasil : 1.Mampu mengidentifikasikan faktor-faktor resiko dan kekuatan individu yang mempengaruhi toleransi terhadap aktivitas 2.Mampu mengindentifikasikan beberapa alternatif untuk membantu mempertahankan tingkat aktivitas saat sekarang. 3.Mampu berpartisipasi dalam program rehabilitasi. 4.Mapu mendemonstrasikan teknik / tingkah laku yang dapat mempertahankan / meneruskan aktivitas Intervensi 1. Tentukan dan kaji tingkat aktivitas sekarang dan derajat gangguan fungsi dengan skala 0-4. R/ berikan informasi untuk mengembangkan rencana perawtan bagi program rahabilitasi 2. Identifikasi faktor faktor yang mempengarhuri kemampuan untuk aktif, misalnya pemasukan makanan yang tidak adekuat, insomnia, penggunaan obat-obat tertentu. R/ berikan kesempatan untuk memecahkan masalaha untuk mempertahankan / meningkatkan mobilitas.

3. Anjurkan klien untuk melakukan perawatan diri sendiri sesuai dengan kemampuan maksimal yang dimiliki pasien. R/ meningkatkan kemandirian dan rasa mobilitas diri dan dapat menurunkan perasaan tidak berdaya 4. Evaluasi kemampuan untuk melakukan mobilisasi secara aman dan berikan alat bantu berjalan. R/ latihan berjalan dapat meningkatkan keamanan dan keefektifan pasien untuk berjalan dan alat bantu gerak dapat menurunkan kelemahan, meningkatkan kemandirian. 5. Buat rencana perawatan dengan periode istirahat konsisten diantara aktivitas R/ menurunakn kelelahan, kelemahan otot yang berlebihan 6. Lakukan kolaborasi dengan ahli terapi fisik / terapi kerja R/ bermanfaat dalam mengembangkan program latihan individual dan mengindentifikasi kebutuhan alat untuk menghilangkan spasme otot, meningkatkan fungsi motorik, emncegah / menurunkan atrofi fan kontraktur pada sistem muskular. 2. Resiko cedera berhubungan dengan kerusaakan sensori dan penglihatan. Tujuan : - Suatu kecelakaan / cidera dapat terhindarkan Mengidentifikasi perbedaan tipe masalah penglihatan yang brekenaan dengan MS Kriteria Hasil : 1.Tipe gangguan penglihatan dapat diidentifikasikan Jarang terjadi kecelakaan / cidera akibat gangguan penglihatan tervensi 1. Identifikasi tipe gangguan epnglihatan yang dialami klien (diplopia, nigstagmus, neuritis optikus / penglihatan kabur) R/ mengidentifikasi tipa gangguan visual yang terjadi dan batasan keparahan. 2. Jelaskan pilihan alternatif untuk mengatasio gangguan

MULTIPLE SCLEROSIS
Filed under: Uncategorized Leave a comment January 13, 2011

MULTIPLE SKLEROSIS Definisi Sklerosis multiple ( SM ) merupakan keadaan kronis penyakit system syaraf pusat degenerative yang dikarakteristikkan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medulla spinalis. Demielinasi menunjukkan kerusakan myelin yang menunjukkan adanya adanya material lunak dan protein di sekitar serabut-serabut syaraf otak dan medulla spinalis, yang menghasilkan gangguan transmisi impuls syaraf. Myelin adalah materi yang melindungi syaraf, berfungsi seperti lapisan pelindung pada kabel listrik dan memudahkan syaraf untuk mengirim impulsnya dengan cepat. Kecepatan dan efisiensi pengiriman impuls inilah yang memungkinkan sebuah gerakan tubuh yang halus, cepat,dan terkoordinasi dilakukan hanya dengan sedikit upaya. Kerusakan myelin (demyelinasi) menyebabkan gangguan kemampuan serabut syaraf untuk menghantarkan pesan ke dan dari otak. Lokasi terjadinya kerusakan myelin (plak atau lesi) tampak seperti area (parut/luka) yang mengeras: pada MS, parut-parut/luka-luka ini tampak pada otak dan tulang belakang.

Multiple Sklerosis (Multiple Sclerosis MS) adalah penyakit kronis pada sistem saraf pusat (SSP) yang dikarakteristikan oleh sedikit lapisan dari batas substansia alba pada saraf optik, otak dan medulla spinalis. Multipel sklerosis paling sering ditemukan pada usia muda. Kasus ini sedikit lebih banyak menyerang wanita dibandingkan dengan pria. Usia rata-rata penderita penyakit ini adalah 30 tahun, dengan batas antara 18-40 tahun. Etiologi Multiple sclerosis biasanya disebabkan oleh beberapa hal seperti : 1) Lapisan merujuk pada destruksi myelin, lemak dan material protein yang menutupi lapisan saraf tertentu dalam otak dan medulla spinalis dimana Lapisan ini mengakibatkan gangguan transmisi impuls saraf. 2) Perubahan inflamasi mengakibatkan jaringan parut (scar) yang berefek terhadap lapisan saraf. 3) Penyebab tidak diketahui tetapi kemungkinan karena factor predisposisis yang berhubungan dengan disfungsi autoimun, kelainan genetik atau proses infeksi oleh virus Manifestasi klinis multiple Sklerosis Multiple sclerosis memiliki kondisi yang sangat variabel dan gejala-gejalanya bergantung pada area sistem syaraf pusat yang terserang. Tidak ada pola khusus pada MS dan setiap penderita MS memiliki kekhasan gejalanya sendiri-sendiri, yang bentuknya dari waktu ke waktu bervariasi dan tingkat keparahan serta jangka waktunya pun dapat berubah, dan semua variasi dan perubahan itu dapat terjadi bahkan pada penderita yang sama. Tidak ada MS yang tipikal. Kebanyakan penderita MS akan mengalami lebih dari satu gejala, tetapi meskipun ada gejala-gejala umum yang diderita banyak orang, tidak ada seorangpun yang memiliki semua gejala tersebut sekaligus. Perjalanan SM dapat menunjukkan banyak pola yang berbeda. Banyak pasien mulai dengan perjalanan relapsing remitting dengan pemulihan komplit di antara kesembuhan. Pasien lain mengalami perjalanan progressif kronik dari awitan dengan penurunan fungsi progressif. Perjalan penyakit progressif yang cepat jarang terjadi. Pada pasien yang lain, penyakit mengikuti perjalanan penyakit jinak. Sepanjang hidup dan gejala sangat ringan sehingga pasien tidak mencari bantuan kesehatan ataupun pengobatan. Tanda dan gejala SM bervariasi dan banyak, yang menunjukkan lokasi lesi ( plak ) atau kombinasi lesi-lesi.gejala primer paling banyak dilaporkan berupa kelelahan, lemah, kesukaran koordinasi, kelemahan pada otot, penurunan daya indra, depresi, kesulitan koordinasi dan berbicara, rasa sakit, kelumpuhan dan kehilangan keseimbangan. Gangguan penglihatan akibat adanya lesi pada syaraf optic atau penghubungnya dapat mencakup penglihatan kabur, diplopia, kebutaan parsial ( skotoma ), dan kebutaan total. Kelemahan ekstremitas spastic dan kehilangan reflek abdomen akibat keterlibatan jaras motorik utama ( traktus piramidal ) dari medulla spinalis. Kerusakan akson-akson sensori dapat menghasilkan disfungsi sensori. Masalah kognitif dan psikososial mencakup depresi, merupakan refleksi dari lobus frontal/ parietal yang terkena ( jarang terjadi perubahan kognitif berat dengan

dimensia ). Serangan pada serebelum/ basal ganglia dapat menyebabkan ataksia ( gangguan koordinasi gerakan ) dan tumor. Emosi yang labil dan euphoria akibat hilangnya control penghubung antara korteks dan basal ganglia dan mungkin terjadi pada pasien SM. Demikian pula dapat terjadi maslah defekasi, dan berkemih serta seksual. Patofisiologi Penyebab MS belum diketahui, saat ini seluruh dunia masih melakukan penelitian untuk mencari penyebab pasti penyakit MS. Kerusakan myelin pada MS mungkin terjadi akibat respon abnormal dari sistem kekebalan tubuh terutama focal lymphocytic infiltration (sel T secara terusmenerus bermigrasi menuju lokasi dan melakukan penyerangan seperti yang layak terjadi pada setiap infeksi). Sitem kekebalan tubuh ini seharusnya melindungi tubuh dari serangan organisme berbahaya (bakteri dan virus). Banyak jenis MS yang menampakkan gejala penyakit kekebalan tubuh, dimana tubuh menyerang sel-sel dan jaringan-jaringannya sendiri (dalam kasus MS, yang diserang adalah Myelin). Para peneliti belum mengetahui apa yang memicu sistem kekebalan tubuh tersebut menyerang myelin, tetapi ada satu pemikiran bahwa hal tersebut terjadi karena beberapa faktor. Satu teori menyebutkan bahwa virus, yang mungkin sudah menetap lama dalam tubuh, mungkin memainkan peranan penting dalam perkembangan penyakit ini dan mungkin mengganggu sistem kekebalan atau secara tidak langsung mengubah proses sistem kekebalan tubuh. Banyak penelitian yang sudah mencoba mengidentifikasi virus MS. Ada satu dugaan bahwa kemungkinan tidak ada virus MS, melainkan hanya ada virus-virus biasa, seperti virus campak ( rubella ) dan herpes, yang menjadi pemicu timbulnya penyakit MS. Pada penderita multipel sklerosis ternyata serum dan cairan serebrospinal mengandung berbagai antibodi campak serta ada bukti yang menyatakan bahwa zat anti tersebut dihasilkan dalam otak. Virus-virus ini mengaktifkan sel darah putih (limposit) dalam aliran darah menuju ke otak dengan melemahkan mekanisme pertahanan otak (yaitu substansi yang melindungi darah/otak). Kemudian, di dalam otak, sel-sel ini mengaktifkan unsur-unsur lain dari sistem kekebalan tubuh dengan satu cara yang pada akhirnya membuat sel-sel tersebut menyerang dan menghancurkan myelin. Pada awalnya, setiap peradangan yang terjadi berangsur menjadi reda sehingga memungkinkan regenerasi selaput mielin. Pada saat ini, gejala awal MS masih berupa episode disfungsi neurologis yang berulang kali membaik. Walaupun demikian, dengan berselangnya waktu, sitokina yang disekresi oleh sel T akan mengaktivasi sejumlah mikroglia, dan astrosit sejenis fagosit yang bermukim pada jaringan otak dan sumsum tulang belakang, dan menyebabkan disfungsi sawar otak serta degenerasi saraf kronis yang berkelanjutan. Kerusakan myelin (demyelinasi) menyebabkan gangguan kemampuan serabut syaraf untuk menghantarkan pesan ke dan dari otak. Lokasi terjadinya kerusakan myelin (plak atau lesi) tampak seperti area (parut/luka) yang mengeras: pada MS, parut-parut/luka-luka ini tampak pada otak dan tulang belakang. Penyebab lain MS belum diketahui, saat ini seluruh dunia masih melakukan penelitian untuk mencari penyebab pasti penyakit MS. Masih dipertanyakan apakah meningkatnya kasus pada keluarga diakibatkan oleh predisposisi genetik (tidak terdapat pola herediter) atau disebabkan

karena sering kontak dengan agen infeksi (mungkin virus) pads masa kanak-kanak yang entah dapat menyebabkan multipel sklerosis pads waktu mulai menginjak masa dewasa muda. Penyelidikan migrasi menunjukkan bahwa jika orang dewasa pindah dari tempat dengan risiko tinggi ke tempat dengan risiko rendah, mereka tetap mempunyai risiko tinggi untuk menderita multipel sklerosis. Tetapi jika migrasi terjadi sebelum mencapai usia 15 tahun, maka individu tersebut mempunyai risiko yang rendah sesuai dengan tempat tinggalnya yang baru. Data-data Ini sesuai dengan teori yang menyatakan virus mungkin merupakan penyebabnya dengan periode laten yang panjang antara paparan awal dengan awitan (onset penyakit). Mekanisme kerjanya mungkin merupakan reaksi autoimun yang menyerang mielin. Penyelidikan lain mengajukan kemungkinan adanya faktor-faktor genetik sehingga ada orangorang yang lebih rentan terhadap serangan berbagai virus yang bereaksi lambat pada Sistem saraf pusat. Virus lambat ini mempunyai masa inkubasi yang lama dan mungkin hanya berkembang dalam kaitannya dengan status imun yang abnormal atau terganggu Sklerosis ditandai dengan adanya bercak kerusakan mielin yang tersebar diikuti dengan gliosis dan substansia alba sistem persarafan. Bercak-bercak berwarna kekuning-kuningan dan keras yang ditemukan pada otopsi dipakai sebagai sumber nama penyakit ini. Sifat perjalanan penyakit merupakan serangkaian serangan pada berbagai bagian sistem saraf pusat. Setiap serangan memperlihatkan derajat remisi tertentu tetapi secara menyeluruh gambarannya adalah ke arah yang buruk (Brunner dan Suddarth, 2002). Secara klinis, akan terjadi akumulasi progresif seperti masalah penglihatan,kelemahan pada otot, penurunan daya indra, depresi, kesulitan koordinasi dan berbicara, rasa sakit dan bahkan kelumpuhan. Secara paraklinis, akan terjadi kerusakan akson dan lebam pada otak dan sumsum tulang belakang akibat peradangan fase akut dan gliosis yang terjadi berulangkali pada akson dan glia. Rasio IL-12 dan IFN-gamma dalam darah juga mengalami peningkatan.Secara paraklinis, akan terjadi kerusakan akson dan lebam pada otak dan sumsum tulang belakang akibat peradangan fase akut dan gliosis yang terjadi berulangkali pada akson dan glia. Rasio IL-12 dan IFN-gamma dalam darah juga mengalami peningkatan Epidemiologi Penyakit ini lebih sering dijumpai pada daerah beriklim sedang (Eropa Utara dan Amerika Utara), dengan insidens kurang lebih 10 per 10.000 penduduk. Penyakit ini jarang ditemukan di daerah tropis tetapi multipel sklerosis juga jarang dijumpai di Jepang. Penyakit ini sedikit lebih banyak ditemukan di antara keluarga yang pernah menderita penyakit tersebut, yaitu kira-kira 68 kali lebih sering pada keluarga dekat.Peta dunia yang menunjukkan bahwa risiko terkena MS makin tinggi dengan meningkatnya jarak dari khatulistiwa Di Eropa utara, Amerika Utara, dan Australasia, sekitar satu dari 1000 warganegara menderita sklerosis ganda, sementara di jazirah Arab, Asia, dan Amerika Selatan, persentasenya jauh lebih rendah. Di Afrika sub-Sahara, MS sangat jarang. Dengan beberapa pengecualian, ada gradasi utara-selatan di belahan bumi utara dan gradasi selatan-utara di belahan bumi selatan, dengan MS lebih jarang di sekitar khatulistiwa.

Komplikasi Komplikasi yang biasanya sering terjadi pada multiple skelrosis adalah : Disfungsi pernafasan,Infeksi kandung kemih, infeksi sistem pernafasan,sepsis, Komplikasi dari imobilitas,dekubitus, Konstipasi, deformitas kontraktur, edema depemden pada kaki, pneumonia dan depresi reeaktif, masalh-masalh emosi, social, pernikahan, ekonomi, pendidikan juga dapat menjadi akibat dari penyakit Pemeriksaan Diagnostic Dalam menegakkan diagnosis multiple sklerosis dibutuhkan beberapa pemeriksaan penunjang sebagai berikut : 1) Pemeriksaan elektroporesis susunan saraf pusat, antibody Ig dalam SSP yang abnormal. Pemeriksaan elektroforesis terhadap SSP biasanya mengungkap adanya ikatan oligoklonal (beberapa pita imunoglobulin gamma [IgG]), yang menunjukkan abnormalitas imunoglobulin. Dalam kenyataannya, hampir 95% antibodi IgG normal terlihat di SSP pada klien dengan multipel skierosis. Pemeriksaan potensial bangkitan dilakukan untuk membantu memastikan luasnya proses penyakit den memantau perubahan. 2) Gambaran MRI ditemukan sedikit scar plag sepanjang substansia alba dari SSP. CT scan dapat menunjukkan atrofi serebri. MRI menjadi alat diagnostik utama untuk memperlihatkan plak kecil dan untuk mengevaluasi perjalanan penyakit den efek pengobatan. Disfungsi kandung kemih yang mendasari diagnosis dengan pemeriksaan urodinamik. Pengujian neuropsikologis dapat diindikasikan untuk mengkaji kerusakan kognitif. Riwayat seksual menbantu untuk mengindentifikasi hal-hal kekhawatiran khusus. Pemeriksaan MRI menunukkan bahwa banyak plak tidak menimbulkan gejala serius, dan pasien dengan plak ini tidak secara serius mengalami gangguan tetapi mengalami periode remisi yang panjang di antara episode remisi. Terdapat bukti bahwa remielinasi secara actual terjadi pada beberapa pasien. Penatalaksanaan Medis Tujuan pengobatan adalah menghilangkan gejala dan membantu fungsi klien. Penatalaksanaan meliputi penatalaksanaan pada serangan akut dan kronik. Program pengobatan sesuai dengan individu, kelompok, dan rasional yang menjadi indikasi untuk mengurangi gejala dan memberikan dukungan secara terusmenerus. Banyak klien multipel skierosis mengalami keadaan stabil dan hanya memerlukan pengobatan yang lebih sering yang ditujukan pada pengontrolan gejala sedangkan yang lain mengalami progresi penyakit yang mantap. 1) Penatalaksanaan Serangan Akut ( Farmakoterapi ) Kortikosteroid dan ACTH digunakan sebagai agen anti-inflamasi yang dapat meningkatkan konduksi saraf, menurunkan inflamasi, kekambuhan dalam waktu singkat atau eksaserbasi (exacerbation). Karena mekanisme imun merupakan faktor patogenesis multipel sklerosis, make sejumlah agen farmakologik dicoba untuk modulasi respons imun dan menurunkan kecepatan perkembangan penyakit den serangan yang sering den menurunkan keadaan yang semakin buruk. Obat-obat ini mencakup azatioprin, sikiofosfamid, dan interferon. Beta interferon (Betaseron) telah disetujui untuk digunakan dalam perjalanan relapsingremitting. Beta interferon (Betaseron ) digunakan untuk mempercepat penurunan gejala.

Betaseron telah diketahui efektif dalam menurunkan secara signifikan jumlah dan beratnya eksaserbasi akut dengan pemindaian MRI yang menunjukkan area demielinisasi yang lebih kecil pada jaringan otak. ini merupakan obat baru yang dapat menjanjikan untuk pengobatan multipel skierosis meskipun telah ratusan kali dicoba. Modalitas lain (misalnya radiasi, kopolimer 1, dan kladribin) sekarang masih diteliti sebagai pengobatan yang mungkin untuk bentuk multipel sklerosis progresif. Baklofen sebagai agen antispasmodik merupakan pengobatan yang dipilih untuk spastisitas. Klien dengan spastisitas beret dan kontraktur memerlukan blok saraf dan intervensi pembedahan untuk mencegah kecacatan lebih lanjut. Imunosupresan (immunosuppressant) dapat menstabilkan kondisi penyakit 2) Penatalaksanaan Gejala Kronik a. Pengobatan spastic dengan bacloferen (Lioresal), dantrolene (Dantrium), diazepam (Valim), terapi fisik, intervensi pembedahan. b. Kontrol kelelahan dengan namatidin (Simmetrel). c. Pengobatan depresi dengan antidepresan dan konseling. d. Penatalaksanaan kandung kemih dengan antikolinergik dan pemasangan kateter tetap. Penatalaksanaan terhadap kontrol berkemih dan defekasi pada kebanyakan masalah sulit klien. Umumnya, gejala disfungsi kandung kemih dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu ketidakmampuan untuk menyimpan urine (hiperefleksi; tidal tertahan), ketidakmarnpuan mengosongkan kandung kemih (hiporefleksi, hipotonik), dan campuran kedua tipe. Berbagai variasi pengobatan digunakan untuk mengatasi masalah masalah ini. Kateterisasi sendiri yang dilakukan secara sering efektif digunakan untuk disfungsi kandung kemih. Infeksi saluran kemih sering terjadi akibat disfungsi neurologis. Asam askorbat dapat diberikan untuk mengasamkan urine, sehingga menurunkan kemungkinan bakteri untuk bertumbuh. Antibiotik diberikan bile dibutuhkan, e. Penatalaksanaan BAB dengan laksatif dan supositoria. f. Penatalaksanaan rehabilitasi dengan terapi fisik dan terapi kerja. g. Kontrol distonia dengan karbamazim (Treganol). h. Penatalaksanaan gejala nyeri dengan karbamazepin (Tegratol), feniton (Dilantin), perfenazin dengan amitriptilin (Triavili) Penatalaksanaan Keperawatan Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam bidang keperawatan meliputi pengkajian dan diagnosis sampai kepada intervensi medis. 1. Pengkajian Pengkajian keperawatan menunjukkan masalah yang aktual dan risiko berkaitai dengan penyakit yang mencakup masalah neurologis, komplikasi sekunder, dan pengaruh penyakit terhadap klien dan keluarga. Gerakan dan kemampuan berjalan klien diobservasi untuk menentukan apakah ads kemungkinan risiko jatuh. Pengkajian fungsi dilakukan baik ketika klien cukup istirahat dan ketika mengalami keletihan. Perlu dikaji untuk adanya kelemahan, spastisitas, kerusakan penglihatan, dan inkontinensia. 1) Amati kekuatan motorik, koordinasi dan gangguan berjalan. 2) Kaji pemeriksaan saraf cranial.

3) Evaluasi fungsi eliminasi. 4) Eksplorasi koping, efek aktifitas dan fungsi seksual, serta status emosional. Anamnesis Identitas klien meliputi nama, umur (lebih sering pada kelompok dewasa muda antara 18-40 tahun), jenis kelamin (lebih sering menyerang wanita dibandingkan dengan pria), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosis medis. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak, penurunan daya ingat, serta gangguan sensorik dan penglihatan. Riwayat Penyakit Saat Ini Pada anamnesis, klien sering mengeluhkan parestesia (baal, perasaan geli, perasaan mati, tertusuk-tusuk jarum dan peniti), penglihatan kabur, lapang pandang semakin menyempit, dan mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara spontan terutama apabila is sedang berada di tempat tidur. Merasa lelah dan best pada sate tungkai dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan pengontrolannya kurang sekali. Pada beberapa kasus, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering bertingkah lake euforia, suatu perasaan senang yang tidak realistic. mi diduga disebabkan terserangnya substansia alba lobus frontalis. Pada tahap lanjut dan penyakit, klien sening mengeluhkan retensi akut dan inkontinensia. Riwayat Penyakit Dahulu Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat infeksi virus pada mesa kanak-kanak. Namun hubungan riwayat infeksi virus yang menyerang pada mesa kanak-kanak belum diketahui bagaimana menyebabkan multipel skierosis pada waktu mulai menginjak mesa dewasa much. Virus campak (rubella) diduga sebagai virus penyebab penyakit mi. Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit ini sedikit lebih banyak ditemukan di antara keluarga yang pernah menderita penyakit tersebut, yaitu kira-kira 6-8 kali lebih sering pada keluarga dekat. Masih dipertanyakan apakah meningkatnya kasus pada keluarga diakibatkan oleh predisposisi genetik (tak terdapat pola herediter). Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien deism keluarga den masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik deism keluarga ataupun dalam masyarakat. Adanya perubahan hubungan den peran karma klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ads harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Perubahan yang terpenting pads klien dengan penyakit multipel sklerosis adalah adanya gangguan afek, benupa eufonia. Keluhan lain yang melibatkan gangguan serebri dapat berupa hilangnya days ingat den demensia. Messiah-messiah emosi, sosial, pennikahan, ekonomi, pendidikan yang dihadapi klien jugs dapat menjadi akibat dan penyakit. Pemeriksaan Fisik Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dan pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya

dilakukan per sistem (B1-B6) dan terarah dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dan klien. Keadaan Umum Klien dengan multipel sklerosis umumnya tidak mengalami penununan kesadaran. Adanya perubahan pads tanda vital meliputi bradikandi, hipotensi, den penurunan frekuensi pernapasan yang berhubungan dengan bercak lesi di medula spinalis. B1 (Breathing) Pada umumnya klien dengan multipel sklerosis tidak mengalami gangguan pada sistem pernapasan. Pads beberapa klien yang telah lama menderita multipel sklerosis akan mengalami gangguan fungsi pernapasan. Ini terjadi akibat tirah baring dalam jangka waktu yang lama. Pemeriksaan fisik yang didapat meliputi: Inspeksi, didapatkan klien batuk atau mengalami penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak napes, dan penggunaan otot bantu napes. Palpasi, didapatkan taktil premitus seimbang kanan den kin. Perkusi, didapatkan adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru. Auskultasi, didapatkan bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret, dan kemampuan ha yang menurun yang wring didapatkan pada klien dengan inaktivitas. B2 (Blood) Pada umumnya klien dengan multipel sklerosis tidak mengalami gangguan pada sistem kardiovaskular. Akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas biasanya klien mengalami hipotensi postural. B3 (Brain) Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku. Tingkat Kesadaran Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis. Pemeriksaan Fungsi Serebri Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan ya berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori baik jangka pendek dan memori jangka panjang. Adanya gangguan afek berupa euforia merupakan tanda khas pada klien multipel sklerosis. Pemeriksaan Saraf Kranial Saraf I. Biasanya pada klien multipel sklerosis tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan. Saraf II. Hasil tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan penurunan ketajaman penglihatan. Sejumlah besar klien menderita gangguan penglihatan sebagai gejala-gejala awal. Dapat terjadi kekaburan penglihatan, lapang pandang yang abnormal dengan bintik buta (skotoma) baik pada satu maupun pada kedua mate. Salah satu mate mungkin mengalami kebutaan total. Gangguan-gangguan visual ini mungkin diakibatkan oleh neuritis saraf optikus. Lesi pada batang otak yang menyerang nukleus atau serabut-serabut traktus pada otot-otot ekstraokular dan nistagmus (gerakan osilasi bola mate yang cepat dalann arch horisontal atau

vertikal). Saraf III, IV, dan VI. Pada beberapa kasus penyakit multipel sklerosis biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf mi. Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf mi. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam betas normal. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. Saraf IX dan X. Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif (klien tidak kooperatif). Saraf Xl. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pads satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal. Sistem Motorik Kelemahan spastik anggota gerak dengan manifestasi berbagai gejala meliputi kelemahan anggota gerak pads satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pads keempat anggota gerak. Merasa lelah dan beret pads satu tungkai dan pads waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju dan pengontrolannya kurang sekali. Klien dapat mengeluh tungkainya waken-akan meloncat secara spontan terutama apabila is sedang berada di tempat tidur. Keadaan spastic yang lebih beret disertai dengan spasms otot yang nyeri. Pemeriksaan Refleks Refleks tendon hiperaktif dan refleksrefleks abdominal tidak ada. Respons plantar berupa ekstensor (tends Bahinski). Tench mi merupakan indikasi terserangnya lintasan kortikospinal. Sistem Sensorik Gangguan sensorik berupa parestesia (bawl, perasaan geli, perasaan coati, tertusuk-tusuk jarum dan peniti). Jika lesi terdapat pads kolumna posterior medula spinalis servikalis, fleksi leher menyebabkan sensasi seperti syok (tends Lhermitte). Gangguan proprioseptif sering menimbulkan ataksia sensorik dan inkoordinasi lengan. Sensasi getar sering kali menghilang. B4 (Bladder) Disfungsi kandung kemih. Lesi pads traktus kortikospinalis menimbulkan gangguan pengaturan sfingter sehingga timbul keraguan untuk berkemih. frekuensi, dan urgensi berkemih yang menunjukkan berkurangnya kapasitas kandung kemih yang spastic. Kecuali itu jugs timbul retensi akut dan inkontinensia. B5 (Bowel) Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Karma penurunan aktivitas umum klien sering mengalami konstipasi. B6 (Bone) Pada beberapa keadaan klien multipel skierosis biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan spastik anggota gerak. Kelemahan anggota gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pads keempat anggota gerak. Merasa lelah dan beret pads satu tungkai, pads waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju dengan pengontrolan yang kurang sekali. Klien dapat mengeluh tungkainya waken-akan meloncat secara spontan

terutama apabila is sedang berada di tempat tidur. Keadaan spastis yang lebih beret disertai dengan spasme otot yang nyeri. Adanya gangguan keseimbangan den koordinasi dalam melakukan pergerakan karena perubahan pada gaya berjalan den kaku pads seluruh gerakan memberikan risiko pads trauma fisik bile melakukan aktivitas. Risiko dan multipel skierosis terhadap sistem mi herupa komplikasi sekunder seperti risiko kerusakan integritas jaringan kulit (dekubitus) akibat penekanan setempat dan tirah baring lama, deformitas, kontraktur, den edema dependen pads kaki 2. Diagnosis Keperawatan 1. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan spastisitas. 2. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kerusakan sensorik dan penglihatan, dampak tirah baring lama, dan kelemahan spastis. 3. Deficit perawatan diri (makan, minum, berpakaian, higiene) yang berhubungan dengan perubahan kemampuan merawat din sendiri, kelemahan fisik spastis. 4. Perubahan nutrisi: kurang dan kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. 5. Perubahan pole eliminasi urine yang berhubungan dengan kelumpuhan saraf perkemihan. 6. Risiko tinggi gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama. 7. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan disartria ,ataksia selebri sekunder dari kerusakan serebri 8. Koping individu tidak efektif yang berhubungan denganperubahan proses pikir dan disfungsi akibat perkembangan penyakit. 9. Perubahan peran dalam keluarga. 10. Hambatan manajemen pemeliharaan rumah yang berhubungan dengar keterbatasan fisik, psikologis, dan sosial. 11. Risiko terhadap disfungsi seksual yang berhubungan dengan keterlibatar atau reaksi psikologis terhadap kondisi. 3. Intervensi keperawatan Sasaran utama untuk klien mencakup peningkatan mobilitas fisik, menghindar cedars, pencapaian kontinens kandung kemih dan uses, perbaikan fangs kognitif, perkembangan kekuatan koping, perbaikan perawatan diri, dan adaptasi terhadap disfungsi seksual. Program individu terhadap tempi fisik rehabilitasi, dan pengetahuan dikombinasi dengan dukungan emosi. Intervene keperawatan bertujuan meningkatkan pengetahuan klien untuk memungkinkan individu dengan multipel skierosis menghadapi masalah fisiologis, sosial, dan psikologis yang menyertai penyakit kronis. 1.diagnosa 1 : Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan paresis dan spastisitas Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam, klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Kriteria hasil: Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan otot klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Intervensi Rasionalisasi Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. Kaji secara tester fungsi motorik Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.

Modifikasi peningkatan mobilitas fisik Relaksasi dan koordinasi latihan otot meningkatkan efisiensi otot pada klien multipel skierosis. Latihan secara progresif digunakan untuk menguatkan otot yang lemah karena penurunan kekuatan otot adalah masalah signifikan untuk klien ini. Anjurkan teknik aktivitas dan teknik istirahat Klien dianjurkan untuk melakukan aktivitas melelahkan dalam waktu singkat. Latihan fisik yang gist tidak dianjurkan karena hal itu meningkatkan suhu tubuh dan dapat menimbulkan gejala yang lebih buruk. Lamanya latihan yang melelahkan ekstremitas dapat menyebabkan paresis, kebas, atau tidak ads koordinasi. Klien dianjurkan untuk tetap sering beristirahat pada periode pendek, dan berbaring lebih disukai. Kelelahan yang berlebihan dapat berhubungan dengan faktor penyebab gejala eksaserbasi. Ajarkan teknik latihan jalan Latihan berjalan meningkatkan gaga berjalan, karena umumnya pads keadaan tersebut, kaki dan telapak kaki kehilangan sensasi positif. Jika kelompok otot yang terpengaruh tidak dapat sembuh make otot-otot lain dapat dicoba untuk melakukan aksi. Ubah posisi klien tiap 2 jam. Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi dash yang buruk pads daerah yang tertekan Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit Gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pemapasan Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi sesuai toleransi Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dan tim fisioterapis. 2.diagnosa 2 : Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kerusakan sensorik dan penglihatan, dampak tirah baring lama, dan kelemahan spastis Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam, risiko trauma tidak terjadi. Kriteria hasil: Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma, dekubitus tidak terjadi, kontraktur sendi tidak terjadi klien tidak jatuh dan tempat tidur. Intervensi Rasionalisasi Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi Meminimalkan rangsang nyeri akibat gesekan antara fragmen tulang dengan jaringan lunak di sekitarnya. Berikan kacamata yang sesuai pada klien Tameng mata atau kacamata penutup dapat digunakan untuk memblok impuls penglihatan pada satu mata bila klien mengalami diplopia (penglihatan ganda). Kacamata prisms dapat membantu klien yang terbaring di tempat tidur yang mempunyai kesulitan penglihatan saat membaca dengan posisi telentang. ndividu dengan keterbatasan fisik perlu menghindari membaca bacaan yang dicetak biasa, hal ini merupakan pilihan untuk bebas dan buku-buku yang berbicara tentang politik atau dapat diharapkan untuk memperoleh bukubuku dengan tipe yang banyak tersedia pada perpustakaan lokal Minimalkan efek imobilitas Karena penurunan aktivitas fisik dan imobilisasi wring terjadi pada multipel skierosis, make komplikasi yang dihubungkan dengan imobilisasi (tidak melakukan mobilisasi) mencakup dekubitus dan langkah untuk mencegahnya. Penanganan untuk mencegah komplikasi berupa pengkajian dan mempertahankan integritas kulit dan latihan napes dalam serta batuk

Modifikasi pencegahan cedera Pencegahan cedera dilakukan pada klien multipel skerosis jika disfungsi motorik menyebabkan masalah akibat tidak adanya koordinasi dan adanya kekakuan, atau jika ataksia ads, klien berisiko jatuh Modifikasi lingkungan Untuk mengatasi ketidakmampuan, klien dianjurkan untuk berjalan dengan kaki pada ruang yang luas untuk menyediakan dasar yang lugs dan untuk meningkatkan kemampuan berjalan dengan stabil. Ajarkan teknik berjalan Jika kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh, klien dianjurkan untuk melihat kaki sambil berjalan. Berjalan dengan langkah cepat dicoba dengan alai bantu (walker, tongkat, brace, kruk, pegangan paralel) dan terapi fisik. Jika gaga berjalan tetap tidak efisien, kursi rode atau motor skuter menjadi pilihan penyelesaian Berikan terapi okupasi Terapi okupasi merupakan sumber yang membantu individu dalam memberi anjuran dan menjamin bantuan untuk meningkatkan kemandirian. Jika tidak ada koordinasi dan tremor ekstremitas atas terjadi ketika gerakan volunter diupayakan (tremor intensi), gelang pemberat atau manset pada pergelangan tangan dapat menolong. Klien dilatih untuk berpindah dan melakukan aktivitas sehari-hari Minimalkan risiko dekubitus Karena hilangnya sensorik dapat menyebabkan bertambahnya kehilangan gerakan motorik, dekubitus terus diatasi untuk integritas kulit. Penggunaan kursi roda meningkatkan resiko Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan, atau luka Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilisasi Meminimalkan spastisitas dan kontraktur Spastisitas otot biasa terjadi pada tahap lanjut, yang terlihat dalam bentuk spasme adduktor yang berat pada pinggul, dengan spasme fleksor pada pinggul dan lutut, Jika tidak berkurang make kontraktur fibrosa pada sendi ini diakibatkan oleh adanya dekubitus yang terjadi pada daerah sakrum dan pinggul (karena ketidakmampuan klien mengatur posisi dengan benar). Kantung hangat mungkin menguntungkan, tetapi mandi panas harus dihindari karena berisiko terhadap terjadinya luka baker sekunder akibat adanya kehilangan sensorik dan risiko meningkatnaa gejala yang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh Ajarkan teknik latihan Latihan setiap hari untuk menguatkan otot diberikan untuk meminimalkan kontraktur sendi. Perhatian khusus diberikan pada otot-otot paha, otot gastroknemeus, adduktor, biseps, pergelangan tangan, serta fleksor jarijari. Spastisitas otot biasanya terjadi dan mengganggu fungsi normal. Latihan rutin dengan regang-tahan-rileks otot-otot dapat membantu relaksasi dan memperbaiki spastisitas otot. Berenang dan sepeda stasionari dapat dilakukan dan menahan beban dengan beret yang perlahan-lahan ditambah dapat mengurangi spastisitas kaki. Klien tidak harus terburu-buru dalam melakukan aktivitas ini, karena spastisitas ini sering meningkat Pertahankan sendi 90 terhadap papan kaki Telapak kaki dalam posisi 90 dapat mencegah terjadinya footdrop. Evaluasi tanda/gejala perluasan cedera jaringan (peradangan lokal/sistemik seperti peningkatan nyeri, edema, demam). Menilai perkembangan masalah klien 3.diagnosa 3 ; Defisit perawatan diri (makan, minum, berpakaian, hygiene) yang berhubungan dengan perubahan kemampuan merawat din sendiri, kelemahan fisik spastis. Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam, terjadi peningkatan dalam perilaku perawatan diri. Kriteria hasil: Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat dini

dan mengidentifikasi personal/keluarga yang dapat membantu. Intervensi Rasionalisasi Mandiri . Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual Modifikasi perbaikan perawatan diri Multipel skerosis dapat mempengaruhi setiap segi kehidupan sehari-hari. Bila salah satu kemampuan hilang, mereka mungkin tidak akan memperoleh kemampuan itu kembali. Kemampuan fisik dapat bervariasi dari hari ke hari. Modifikasi yang memungkinkan kemandirian dalam perawatan dini harus dilakukan (meninggikan dudukan toilet, alat bantu mandi, modifikasi telepon, gagang sisir panjang, penjepit, pakaian yang dimodifikasi). Stres fisik dan emosional harus dihindari bila memungkinkan, karena hal ini dapat menimbulkan gejala yang buruk dan mengganggu perilaku. Adanya panes akan meningkatkan kelelahan dan kelemahan otot. Penggunaan AC (air conditioning) direkomendasikan sedikitnya untuk satu ruangan. Pemajanan pada suhu dingin ekstrem dapat meningkatkan spastisitas. Dianjurkan perawatan kesehatan kontinu dan tindak lanjut Ajarkan dan dukung klien selama aktifitas Dukungan pada klien selama aktifitas kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan perawatan diri. Rencanakan tindakan untuk mengatasi defisit motorik seperti tempatkan makanan dan peralatan di dekat klien agar mampu sendiri mengambilnya. Klien akan mampu melakukan aktifitas sendiri untuk memenuhi perawatan dirinya. Modifikasi lingkungan Modifikasi lingkungan diperlukan untuk mengkompensasi ketidakmampuan fungsi. Gunakan pagar di sekeliling tempat tidur Gunakan pagar di sekeliling tempat tidur baik tempat tidur di rumah sakit dan di rumah, atau sebuah tali yang dikaitkan pada kaku tempat tidur untuk memberi bantuan dalam menolong diri untuk bangun tanpa bantuan orang lain serta mencegah klien mengalami trauma. Kaji kemampuan komunikasi untuk bernkemih. Kemampuan menggunakan urinal, pispot. Antarkan ke kamar mandi bila kondisi memungkinkan Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik. Identifikasi kebiasaan defekasi. Anjurkan minum dan meningkatkan aktifitas Meningkatkan latihan dan menolong, mencegah konstipasi Kolaborasi Pemberian supositoria dan pelumas feses . pencahan Pertolongan utama terhadap fungsi bowel atau berkemih. Konsultasi ke dokter terapi okupasi. Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan khusus 4.diagnosa 4 ; Perubahan nutrisi: kurang dan kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam, kebutuhan nutrisi klien terpenuhi. Kriteria hasil: Klien mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh, memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium. Intervensi Rasionalisasi Evaluasi kemampuan makan klien Klien mengalami kesulitan dalam mempertahankan berat

badan mereka. Mulut mereka kering akibat obat-obatan dan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Klien berisiko terjadi aspirasi akibat penurunan refleks batuk. Observasi/timbang beret badan jika memungkinkan Tanda kehilangan beret badan (7-10%) dan kekunangan asupan nutrisi menunjang terjadinya masalah katabolisme, kandungan glikogen dalam otot dan kepekaan terhadap pemasangan ventilator Manajemen mencapai kemampuan menelan: 1. Gangguan menelan disebabkan oleh tremor pada lidah, ragu-ragu dalam memulai menelan, kesulitan dalam membentuk makanan dalam bentuk bolus. 2. Makanan setengah padat dengan sedikit air memudahkan untuk menelan. 3. Klien dianjurkan untuk menelan secant berurutan. 4. Klien diajarkan untuk meletakkan makanan di atas lidah, menutup bibir dan gigi, dan menelan. 5. Klien dianjurkan untuk mengunyah pertama kali pada satu sisi mulut dan kemudian ke sisi lain. 6. Untuk mengontrol saliva, klien dianjurkan untuk menahan kepala tetap tegak dan membuat keadaan sadar untuk menelan. 7. Masase otot wajah dan leher sebelum makan dapat membantu 8. Berikan makanan kecil dan lunak Meningkatkan kemampuan klien dalam menelan dan dapat membantu pemenuhan nutrisi klien via oral. Tujuan lain adalah mencegah terjadinya kelelahan, memudahkan masuknya makanan, dan mencegah gangguan pada lambung. Anjurkan pemberian cairan 2500 cc/hari selama tidak terjadi gangguan jantung Mencegah terjadinya dehidrasi akibat penggunaan ventilator selama klien tidak sadar dan mencegah terjadinya konstipasi. Lakukan pemeriksaan laboratorium yang diindikasikan, seperti serum, transferring, BUN/Kreatinin, dan glukosa Memberikan informasi yang tepat tentang keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien 5.diagnosa 5 : Perubahan pola eliminasi urine yang berhubungan dengan kelumpuhan saraf perkemihan Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam pemenuhan eliminasi urine terpenuhi. Kriteria hasil: Pemenuhan eliminasi urine dapat dilaksanakan dengan/tidak menggunakan kateter, produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi urine tidak ada Intervensi Rasionalisasi Kaji pola berkemih dan catat produksi urine tiap 6 jam Mengetahui status fungsi ginjal Tingkatkan kontrol berkemih: Berikan dukungan pada klien tentang pemenuhan eliminasi urine, Modifikasi kebutuhan untuk berkemih, Lakukan jadwal berkemih, Ukur jumlah urine tiap 2 jam, Bantu cara penggunaan obat-obatan, Ajarkan pengunaan kateter intermiten Klien dengan gangguan berkemih: sering berkemih, dorongan, atau inkontinensia memerlukan dukungan khusus. Sensasi terhadap kebutuhan untuk berkemih harus diperhatikan dengan segera, sehingga bedpan atau urinal harus slap pakai. Jadwal berkemih diatur (awalnya setiap 1,5-2 jam,

dengan perpanjangan interval waktu bertahap). Klien diinstruksikan untuk mengukur jumlah air yang diminum setiap 2 jam dan mencoba untuk berkemih 30 menit setelah minuet. Gunakan jam atau jam tangan dengan alarm sehingga dapat membantu klien yang tidak mempunyai cukup sensasi untuk memberi tanda waktu pengosongan kandung kemih. Perawat membantu klien untuk menentukan penggunaan obat-obatan untuk mengatasi spastisitas kandung kemih, sehingga memungkinkan kemandirian yang lebih besar. Kateterisasi intermiten yang dilakukan sendiri paling sukses dalam mempertahankan kontrol kandung kemih. Jika klien wanita, prosedur diversi urinarius dapat dipertimbangkan. Klien prig dapat menggunakan kateter kondom untuk penampungan urine. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih Menilai perubahan akibat dari inkontinensia urine Anjurkan klien untuk minuet 2000 cc/hari Membantu mempertahankan fungsi ginjal. 6.diagnosa 6 : Risiko tinggi gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam, klien mampu mempertahankan keutuhan kulit. Kriteria hasil: Klien man berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui penyebab dan care pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka, kulit kering Intervensi Rasionalisasi Anjurkan untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika mungkin Meningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh Ubah posisi tiap 2 jam Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah (tulang) yang menonjol Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah (tulang) yang menonjol Lakukan masase pada daerah (tulang) yang menonjol yang barn mengalami tekanan pada waktu berubah posisi Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler Bersihkan dan keringkan kulit. Jagalah tenun tetap kering. Meningkatkan integritas kulit dan mengurangi resiko kelembapan kulit Observasi terhadap eritema dan kepucatan. Palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan Pelunakan jaringan setiap mengubah posisi. Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan Jaga kebersihan kulit, seminimal mungkin hindari trauma dan panas terhadap kulit Mempertahankan keutuhan kulit. 7.diagnosa 7; Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan disatria, ataksia serebri sekunder dari kerusakan serebri Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam, klien menggunakan komunikasi yang efektif sesuai dengan kondisinya. Kriteria hasil: Membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Intervensi Rasionalisasi Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi Gangguan bicara terjadi pads banyak klien yang mengalami penyakit multipel skierosis. Bicara mereka yang lemah, monoton, halus, menuntut kesadaran berupaya untuk bicara dengan lambat, dengan penekanan perhatian pads spa yang

mereka katakan. Menentukan cara-cara komunikasi seperti mempertahankan kontak mata, pertanyaan dengan jawaban ya/tidak, menggunakan kertas dan pensil/ bolpoin, gambar, atau papan tulis; bahasa isyarat, perjelas arti dan komunikasi yang disampaikan Mempertahankan kontak mats akan membuat klien tertarik selama komunikasi, jika klien dapat menggerakkan kepala, mengedipkan mats, atau senang dengan isyarat-isyarat sederhana, lebih baik guna pertanyaan ya/tidak. Kemampuan menulis kadang-kadang melelahkan klien, selain itu dapat mengakibatkan frustasi dalam upaya memenuhi kebutuhan komunikasi. Keluarga dapat bekerja sama untuk membantu memenuhi kebutuhan klien. Buatlah catatan di kantor perawatan tentang keadaan klien yang tak dapat berbicara Mengingatkan staf perawat untuk berespons dengan klien selama memberikan perawatan Buat rekaman pembicaraan klien Rekam pembicaraan klien dalam pits kaset secara periodik, hal ini dibutuhkan dalam memantau perkembangan klien. Amplifier kecil membantu bila klien mengalami kesulitan mendengar Anjurkan keluarga/orang lain yang dekat dengan klien untuk berbicara dengan klien, memberikan informasi tentang keluarganya dan keadaan yang sedang terjadi Keluarga dapat merasakan akrab dengan klien, berada dekat klien selama berbicara. Pengalaman mi dapat membantu/ mempertahankan kontak nyata seperti merasakan kehadiran anggota keluarga yang dapat mengurangi perasaan kaku Kolaborasi dengan ahli wicara bahasa Ahli terapi wicara bahasa dapat membantu dalam membentuk peningkatan latihan percakapan dan membantu petugas kesehatan untuk mengembangkan metode komunikasi untuk memenuhi kebutuhan klien. 8.DIAGNOSA 8 : Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi akibat perkembangan penyakit Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam, koping individu menjadi efektif. Kriteria hasil: Klien mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan Penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif. Intervensi Rasionalisasi Mandiri Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi. Dukung kemampuan koping Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu memperlambat kemajuan penyakit. Dukungan dan sumber bantuan dapat diberikan melalui ketekunan berdoa dan penekanan keluar terhadap aktifitas dengan mempertahan-kan pastisipasi aktif. Catat ketika klien menyatakan terpengaruh akan penyakitnya seperti sekarat atau mengingkari dan menyatakan inilah kematian Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negatif terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan emosional. Pernyataan pengakuan terhadap pengolahan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian tentang realistis bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat

Membantu klien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh klien. Mengizinkan klien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima situasi baru. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari untuk mencegah waktu tidur yang terlalu banyak yang dapat mengarah pada tidak adanya keinginan dan apatis. Setiap upaya dibuat untuk mendukung klien keluar dari tugas-tugas yang termasuk koping dengan kebutuhan mereka setiap hari dan untuk membentuk klien mandiri. Apa pun yang dilakukan hanya untuk keamanan sewaktu mencapai tujuan dengan meningkatnya kemampuan koping. Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya. Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga dini serta mempengaruhi proses rehabilitasi Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi. Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu mass mendatang. Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, letargi, dan witdhrawal. Dapat mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke di mana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut. Diskusikan mengenai proses adaptasi klien bila mengalami disfungsi seksual bersama dengan pasangannya. Klien multipel skerosis dan pasangan mereka memperlihatkan masalah yang berhubungan dengan aktivitas seksual, yang meningkat bukan hanya pada kerusakan saraf sebagai konsekuensi langsung tetapi juga dari reaksi psikologis terhadap penyakit. Keadaan mudah lelah, konflik yang timbul dari ketergantungan dan depresi, emosi yang labil, hilangnya harga diri, dan perasaan makna dini menimbulkan masalah. Gangguan ereksi dan ejakulasi pada pria dan disfungsi orgasme, dan spasme adduktor otot paha pada wanita dapat membuat hubungan seksual menjadi sulit dan tidak mungkin dilakukan. Inkontinensia urine dan defekasi dan infeksi saluran kemih menambah kesulitan dalam melaksanakan aktivitas tersebut. Kolaborasi Dengan konselor seksual. Konselor seksual yang berpengalaman membantu masuk ke dalam fokus klien atau somber seksual pasangannya dan mendapatkan informasi yang relevan serta terapi pendukung. Berbagi dan mengomunikasikan perasaan, merencana-kan aktivitas seksual (tanpa kelelahan), melatih keinginan seksual yang berbeda dan mengungkapkan hilangnya keinginan dapat membuka lebih lugs kenikmatan akan pengalaman seksual. Rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi. Dapat memfasilitasi perubahan peran yang panting untuk perkembangan perasaan. Kerja sama fisioterapi, psikoterapi, terapi obat-obatan, dan dukungan partisipasi kelompok dapat menolong mengurangi depresi yang juga sering muncul pada keadaan ini. MULTIPLE SKLEROSIS Oleh: OLEH :

1. Didit novianto 2. Diyah Retno Palupi 3. Linda tri Jayanti II B / SEMESTER 3 PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN STIKES INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG 2010 DAFTAR PUSTAKA Muttaqin, arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem persyarafan. Jakarta : salemba medika Suzanne c.smeltzer& brenda G.bare. 2003.Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner& suddarth edisi 8 . Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC Fransisca B. Batticaca.2008. asuhan keperawatan dengan gangguan sistem persyarafan. Jakarta : salemba medika

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM SARAF DEGENERATIF


Disusun oleh : Ns. AFIYAH HIDAYATI, S.Kep

Degeneratif adl. Perubahan morfologi akibat cedera non lethal, bersifat reversible, bila berlangsung lama dan derajatnya berat dapat menimbulkan kematian sel dan tempatnya digantikan oleh jaringan penunjang dan fibrotik sehingga menimbulkan penurunan fungsi. Karakteristik penyakit degeneratif : g Dimulai secara tersembunyi g Berjalan lambat g Menurun secara progresif g Berlangsung lama MULTIPLE SKLEROSIS A. DEFINISI Multiple sclerosis (MS) merupakan keadaan kronis, penyakit degeneratif

dikarakteristikkan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medulla spinalis Demielinasi menunjukkan kerusakan myelin yaklni adanya material lunak dan protein disekitar serabut-serabut saraf otak. Myelin adl. Substansi putih yang menutupi serabut saraf

yang berperan dalam konduksi saraf normal (konduksi salutatory). MS merupakan salah satu gangguan neurologik yang menyerang usia muda sekitar 18-40 tahun. Insidens terbanyak terjadi pada wanita. B. ETIOLOGI Penyebab MS belum diketahui secara pasti namun ada dugaan berkaitan dengan virus dan mekanisme autoimun (Clark, 1991). Ada juga yang mengaitkan dengan factor genetic. Ada beberapa factor pencetus, antara lain : - Kehamilan - Infeksi yang disertai demam - Stress emosional - Cedera C. MANIFESTASI KLINIS Tergantung pada area system saraf pusat mana yang terjadi demielinasi : Gejala sensorik : paralise ekstremitas dan wajah, parestesia, hilang sensasi sendi dan proprioseptif, hilang rasa posisi, bentuk, tekstur dan rasa getar. Gejala motorik : kelemahan ekstremitas bawah, hilang koordinasi, tremor intensional ekstremitas atas, ataxia ekstremitas bawah, gaya jalan goyah dan spatis, kelemahan otot bicara dan facial palsy. Deficit cerebral : emosi labil, fungsi intelektual memburuk, mudah tersinggung, kurang perhatian, depresi, sulit membuat keputusan, bingung dan disorientasi. Gejala pada medulla oblongata : kemampuan bicara melemah, pusing, tinnitus, diplopia, disphagia, hilang pendengaran dan gagal nafas. Deficit cerebellar : hilang keseimbangan, koordinasi, getar, dismetria. Traktus kortikospinalis : gangguan sfingter timbul keraguan, frekuensi dan urgensi sehingga kapasitas spastic vesica urinaria berkurang, retensi akut dan inkontinensia. Control penghubung korteks dengan basal ganglia : euphoria, daya ingat hilang, demensia. Traktus pyramidal dari medulla spinalis : kelemahan spastic dan kehilangan refleks abdomen. Dsb. D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

d Lumbal punction : pemeriksaan elektroforesis terhadap LCS, didapatkan ikatan oligoklonal yakni terdapat beberapa pita immunoglobulin gamma G (IgG). d CT Scan : gambaran atrofi serebral d MRI : menunjukkan adanya plak-plak kecil dan bisa digunakan mengevaluasi perjalanan penyakit dan efek dari pengobatan. d Urodinamik : jika terjadi gangguan urinarius. d Neuropsikologik : jika mengalami kerusakan kognitif. E. PENATALAKSANAAN Bersifat simtomatik : sesuai dengan gejala yang muncul Farmakoterapi : a. Kortikosteroid, ACTH, prednisone sebagai anti inflamasi dan dapat meningkatkan konduksi saraf. b. Imunosupresan : siklofosfamid (Cytoxan), imuran, interferon, Azatioprin, betaseron. c. Baklofen sebagai antispasmodic Blok saraf dan pembedahan dilakukan jika terjadi spastisitas berat dan kontraktur untuk mencegah kerusakan lenih lanjut. Terapi fisik untuk mempertahankan tonus dan kekuatan otot F. PENGKAJIAN 1. DATA UMUM 2. DATA DASAR : - Aktivitas / istirahat Gejala : kelemahan, intoleransi aktivitas, kebas, parastesia eksterna Tanda : kelemahan umum, penurunan tonus/massa otot, jalan goyah/diseret, ataksia - Sirkulasi Gejala : edema Tanda : ekstremitas mengecil, tidak aktif, kapiler rapuh - Integritas ego Gejala : HDR, ansietas, putus asa, tidak berdaya, produktivitas menurun - Eliminasi Gejala : nokturia, retensi, inkontinensia, konstipasi, infeksi saluran kemih Tanda : control sfingter hilang, kerusakan ginjal

- Makanan / cairan Gejala : sulit mengunyah/menelan Tanda : sulit makan sendiri - Hygiene Gejala : bantuan personal hygiene Tanda : kurang perawatan diri - Nyeri / ketidaknyamanan Gejala : nyeri spasme, neuralgia fasial - Keamanan Gejala : riwayat jatuh/trauma, penggunaan alat bantu - Seksualitas Gejala : impotent, gangguan fungsi seksual - Interaksi social Gejala : menarik diri Tanda : gangguan bicara - Neurosensori Gejala : kelemahan, paralysis otot, kebas, kesemutan, diplopia, pandangan kabur, memori hilang, susah berkomunikasi, kejang Tanda : status mental (euphoria, depresi, apatis, peka, disorientasi. Bicara terbata-bata, kebutaan pada satu mata, gangguan sensasi sentuh/nyeri, nistagmus, diplopia Kemampuan motorik hilang, spastic paresis, ataksia, tremor,

hiperfleksia, babinski + , klonus pada lutut G. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN Dx. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan, paresis otot, spastisitas KH: berpartisipasi dalam program rehabilitasi - mendemonstrasikan tingkah laku yang mempertahankan/meningkatkan aktivitas Intervensi : tentukan tingkat kemampuan aktivitas klien Kaji adanya kelemahan Berikan perubahan posisi secara teratur pada pasien yang tirah baring

Bantu pemenuhan kebutuhan dasar klien sesuai dengan kebutuhan Kolaborasi : terapi fisik/kerja oleh ahli fisioterapi, pengobatan (steroid, baklofen, imunosupresan) Dx. Perubahan pola eliminasi urinarius : inkontinensia b.d gangguan neuromuskuler KH: Klien mampu memaham kondisinya - Klien menunjukkan teknik mencegah infeksi Intervensi : Catat frekuensi berkemih Lakukan program latihan kandung kemih Anjirkan minum cukup dan menghindari minum sebelum tidur Lakukan dan anjurkan klien untuk melakukan perineal hygiene setelah berkemih Berikan perawatan kateter pada klien yang terpasang kateter urin Kolaborasi : pasang kateter jika diperlukan, pengobatan (antibiotic) Dx. Koping individu tidak efektif b.d perubahan fisiologis, cemas dan takut KH : klien bisa menerima keadaannya Intervensi : Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya Kaji mekanisme koping yang biasa digunakan Dengarkan keluhan klien dengan empatik Bantu klien mengidentifikasi sisi positif yang dimiliki klien Berikan imformasi ytang dibutuhkan klien Kolaborasi : konsulkan ke ahli psikoterapi BAB II PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sklerois multipel lebih sering ditemukan pada area dengan suhu sedang dibandingkan daerah iklim tropis. Perbedaan etnis pada insidensi penyakit merupakan argument kerentanan genetic terhadap kondisi ini. Akan tetapi, variasi geografis juga memperlihatkan peran factor lingkungan, misalnya virus. Hal ini terutama terlihat dari epidemi munculnya sklerosis multiple, misalnya pada kepulauan Faroe dan Islandia. Terdapat juga bukti bahwa orang yang dilahirkan pada area berisiko tinggi untuk sklerosis multiple akan membawa risiko tersebut jika mereka pindah ke

area dengan resiko rendah dan sebaliknya, tetapi hanya jika perpindahan terjadi pada usia remaja. Hal ini menunjukan bahwa virus yang berdasarkan hipotesis bekerja pada decade pertama atau kedua kehidupan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki ( kira-kira 1,5 : 1 ). Penyakit dapat terjadi pada segala umur, walaupun onset pertama jarang terjadi pada anak-anak dan orang usia lanjut. Biasanya usia munculnya gejala antara 20-40 tahun. di Inggris, prevalensinya diperkirakan 1 dari 1000. ( Lionel Ginsberg, 2008, hal 144 ) B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana dengan konsep teori dari Multipel Sklerosis ? 2. Bagaimana dengan asuhan keperawatan pada Multipel Sklerosis ?

C. TUJUAN 1. Tujuan Umum Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas yang diberikan untuk memenuhi mata kuliah system neurobehavior. Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat mengetahui lebih dalam tentang Multipel Sklerosis yang akan dibahas dalam makalah ini.

2. Tujuan Khusus Diharapkan setelah membaca makalah ini, pembaca dapat : a. b. Mengetahui definisi Multipel Sklerosis dari beberapa teori yang ada. Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Multipel Sklerosis seperti etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnosis, penatalaksanaan dan patofisiologis dari Multipel Sklerosis. c. Mengetahui pengkajian yang dilakukan untuk klien dengan gangguan Multipel Sklerosis .

d. Mengetahui diagnose keperawatan yang muncul berdasarkan manifestasi klinis. e. Mengetahui intervensi beserta evaluasi keperawatan pada klien dengan Multipel Sklerosis.

BAB I KONSEP TEORI

A. PENGERTIAN

Sklerosis Multipel ( multiple sklerosis, MS ) merupakan gangguan yang dalam bentuk paling khasnya ditandai oleh lesi pada SSP yang terpisah dalam hal waktu dan lokasi. Penyakit ini merupakan salah satu kondisi neurologis kronik yang paling sering mengenai orang muda. ( Lionel Ginsberg, 2008, hal 143 ) Sklerosis Multipel adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan respon imun yang dimediasi sel dan respon imun humoral dengan anti bodi dan sel T yang diaktifasi, yang keduanya diproduksi melawan antigen sendiri. ( Elizabeth J Corwin, 2009, hal 261 ) Sklerosis Multipel merupakan penyakit kronis, degenerative, kronis dari system saraf pusat yang ditandai dengan bercak kecil demielinisasi pada otak dan medulla spinalis. ( Brunner & Suddarth, 2000, hal 159 ) Multiple seklerosis- MS adalah penyakit kronis pada system saraf pusat yang dikarakteristikan oleh sedikit lapisan dari batas subtansia alba pada saraf optic, otak, dan medulla spinalais. ( Fransisca Batticaca, 2008,hal 154 )

B. ETILOGI

Multipel sklerosis biasanya disebabkan oleh beberapa hal seperti : 1. Lapisan merujuk pada destruksi myelin, lemak, dan material protein yang menutupi lapisan saraf tertentu dalam otak dan medulla spinalis; 2. Lapisan mengakibatkan gangguan transmisi impuls saraf; 3. Perubahan inflamasi mengakibatkan jaringan parut ( scar ) yang berefek terhadap lapisan saraf; 4. Penyebab tidak diketahui tetapi kemungkinan berhubungan dengan disfungsi autoimun, kelainan genetic, atau proses infeksi;

5. Prevalensi terbanyak di wilayah lintang utara dan di antara bangsa Gaucasian . ( Fransisca Batticaca, 2008,hal 154 )

Dari berbagai bukti, hipotesis kerja untuk penyebab sklerosis multipel saat ini adalah agen lingkungan, misalnya virus, memicu kondisi pada individu yang rentan secara genetic. peran mekanisme ini pada pathogenesis sklerosis multiple didukung beberapa temuan, seperti adanya sel inflamasi kronik pada plak aktif dan hubungan kondisis ini dengan gen spesifik pada kompleks histokompatibilitas mayor ( major histocompatibility, MHC ). Banyak gangguan autoimun yang ternyata berhubungan dengan kelompok gen ini. Hubungan dengan MHC merupakan salah satu bukti pengarauh komponen genetic dalam etiologi sklerosis multipel, begitu pula dengan adanaya kasus pada keluarga dan temuan peningkatan kejadian pada kasus kembar identik ( monozigot ) dibandingkan kembar non identik ( dizigot ). Akan tetapi , belum ditemukan gen tunggal yang penting untuk terjadinya sklerosis multipel. ( Lionel Ginsberg, 2008, hal 143 )

C. KLASIFIKASI

Terdapat empat kategori sklerosis multipel, yang disebut sindrom, berdasarkan jaras saraf awal yang terkena, sindrom ini adalah : 1. Sindrom kortikospinal 2. Sindrom batang otak 3. Sindrom serebelar, dan 4. Sindrom serebral. Gejala awalnya biasanya cocok untuk salah satu sindrom tersebut. Ketika penyakit berkembang, jaras yang berbeda terkena dan gejala menjadi lebih meluas. Disamping memisahkan jaras yang terkena, sklerosis multipel juga dapat mengambil bentuk yang berbeda berdasarkan kecepatan perkembangan penyakit. 1. Bentuk relaps-remisi Proses penyakit ditandai dengan eksaserbasi gejala, yang diikuti oleh remisi sebagian atau penuh kembali ke keadaan sebelumnya.

2. Bentuk progresif primer Ditandai dengan proses menurun yang cepat, tanpa remisi, dari awal penyakit. 3. Bentuk progresif sekunder Dimulai seperti jenis relaps-remisi, dan kemudian berubah menjadi perkembangan yang cepat tanpa remisi. ( Elizabeth J Corwin, 2009, hal 261 )

D. PATOFISIOLOGI

Penyakit ini terutama mengenai subtansial alba otak dan medulla spinalis, serta nervus opticus. Ditemukan sel inflamasi kronik dan kerusakan myelin dengan akson yang relative masih baik. Pada subtansia alba terdapat area yang relative tampak normal yang berselang seling dengan focus inflamasi dan demielinesasi yang disebut juga plak,yang sering kali terletak dekat venula. Demielinisasi inflamasi jalur SSP menyebabkan penurunan dan gangguan kecepatan hantar saraf dan akhirnya hilangnya penghantaran informasi oleh jaras tertentu. Plak inflamasi akan mengalami evolusi seiring dengan waktu. Pada tahap awal terjadi perombokan local sawar darah otak, diikuti inflamasi dengan edema, hilangnya myelin, dan akhirnya jaringan parut SSP yaitu gliosi. Hasil akhir akan menyebabkan area sklerosis mengerut, yang berkaitan dengan deficit klinis minimal dibandingkan saat plak masih aktif. Hal ini sebagian disebabkan oleh remielinisasi yang merupakan potensi SSP, dan juga memperjelas kembalinya fungsi dengan resolusi inflamasi dan edema. Keadaan patologis ini berhubungan dengan pola klinis relaps sklerosis multiple, yaitu terjadi gejala suatau periode tertentu yang selanjutnya membaik secara parsial atau total. Lesi inflamasi lebih lanjut yang terletak dekat lokasi kerusakan yang sudah ada sebelumnya akan menyebabkan akumulasi defisist neurologis. Plak tidak harus berhubungan dengan kejadian klinis spesifik, misalnya jika plak hanya kecil dan terletak pada area SSP yang relative tenang . ( Lionel Ginsberg, 2008, hal 143 )

E. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi yang sering terjadi pada sklerosis multipel yakni :

1. Gangguan visual 2. Kelemahan anggita gerak 3. Gangguan sensorik. ( Lionel Ginsberg, 2008, hal 144 )

1. Episode gangguan motorik, visual, atau sensori yang sembuh parsial dan kemudian kambuh. 2. Disfungsi kandung kemih dapat terjadi pada beberapa jenis sklerosis multiple. 3. Beberapa individu dapat mengalami gangguan kognitif atau emosional. 4. Gejela sering dicetuskan oleh stress. Stressor dapat mencakup kelahiran bayi, penyakit, demam, keletihan, atau suhu tinggi. ( Elizabeth J Corwin, 2009, hal 262 )

MULTIPEL SKLEROSIS

1. Pengertian Sklerosis multipel (MS) merupakan kadaan kronis, panyakit sisten saraf pusat deganeratif dikarakteristikan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medulla spinalis. ( Brunner & suddarth, keperawatan medikal bedah,(2002) hal 2182 ) Sklerosis multipel adalah penyakit degenerative system syaraf pusat (ssp) kronis yang meliputi kerusakan (material lemak dan protein ).

2. Etiologi Penyebab MS belum diketahui secara pasti namun ada dugaan berkaitan dengan virus dan mekanisme autoimun (Clark, 1991). Ada juga yang mengaitkan dengan factor genetic. Ada beberapa factor pencetus, antara lain : Kehamilan Infeksi yang disertai demam Stress emosional Cedera

Faktor presipitasi yang mungkin termasuk infeksi, cedera fisik dan strees emosional, kelelahan berlebihan kehamilan ataupun seperti faktor ini : Gangguan autoimun (kemungkinan dirangsang / infeksi virus) Kelainan pada unsur pokok lipid mielin Racun yang beredar dalam CSS Infeksi virus pada SSP

3. PATOFISIOLOGI Focus multipel demyelinasi tersebar secara acak pada benda putih batang otak, mendula spiralis, saraf optik dan otak. Pada proses demyelinasi (degenerasi primer, selaput myelin dan selaput sel rusak tapi masih terdapat cadangan baru dari akson silinder. Kerusakan pembungkus myelin bagian luar menyebabkan terputusnya dan kekacauan impuls sehingga impuls menjadi lambat dan terhambat. Terdapat bukti ada penyembuhan persial di daerah yang degenerasi yang menimbulkan gejala dini. Degenerasi pada pada tingkat lanjut menjalar kedaeah benda kelabu dari medula spiralis sehingga penyembuhan menjadi sedikit harapan. Walaupun pada permukaan jaringan otak nampak normal berat otak menjadi turun dan vertikel menjadi besar. Karena penyebaran degenerasi yang luas, berbagai tanda-tanda dan gejala-gejala multipel sclerosis lebih banyak daripada penyakit neurologis yang lain. Penyakit kronis dan suka berhenti dan timbul kembali. Kebanyakan orang sembuh dari episode pertama dengan remise berlangsung satu tahun atau lebih. Eksaserbasi menjadi lebih parah atau didahului dengan keletihan, menggigil dan gangguan emosi. Pada kasus yang jarang suka diakhiri dengan kematian setelah beberapa tahun dari serangan awal.

4. Manifestasi Klinis Kelelahan Kehilangan keseimbangan Lemah Kebas, kesemutan Kesukaran koordinasi Gangguan penglihatan diplobia, buta parsial / total Kelemahan ekstermitas spastik dan kehilangan refleks abdomen

Depresi Afaksia

5. Klasifikasi Menurut Basic Neurologi (Mc. Graw Hill,2000),ada beberapa kategori sklerosis berdasarkan progresivitasnya adalah : Relapsing Remitting sklerosis multiple Ini adalah jenis MS yang klasik yang sering kali timbul pada akhir usia belasan atau dua puluhan tahun diawali dengan suatu erangan hebat yang kemudian diikuti dengan kesembuhan semu.Yang dimaksud dengan kesembuhan semu adalah setelah serangan hebat penderita terlihat pulih.Namun sebenarnya,tingkat kepulihan itu tidak lagi sama dengan tingkat kepulihan sebelum terkena serangan.sebenarnya kondisinya adalah sedikit demi sedikit semakin memburuk.jika sebelum terkena serangan hebat pertama penderita memiliki kemampuan motorik dan sensorik, Hampir 70% penderita sklerosis multipel pada awalnya mengalami kondisi ini, setelah beberapa kali mengalami serangan hebat, jenis sklerosis multipel ini akan berubah menjadi Secondary Progressiv sklerosis multiple. Primary Progresssiv MS Pada jenis ini kondisi penderita terus memburuk ada saat saat penderita tidak mengalami penurunan kondisi, namun jenis sklerosis multipel ini tidak mengenal istilah kesembuhan semu. Tingkat progresivitanya beragam pada tingakatan yang paling parah, penderita sklerosis multipel jenis ini biasa berakhir dengan kematian. Secondary Progressiv sklerosis multiple Ini adalah kondisi lanjut dari Relapsing Remitting sklerosis multipel. Pada jenis ini kondisi penderita menjadi serupa pada kondisi penderita Primary Progresssiv sklerosis multipel. Benign sklerosis multiple Sekitar 20% penderita sklerosis multipel jinak ini. Pada jenis sklerosis multipel ini penderita mampu menjalani kehidupan seperti orang sehat tanpa begantung pada siapapun. Serangan serangan yang diderita pun umumnya tidak pernah berat sehingga para penderita sering tidak menyadari bahwa dirinya menderita sklerosis multipel. 6. Komplikasi Infeksi saluran kemih multipel

Konstipasi Dekubitus Edema pada kaki Pneumonia

7. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan elektroforesis terhadap CSS : untuk mengungkapkan adanya ikatan oligoklonal ( beberapa pita imunoglobulin G [ IgG ] ), yang menunjukkan abnormalitas immunoglobulin. Pemeriksaan potensial bangkitan : dilakukan untuk memebantu memastikan luasnya proses penyakit dan dan memantau perubahan penyakit. CT scan : dapat menunjukkan atrofi serabral MRI untuk memperlihatkan plak-plak kecil dan untuk mengevaluasi perjalanan penyakit dan efek pengobatan. Pemeriksaan urodinamik untuk mengetahui disfungsi kandung kemih. Pengujian neuropsikologik dapat diindikasikan untuk mengkaji kerusakan kognitif.

8. Penatalaksanaan Farmakoterapi Kortikosteroid dan ACTH : digunakan sebagai agens anti-inflamasi yang dapat meningkatkan konduksi saraf. Beta interferon ( betaseron ) : digunakan dalam perjalanan relapsing-remittting, dan juga menurunkan secara signifikan jumlah dan beratnya eksaserbasi. Modalitas lain ( radiasi, kopolimer, dan kladribin ) sebagai pengobatan yang mungkin untuk bentuk multipel sclerosis progresif Baklofen : sebagai agens antispasmodic merupakan pengobatan yang dipilih untuk spastisitas. Keperawatan Meningkatkan mobilitas fisik ( relaksasi dan koordinasi latihan otot ). Pasien dianjurkan untuk melakukan aktifitas melelahkan dalam waktu singkat.

9. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian

Identitas klien Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, no. register, dan diagnosis medis. Keluhan utama Sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta bantuan medis adalah kelemahan anggota gerak, penurunan daya ingat, gangguan sensorik, dan penglihatan.

Riwayat penyakit sekarang Pada anamesis sering klien mengeluhkan parestesia ( baal, perasaan geli, perasaan mati atau tertusuk-tusuk jarum dan peniti ), kekaburan penglihatan lapang pandang yang makin menyempit dan klien sering mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara sepontan terutama apabila ia sedang berada di tempat tidur. Mersa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan pengontrolannya kurang sekali dan sering juga mengeluh retensi akut dan inkontinensial. Riwayat penyakit dahulu Pengkajian yang perlu dikaji meliputi : adanya riwayat infeksi virus pada masa kanak-kanak yang menyebabkan multipel sklerosis pada waktu mulai menginjak usia pada masa dewasa muda. Virus campak (rubella) diduga menjadi penyebab penyakit ini. Riwayat penyakit keluarga Penyakit ini sedikit lebih banyak ditemukan diantara keluarga yang pernah menderita penyakit tersebut, yaitu kira-kira 5-8 kali lebih sering pada keluarga dekat. Pengkajian psikososiospritual Pangakjian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi klien terhdap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengarunya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kelurga maupun dalam masyarakat. 2. Pemeriksaan fisik Keadaan umum

Klien dengan multipel sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada TTV, meliputi : bradikardia, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan berhubungan dengan bercak lesi di medulla spinalis. B1 ( Breathing ) Pada umunya, klien dengan multipel sklerosis tidak mengalami gangguan pada system pernapasan. Pemeriksaan fisik yang didapat mencakup hal-hal sebagai berikut. B2 ( Blood ) Pada umumnya, klien dengan multipel sklerosis tidak mengalami gangguan pada system kardiovaskular. Akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas biasanya klien mengalami hipotensi postural. B3 ( Brain ) Pengkajian B3 atau Brain merupakan pemeriksaan vokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lain. Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat dari perubahan tingka laku. Pengkajian tingkat kesadaran Tingkat kesadaran klien biasanya komposmentis Pengkajian fungsi saraf serebral Status mental : biasanya sttus mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif penurunan persepsi dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pengkajian saraf kranial Pengkajian ini meliputi : pengkajian saraf kranial I- XII Saraf I : biasanya pada klien multipel sklerosis tidak memiliki kelainan fungsi penciuman. Saraf II : tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan penurunan ketajaman penglihatan. Saraf III, IV, dan VI : pada beberapa kasus penyakit multipel sklerosis biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini. Saraf V : wajah simetris dan tidak ada keleinan. Saraf VII : presepsi pengecapan dalam batas normal.

Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli kondusif dan tuli presepsi. Saraf IX dan X : didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif. Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Saraf XII : lidah simetris, tidak ada defiasi pda satu sisi dan tidak ada vasikulasi, indra pengecapan normal

Pengkajian system motorik Kelemahan spastik anggota gerak, dengan manifestasi berbagai gejala, meliputi kelemahan anggota gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat anggota gerak. Merasa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat jelas yang sebekah terseret maju,serta pengontrolan yang buruk. Klien dapat mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara trauma spontan terutama jika pasien sedang berada di tempat tidur Keadaan spastis yang lebih berat disertai spasme otot yang nyeri. Pengkajian refleks Berikiut dijelaskan beberapa pengkajian refleks : Refleks tendon hiperaktif dan refleks-refleks abdominalis tidak ada Respon plantar berupa ekstensor ( tanda Babinski). Tanda ini merupakan indikasi terseranganya lintasan kortikospinsl. Pengkajian system sensorik Gangguan sensorik. Parestesia ( baal, perasaan geli, perasaan mati rasa atau tertususktusuk jarum dan peniti ). Gangguan proprioseptif sering menimbulkan ataksia sensori dan inkoordinasi lengan. Sensasi getar serigkali menghilang. B4 ( Bladder ) Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortikospinalis menimbulkan gangguan pengaturan sfingter sehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi yang menunjukkan berkurangnya

kapasitas kandung kemih yang spastis. Selain itu juga sering menimbulkan retensi akut dan inkontinensial. B5 ( Bowel ) Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Penurunan akitfitas umum klien sering mengalami konstipasi. B6 ( Bone ) Pada beberapa keadaan klien multipel sclerosis bisanya didapatkan adanya kesulitan untuk beraktifitas karena kelemahan spastik anggota gerak. Kelemahan anggota gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetri pada keempat anggota gerak. Resiko dari multipel sklrosis terhadap system ini berupa komplikasi sekunder, seperti resiko kerusakaan integritas jaringan kulit ( decubitus ) akibat penekanan tempat dari tirah baring lama, deformitas kontraktur, dan edema dependen pada kaki. 1. Diagnosis keperawatan 1) Hambatan mobilitas fisik yang b.d kelemahan, paresis, dan spastisitas

2) Resiko tinggi kontraktur sendi yang b.d penurunan aktifitas sekunder hambatan mobilitas fisik 3) Resiko terhadap cedera yang b.d kerusakan sensori penglihatan 4) Defisi perawatan diri ( makan, minum, berpakaian , higiene ) yang b.d perubahan kemampuan merawat diri sendiri, kelemahan fisik spastis 5) 6) 7) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang b.d asupan nutrisi yan tidak adekuat Perubahan eliminasi urin dan fekal yang b.d disfungsi medulla spinalis Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan yang b.d tirah baring lama

8) Perubahan proses pikir ( kehilangan memori, demensia, euphoria ) yang b.d disfungsi serebral 9) Kerusakan penataklaksanaan pemeliharaan di rumah yang b.d keterbatasan fisik, psikologis, dan social 10) Resiko disfungsi seksual yang b.d keterlibatan atau reaksi psikologis terhadap kondisi

Perencanaan

Sasaran utama untuk klien mencakup peningkatan mobilitas fisik, menghindari cedera, pencapaian kontinens kandung kemih dan usus, perbaikan funsi kognitif, perkembangan kekuatan koping, perbaikan perawatan diri, dan adaptasi terhadap difungsi seksual.

Intervensi dan Rasional


Dix 1 : Hambatan mobilitas fisik yang b.d kelemahan, paresis, dan spastisitas Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan kemampuannya

Kriteria :

Klien dapat ikut serta dalam program latihan Tidak terjadi kontraktor sendi Bertambahnya kekuatan otot Klien menunjukkan tindakkan untuk meningkatkan mobilitas

Intervensi

Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan, kaji secara teratur fungsi motoric

R/ mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas

Modifikasi peningkatan mobilitas fisik

R/ relaksasi dan koordinasi latihan otot meningkatkan efisiensi otot pada klien multipel sklerosis.

Anjurkan teknik aktifitas dan teknik istirahat

R/ klien dianjurkan untuk melakukan aktifitas melelahkan dalam waktu singkat, karena lamanya latihan yang melelahkan ekstremitas dapat menyebabkan paresis, kebas, atau tidak ada koordinasi.

Ajarkan teknik latihan jalan

R/ Latihan berjalan meningkatkan gaya berjalan, karena umumnya pada keadaan tersebut kaki dan telapak kaki kehilangan sensasi positif.

Ubah posisi klien tiap 2 jam

R/ menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.

Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit

R/ Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki funsi jantung dan pernapasan

Lakukan gerak pasif pada ekstermitas yang sakit.

R/ otot volunteer akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakan.

Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi

R/ untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuannya

Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien

R/ peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ektremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi Dix 2 : Resiko cedera yang b.d kerusakan sensori dan penglihatan, dampak tirah baring lama dan kelemahan spastis Tujuan : dalam waktu 3x 24 jam resiko trauma tidak terjadi

Kriteria :

Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma Decubitus tidak terjadi Kontraktur sendi tidak terjadi Klien tidak jatuh dari tempat tidur

Intervensi

Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi

R/ meminimalkan rangsangan nyeri akibat gesekkan antara fragmen tulang dengan jaringan lunak disekitarnya

Berikan kacamata yang sesuai dengan klien

R/ tameng mata atau kacamata penutup dapat digunakan untuk memblok implus penglihatan pada satu mata bila klien mengalami diplopia atau penglihatan ganda

Minimalkan efek imobilitas.

R/ oleh karena aktifitas fisik dan imobilisasi sering terjadi pada multipel sklerosis, maka komlikasi yang di hubungkan dengan imobilisasi mencakup dekubitus dan langka untuk mencegahnya

Modifikasi pencegahan cedera :

R/ pencegahan cedera dilakukan pada klien multipel sklerosis jika disfungsi motorik menyebabkan masalah dalam tidak ada koordinasi dan adanya kekakuan atau jika ataksia ada, klien resiko jatuh.

Modifikasi lingkungan

R/ untuk mengatasi ketidak mampuan, klien di anjurkan untuk dengan kaki kosong pada ruang yang luas untuk menyediakan dasar yang luas dan untuk meningkatkan kemampuan berjalan dengan stabil

Ajarkan teknik berjalan

R/ jika kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh, klien di anjurkan untuk melihat kaki sambil berjalan

Berikan terapi okupasi

R/ terapi okupasi merupakan sumber yang membantu individu dalam memberi anjuran dan menjamin bantuan untuk maningkatkan kemandirian

Meminimalkan resiko decubitus

R/ oleh karena hilangnya sensori dapat menyebabkan bertambahnya kehilangan gerakkan motoric. Decubitus terus diatasi untuk inegritas kulit. Penggunaan kursi roda meningkatkan resiko.

Inspeksi kulit dibagian distal setiap hari ( pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan, atau lecet-lecet )

R/ deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi resiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilisasi

Minimalkan spastisitas dan kontraktur

R/ spastisitas otot biasa terjadi dan terjadi pada tahap lanjut, yang terlihat dalam bentuk addukor yang berat pada pinggul, dengan spasme fleksor pada pinggul dan lutut.

Ajarkan teknik latihan

R/ latihan setiap hari untuk menguatkan otot diberikan untuk meminimalkan kontraktur sendi. Perhatian khusus diberikan pada otot-otot paha, otot gatroknemeus, adductor, biseps dan pergelangan tangan, serta fleksor jari-jari

Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki

R/ telapak kaki dalam posisi 90 derajad dapat mencegah footdrop

Evaluasi tanda / gejala perluasan cedera jaringan ( peradangan lokal / sistemik, sperti peningkatan nyeri, edema dan demam )

R/ menilai perkembangan masalah klien Dix 3 : Perubahan pola eliminasi urin yang b.d kelumpuhan saraf perkemihan Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam eliminasi urin terpenuhi Kriteria hasil :

Pemenuhan eliminasi urin dapat dilaksanakan dengan atau tidak mengguanakan keteter Produksi 50 cc/jam Keluhan eliminasi urin tidak ada

Intervensi

Kaji pola berkemih dan catat urin setiap 6 jam

R/ mengetahui fungsi ginjal

Tingkatkan kontrol berkemih :


o o o o o o

Berikan dukungan pada klien tentang pemenuhan eliminasi urin Modifikasi kebutuhan untuk berkemih Lakukan jadwal berkemih Ukur jumlah urin tiap 2 jam Bantu cara penggunaan obat-obatan Keteter intermiten

R/ jadwal berkemih diatur awalnya setiap 1 sampai 2 jam dengan perpanjangan interfal waktu bertahap. Klien diinstruksikan untuk mengukur jumlah air yang di minum setiap 2 jam dan mencoba untuk berkemih 30 menit setelah minum.

Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih

R/ menialai perubahan akibat dari inkontinensial urin

Anjurkan klien untuk minum 2000 cc/hari

R/ mempertahankan funsi ginjal

DAFTAR PUSTAKA Mutaqin Arif, Asuhan keperawatan klien dangan gangguan system persyarafan,( 2008 ),ed 6 vol.2 salemba medical. Jakarta Brunner & suddarth, keperawatan medikal bedah,(2002),ed 8 vol.3 EGC. Jakarta http://www.womenshealth.gov/fag/sklerosis multipel.cfm

Anda mungkin juga menyukai