Seorang laki – laki berusia 50 tahun datang ke poli umum RS dengan keluhan nafas terasa berat jika
beraktivitas berat. Keluhan tidak timbul jika aktivitas normal sehari-hari. Keluhan tidak disertai
batuk berdahak. Pada tanda vital ditemukan TD 110/70, RR : 22x/menit, HR : 88 x/menit, t: 36,50C.
Pemeriksaan fisik paru didapatkan - Inspeksi : dada seperti tong, sela iga melebar, kontraksi otot
bantu nafas(-). - - Palpasi : stem fremitus menurun - - Perkusi : Hipersonor, pekak jantung
menyempit. - - Auskultasi : Ekspirasi tidak memanjang, Wheezing (-). - Pasien sudah membawa
hasil foto thorax dengan gambaran thorax emfisematous, hiperluscen, sela iga melebar, diafragma
mendatar, jantung seperti pendulum. - Pasien adalah perokok dan saat ini bekerja di pabrik
keramik. - Dokter merencanakan untuk pemeriksaan spirometri dan enzim alfa antitripsin. Dokter
menjelaskan pada pasien mengenai kemungkinan penyakit, memberikan edukasi dan obat yang
diminum bila sesak. Perawat menegakkan diagnosis keperawatan ketidakefektifan pola nafas dan
selanjutnya mengajarkan teknik pursed lips breathing kepada pasien. Bila perlu dapat dilakukan
sendiri oleh pasien dirumah. Apoteker memberikan informasi obat dan melakukan konseling obat
terkait drug related problems dan memantau monitoring efek samping dari penggunaan obat yang
diterima pasien.
STEP 1
1. Emfisematous
Nama lain barrel chest , bentuk dada menggembung, diameter anteroposterio lebih dari diameter
lateral , biasanya disertai skoliosis.
2. Hiperluscent
- Gambaran di photothorax, berwarna sangat hitam, banyak udara mudah ditembus sinar
3. Teknik pursed lips breathing
- Teknik tarik naafs dalam melalui hidung, dihembuskan melalui mulut secara perlahan lahan
- Latihan pernafasan dengan cara duduk dan inspirasi dalam saat ekspirasi penderita
menghembuskan melalui mulut hampir tertutup seperti bersiul secara perlahan
- Mulut terkuncup, out saat ekspirasi ; in saat inspirasi, pada penderita gagal nafas kronik
4. Enzim alfa antitripsin
- Yang menghambat tidak terkontrolnya proteolisis, menghambat sifat imunomodulator
STEP 3
2. Mengapa pada pasien ditemukan dada tong dan sela iga melebar ?
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari
paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar
paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang
adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi.
Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-
otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada
persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan
elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk
mengembang.
Orang yang merokok dapat mengakibatkan peradangan sehingga menyebabkan pelepasan enzim
proteolitik (protease), sementara bersamaan dengan itu oksidan dan asap menghambat enzim alfa-1
antiprotease. Makrofag yang memfagositosis antigen mengeluarkan protease. Tetapi, karena enzim
alfa-1 antiprotease yang bertugas menghambat protease dihambat oleh oksidan dari asap tembakau,
maka perusakan jaringan paru sekitar tidak dapat dicegah sehingga membawa penderita pada
emfisema dan bronchitis kronis. Ini yang menyebabkan gambaran paru emfisematus.
Sumber : PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik), Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia, PDPI, Jakarta, 2003:1.
4. Mengapa pada perkusi ditemukan hipersonor, pekak jantung menyempit ? ( cari batas2 pekak pada
jantung )
5. Mengapa pada gambaran thorax terdapat emfisema, hiperluscent, diafragma mendatarm dan jantung
seperti pendulum ? cari gambar radiologi
- Hiperluscent karena jumlah udara dalam paru paru meningkat
- Diafragma mendatar karena timbul dada tong difargma tidak dapat kembali ke bentuk
semula
- Jantung tidak dapat disangga lagi oleh diafragma, jantung timbul pembesaran dari atrium dan
ventrikel bagian kanan jantung seperti pendulum
Sitokin menyerang dinding alveolus kapiler hilang tekanan meningkat tekanan hipertensi
pulmoner jantung pompa darah menuju ke paru dari ventrikel kanan kerusakannya pada
bagian kanan
6. Bagaimana hubungan pasien merokok dengan keadaan yang dirasakan saat ini ?
- Mekanisme tersering pelepasan enzim tripsin yang dihasilkan oleh makrofag dikarenakan
adanya pajanan oleh alergen biasanya pada pasien perokok makrofag akan melepaskan
enzim tripsin yang berlebihan . Normalnya kalo ada alergen akan diserang oleh enzim tripsin dan
dihamnbat oleh enzim antitripsin. Karena ada peningkatan pelepasan pada makrofag enzim
tripsin tidak hanya menyerang antigen, tetapi juga menyerang jaringan jaringan yang ada di paru
mengakibatkan alveolus kolaps
- Penyebab jarang ketidak mampuan tubuh untuk menghasilkan enzim anti tripsin dominansi
enzim tripsin menjadi tinggi. Jadi walaupu bukan perokok, juga bisa merusak karena enzim tripsin
7. Apa hubungan penyakit pasien dengan pekerjaannya di pabrik keramik ?
- Penyebab bisa karena polusi, adanya zat zat kimia berbahaya yang akan mengganggu pergerakan
silia. Bahan kimia masuk makrofag aktif sekresi sitokin banyak kalo terlalu lama dapat
berefek emfisema
8. Mengapa dokter menyarankan pemeriksaan spirometri dan enzim alfa antitripsin ? hasil spirometri ,
normal seperti apa, dalam kasus interpretasi gimana
- Spirometri untuk memeriksa faal paru
- Ingin melihat jumlah enzim alfa anti tripsin, dan untuk melihat apakah si pasien terkena emfisema
karena pelepasan enzim tripsin berlebihan atau tidak dapat menghasilkan antitripsin
9. Apa faktor resiko dari skenario tersebut ?
Fx resiko
a. Genetik.
PPOK merupakan suatu penyakit yang poligenik disertai interaksi lingkungan
genetik yang sederhana. Faktor risiko genetik yang paling besar dan telah di teliti lama adalah
defisiensi α1 antitripsin, yang merupakan protease serin inhibitor. Biasanya jenis PPOK yang
merupakan contoh defisiensi α1 antitripsin adalah emfisema paru yang dapat muncul baik
pada perokok maupun bukan perokok, tetapi memang akan diperberat oleh paparan rokok.
Bahkan pada beberapa studi genetika, dikaitkan bahwa patogenesis PPOK itu dengan gen yang
terdapat pada kromosom 2q.1
d. Stres Oksidatif.
Paparan oksidan baik dari endogen maupun eksogen terus menerus dialami oleh
paru-paru. Sel paru-paru sendiri sebenarnya telah memiliki proteksi yang cukup baik secara
enzimatik maupun non enzimatik. Perubahan keseimbangan antara oksidan dan anti oksidan
yang ada akan menyebabkan stres oksidasi pada paru-paru. Hal ini akan mengaktivasi respon
inflamasi pada paru-paru. Ketidak seimbangan inilah yang kemudian memainkan peranan
yang penting terhadap patogenesis PPOK.1
e. Jenis Kelamin.
Jenis kelamin sebenarnya belum menjadi faktor risiko yang jelas pada PPOK. Pada
beberapa waktu yang lalu memang tampak bahwa prevalensi PPOK lebih sering terjadi pada
Pria di bandingkan pada wanita, tetapi penelitian dari beberapa negara maju menunjukkan
bahwa ternyata saat ini insidensi antara pria dan wanita ternyata hampir sama, dan terdapat
beberapa studi yang mengatakan bahwa ternyata wanita lebih rentan untuk dirusak oleh asap
rokok dibandingkan pria. Hal ini dikarenakan perubahan kebiasaan, dimana wanita lebih
banyak yang merupakan perokok saat ini.24
f. Infeksi.
Infeksi, baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan yang besar terhadap
patogenesis dan progresifitas PPOK dan kolonisasi bakteri berhubungan dengan terjadinya
inflamasi pada saluran pernafasan dan juga memberikan peranan yang penting terhadap
terjadinya eksaserbasi. Kecurigaan terhadap infeksi virus juga
dihubungkan dengan PPOK, dimana kolonisasi virus seperti rhinovirus pada saluran nafas
berhubungan dengan peradangan saluran nafas dan jelas sekali berperan pada terjadinya
eksaserbasi akut pada PPOK. Riwayat tuberkulosis juga dihubungkan dengan di temukannya
obstruksi saluran nafas pada dewasa tua pada saat umur diatas 40 tahun.
h. Komorbiditas.
Asma memiliki faktor risiko terhadap kejadian PPOK, dimana didapatkan dari suatu
penelitian pada Tucson Epidemiologi Study of Airway Obstructive Disease, bahwa orang
dewasa dengan asma akan mengalami 12 kali lebih tinggi risiko menderita PPOK.
Ejournal USU
- Dispnea biasanya merupakan gejala pertama; dispnea awalnya tidak terasa namun progresif. Pada
pasien dengan riwayat bronkitis kronik atau bronkitis asmatik kronik, batuk dan megap-megap dapat
menjadi keluhan awal. Berat badan turun sering terjadi dan dapat sangat berat sehingga dikira
sebagai tumor ganas yang tersembunyi. Uji fungsi paru menunjukkan berkurangnya FEVi disertai FVC
yang normal atau hampir normal. Sehingga rasio FEVI terhadap FV- berkurang.
- pasien dengan barrel-chest (dada seperti tong) dan dispnea, disertai ekspirasi memanjang yang jelas,
dengan posisi berdiri agak maju dan membungkuk, untuk mengeluarkan udara dari paru pada setiap
upaya ekspirasi. Pada pasien-pasien ini, pembesaran rongga udara terjadi sangat berat dan kapasitas
difusi menjadi rendah. Dispnea dan hiperventilasi sangat nyata sehingga pada kondisi penyakit yang
sangat lanjut pun pertukaran gas masih adekuat dan nilai gas darah relatif normal.
- pasien yang juga menderita bronkitis kronik yang berat dan riwayat infeksi rekuren disertai sputum
purulen. Dispnea biasanya tidak terlalu jelas, disertai dorongan pernapasan yang berkurang, sehingga
pasien meretensi karbon dioksida, menjadi hipoksik, dan seringkali sianotik.
- perlahan-lahan terjadi hipertensi paru sekunder, yang terjadi akibat spasme vaskular paru yang
diinduksi oleh hipoksia dan hilangnya area permukaan kapiler paru akibat destruksi alveolus.
Batuk berdahak
Sputum putih / mukoid inflamasi tidak ada infeksi hipersekresi mukus warnanya putih
Sesak nafas karena obstruksi yang disebabkan hipersekresi mukus(mukus yang kental).
Hipoksia : kondisi dimana tekanan partial / konsentrasi O2 darah arteri < 8kPa atau 60mmHg
dengan tekanan partial / konsentrasi Co2 darah arteri normal atau menurun.
Hiperkapnia : suatu kondisi dimana tekanan partial / konsentrasi CO2 darah arteri lebih dari
6.7kPa / 50 mmHg dengan disertai hipoksia.
Serangan awal
- Serangan permulaan terjadi pelan2 (15%kasus) termasuk tibul sejak anak2
- Gejala :
o Batuk2 ringan
o Sesak napas (tidak dipengaruhi aktivitas)
o Mengi (wheezing)
o Pada tahap lanjut sesak napas dipengaruhi aktivitas
Serangan kambuh
Terjadi dg adanya :
- Serangan batuk 7 sesak napas, “no-effort dependent dyspneu” dyspneu d’effort
- Serangan pneumonia berulang
- Serangan bronchitis berulangbronkitis kronis
- Menimbulkan kerusakan paru
Kelainan fisik :
- Perkusi dada hipersonor
- Suara napas melemah
- Ekspirasi diperpanjang
- Ronchi kering/ronchi basah halus (+)
- Wheezing (+)
- Suara jantung lebih redupjantung tertutup oleh paru yg mengembang
Kelainan radiologic :
- Translucency bertambah
- Diafragma rendah, mendatar
- Jantung memanjang (vertikal)
Kelainan fisik :
- Sama dg fase II
- Ditambah sianosis & plethora
Kelainan Lab :
- Polisitemia sekunder
- PaO2 / saturasi O2 ↓. PaO2 tetap turun walaopun penderita beristirahat
- Kapasitas difusi paru ↓
4. Fase IV
Timbul hiperkapnia.
Keadaan umum :
- Gelisah
- Mudah tersinggung
- Kelainan mental : marah, somnolen
Kelainan fisik :
- Sama dg fase III
- Ditambah :
o Iritabilitas otot bertambah
o Kesadaran somnolen—koma
o Dapat timbul edem papil
Kelainan lab :
- Pa CO2 ↑ (hiperkapnia)
- pH darah ↓ (asidosis)
5. Fase V
Fase emfisema paru dg kelainan jantung, terjadi kor pulmonale kronik yg masih terkompensasi.
Rontgen dada :
- Jantung tampak membesar
- Hilus sangat melebarkarena a. pulmonalis & cabang2nya melebar
Prof. dr. H. Pasiyan Rachmatullah. Ilmu Penyakit Paru (Pulmonologi) jilid 1. FK Undip.
Diagnosis Banding :
Asma Bronkial
Bronkitis Kronik
Emfisema Paru
Bronkiektasis
Perbedaan Bronkitis Kronik Emfisema Paru Asma Bronkial Bronkiektasis
Definisi Suatu gangguan klinis Suatu perubahan Suatu penyakit Dilatasi abnormal
yang ditandai oleh anatomis parenkim episodik yang bronkus dan
pembentukan mukus paru yang ditandai ditandai dengan bronkiolus
yang berlebihan dalam oleh pembesaran hipersensitivitas berukuran sedang
bronkus dan alveolus dan duktus cabang disertai peradangan
bermanifestasi alveolaris abnormal, trakeobronkial dan infeksi.
sebagai batuk kronik serta destruksi terhadap berbagai
dan pembentukan dinding alveolar. rangsangan yang
sputum selama bermanifestasi
sedikitnya 3 bulan sebagai penyempitan
dalam setahun, saluran napas
sekurang-kuranggnya reversibel yang
dalam dua bulan disebabkan oleh
berturut-turut. bronkospasme
Didiagnosis Batuk kronik dengan Dilatasi dan destruksi Sesak napas tidak Batuk kronik
berdasarkan pengeluaran sputum rongga udara sebelah sembuh jika istirahat, dengan produksi
minimum 3 bulan distal bronkiolus wheezing. sputum
setiap tahunnya. terminalis, duktus mukopurulen yang
alveolaris dan banyak, sputum
dinding alveolar. yang berbau busuk,
malnutrisi.
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
• Normal
• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
- Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel
kanan.
- Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
- bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk
mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas
berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
- Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda),
defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan PPOK di Indonesia
18. Bagaimana intervensi dari kasus diatas ? (tujuan, rencana tindakan, rasionalisasi, evaluasi )
19. Bagaimana tatalaksana ?
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia ; PDPI – hal. 19
3. Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
Psikososial
psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat diberikan obat 3.
Latihan Pernapasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik latihan meliputi
pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot
abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot
ekstrimiti.
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia ; PDPI – hal. 16
asinus : struktur yang terletak distal dari bronkiolus terminalis
lobulus : kumpulan tiga hingga lima asinus