Anda di halaman 1dari 40

SINDROM DELIRIUM AKUT

PENGERTIAN
Sindrom delirium akut (acute confusional state! AC'S) adalah sindrom mental organik yang
ditandai dengan gangguan kesadaran dan atensi serta perubahan kognitif atau gangguan
persepsi yang timbul dalam jangka pendek dan berfluktuasi.

DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-
IV-TR) meliputi gangguan kesadaran yang disertai penurunan kemampuan untuk
memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian, perubahan kognitif
(gangguan daya ingat, disorientasi, atau gangguan berbahasa) atau timbulnya
gangguan persepsi yang bukan akibat demensia, gangguan tersebut timbul dalam
jangka pendek (jam atau hari) dan cenderung berfluktuasi sepanjang hari, serta terdapat
bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau pemeriksaan penunjang bahwa gangguan
tersebut disebabkan kondisi medis umum maupun akibat intoksikasi, efek samping, atau
putus obat/zat,

Harus dicari faktor pencetus dan faktor risikonya


Pencetus yang sering: gangguan metabolik (hipoksia, hiperkarbia, hipo atau
hiperglikemia, hiponatremia, azotemia), infeksi (sepsis, pneumonia, infeksi saluran
kemih), penurunan cardiac output (dehidrasi, kehilangan darah akut, infark miokard
akut, gagal jantung kongestif), strok (korteks kecil), obat-obatan (terutama
antikolinergik), intoksikasi (alkohol, dll), hipo atau hipertermia, lesi sistem saraf pusat,
psikosis akut, pemindahan ke lingkungan yang baru/tidak familiar, impaksi fekal, dan
retensi urin Faktor risiko: riwayat gangguan kognitif, berusia lebih dari 80 tahun,
mengalami fraktur saat masuk perawatan, infeksi yang simtomatik, jenis kelamin pria,
mendapat obat antipsikotik atau analgesik narkotik, penggunaan pengikat, malnutrisi,
penambahan 3 atau lebih obat, dan penggunaan kateter urin.

DIAGNOSIS BANDING
Demensia, psikosis fungsional, kelainan neurologis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis; menemukan penyebab/ pencetus:
Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi defisit neurologis fokal, adakah
cerebro vascular disease atau transient ischemic attack; lakukan brain CTscan jika ada
indikasi
Darah perifer lengkap
Eleklrolit (terutama natrium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah
Analisis gas darah
Urin lengkap dan kultur resislensi urin
Foto toraks
EKG
TERAPI
Berikan oksigen, pasang infus dan monitor
Segera dapatkan hasil pemeriksaan penunjang untuk memandu langkah selanjutnya;
tujuan utama terapi adalah mengatasi faktor pencetus.
Jika khawatir aspirasi dapat dipasang pipa naso-gastrik
Kateter urin dipasang terutama jika terdapat ulkus dekubitus disertai inkontinensia urin
Awasi kemungkinan imobilisasi (lihat topik imobilisasi)
Hindari sebisa mungkin pengikatan tubuh untuk mencegah imobilisasi. Jika memang
diperlukan, gunakan dosis terendah obat neuroleptik dan atau benzodiazepin dan
monitor status neurologisnya; pertimbangkan penggunaan antipsikotik atipikal. Kaji ulang
intervensi ini setiap hari; targetnya adalah penghentian obat antipsikotik dan pembatasan
penggunaan obat tidur secepatnya
Kaji status hidrasi secara berkala
Ruangan tempat pasien harus berpenerangan cukup, terdapat jam dan kalender yang
besar dan jika memungkinkan diletakkan barang-barang yang familiar bagi pasien dari
rumah, hindari stimulus berlebihan, keluarga dan tenaga kesehatan harus berupaya
sesering mungkin mengingatkan pasien mengenai hari dan tanggal, jika kondisi klinis
sudah memungkinkan pakai alat bantu dengar atau kacamata yang biasa digunakan oleh
pasien sebelumnya, motivasi untuk berinteraksi sesering mungkin dengan keluarga dan
tenaga kesehatan, evaluasi strategi orientasi realitas; beritahu kepada pasien bahwa
dirinya sedang bingung dan disorientasi namun kondisi tersebut dapat membaik

KOMPLIKASI
Fraktur, hipotensi sampai renjatan, trombosis vena dalam, emboli paru, sepsis

PROGNOSIS
Dubia

WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Geriatri

UNIT YANG MENANGANI


Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
Divisi di Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang terkait dengan keterlibatan etiologi ACS,
Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen Psikiatri, Instalasi Gizi, Instalasi Farmasi,
Bidang Keperawatan, Departemen Neurologi
INSTABILITAS DAN JATUH

PENGERTIAN
Adanya instabilitas membuat seseorang berisiko untuk jatuh. Kemampuan untuk mengontrol
posisi tubuh dalam ruang meruapakan suatu interaksi kompleks sistem saraf dan
muskuloskeletal yang dikenal sebagai sistem kontrol postural. Jatuh terjadi manakala sistem
kontrol postural tubuh gagal mendeteksi pergeseran dan tidak mereposisi pusat gravitasi
terhadap landasan penopang (kaki, saat berdiri) pada waktu yang tepat untuk menghindari
hilangnya keseimbangan. Kondisi ini seringkali merupakan keluhan utama yang
menyebabkan pasien datang berobat (keluhan utama dari penyakit-penyakit yang juga bisa
mencetuskan sindrom delirium akut)

DIAGNOSIS
Subyektif
Terdapat keluhan perasaan seperti akan jatuh, disertai atau tanpa dizziness, vertigo, rasa
bergoyang, rasa tidak percaya diri untuk transfer atau mobilisasi mandiri; atau terdapat
riwayat jatuh.

Obyektif
Terdapat faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik untuk terjadinyajatuh. Faktor intrinsik terdiri alas
faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor intrinsik lokal: osteoartritis genu/vertebra \umba\,
plantarfascitis, kelemahan otot kuadrisep femoris, gangguan pendengaran, gangguan
penglihatan, gangguan pada alat keseimbangan seperti vertigo yang dapat ditimbulkan oleh
gangguan aliran darah ke otak akibat hiperkoagulasi, hiperagregasi, atau spondiloartrosis
servikal. Faktor intrinsik sistemik: penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pneumonia, infark
miokard akut, gagal jantung, infeksi saluran kemih, gangguan aliran darah ke otak
(hiperkoagulasi, strok, dan transient ischemic attact/TlA), diabetes melitus dan/atau
hipertensi (terutama jika tak terkontrol), paresis inferior, penyakit atau sindrom parkinson,
demensia, gangguan saraf lain serta gangguan metabolik seperti hiponatremia,
hipoglikemia atau hiperglikemia, dan hipoksia. Faktor risiko ekstrinsik/lingkungan antara
lain: alas kaki yang tidak sesuai, kain/pakaian bagian bawah tubuh yang terjuntai, lampu
ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, basah, atau tidak rata, furnitur yang terlalu
rendah atau tinggi, tangga yang tak aman, kamar mandi dengan bak mandi/ closet terlalu
rendah atau tinggi dan tak memiliki alat bantu untuk berpegangan, tali atau kabel yang
berserakan di lantai, karpet yang terlipat, dan benda-benda di lantai yang membuat
seseorang terantuk.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan seperti the timed up-and-go test (TUG), uji menggapai fungsional
(functional reach test), dan uji keseimbangan Berg (the Berg balance sub-scale of the
mobility index) dapat untuk mengevaluasi fungsi mobilitas sehingga dapat mendeteksi
perubahan klinis bermakna yang menyebabkan seseorang berisiko untuk jatuh atau timbul
disabilitas dalam mobilitas. Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk membantu
mengidentifikasi faktor risiko; menemukan penyebab/pencetus:
Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi defisit neurologis fokal, adakah
cerebro vascular disease atau transient ischemic attack; lakukan brain CTscan jika ada
indikasi
Darah perifer lengkap
Elektrolit (terutama natrium dan kalium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah
Analisis gas darah
Urin lengkap dan kultur resistensi urin
Hemostase darah dan agregasi trombosit
Foto toraks, vertebra, genu, dan pergelangan kaki (sesuai indikasi)
EKG
Identifikasi faktor domisili (lingkungan tempat tinggal)

Tabel 1. Penyebah Jatuh

Penyebab Jatuh Keterangan


Kecelakaan Kecelakaan murni (terantuk, terpleset, dll)
Interaksi antara bahaya di lingkungan dan faktor yang
meningkatkan kerentanan

Sinkop Hilangnya kesadaran mendadak


Drop attacks Kelemahan rungkai bawah mendadak yang menyebabkan jatuh
tanpa kehilangan kesadaran

Dizziness dan/atau Penyakit vestibular, penyakit sistem saraf pusat


vertigo

Hipotensi ortostatik Hipovolemia atau kardiak output ya ng rendah, disfungsi otonom,


gangguan aliran darah balik vena, tirah baring lama, hipotensi
akibat obat-obatan, hipotensi postprandial

Obat-obatan Diuretika, antihipertensi, antidepresi golongan trisiklik, sedatif,


antipsikotik, hipoglikemia, alkohol

Proses penyakit Berbagai penyakit akut


Kardiovaskular : aritmia, penyakit katup janrung (stenosis aorta),
sinkop sinus karotid
Neurologis : T1A, strok akut, gangguan kejang, penyakit
Parkinson, spondilosis lumbar atau servikal (dengan kompresi
pada korda spinalis atau cabang saraf), penyakit serebelum,
hidrosefalus tekanan normal (gangguan gaya berjalan), lesi
sistem saraf pusat (tumor, hematom subdural)
Tak ada penyebab yang dapat diidentifikasi

Idiopatik Tidak ada penyebab yang dapat diidentifikasi


Tabel 2. Evaluasi pada pasien usia lanjut yang jatuh
Evaluasi Keterangan

Anamnesis Terutama obat antihipertensi dan psikotropika


Riwayat medis umum
Tingkat mobilitas
Riwayat jatuh sebelumnya
Obat-obatan yang Apakah pasien sadar bahwa akan jatuh?;
dikonsumsi Apakah kejadian jatuh tersebut sama sekali tak terduga?;
Apakah pasien terpleset atau terantuk?
Apa yang dipikirkan
pasien sebagai Waktu dan tempat jatuh; Saksi; Kaitannya dengan perubahan
penyebab jatuh? postur, batuk, buang air kecil, memutar kepala

Lingkungan sekitar Kepala terasa ringan, dizzines,vertigo, palpitasi, nyeri dada, sesak ;
tempat jatuh Gejala neurologis fokal mendadak (kelemahan, gangguan sensorik,
disartria, ataksia, bingung, afasia) ; Aura ; Inkotinensia urin atau alvi
Gejala yang terkait
Apakah yang langsung diingat segera setelah jatuh? Apakah pasien
dapat bangkit kembali setelah jatuh dan jika dapat, berapa lama
waktu yang diperlukan untuk dapat bangkit setelah jatuh? Apakah
Hilangnya kesadaran adanya hilangnya kesadaran dapat dijelaskan oleh saksi?

Demam, hipotermia, frekuensi pernapasan, frckuensi nadi dan


tekanan darah saat berbaring, duduk, dan berdiri

Pemeriksaan Fisik : Turgor, trauma, kepucatan Visus


Tanda vital
Visus

Kulit Aritmia, bruit karotis, tanda stenosis aorta, sensitivitas sinus karotis
Penyakit sendi degeneratif, lingkup gerak sendi, deformitas, fraktur,
Mata masalah podiatrik (kalus, bunion, ulserasi, sepatu yang tidak
sesuai, kesempitan/kebesaran, atau rusak)
Kardiovaskular
Penyakit sendi degeneratif, lingkup gerak sendi, deformitas, fraktur,
masalah podiatrik (kalus, bunion, ulserasi, sepatu yang tidak
sesuai, kesempitan/kebesaran, atau rusak)

Ekstremitas Status mental, tanda fokal, otot (kelemahan, rigiditas, spastisitas),


saraf perifer (terutama sensasi posisi), proprioseptif, refleks, fungsi
saraf kranial, fungsi serebelum (terutama uji tumit ke tulang kering),
gejala ekstrapiramidal: tre mor saat istirahat, bradikinesia,
Neurologis gerakan involunter lain, keseimbangan dan cara berjalan dengan
mengobservasi cara pasien berdiri dan berjalan (uji get up and go)
Tabel 3. Penilaian Klinis dan Tata Laksana yang diekomendasikan bagi orang usia
lanjut yang berisiko jatuh.

Penilaian dan faktor resiko Tata Laksana


Lingkungan saat jatuh sebelumnya Perubahan lingkungna dan aktivitas untuk mengurangi
kemungkinan jatuh berulang

Konsumsi obat-obatan Review dan kurangi konsumsi obat obatan


- Oba(-obat berisiko tinggi
(benzodiazepin, obat tidur lain,
neuroleptik, antidepresi, antikon-
vulsi, atau antiaritmia kelas IA)
- Konsumsi 4 macam obat atau
lebih

Penglihatan Penerangan yang tidak menyilaukan ; hindari pemakaian


- Visus <20/60 kacamata multifokal saat berjalan ; rujuk ke doktcr
- Penurunan perscpsi kedalaman spesialis mata
(depth perception}
- Penurunan sensitivitas terhadap
kontras
- Katarak

Tekanan darah postural (sctelah >5 Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar jika
menit dalam posisi berbaring memungkinkan ; review dan kurangi obat-obatan;
/supine, segera setelah berdiri, dan modifikasi dari restriksi garam; hidrasi yang adekuat;
2 menit setelah berdiri dan 2 menit strategi kompensasi (elevasi bagian kepala tempat tidur,
setelah berdiri) rekanan sistolik bangkit perlahan, atau latihan dorsofleksi); stoking
turun > 20 mmHg (atau > 20 %) kompresi ; terapi farmakologis jika strategi di atas gagal.
dengan atau tanpa gejala,s egera
atau setelah 2 menit berdiri.

Keseimbangan dan gaya berjalan Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar jika
- Laporan pasien atau observasi memungkinkan; kurangi obat -obatan yang mengganggu
adanya ketidakstabilan keseimbangan; intervensi lingkungan; rujuk ke
- Gangguan pada penilaian rehabilitasi medik untuk alat bantu dan latihan
singkat (uji get up and go atau keseimbangan dan gaya berjalan
performance-oriented
assessment of mobility)

Pemeriksaan neurologis Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar jika


- Gangguan proprioseptif memungkinkan; tingkatkan input proprioseptif (dengan
- Gangguan kognitif alat bantu atau alas kaki yang sesuai, berhak rendah
- Penurunan kekuatan otot dan bersol tipis); kurangi obat -obatan yang mengenai
adanya defisit kognitif; kurangi faktor mengganggu
fungsi kognitif; kewaspadaan pendamping risiko
lingkungan; rujuk ke rehabilitasi medik untuk latihan
gaya berjalan, keseimbansan, dan kekuatan
Penilaian dan faktor resiko Tata Laksana
Pemeriksaan muskuloskeletal : Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar jika
Pemeriksaan tungkai (sendi dan memungkinkan ; rujuk ke rehabilitasi medik)
lingkup gerak sendi) dan untuk latihan kekuatan, lingkup gerak sendi,
pemeriksaan kaki gaya berjalan, dan keseimbangan serta untuk alat
bantu ; gunakan alas kaki yang sesuai rujuk ke
padiatrist.

Pemeriksaan kardiovaskular
- Sinkop Rujuk ke konsultan kardiolog ; pemijatan Sinkop
- Aritmia (jika telah diketahui
adanya penyakit kardiovaskular,
terdapat
EKG yang abnormal, dan
sinkop).

- Evaluasi tcrhadap "bahaya" Rapikan karpet yang terlipat dan gunakan setelah
setelah dipulangkan dari rumah dipulangkan dari rumah sakit lampu malam hari,
sakit. bathmats yang tidak licin, dan pegangan tangga;
intervensi lain

TERAPI

Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh
adalah identiflkasi faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik, mengkaji dan mengobati trauma
fisik akibat jatuh; mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh;
memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot,
alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai; mengubah lingkungan agar lebih aman
seperti pencahayaan yang cukup; pegangan; lantai yang tidak licin, dan sebagainya.

Latihan desensitisasi faal keseimbangan, latihan fisik (penguatan otot, fleksibilitas sendi,
dan keseimbangan), latihan Tai Chi, adaptasi perilaku (bangun dari duduk perlahan-
lahan, menggunakan pegangan atau perabot untuk keseimbangan, dan teknik bangun
setelah jatuh) perlu dilakukan untuk mencegah morbiditas akibat instabilitas dan jatuh
berikutnya.

Perubahan lingkungan acapkali penting dilakukan untuk mencegah jatuh berulang


karena lingkungan tempat orang usia lanjut tinggal seringkali tidak aman sehingga
upaya perbaikan diperlukan untuk memperbaiki keamanan mereka agar kejadian jatuh
dapat dihindari.

KOMPLIKASI
Fraktur, memar jaringan lunak, isolasi dan depresi, imobilisasi
PROGNOSIS
Dubia

WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Geriatri, Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNIT YANG MENANGANI


Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Rehabilitasi Medik

UNIT TERKAIT
Divisi di Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang terkait dengan keterlibatan etiologi/ faktor
risiko instabilitas, Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen Psikiatri, Instalasi Gizi,
Instalasi Fannasi, Bidang Keperawatan, Departemen Neurologi, Departemen Bedah
Ortopedi.
GANGGUAN KOGNITIF RINGAN DAN DEMENSIA

PENGERTIAN
Antara fungsi kognitif yang normal untuk usia lanjut dan demensia yang jelas, terdapat
suatu kondisi penurunan fungsi kognitif ringan yang disebut dengan mild cognitive
impairment (MCI) dan vascular cognitive impairment (VCI), yang sebagian akan
berkembang menjadi demensia, baik penyakit Alzheimer maupun demensia tipe lain.

Mild cognitive impairment (MCI) merupakan suatu kondisi "sindrom predemensia"


(kondisi transisi fungsi kognisi antara penuaan normal dan demensia ringan), yang pada
berbagai studi telah dibuktikan sebagian akan berlanjut menjadi demensia (terutama
demensia Alzheimer) yang simtomatik.

Vascular cognitive impairment (VCI) merujuk pada keadaan penurunan fungsi kognitif
ringan dan dihubungkan dengan iskemia serta infark jaringan otak akibat penyakit vaskular
dan aterosklerosis.

Demensia adalah gangguan fungsi intelektual (berpikir abstrak, penilaian, kepribadian,


bahasa, praksis, dan visuospasial) dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit
otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran, sehingga
mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara bermakna.

Demensia Alzheimer merupakan demensia yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer;


munculnya gejala perlahan-lahan namun progresif. Demensia vaskular merupakan
demensia yang terjadinya berhubungan dengan serangan strok (biasanya terjadi 3 bulan
pasca strok) ; munculnya gejala biasanya bertahap sesuai serangan strok yang mendahului
(step ladder). Pada satu pasien pasca strok bisa terdapat kedua jenis ini (tipe campuran).
Pada kedua tipe ini lazim terdapat faktor risiko seperti: hipertensi, diabetes melitus,
dislipidemia, dan faktor risiko aterosklerosis lain.

Demensia dapat disertai behavioral and psychological symptoms of dementia


(BPSD) yang lazim disebut sebagai perubahan perilaku dan kepribadian. Gejala BPSD
dapat berupa depresi, wandering/pacing, pertanyaan berulang atau manerism, kecemasan,
atau agresivitas.

DIAGNOSIS
Tabel 1. Kriteria Diagnosis untuk MCI dan VCI Mild Cognitive Impairment (MCI)
Keluhan memori, yang diperkuat oleh informan
Fungsi memori yang tidak sesuai untuk umur dan pendidikan
Fungsi kognitif umum masih baik
Aktivitas sehari-hari masih baik
Tidak demensia

Vascular Cognitive Impairment (VCI)


Gangguan kognitif ringan sampai sedang, terutama fungsi eksekutif
Tidak memenuhi kriteria demensia
Mempunyai penyebab vaskular bcrdasarkan adanya tanda iskemia atau infark jaringan
otak
Bukti lain adanya aterosklerosis
Hachinski Ischemic Score (HIS) yang tinggi
Tabel 2. Kriteria Diagnosis untuk Demensia (Sesuai dengan DSM IV)

A. Munculnya defisit kognitif multipel yang bermanifestasi pada kedua keadaan berikut
1. Gangguan memori (ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru atau untuk
mengingat informasi yang baru saja dipelajari)
2. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut
a. Afasia (gangguan bcrbahasa)
b. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsii motorik masih normal)
c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsi sensorik masih normal)
d. Gangguan fungsi eksekutif (seperti merencanakan, mengorganisasi, berpikir
runut, berpikir abstrak)

B. Defisit kognitif yang terdapat pada kriteria A1 dan A2 menyebabkan gangguan


bermakna pada fungsi sosial dan okupasi serta menunjukkan penurunan yang
bermakna dari fungsi sebelumnya. Defisit yang terjadi bukan terjadi khusus saat
timbulnya delirium.

DIAGNOSIS BANDING
Acute confusional state, depresi, Penyakit Parkinson
Catalan : demensia sering terdapat bersamaan dengan depresi dan/atau Penyakit
parkinson

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan neuropsikiatrik dengan the Mini-Mental State Examination
(MMSE), The Global Deterioration Scale (GDS), dan The Clinical Dementia Ratings
(CDR).

Nilai MMSE dipengaruhi oleh umur dan tingkat pendidikan, sehingga pemeriksa harus
mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan MMSE.
Fungsi tiroid, hati, dan ginjal
Kadar vitamin B12
Kadar obat dalam darah (terutama yg bekerja pada susunan saraf pusat)
CT Scan, MRI
Tabel 3.
Kriteria untuk Diagnosis Klinis Penyakit Alzheimer menurut the National Institute of
Neurological and Communicative Disorders and Stroke (NINCDS) dan the Alzheimer's
Disease and Related Disorders Association (ADRDA)

1. Kriteria diagnosis klinis unruk probable penyakit Alzheimer mencakup: Demensia yang
ditegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat dengan pemeriksaan the mini-mental
test. Blessed Dementia Scale, atau pemeriksaan sejenis, dan dikonfirmasi oleh tes
neuropsikologis Defisit pada dua atau lebih area kognitif Tidak ada gangguan kesadaran
Awitan antara umur 40 dan 90, umumnya setelah umur 65 tahun Tidak adanya kelainan
sistemik atau penyakit otak lain yang dapat menyebabkan defisit progresif pada memori
dan kognitif
2. Diagnosis probable penyakit Alzheimer didukung oleh : Penurunan progresif fungsi
kognitif spesifik seperti afasia, apraksia, dan agnosia.
Gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan pola perilaku
Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama, terutama bila sudah dikonfirmasi
secara neuropatologi. Hasil laboratorium yang menunjukkan pungsi lumbal yang
normal yang dievaluasi dengan teknik standar
Pola normal atau perubahan yang nonspesifik pada EEG, seperti peningkatan aktivitas
slow-wave. Bukti adanya atrofi otak pada pemeriksaan CT yang progresif dan
terdokumentasi oleh pemeriksaan serial
3. Gambaran klinis lain yang konsisten dengan diagnosis probable penyakit Alzheimer,
setelah mengeksklusi penyebab demensia selain penyakit Alzheimer:
Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat (plateau) Gejala-gejala yang
berhubungan seperti depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, halusinasi, verbal
katastrofik, emosional, gangguan seksual, dan penurunan berat badan.
Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien, terutama pada penyakit tahap lanjut,
seperti peningkatan tonus otot, mioklonus, dan gangguan melangkah (gait disorder)
Kejang pada penyakit yang lanjut Pemeriksaan CT normal untuk usianya
4. Gambaran yang membuat diagnosisprobable penyakit Alzheimer menjadi tidak cocok
adalah:
Onset yang mendadak dan apolectic
Terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, gangguan sensorik, defisit lapang
pandang, dan inkoordinasi pada tahap awal penyakit; dan kejang atau gangguan
melangkah pada saat awitan atau tahap awal perjalanan penyakit
5. Diagnosis possible penyakit Alzheimer:
Dibuat berdasarkan adanya sindrom demensia, tanpa adanya gangguan neurologis,
psikiatrik, atau sistemik lain yang dapat menyebabkan demensia, dan adanya variasi
pada awitan, gajala klinis, atau perjalanan penyakit Dibuat berdasarkan adanya
gangguan otak atau sistemik sekunder yang cukup untuk menyebabkan demensia,
namun penyebab primernya bukan merupakan penyebab demensia
6. Kriteria untuk diagnosis definite penyakit Alzheimer adalah: Kriteria klinis untuk probable
penyakit Alzheimer Bukti histopatologi yang didapat dari biopsi atau autops.
7. Klasiflkasi penyakit Alzheimer untuk tujuan penelitian dilakukan bila terdapat gambaran
khusus yang mungkin merupakan subtipe penyakit Alzheimer, seperti :
- Banyak anggota keluarga yang mengalami hal yang sama
- Awitan sebelum usia 65 tahun
- Adanya trisomi - 21
- Terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang relevan seperti penyakit Parkinson
Tabel 4. Penatalaksanaan tcrhadap Faktor Risiko Timbulnya Gangguan Kognitif pada
Usia Lanjut

FAKTOR RISIKO PENATALAKSAAAN KETERANGAN


Hipertensi Kurangi asupan garam Rekomendasi JNC VII dan
Obat antihipertensi : penelitian ALLHATT
awal dengan diuretik,
dapat dikombinasikan
dengan ACE-inhibitor,
ARB, penyekat (5 ([)
-blacker), atau antagonis
kalsium
Target: TDS <130 mmHg,
TDD < 80 mmHg.

Kurangi asupan makanan


Dislipidemia berlemak Konsensus
Obat antidislipidemik Pengendalian
Targe : trigliserida < 150 Dislipidemia yang dikeluarkan
mg/dL, oleh PERKENI dan NCEP-ATP
HDL kolesterol > 40 III
mg/dL untuk laki-laki dan Beberapa penulis melaporkan
> 50 mg/dL untuk statin dapat mcnurunkan fungsi
perempuan serta LDL kognitif (terutama memory loss)
kolesterol <
100 mg/dL).

5 pilar penatalaksanaan
DM : edukasi, Konsensus Penatalaksanaan
Diabetes Melitus perencanaan (diet). DMtipe 2 oleh PERKEN
latan fisik, obat Penggunaan insulin sering
hipoglikemik oral, dan menimbulkan efek hipoglikemia
insulin pada usia lanjut yang dapat
Perhatian pada pemilihan bermanifestasi sebagai
OHO dan insulin, gangguan kognitif
disesuaikan dengan
penurunan fungsi organ
Target: GDP <120 mg/dL.
pada usia lanjut GDP
<160 mg/dL masih
diterima.

Penatalaksanaan scjak
usia dini
Target: IMT<25 kg/nr
Identifikasi etiologi
Obesitas yangbisa dikoreksi
Gagal jantung, Terapi farmakologis dan
fibrilasi atrium, non farmakologis yang
hiperkoagulasi, sesuai untuk
Hipegrregasi, mengendalikan dan
Trombosit mengatasinya
Rujuk ke konsultan yang
sesuai pada keadaan-
keadaan khusus.

Hiperhomosisteinemi
a
PPOK
Keterangan
ACE : Angiotensin Converiting-Enzme,
ARB : Angiotensin Receptor Blocker,
TDS : Tekanan Darah sistolik
HDL : High Density Lipoprotein
LDL : Low Density Lipoprotein,
JNV VII : The seventh repor of the Join National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment if High Blood Pressur
PERKENI : Perkupulan Endokrinologi Indonesia,
DM : Diabetes Melitus
OHO : Obat Hipglikemik Oral
GDP : Gula darah Puasa
IMT : Indeks Masa Tubuh

Tabel 5. Obat-obatan yan Dipergunakan untuk Menghambat penurunan dan


Memperbaiki Fungsi Kognitif pada Demensia dan Gangguan Kognitf
Ringan*

Nama Obat
Karateristik Donepezil Rivastigmin Galantamin Memantin
Inhibitor Inhibitor Inhibitor Antagonis
Mekanisme Kerja Kolinesterase Kolinesterase Kolinesterase Reseptor
NDMA
Waktu untuk mencapai 35 0,5 2 0,5 1 37
konsentrasi maksimal
(jam)

Absorpsi dipengaruhi Tidak Ya Ya Tidak


makanan

Waktu paruh serum 70 80 2 57 60 80


(jam)

Metabolisme Sitokrom P-450 Non-hepatik Sitokrom P-450 Non-hepatik

Dosis 1 x 5 mg/ 2 x 1,5 mg/ 2 x 4 mg 2 x 5 mg/


(inisial/maksimal) 1 x 10 mg 2 x 6 mg 2 x 1 mg 2 x 10 mg
Modifikasi dari Cummings (2004) NDA = N- methyl D-aspartate

TERAPI
Libatkan seorang usia lanjut pada kehidupan sosial yanglebih intensif serta partisipasi
pada aktivitas yang mentimulasi fungsi kognitif dan stimulasi mental maupun emosional
untuk menurunkan risiko penyakit Alzheimer dan memperlambat munculnya manifestasi
klinis gangguan kognitif.
Latihan memori multifaset dan latihan relaksasi
Penyampaian informasi yang enar kepada keluarga, altihan orientasi realitas rehabilitasi,
dukungan kepada keluarga, manipulasi lingkungan, program harian untuk pasien,
reminiscence, terpai musik, psikoterapi, modifikasi perilaku, konsutasi untuk
pramuwedha, jaminan nutrisi yang optimal.
Pemberian obat pada BPSD ditujukan utuk target gejala tertentu dengan pembatasan
waktu. Tentukan target gejala yang hendak diobati, identifikasi pencetus gejala,
psikoterpai dan konseling diberikan bersama dengan obat (risperidon, sertralin atau
haloperidol sesuai dengan gejala yang muncul.
Tata Laksana pad ademensia berat teruama modalitas non farmakologi
Tata Laksana faktor risiko gangguan kognitif

Pasien usia lanjut dengan


keluhan merori
sunyektif/dilaporkan keluarga

Anamnesis Faktor Risiko Laboratorium


Lama keluhan Fungsi Tiroid
Awitan Fungsi hati
Progresivitas Hipertensi Gagal jantung Fungsi ginjal
Diabetes Hiperkoa- Kelola semua
Aktivitas hidup Kadar vitamin B12
melitus gulasi faktor risiko
Sehari-hari Kadar obat dalam
Dislipdemia Hiperagregasi sesegera dan
Riwayat keluarga darah (terutama
Merokok trombosit seoptmal
Penggunaan yang bekerja pada
Obesitas Neurosifilis & mungkin
obat-obatan dan SSP)
alkohol PPOK HIV
Riwayat CABG
Terapi sesuai
penyebab bila
Modifikasi/terapi bila ada Optimalisasi
abnormal pengelolaan
faktor risiko

Lanjutkan
pengelolaan
MMSE < 24 MMSE 24- 28 MMSE > 28 faktor risiko :
Terapi anthihi-
Dugaan Demensia Dugaan MCI/VCI Normal (?) Pertensi
Injeksi/obat
hipoglikemik
Obat penurun
kadar lemak
Antikoagulan
Edukasi Rujuk Edukasi Evaluasi Fungsi Olahraga yang
SpKJ/SpS/Konsultan Inhibitor Kolinesterase (masih Kognitif tiap 6 bulan teratur
Geriatri kontroversi) Suplementasi
Kerjasama dengan Spesialis asam folat &
terkait Vit. B12
Konsumsi serat
larut air
Asupan kalori
Skor MMSE Skor MMSE yang baik
Evaluasi 6 bulan
Tetap turun meningkat (proper caloric
intake)
Berhenti
merokok

Gambar 1 : Algoritme Evaluasi dan Penatalaksanaan Pasien sia lLanjut dengan


Penurunan Fungsi Kognitif
KOMPLIKAS!
Jatuh. rusaknya struktur sosial keluarga. isolasi. malnutrisi

PROGNOSIS
Tergantung stadium diagnosis

WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Geriatri, Psikiater-Geriatri; Neurolog-Geriatri

UNIT YANG MENANGANI


Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Psikiatri-Geriatri Departemen
Psikiatri, Departemen Neurologi

UNIT TERKAIT
Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Psikiatri-Geriatri Departemen
Psikiatri, Departemen Neurologi, Departemen Rehabilitasi Medik, Instalasi Gizi, Instalasi
Farmasi, Perawat Gerontik
IMOBILISASI

PENGERTIAN
Mobilisasi tergantung pada interaksi yang terkoordinasi antara fungsi sensorik persepsi,
ketrampilan motorik, kondisi fisik, tingkat kognitif, dan kesehatan premorbid, serta variabel
eksternal seperti keberadaan sumber-sumber komunitas, dukungan keluarga, adanya
halangan arsitektural (kondisi lingkungan), dan kebijaksanaan institusional.
Imobilisasi didefmisikan sebagai kehilangan gerakan anatomik akibat perubahan fungsi
fisiologis, yang dalam praktek sehari-hari dapat diartikan sebagai ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas mobilitas di tempat tidur, transfer, atau ambulasi selama lebih dari 3
hari. Imobilisasi menggambarkan sindrom degenerasi fisiologis yang diakibatkan penurunan
aktivitas dan "deconditioning".

FAKTOR RISIKO
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia
lanjut.

Tabel 1. Penyebab Umum Imobilisasi pada Usia Lanjut

Gangguan Artritis
muskuloskelctal Osteoporosis
Fraktur (terutama panggul dan femur)
Problem kaki (bunion, kalus)
Lain-lain (misalnya penyakit Paget)
Gangguan neurologis Strok
Penyakit Parkinson
Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)
Penyakit kardiovaskular Gagal jantung kongestif (berat)
Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering)
Penyakit vaskular perifer (klaudikasio yang sering)
Penyakit paru Penyakit paru obstruktif kronis (berat)
Faktor sensorik Gangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)

Penyebab lingkungan Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau panti
wcrdha)
Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat

Nyeri akut atau kronik Lain- Dekondisi (setelah tirah baring lama pada keadaan
lain sakit akut)
Malnutrisi
Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis luas pada
keganasan)
Depresi
Efek samping obat (misalnya kekakuan yang
disebabkan obat antipsikotik)
Perjalanan lama yang seseorang tidak bergerak
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pengkajian geriatri paripuma diperlukan dalam mengevaluasi pasien usia lanjut yang
mengalami imobilisasi, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, evaluasi status fungsional,
status mental, status kognitif, dan tingkat mobilitas, serta pemeriksaan penunjang sesuai
indikasi.

Tabel 2. Evaluasi Pasien Usia Lanjut yang Mengalami Imobilisasi

Anamnesis Riwayat dan lama disabilitas/imobilisasi


- Kondisi medis yg merupakan faktor risiko dan pcnyebab
imobilisasi
- Kondisi premorbid
- Nyeri
- Obat-obatan yang dikonsumsi
- Dukungan pramuwerdha
- Interaksi sosial
- Faktor psikologis
- Faktor lingkungan
Pemeriksaan Fisik Status kardiopulmonal
Kulit
Muskuloskeletal: kckuatan dan tonus otot, lingkup gerak
scndi, lesi dan deformitas kaki
Neurologis: kelemahan fokal, evaluasi persepsi dan
sensorik
Gastrointestinal
Genitourinarius

Status Fungsional Antara lain dengan pemeriksaan indeks aktivitas


kehidupan sehari-hari (AKS) Barthel

Status Mental Antara lain penapisan dengan pemeriksaan geriatric


depression scale (GDS)

Status Kognitif Antara lain penapisan dengan pemeriksaan mini-mental


state examination (MMSE), abbreviated mental test
(AMT)

Tingkat Mobilitas Mobilitas di tempat tidur, kemampuan transfer, mobilitas


di kursi roda. keseimbangan saat duduk dan berdiri, cara
bcrjalan (gait), nyeri saat bergerak

Pemeriksaan Penunjang Penilaian berat ringannya kondisi medis penyebab


imobilisasi (foto lutut, ekokardiografi, dll) dan
komplikasi akibat imobilisasi (pemeriksaan albumin,
elektrolit, glukosa darah, hemostasis, dll)
TERAPI
Tatalaksana Umum
Kerjasama Tlim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan
pramuwerdha
Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan
pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien
Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan
untuk mencapai target terapi
Temukenali dan tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan elektrolit
yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/kondisi penyerta lainnya
Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat menyebabkan
kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau dihentikan bila
memungkinkan.
Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat,
serta suplementasi vitamin dan mineral
Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terjadi
meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan lingkup gerak sendi (pasif, aktif, dan
aktif dengan bantuan), latihan penguatan otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik),
latihan koordinasi/keseimbangan (misalnya berjalan pada satu garis lurus), transfer
dengan bantuan, dan ambulasi terbatas.
Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan
ambulasi
Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet

Tatalaksana Khusus
Tatalaksana faktor risiko imobilisasi (lihat Tabel 1)
Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi
Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter spesialis
yang kompeten
Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien-pasien yang mengalami sakit
atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mencegah imobilisasi lebih lanjut
Upayakan dukungan lingkungan dan ketersediaan alat bantu untuk mobilitas yang
adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen

KOMPLIKASI
Imobilisasi dapat menyebabkan proses degenerasi yang terjadi pada hampir semua sistem
organ sebagai akibat berubahnya tekanan gravitasi dan berkurangnya fungsi motorik.

PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasari imobilisasi dan komplikasi yang
ditimbulkannya. Perlu dipahami, imobilisasi dapat memperberat penyakit dasarnya bila tidak
ditangani sedini mungkin, bahkan dapat sampai menimbulkan kematian
Tabel 3. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ

ORGAN/SISTEM PERUBAHAN YANG TERJADI


AKIBAT IMOBILISASI
Muskuloskeletal Osteoporosis. penurunan massa rulang. hilangnya
kekuatan otot. penurunan area potong lintang otot.
kontraktur. degenerasi rawan sendi. ankilosis.
peningkatan tekanan intraartikular. berkurangnya
volume sendi

Kardiopulmonal dan Peningkatan denyut nadi istirahat. penurunan perfusi


pembuluh darah miokard. intoleran terhadap ortostatik. penurunan
ambilan oksigen maksimal (l'O: max). Reconditioning
jantung. penurunan \polume plasma, perubahan uji
fungsi paru. atelektasis paru. pneumonia,
peningkatan
stasis vena, peningkatan agregasi trombosit. dan
hiperkoagulasi

Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubirus dan maserasi


kulit

Metabolik dan endokrin Keseimbangan nitrogen negatif. hiperkalsiuria.


natriuresis dan deplesi natrium, resistensi insulin
(intoleransi glukosa). hiperlipidemia. serta penurunan
absorpsi dan metabolisme vitamin mineral

Neurologi dan psikiatri Depresi dan psikosis. atrofi korteks motorik dan
sensorik. gangguan keseimbangan. penurunan
fungsi kognitif. neuropati kompresi, dan rekrutmen
neuromuskular vane tidak efisien

Traktus gastrointestinal dan Inkontinensia urin dan alvi. infeksi saluran kemih.
urinarius pembentukan batu kalsium. pengosongan kandung
kemih yang tidak sempurna dan distensi kandung
kemih, impaksi feses. dan konstipasi. penurunan
motilitas usus. refluks esofagus. aspirasi saluran
napas dan peningkatan risiko perdarahan
gastrointestinal
WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Konsultan Geriatri. Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik

UNIT YANG MENANGANI


Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Rehabilitasi Medik

UNIT TERKAIT
Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Psikiatri-Geriatri Departemen
Psikiatri, Departemen Rehabilitasi Medik. Instalasi Gizi. Instalasi Farmasi. Bidang
Keperawatan
INKONTINENSIA URIN

PENGERTIAN
Inkontinensia urin adalah keluarnya urm yang tidak terkendali sehingga menimbulkan
masalah higiene dan sosial. Inkontmensia urm merupakan masalah yang sering
dijumpai pada pasien geriatri dan menimbulkan masalah fisik dan psikososial. seperti
dekubitus. jatuh. depresi. dan isolasi sosial.
Inkontinensia urin dapat bersifat akut atau persisten. Inkontinensia urin yang akut dapat
diobati bila penyakit atau masalah yang mendasarmya diatasi seperti infeksi saluran
kemih. gangguan kesadaran. vaginitis atrofik. obat-obatan. masalah psikologik. dan
skibala. Inkontinensia urin yang persisten biasanya dapat pula dikurangi dengan
berbagai modalitas terapi

DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis perlu diketahui penyebab dan tipe inkontinensia urin.
Terdapat 2 masalah dalam sistem saluran kemih vans dapat membenkan gambaran
inkontinensia urin yakni masalah saat pengosongan kandung kemih dan masalah saat
pengisian kandung kemih.

Inkontinensia urin yang akut.


Perlu diobati penyakit atau masalah yang mendasari. seperti infeksi saluran kemih. obat-
obatan. gangguan kesadaran. skibala. prolaps uteri. Biasanya. pada inkontinensia urin
yang akut. dengan mengatasi penyebabnya. Inkontnensianya juga akan teratasi.

Inkontinensia urin yang kronik


Dapat dibedakan atas beberapa jenis :
o Inkontinensia tipe urgensi atau overactive bladder
o Inkontinensia tipe stres
o Inkontinensia urin tipe overflow.
- Inkontinensia urin tipe urgensi
dicirikan oleh gejala adanya sering berkemih (frekuensi lebih dan 8 kali),
keinginan berkemih yang tidak tertahankan (urgensi), sering berkemih di malam
hari, dan keluarnya urin yang tidak terkendali yang didahului oleh keinginan
berkemih yang tidak tertahankan.
- Inkontinensia urin tipe stres
dicirikan oleh keluamya urin yang tidak terkendali pada saat tekanan
intraabdomen meningkat seperti bersin, baruk, dan tertawa.
- Inkontinensia urin tipe overflow
dicirikan oleh menggelembungnya kandung kemih melebihi volume yang
seharusnya dimiliki kandung kemih, post-void residu (PVR) > 100 cc

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urin lengkap dan kultur urin. PYR. kartu catatan berkemih. gula darah. kalsium darah dan
urin. perineometri. urodynamic study
TERAPI
Terapi untuk inkontinensia urin tergantung pada penyebab inkontinensi urin.
Untuk inkontinensia urin tipe urgensi dan ovemcrive bladder, diberikan latihan otot dasar
panggul. bladder training, schedule toiletnng. dan obat yang bersifat antimuskannik
(antikolmergik) seperti tolterodin atau oksibutmin. Obat antimuskarinik yang dipilih
seyogianya yang bersifat uroselektif.
Untuk inkontmensia urin tipe stres. latihan otot dasar panggul merupakan pilihan utama.
dapat dicoba bladder traiing dan obat agonis alfa (hati-hati pemberian agonis alfa pada
orang usia lanjut)
Untuk Inkontinensia tipe overflow, perlu diatasi penyebabnya. Bila ada sumbatan.
perlu diatas sumbatannya.

KOMPLIKASI
Inkontinensia urin dapat menimbulkan konplikasi infeksi saiuran kemih, lecet pada area
bokong sampai dengan ulkus dekubitus karena seialu lembab serta jatuh dan fraktur
akibat terpeleset oleh urin yang tercecer.

PROGNOSIS
Inkontinensia urin tipe stres biasanya dapat diatasi dengan latihan otot dasar panggul.
prognosis cukup baik
Inkontinensia urin tipe urgensi atau overactive bladder umumnya dapat diperbaiki
dengan obat-obat golongan antimuskarinik prognosis cukup baik.
Inkontinensia unn tipe overflow tergantung pada penyebabnya (misalnya dengan
mengatasi sumbatan retensi urin).

WEWENANG
Dokter Spesiaiis Penyakit : Dalam. Konsultan Geriatri, Dokter Spesialis Rehabilitasi
Medik, Dokter Spesialis Urologi, Dokter Spesialis Uroginekologi.

UNIT YANG MENANGANI


Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam Departemen Rehabilitasi Medik, Urologi,
Divisi Uroginekologi Departemen Obstetri dan Ginekologi.

UNIT TERKAIT
Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Rehabilitasi Medik. Urologi,
Bidang Keperawatanan, Divisi Urogenekologi Departemen Obstetri dan Ginekologi
DEHIDRASI

PENGERTIAN
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih banyak
dari natrium (dehidrasi hipertonik atau hilangnya air dan natrium daiam jumlah yang sarna
(dehidrasi isotonik). atau hilangnya natrium yang lebih banyak daripada air (dehidrasi
hipotonik).
Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dan 145
mmol/Liter peningkatan osmolalitas efektif serum lebih dan 2S5 mosmol Liter). Dehidrasi
isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145 mmol Liter) dan
osmolalitas efektifserum 12TJ-2S5 mosmol Liter i. Dehidrasi hipotomk ditandai dengan
rendahnya kadar natrium serum (kurang dan 155 mmol Liter > dan osmolalitas efektifserum
(kurang dan 2~0 mosmol Liter i.
Penting diketahui perubahan fisiolog; pada usia lanjut. Secara umum terjadi
penurunan kemampuan homeostatik seiring dengan bertambahnya usia. Secara khusus
terjadi penurunan respons rasa haus terhadap kondisi hipovolemik dan hiperosmolantas.
Disamping itu iuga teriadi penurunan laju filtrasi glomerulus kemampuan fungsi
konsentrasi ginjal. Renin, aldosteron. dan penurunan respons ginjal terhadap vasopresin.

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis dehidrasi pada usia lanjut tak jelas bahkan bisa tidak ada sama
sekali. Gejala klasik dehidrasi seperti rasa haus. lidah kering penurunan turgor dan mata
cekung sering tidak jelas. Gejala klinis paling spesifik yang dapat dievaluasi adalah
penurunan berat badan akut lebih dan 3 %. Tanda klinis obyektif lainnya yang dapat
membantu mengidentifikasi kondisi dehidrasi adalah hipotensi ortostatik. Berdasarkan
studi di Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM Bila ditemukan
aksila lembab basah, suhu tubuh meningkat dan suhu basal, diuresis berkurang. berat jenis
(BJ) urin lebih dan atau sama dengan 1.019 (tanpa adanya glukosria dan proteinuria). serta
rasio Blood Urea Nitrogen/Kreatinin lebih dari atau sama dengan 16.9 (tanpa adanya
perdarahan aktif saluran cema) maka kemungkinan terdapat dehidrasi pada usia lanjut
adalah 81o. {Criteria ini dapat dipakai dengan syarat: tidak menggunakan obat-obat
sitostatik, tidak ada perdarahan saluran cerna. dan tidak ada kondisi overload (gagal
jantung kongestif. sirosis hepatis dengan hipertensi portal penyakit ginjal kronik stadium
terminal, sindrom nefrotik).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kadar natrium plasma darah
Osmolantas serum
Ureum dan kreatin darah
BJ urin
Tekanan vena sentral (central venous pressure)

TERAPI
Lakukan pengukuran keseimbangan (balans) cairan yang masuk dan keluar secara berkala
sesuai kebutuhan.

Pada dehidrasi ringan, terapi cairan dapat diberikan secara oral sebanyak 1500-2500 ml
24 jam (30ml kg berat badan 24 jam) untuk kebutuhan dasar. ditambah dengan penggantian
defisit cairan dan kehilangan cairan yang masih berlangsung. Menghitung kebutuhan cairan
sehari. termasuk jumlah insensible water loss sangat perlu dilakukan setiap hari.
Perhatikan tanda-tanda kelebihan cairan seperti ortopnea. sesak napas. perubahan pola
tidur. atau confusion. Cairan yang diberikan secara oral tergantung jenis dehidrasi.

Dehidrasi hipertonik
Cairan yang dianjurkan adalah air atau minuman dengan kandungan sodium rendah. jus
buah seperti apel, jeruk dan anggur.
Dehidrasi isotonik
Cairan yang dianjurkan selain air dan suplemen yang mengandung sodium (jus tomat)
juga dapat diberikan larutan isotonik yang ada di pasaran
Dehidrasi hipotonik
Cairan yang dianjurkan seperti di atas tetapi dibutuhkan kadar sodium yang lebih tinggi

Pada dehidrasi sedang sampai berat dan pasien tidak dapat minum per oral, selain
pemberian cairan enteral. dapat diberikan rehldrasi parenteral. Jika cairan tubuh yang
hilang terutama adalah air. maka jumlah cairan rehidrasi yang dibutuhkan dapat dihitung
dengan rumus:

Defisit cairan (liter) = Cairan badan total (CBT) yang diinginkan - CBT saat ini
CBT yang diinginkan = Kadar Na serum x CBT saat ini
140
CBT saat ini (pria) = 50 % x berat badan (kg)
CBT saat ini (perempuani = 45 % berat badan (kg)

Jenis cairan kristaloid yang digunakan unruk rehidrasi tergantung dari jenis dehidrasinya.
Pada dehidrasi isotonik dapat diberikan cairan Na Cl 0.9% atau Dekstrosa 5% dengan
kecepatan 25-30% dari defisit cairan total per hari. Pada dehidrasi hipertonik digunakan
cairan NaCl 0.45%. Dehidrasi hipotonik ditatalaksana dengan mengatasi penyebab yang
mendasari penambahan diet natrium dan bila perlu pemberian cairan hipertonik.

KOMPLIKASI
Gagal ginjal. sindrom delirium akut

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Geriatri

UNIT YANG MENANGANI


Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
Divisi di Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang terkait dengan keterlibatan etiologi
dehidrasi, Bidang Keperawatan
KONSTIPASI

PENGERTIAN
Konstipasi merupakan suatu keluhan, bukan penyakit. Konstipasi sulit didefinisikan secara
tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara individu.
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar (BAB), biasanya
kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras, serta kadangkala
disertai kesulitan sampai rasa sakit saat BAB.

Batasan dari konstipasi klinis yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah besar
feses memenuhi ampula rektum pada colok dubur, dan atau timbunan feses pada kolon,
rektum, atau keduanya yang tampak pada foto polos perut.

DIAGNOSIS
Konstipasi menurut Holson, meliputi paling sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan terjadi
dalam waktu 3 bulan :
a. Konsistensi feses yang keras
b. Mengejan dengan keras saat BAB
c. Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB
d. Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.

Konstipasi menurut International Workshop on Constipation dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Definisi Konstipasi Menurut International Workshop on Constipation

TIPE KRITERIA
1. Konstipasi fungsional Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam
Dua atau lebih dari keluhan 12 bulan :
ini ada paling - Mengejan keras 25 % dari BAB
(akibat waktu perjalanan - Feses yang keras 25 % dari BAB
yang lambat dari feses) - Rasa tidak tuntas 25 % dari BAB
- BAB kurang dari 2 kali perminggu

- Hambatan pad aanus lebih dari 25 % BAB


- Waktu untuk BAB lebih lama
2. Penundaan pada muara - Perlu bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
rektum (terapat disfungsi
ano-rektal)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah perifer lengkap
Glukosa dan elektrolit (terutama kalium dan kalsium) darah
Fungsi tiroid
CEA
Anuskopi (dianjurkan dilakukan secara rutin pada semua pasien dengan konstipasi untuk
menemukan adakah fisura, ulkus, hemoroid, dan keganasan)
Foto polos perut harus dikerjakan pada pasien konstipasi, terutama yang terjadinya akut
untuk mendeteksi adanya impaksi feses yang dapat menyebabkan sumbatan dan rforasi
kolon. Bila diperkirakan ada sumbatan kolon, dapat dilanjutkan dengan barium enema
untuk memastikan tempat dan sifat sumbatan.
Pemeriksaan yang intensif dikerjakan secara selektif setelah 3-6 bulan pengobatan
konstipasi kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan
konstipasi tertentu.
- Uji yang dikerjakan dapat bersifat anatomis (enema, proktosigmoidoskopi,
kolonoskopi) atau fisiologis (waktu singgah di kolon, sinedefekografi, manometri,
dan elektromiografi). Proktosigmoidoskopi biasanya dikerjakan pada konstipasi
yang baru terjadi sebagai prosedur penapisan adanya keganasan kolon-rektum.
Bila ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari rektum atau adanya
riwayat keluarga dengan kanker kolon perlu dikerjakan kolonoskopi.
- Waktu persinggahan suatu bahan radio-opak di kolon dapat diikuti dengan
melakukan pemeriksaan radiologis setelah menelan bahan tersebut. Bila timbunan
zat ini terutama ditemukan di rektum meminjukkan kegagalan fungsi ekspulsi,
sedangkan bila di kolon menunjukkan kelemahan yang menyeluruh.
- Sinedefecografi adalah pemeriksaan radiologis daerah anorektal untuk menilai
evakuasi feses secara tuntas, mengidentifikasi kelainan anorektal dan
mengevaluasi kontraksi serta relaksasi otot rektum. Uji ini memakai semacam
pasta yang konsistensinya mirip feses, dimasukkan ke dalam rektum. Kemudian
penderita duduk pada toilet yang diletakkan dalam pesawat sinar X. Penderita
diminta mengejan untuk mengeluarkan pasta tersebut. Dinilai kelainan anorektal
saat proses berlangsung.
- Uji manometri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada rektum dan saluran anus
saat istirahat dan pada berbagai rangsang untuk menilai fungsi anorektal.
- Pemeriksaan elektromiografi dapat mengukur misalnya tekanan sfingter dan fungsi
saraf pudendus, adakah atrofi saraf yang dibuktikan dengan respons sfingter yang
terhambat. Pada kebanyakan kasus tidak didapatkan kelainan anatomis maupun
fungsional, sehingga penyebab dari i konstipasi disebut sebagai non spesifik.

TERAPI
Aktivitas dan olahraga teratur
Asupan cairan dan serat (25-30 gram/hari) yang cukup
Latihan usus besar; Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur tiap hari
untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. Dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit
setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan refleks gastro-kolon untuk BAB.
Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terf .dap tanda-tanda
dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.
Jika modifikasi perilaku kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologi, dan biasanya
dipakai obat-obatan golongan pencahar.

Ada 4 tipe golongan obat pencahar :


a. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain :
- Cereal
- Methyl selulose
- Psilium
b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan
permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air.
Contohnya antara lain : Minyak kastor Golongan docusate
c. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan,
misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain:
- Sorbitol
- Lactulose
- Glycerin
d. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini
yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bila dipakai
untuk jangka panjang, dapat merusak pleksus mesenterikus dan berakibat
dismotilitas kolon. Contohnya antara lain:
- Bisakodil
- Fenolptalein

Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara
tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Pada umumnya, bila tidak
dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan
pembedahan.

KOMPLIKASI
Sindrom delirium akut, aritmia, ulserasi sterkoraseus, perforasi usus, retensio urin,
hidronefrosis bilateral, gagal ginjal, inkontinensia urin, inkontinensia alvi, dan volvulus
daerah sigmoid akibat impaksi feses, serta prolaps rektum

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Geriatri, dan Konsultan Gastro-Enterologi

UNIT YANG MENANGANI


Divisi/Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
Departemen Rehabilitasi Medik, Bidang Keperawatan, Instalasi Gizi, Instalasi Farmasi
PNEUMONIA PADA GERIATRI

PENGERTIAN
Pneumonia adalah infeksi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri
(Gram-positif maupun Gram-negatif, tipikal maupun atipikal), virus, jamur dan parasit.
Terdapat beberapa jenis pneumonia sesuai dengan tempat didapatnya infeksi: pneumonia
komunitas (community-acquiredpneumonia, CAP), pnemonia yang didapat di rumah sakit
(hospital-acquiredpneumonia, HAP), dan pneumonia yang didapat di ICU (ventilator-
associated neumonia, VAP).

DIAGNOSIS
Infiltrat baru atau perubahan infiltrat progresif pada foto toraks, dengan disertai sekurang-
kurangnya 1 gejala mayor atau 2 gejala minor berikut:

Gejala Mayor
1. Batuk
2. Sputum produktif
3. Demam (Suhu >37,8C)

Gejala Minor
1. Sesak napas
2. Nyeri dada
3. Konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. Jumlah leukosit > 12.000/L

Pneumonia pada usia lanjut seringkali memberikan gejala yang tidak khas. Selain batuk
dan demam pasien tidak jarang datang dengan keluhan gangguan kesadaran (delirium),
tidak mau makan, jatuh, dan inkontinesia akut.

DIAGNOSIS BANDING
Emboli paru, gagal jantung, tuberkulosis paru.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap dengan hitung jenis, ureum dan kreatinin, analisis gas darah dan sataasi
oksigen, c-reactive protein, albumin, foto toraks, EKG, kultur sputum mikroorganisme dan
resistensi

TERAPI
Suportif : oksigen, cairan, nutrisi, mukolitik-ekspektoran. bronkodilator.
Farmakologis :
- Antibiotika empirik segera diberikan sejak awal sesuai dengan jenis pneumonia yang
terjadi (CAP, HAP, atau VAP). Pada CAP dapat diberikan antibiotika golongan
b-laktam/anti b-laktamasedan sefalosporin generasi II atau III yang dikombinasi
dengan makrolid atau doksisiklin. atau fluorokuinolon saluran napas
(levofloksasin.gatifloksasin. moksifloksasin) sebagai obat tunggal. Pada HAP atau
VAP dipilih antibiotika yang bekerja terhadap kuman Pseudomonas dan kuman
nosokomial lain, seperti sefalosporin generasi III anti-pseudomonas.

sefalosporin generasi IV. piperacillin-tazobaktam, kuinolon anti-pseudomonas


(ciprofloksasin), atau aminoglikosida.
- Antibiotika spesifik diberikan setelah didapatkan hasil pemeriksaan biakan kuman dan
uji resistensi.
- Pemilihan antibiotika juga harus memperhatikan penurunan fungsi organ yang
mungkin sudah terjadi pada usia lanjut.
Program rehabilitasi medik (fisioterapi dada dan program lain yang terkait).

KOMPLIKASI
Empiema, efusi pleura, gagal napas, sepsis sampai syok sepsis.

PROGNOSIS
Dubia

WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Geriatri

UNIT YANG MENANGANI


Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
Divisi Pulmonologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Rehabilitasi Medik,
Bidang Keperawatan, Departemen Gigi-Mulut.
INFEKSI SALURAN KEMIH

PENGERTIAN
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang melibatkan struktur saluran kemih, yaitu dari epitel
glomerulus tempat mulai dibentuk urin sampai dengan muara urin di meatus urethrae
externae. Secara mikrobiologi definisi infeksi saluran kemih (ISK) adalah terdapatnya
mikroorganisme pada struktur saluran kemih dan baru dapat dipastikan setelah
didapatkannya bukti adanya koloni mikroorganisme dalam pemeriksaan kultur urin. ISK
pada usia lanjut dapat timbul sebagai akibat dari kondisi-kondisi yang sering menyertai
orang usia lanjut, seperti inkontinensia urin dan hipertrofi prostat yang memerlukan
pemakaian kateter menetap, imobilisasi, dan menurunnya fungsi imunitas baik non-spesifik
maupun spesifik.

DIAGNOSIS
Meningkatkan kecurigaan adanya ISK bila didapatkan kondisi-kondisi akut pada usia
lanjut tanpa memperhatikan gejala khas dari ISK atau mengenali faktor-faktor risiko ISK
pada usia lanjut adalah merupakan pendekatan diagnosis yang tepat. Hal tersebut dapat
dijadikan dasar untuk memeriksakan sampel urin untuk dianalisis dan dibiak serta
melakukan pemeriksaan penunjang lain guna mengetahui adanya kelainan anatomi
maupun struktural.
Kriteria diagnosis bakteriuria berdasarkan gambaran klinis dan cara pengambilan
sampel urin :
> 102 Colony Forming Unit (CPU) coliform/ml urin atau >105 CPU non-coliform/ml
urin, pada wanita dengan gejala ISK
> 103 CPU bakteri/ml urin, pada pria dengan gejala ISK
>105 CPU bakteri/ml urin (2 kali pemeriksaan dengan jarak 1 minggu), pada
wanita dan pria tanpa gejala ISK
> 102 CPU bakteri/ml urin, pada pasien dengan kateter
Berapapun jumlah CPU bakteri/ml urin, pada pasien dengan gejala ISK dengan
pengambilan sampel urin dari kateterisasi suprapubik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium
Darah tepi lengkap
Urin lengkap
Biakan urin dengan tes resistensi kuman
Fungsi ginjal (ureum, kreatinin, bersihan kreatinin)
Gula darah B. Non Laboratorium
BNO/IVP
USG ginjal

TERAPI
Non Farmakologi
Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
Menjaga kebersihan daerah genetalia bagian luar.
Farmakologi
Antibiotika sangat dianjurkan dan perlu segera diberikan pada ISK simtomatik, sesuai
dengan tes resistensi kuman atau pola kuman yang ada atau secara empiris yang dapat
mencakup Escherichia coli dan gram negatif lainnya.
Pada ISK asimtomatik antibiotika hanya diberikan pada pasien dengan risiko tinggi untuk
terjadinya komplikasi yang serius (seperti tranplantasi ginjal atau pasien dengan
granulositopenia) dan pasien yang akan menjalani pembedahan.
Antibiotika oral direkomendasikan untuk ISK tak berkomplikasi dengan lama pemberian
7-10 hari pada perempuan dan 10-14 hari pada laki-laki. Antibiotika parenteral untuk ISK
berkomplikasi dengan lama pemberian tidak kurang dari 14 hari.
Antibiotika golongan fluorokuinolon masih digunakan sebagai pengobatan pilihan
pertama. Kadang pengobatan kombinasi masih digunakan pada infeksi yang sulit
dikendalikan, terutama infeksi karena Enterococcus dan Pseudomo-nas. Golongan lain
yang biasa digunakan adalah aminoglikosida, sefalosporin generasi ke-3 dan ampisilin.
Keberhasilan pengobatan pada ISK simtomatik ditentukan oleh hilangnya gej ala dan
bukan hilangnya bakteri.
Evaluasi ulang dengan kecurigaan adanya kelainan anatomi atau struktural dapat mulai
dipertimbangkan bila terjadi ISK berulang > 2 kali dalam waktu 6 bulan.

KOMPLIKASI
Sepsis, gagal ginjal, pielonefritis akut, inkontinensia urin, ISK berulang.

PROGNOSIS
Bila tak ada komplikasi: baik

WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


Unit /Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNITTERKAIT
Departemen Rehabilitasi Medik, Bidang Keperawatan, Urologi, Departemen Obstetri-
Ginekologi
ULKUS DEKUBITUS

PENGERTIAN
Ulkus dekubitus adalah lesi yang disebabkan oleh tekanan yang menimbulkan kerusakan
jaringan di bawahnya.

DIAGNOSIS
Biasanya terdapat faktor-faktorrisiko: imobilisasi, inkontinensia, fraktur, deflsiensi nutrisi
(terutama vitamin C dan albumin), kulit kering, peningkatan suhu tubuh, berkurangnya
tekanan darah, usia lanjut.

Stadium Klinis:
Stadium I
Respons inflamasi akut terbatas pada epidermis, tampak sebagai daerah eritema
indurasi dengan kulit masih utuh atau lecet.
Stadium II
Luka meluas ke dermis hingga lapisan lemak subkutan, tampak sebagai ulkus dangkal
dengan tepi yang jelas dan perubahan wama pigmen kulit, biasanya sembuh dalam
waktu beberapa hari sampai beberapa minggu.
Stadium III
Ulkus lebih dalam, menggaung, berbatasan dengan fasia dan otot-otot.
Stadium IV
Perluasan ulkus menembus otot hingga tampak tulang di dasar ulkus yang dapat
mengakibatkan infeksi pada tulang dan sendi. Luka tekan biasa terjadi di daerah tulang
yang menonjol seperti sakrum dan kalkaneus karena posisi terlentang, trokanter mayor
dan maleolus karena posisi miring 90 dan tuberositas iskial karena posisi duduk.

DIAGNOSIS BANDING
Pada ulkus dekubitus stadium IV, bila luka tidak membaik, foto tulang terdapat kelainan,
hitung leukosit > 15.000l, atau LED 120 mm/jam kemungkinan 70% sudah ada
osteomielitis yang mendasari.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, kultur plus (MOR), kadar albumin serum, foto tulang di regio yang dengan ulkus
dekubitus dalam.

TERAPI
Umum
Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan mencegah terjadinya dekubitus
dengan mengenal faktor-faktor risiko untuk terjadinya dekubitus serta eliminasi faktor-
faktor risiko tersebut.
Perhatikan status nutrisi pada semua stadium ulkus dekubitus. Pemberian asam
askorbat 500 mg 2 kali sehari dapat mengurangi luas permukaan luka sebesar 84%.
Asupan protein juga merupakan prediktor terbaik untuk membaiknya luka dekubitus.
Antibiotik sistemik diberikan bila terdapat bukti selulitis, sepsis, atau osteomielitis.
Klindamisin dan gentamisin dapat berpenetrasi ke dalam jaringan di sekitar ulkus.
Pemberian antibiotik spektrum luas untuk batang gram negatif dan positif, anaerob,
dan kokus gram positif dilakukan pada pasien sepsis karena ulkus dekubitus.
Debridement semua jaringan nekrotik harus dilakukan untuk membuang sumber
bakteremia pada pasien tersebut.
Tempat tidur khusus : Penggunaan kasur dekubitus yang berisi udara serta reposisi
4 kali sehari menurunkan angka kejadian ulkus dekubitus dibandingkan penggunaan
tempat tidur biasa dengan reposisi setiap 2 jam.
Perawatan luka : tujuan perawatan luka adalah untuk mengurangi jumlah bakteri
agar proses penyembuhan tidak terhambat. Hal ini dapat dilakukan dengan
debridement jaringan nekrotik secara pembedahan atau dengan menggunakan
kompres kasa dengan NaCl dua hingga tiga kali sehari. Antiseptik seperti povidone
iodine, asam asetat, hidrogen peroksida, dan sodium hipoklorit (larutan Dakin)
bersifat sitotoksik terhadap fibroblas sehingga mengganggu proses penyembuhan.
Antibiotik topikal seperti silver sulfadiazin dan gentamisin tidak menunjukkan sifat
sitotoksik. Bila sangat diperlukan seperti pada luka dengan pus atau sangat bau,
antiseptik dapat digunakan dalam waktu singkat dan segera dihentikan begitu luka
bersih. Zat-zat pembersih enzimatik seperti kolagenase, fibrinolisin, dan
deoksiribonuklease serta streptokinase-streptodor-nase bisa membantu untuk
debridement jaringan nekrotik namun zat-zat ini juga akan merusak proses
penyembuhan bila digunakan setelah luka bersih.
Bila luka telah bersih, harus dipelihara suasana luka yang lembab untuk
merangsang penyembuhan. Dari penelitian diketahui bahwa kompres yang
tertutup rapat dapat membantu penyembuhan pada luka superfisial tapi tidak pada
luka yang dalam. Kompres ini harus dibiarkan selama beberapa hari untuk
memfasilitasi migrasi epidermis (epitelisasi). Luka dalam yang bersih harus
dikompres kasa steril yang dibasahi dengan larutan NaCl atau RL. Kasa lembab ini
harus dijauhkan dari jaringan kulit sekitar luka agar jaringan normal tidak teriritasi.
Tindakan medik berdasarkan derajat ulkus :
a. Dekubitus derajat I
Kulit yang kemerahan dibersihkan dengan hati-hati dengan air hangat dan
sabun, diberi lotion, kemudian dimasase 2-3 kali/hari.
b. Dekubitus derajat II
Perawatan luka memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptik. Dapat
diberikan salep topikal. Pergantian balut dan salep jangan terlalu sering
karena dapat merusak pertumbuhan jaringan yang diharapkan.
c. Dekubitus derajat III
Usahakan luka selalu bersih dan eksudat dapat mengalir ke luar.
Balutan angan terlalu tebal dan sebaiknya transparan sehingga udara dapat
masuk dan penguapan berjalan baik. Dengan menjaga luka agar tetap basah
akan mempermudah regenerasi sel-sel kulit.
d. Semua langkah di atas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik harus dibersihkan
karena akan menghalangi epitelisasi.
Penilaian tindak lanjut diulang minimal seminggu sekali. Evaluasi yang
diperlukan adalah mengenai lokasi, stadium, ukuran, dan karakteristik lainnya
yang perlu dicatat. Dalam waktu 2 hingga 4 minggu ulkus harus
menunjukkan perbaikan.

Berkurangnya ukuran ulkus dalam waktu 2 minggu memberi gambaran akan terjadinya
penyembuhan sempurna.
KOMPLIKASI
Sepsis

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

UNIT YANG MENANGANI


Unit/Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Rehabilitasi Medik, Bedah Ortopedi,
Bedah Plastik, Bedah Vaskular

UNIT TERKAIT
Bidang Keperawatan, Departemen Kulit dan Kelamin
MALNUTRISI

PENGERTIAN
Malnutrisi energi-protein adalah keadaan yang disebabkan ketidakseimbangan antara
asupan kalori dan protein dengan kebutuhan tubuh. Pada orang usia lanjut, malnutrisi sulit
dikenali karena terjadi berbagai perubahan fisiologis seiring peningkatan usia, termasuk
perubahan akan kebutuhan zat gizi, serta adanya berbagai penyakit kronik. Malnutrisi yang
terjadi pada usia lanjut sering dipengaruhi berbagai hal seperti keadaan gigi-geligi,
gangguan menelan, masalah neuropsikologis (depresi, demensia), keganasan, dan
imobilisasi.

DIAGNOSIS
Komponen penilaian status gizi pada usia lanjut mencakup: anamnesis, pemeriksaan fisis
dan antropometrik, serta laboratorium. Komponen-komponen tersebut tidak selalu dapat
menentukan ada-tidaknya malnutrisi, namun setidaknya dapat menentukan apakah seorang
usia lanjut berisiko atau diduga mengalami malnutrisi.
Anamnesis
Asupan zat gizi sehari-hari (food recall), penurunan berat badan, gangguan mengunyah,
gangguan menelan, status fungsional (aktivitas hidup sehari-hari terutama yang
berhubungan dengan penyiapan dan proses makan), penyakit kronis yang diderita
(termasuk ada-tidaknya diare kronik), adanya depresi atau demensia, serta penggunaan
obat-obatan.
Pemeriksaan fisis
Higiene rongga mulut, status gigi-geligi, status neurologis (gangguan menelan), kulit
yang kering/bersisik, rambut kemerahan, massa otot, edema tungkai.
Antropometrik
Lingkar lengan atas, lingkar betis, tebal lipatan kulit triseps, indeks massa tubuh.
Laboratorium
Hemoglobin, jumlah limfosit, albumin, prealbumin, kolesterol darah, kadar
vitamin/mineral dalam darah.

Saat ini tersedia beberapa instrumen pengkajian status nutrisi pada usia lanjut yang
mengobyektifkan paduan komponen tersebut di atas, seperti The Mini Nutritional
Assessment (MNA), Nutrition Screening Index (NSI), atau Subjective Global Assessment
(SGA).

DIAGNOSIS BANDING

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah perifer lengkap dengan hitung jenis leukosit, serum albumin, prealbumin, kadar
kolesterol, kadar vitamin/mineral, elektrolit, bioelectrical impendance analysis

TERAPI
Evaluasi umum dan kebutuhan nutrisi
Evaluasi penyebab dan faktor risiko timbulnya malnutrisi yang pada usia lanjut
umumnya merupakan kombinasi dari berbagai penyebab, mulai dari faktor sosial-
ekonomi (kemiskinan, pengetahuan rendah), neuropsikologis (adanya demensia atau
depresi), dan kondisi fisik-medik (gangguan fungsi organ penceraaan serta adanya
penyakit-penyakit akut dan kronis).
Evaluasi status fungsional, terutama yang berhubungan dengan penyiapan dan proses
makan.
Menentukan jumlah energi dan komposisi zat gizi yang akan diberikan. Jumlah
kebutuhan energi dapat ditentukan dengan menghitung total energy expenditure (TEE).
Selain jumlah kalori, kebutuhan cairan, protein/asam amino, serta mineral dan vitamin
perlu juga ditentukan. Penentuan kebutuhan dan komposisi nutrisi dan cairan ini juga
memerlukan evaluasi kondisi medik termasuk penurunan fungsi organ yang terjadi
(adanya gagal jantung, penyakit ginjal kronik, hepatitis kronis dan sirosis hati, diabetes
melitus, keganasan, dan fungsi absorbsi saluran cerna).

Terapi/dukungan nutrisi
Secara umum, dukungan nutrisi pada usia lanjut yang mengalami malnutrisi dapat
dilakukan melalui cara enteral atau parenteral.
Dukungan nutrisi enteral harus menjadi pilihan utama, mengingat hal ini merupakan cara
yang fisiologis. Pemberian nutrisi secara enteral akan mempertahankan fungsi
mencerna, absorbsi, dan barier imunologis saluran cerna. Bila berbagai faktor risiko dan
kondisi medik dapat diatasi, umumnya pasien diharapkan dapat makan secara normal.
Pada usia lanjut yang dapat makan secara normal, jumlah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi setiap hari penting untuk dipantau karena mereka cenderung untuk
mengurangi makannya. Pada beberapa keadaan, nutrisi enteral dapat diberikan melalui
pipa nasogastrik, pipa nasoduodenum, pipa nasoileum, maupun dengan gastrostomi.
Dukungan nutrisi enteral semacam ini umumnya berupa makanan cair, sehingga
overload cairan harus menjadi pertimbangan (misalnya dengan mengentalkan).
Dukungan nutrisi parenteral dipilih bila secara enteral nutrisi tidak mungkin dilakukan.
Umumnya digunakan pada pasien usia lanjut di rumah sakit yang dalam keadaan akut
atau sakit berat (critically ill), dimana fungsi saluran cerna terganggu atau terdapat
kontraindikasi pemberian nutrisi enteral (seperti adanya perdarahan saluran cerna,
pankreatitis, atau ileus). Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa dukungan nutrisi
parenteral dilakukan untuk jangka panjang dan dilakukan di rumah atau fasilitas
perawatan jangka-panjang lain. Saat ini telah banyak tersedia berbagai jenis dan
komposisi zat nutrisi (kalori, asam-amino, lipid, mineral/vitamin) dalam bentuk cairan
parenteral. Penggunaan dukungan nutrisi parenteral memerlukan teknik khusus dan
pemantauan yang ketat.

Terapi lain
Pada pasien-pasien keganasan atau keadaan lain dimana terdapat anoreksia, dapat
diberikan peningkat nafsu-makan (appetite stimulant) seperti megesterol asetat.

KOMPLIKASI
Status imunitas menurun, pemulihan dari penyakit menjadi lambat.

PROGNOSIS
Dubia

UNIT YANG MENANGANI


Unit / Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Gizi Klinik.

UNIT TERKAIT
Instalasi gizi, Bidang Keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai