PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Salah perlakuan terhadap orang lanjut usia telah menjadi masalah medis dan sosial
selama 20 tahun terakhir. Karena kurangnya laporan, masalah ini sering tidak terdeteksi.
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa prevalensi dari salah perlakuan terhadap orang
lanjut usia ini berkisar antara 1-5 % di USA atau lebih dari 1,5 juta orang tua setiap tahunnya.
Meski pun belum terdapat data akurat di Indonesia namun dalam praktek sehari-sehari kian
sering dijumpai kasus-kasus yang mengindikasikan adanya salah perlakuan terhadap orang
berusia lanjut. Berbagai sikap seperti kekerasan, pengabaian, eksploitasi, dan meninggalkan/
mengisolasi oleh pramurawat, keluarga dan teman-teman, atau kenalan dapat memberikan
akibat fatal bagi seorang berusia lanjut. Sikap-sikap tersebut baik disengaja maupun tidak,
dapat berujung pada merosotnya kualitas hidup dan kesehatan seorang berusia lanjut.
Salah perlakuan terhadap orang tua baru mulai mendapat perhatian pada akhir tahun
1970-an setelah dimuatnya laporan pemukulan terhadap seorang nenek di media masa
inggris. Karena itu, pengetahuan kita mengenai salah perlakuan pada usia lanjut jauh
tertinggal dibsndingkan kejahatan terhadap anak maupun wanita. Meskipun berbagai
kelompok seperti para ahli hukum, sosiolog, pekerja social, dan perawat secara klinis dan
akademis terlibat dengan masalah ini, namun para dokter umumnya, belum berkontribusi
signifikan. Hal ini, untuk sebagian, mencerminkan kenyataan bahwa dokter keluarga, yang
paling tepat untuk menilai ada tidaknya diagnosis salah perlakuan, merasa tidak cukup bekal
pengetahuan, mungkin karena kejahatan interpersonal dalam pendidikan kedokteran selama
ini terabaikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Elderly Mistreatment atau salah perlakuan terhadap orang tua adalah segala jenis hal
yang membahayakan termasuk tindakan kasar, pengabaian, eksploitasi, serta kejahatan
terdapat hak asasi manusia. Menurut Callahan, salah perlakuan yang terbesar pada usia lanjut
adalah kegagalan menyediakan kebutuhan ekonomi untuk hidup layak dan kesempatan
memilih keinginan sendiri. Ia menyimpulkan bahwa kesehatan ekonomi seorang berusia
lanjut sejalan dengan membaiknya taraf kesehatan, tempat tinggal, hubungan keluarga, dan
memperkecil situasi salah perlakuan.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Perlakuan tidak benar pada usia lanjut dikatakan merupakan hal yang umum. Di
berbagai belahan dunia dikatakan insidensnya mencapai 2-5%, dimana kejadian abuse lebih
banyak ketimbang pengabaian. Studi yang ada pada umumnya dibuat berdasarkan laporan
diri, yang demikian mungkin tidak menampilkan prevalensi actual. Perlakuan tak benar
terhadap lansia lebih sering dilakukan oleh anggota keluarga sendiri, terutama pasangan
hidup dan anak yang sudah dewasa.
Dapat dimengerti karena mereka adalah sebagai pemberi rawatan terbanyak bagi
lansia. Dalam hal anak, baik laki-laki maupun wanita sama banyak sebagai pelaku, walaupun
terdapat beberapa penelitian dimana anak wanita lebih banyak.
2.3 ETIOLOGI
Para ahli sosiologi telah mengajukan sejumlah teori mengenai etiologi salah perlakuan pada
usia lanjut yaitu sebagai berikut :
1.
Teori situasional/isolasi social biasanya terjadi pada pasien usia lanjut yang tidak
memiliki jaringan pendukung.
2.
3.
4.
Hambatan utama untuk pencegahan atau intervensi salah perlakuan terhadap usia
lanjut adalah berkurangnya kewaspadaan dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Meskipun
salah perlakuan ini terkait dengan meningkatnya mortalitas pada usia lanjut, hanya 21 % dari
550.000 perkiraan kasus salah perlakuan yang dilaporkan pada tahun 1996 ke pelayanan
proteksi usia lanjut di Amerika.
Ketidakmandirian merupakan faktor yang penting karena membatasi kemampuan
korban untuk melawan perlakuan yang salah dan takut melaporkannya sebab akan
mendapatkan perawatan yang lebih buruk. Mereka yang tidak mandiri dapat disebabkan
kepikunan yang berat dengan atau tanpa cacat fisik, dan dapat mengalami gangguan perilaku,
yang sebahagian besar kebutuhannya tergantung pada pengasuhnya, Wolf dan Pillemer
menemukan 64 % dari pelaku mempunyai ketergantungan keuangan pada korban dan 55%
mempunyai ketergantungan perumahan pada korban. Sebahagian besar dari pengasuh utama
adalah berusia di atas 50 tahun dan hampir 20 % berusia di atas 70 tahun.
2.4 KLASIFIKASI
Abyus Fisik : Perlakuan dengan kekuatan fisik yang non-insidental yang berakibat
cedera badan, nyeri atau kecacatan. Contoh prilaku: memukul, melempar, mendorong,
membakar atau memberi hambatan fisik. Contoh akibat: memar, patah tulang, luka
bakar, patah gigi, keseleo, luka potong, rambut rontok, pendarahan kulit kepala,
ketakutan kecemasan, depresi.
Abyus Psikologikal : Pemberian ancaman, penghinaan, sumpah serapahatau tindakan
verbal lain terus menerus dan/atau kekejaman mental yang menyebabkan tekanan fisik
atau mental. Contoh prilaku: memperlakukan lansia seperti anak kecil, menyalahkan,
menyumpahi, intimidasi, ancaman kekerasan, mengisolasi lansia. Contoh akibat:
ketakutan, depresi, konfusio/bingung, tak bisa tidur, hilang selera makan.
Abyus Finansial : Penggunaan tanpa izin atau tidak benar atas dan, hak milik atas
sumber daya milik penderita lansia. Contoh prilaku: menyalah gunakan keuangan,
benda berharga atau hak milik ; merubah testamendengan paksa, menghalangi hak
lansia terhadap akses atas kepemilikan. Contoh akibat: kehilangan uang dll, tidak
mampu untuk membayar rekening, memburuknya kesehatan atau standar hidup,
ketiadaan perlengkapan kecil, aktivitas tak biasa dalam perbankan, tanda tangan yang
tak jelas dokume, ketiadaan pengaturan yang jelasdalam manajemen keuangan,
penjualan rumah.
Abyus Seksual : Penyertaan langgsung atau tak langgsung dalam aktivitas seksual tanpa
izin penderita. Contoh prilaku: Tanpa menyentuh: melihat, fotografi, pemaparan tak
sopan, pelecehan, meng-goda secara seksual, pornografi. Dengan menyentuh: meraba
payudara, alat kelamin, anus, mulut, masturbasi dari salah satu atau kedua pihak,
penetrasi atau bermaksud untuk penetrasi vagina, anus atau mulut dengan atau oleh
penis, jari-jari, objek lain. Contoh akibat: kesulitan untuk berjalan atau duduk, memar
pendarahan penyakit kelamin, trauma psikologis.
Pengabaian : Pengabaian berulang bantuan yang diperlukan oleh seorang lansia atas
AHS yang penting. Contoh prilaku: tak menyediakan makanan, tempat berlindung,
pakaian, rumatan kesehatan, hygiene, rumatan personal, salah guna obat-obatan, atau
berlebihan. Contoh akibat: malnutrisi, dekubitus, oversedasi, masalh kesehatan yang tak
diobati, depresi, konfusio.
2.5 FAKTOR RISIKO
Gangguan kognitif dan ketergantungan merupakan faktor-faktor risiko utama untuk
timbulnya salah perlakuan pada usia lanjut. Beberapa faktor risiko terjadinya salah perlakuan
pada usia lanjut antara lain:
1. Usia lanjut
2. Kurangnya akses terhadap berbagai sumber
3. Rendahnya pendapatan
4. Isolasi social
5. Status minorotas
6. Rendahnya pendidikan
7. Rendahnya kemampuan funsional
8. Salah guna zat oleh pramurawat atau penderita
9. Gangguan psikologis dan abnormalitas karakter
10. Riwayat kejahatan/kekejaman keluarga
Deteksi adanya salah perlakuan ini sangat penting karena terkait dengan berbagai
sindrom geriatric yang umum terdapat yaitu depresi, dementia, jatuh disertai fraktur panggul,
dan ulkus dekubitus.
Pengetahuan mengenai faktor risiko dapat membantu mencegah perlakuan salah
terhadap orang lanjut usia. Penyaringan terhadap pasien dan perawatnya sebelum pulang
dapat menolong. Kunjungan dokter dan tersedianya dukungan komunitas sosial akan
membantu mencegah kejadian perlakuan salah terhadap orang lanjut usia.
2.6 DETEKSI ADANYA SALAH PERLAKUAN PADA USIA LANJUT
Anamnesis
Mengenali adanya salah perlakuan seringkali sulit. Orang berusia lanjut mungkin tak
dapat memberikan informasi karena adanya gangguan kognitif. Riwayat sering kali sulit
didapat dari korban, karena takut akan balas dendam pelaku. Pembalasan tersebut dapat
berupa hukuman fisik atau ancaman kekerasan dan ditinggalkan. Orang tua sering kali takut
ditempatkan di fasilitas perawatan dan beerapa lebih memilih diperlakukan tidak benar
dirumah sendiri daripada pindah ke tempat lain.
Orang yang diperlakukan salah seringkali datang dengan keluhan somatik. Dokter
harus menanyakan pada pasien tentang penanganan yang kasar, isolasi, serta salah perlakuan
secara verbal maupun emosional. Keluhan yang samar atau membingungkan dapat
menunjukkan adanya indikasi salah perlakuan. Penting diingat bahwa salah perlakuan
penyia-nyiaan paling sering terungkap pada kunjungan rutin di ruang praktek dokter atau
pada saat perawatan jangka panjang.
Umumnya pasien harus diwawancara tanpa pramurawat. Gangguan kognitif mungkin
membatasi kemampuan untuk memperoleh riwayat yang akurat. Penting untuk memberikan
pertanyaan umum tentang kondisi di rumah atau fasilitas kesehatan. Dokter harus mencoba
mendapatkan pandangan akurat kehidupan pasien sehari-hari termasuk makanan, obatobatan, berbelanja dan kehidupan social. Jika dicurigai adanya salah perlakuan, pramurawat
juga harus diwawancara. Dokter juga harus waspada untuk tidak menginterpretasikan secara
berlebihan atau membuat komentar yang menjurus, terutama bila faal kognitif pasien
terganggu.
Gambaran Anamnesis yang Penting Dalam Menilai
Riwayat medikasi
Para klinisi harus lebih mengandalkan teknik-teknik penapisan, pengenalan tandatanda, dan timbulnya gejala-gejala. Para ahli geriatric biasa menggunakan instrument
penapisan berupa Mini Mental State Evaluation (MMSE) untuk penilaian status kognitif,
Geriatric Depression Scale (GDS) untuk status afektif, dan skala Activities of Daily Living
(ADL) untuk status fungsional. Sayangnya, meskipun berbagai protocol telah diteliti untuk
mendeteksi adanya penganiayaan pada usia lanjut namun belum ada instrument untuk
kegunaan klinis di ruang perawatan.
Hal ini berarti bahwa para klinisi harus mengandalkan keahlian dan inisiatifnya
sendiri. Perlu ditimbulkan kecurigaan tinggi karena mayoritas kasus tidak jelas terlihat. Perlu
dibangun hubungan yang baik dengan pasien dan pramurawat untuk mengetahui apakah
terdapat masalah.
2.
3.
Adakah orang yang membuat Anda terpaksa melakukan sesuatu yang tidak ingin Anda
kerjakan ?
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Waspadai perjanjian yang tidak ditepati, keterlambatan untuk mencari pertolongan yang
tidak dapat dijelaskan, trauma berulang atau yang tak dapat dijelaskan.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pemeriksaan Fisik
Trauma dalam bentuk fraktur, dislokasi, laserasi, abrasi, luka bakar, atau memar
biasanya jelas terlihat. Pertanyaan penapisan American medical Association yang
menunjukkan tanda-tanda yang perlu dievaluasi :
Temuan fisik pada kasus-kasus salah perlakuan
Penganiayaan :
1. Fraktur atau dislokasi
2. Laserasi, abrasi, luka bakar
3. Memar
4. Penyakit menular seksual, nyeri, atau perdarahan di daerah genitalia
5. Tanda-tanda penggunaan obat berlebihan, kekurangan obat, atau salah guna obat
6. Hygiene yang buruk
Pengabaian :
1. Kakeksia
2. Higiene buruk
3. Cara berpakaian yang tidak sesuai
4. Gangguan mobilitas
5. Gangguan sensoris
6. Tidak adanya alat bantu (kaca mata, alat bantu dengar, gigi, tongkat atau walker)
7. Gangguan komunikasi (hambatan sensoris atau kognitif)
8. Kelemahan
9. Ulkus decubitus
10. Kontraktur
menghargai dan menjaga otonomi pasien. Merujuk ke Negara lain, sebagai contoh Amerika,
Adult Protective Service (APS) lah yang berperan, bukan dokter, untuk memutuskan apakah
pasien kompeten untuk memiliki hak memilih untuk tetap berada dalam situasi abusive
tersebut.
2.9 MANAGEMENT
Jika pasien kompeten, sebagai langkah awal, diskusikan kejadian tersebut untuk dapat
menemukan resolusi yang terbaik. Dokter harus melibatkan pelayanan sosial lokal dan resmi,
pelayanan keuangan dan kepolisian, sampai taraf maksimal. Kadang tim multidisiplin
menjadi efektif sebuah kelompok yang terdiri dari para ahli geriatri, pekerja sosial,
management keperawatan, dan perwakilan dari pelayanan resmi, keuangan, dan perlindungan
orang dewasa. Pemecahan masalah dapat berupa penggantian pengasuh, penampungan
pasien, atau pengangkatan penjaga yang resmi. Jika terdapat kemungkinan kelalaian dari
perlakuan terhadap orang lanjut usia yang melibatkan pengasuh atau institusi terkait, dapat
dituntut.
10
11
BAB III
KESIMPULAN
Eldery Mistreatment atau salah perlakuan terhadap orang tua adalah segala jenis hal
yang membahayakan termasuk tindakan kasar, pengabaian, eksploitasi, serta kejahatan
terdapat hak asasi manusia.
Mengenali adanya salah perlakuan seringkali sulit. Orang berusia lanjut mungkin tak
dapat memberikan informasi karena adanya gangguan kognitif.
Hambatan utama untuk pencegahan atau intervensi salah perlakuan terhadap usia
lanjut adalah berkurangnya kewaspadaan dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Dokter dapat
berperan dalam pencegahan salah perlakuan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, Boedhi. 2014. Buku Ajar Boedhi-Darmojo: Geriatri Edisi 5. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI. Hal. 339
Sudoyo, A., Setiyohadi, Bambang., 2009. Buku Ajar Imu Penyakit Dalam dalam Jilid I Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing. Hal. 920-923
Trevor
John
Mills;
Barry
Brenner.
2015.
Elder
Abuse
tersedia
di
13