Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Postur Tubuh


II.1.1 Pengertian Postur Tubuh
Dalam sebuah penelitian dikatakan postur tubuh yang baik ketika telinga
sejajar dengan bahu. Dengan keselarasan yang tepat, stres tulang belakang dapat
berkurang. Ini adalah posisi paling efisien untuk tulang belakang (Hansraj, 2014).
Keselarasan dan orientasi segmen tubuh didapat dengan mempertahankan
posisi tegak lurus. Penyelarasan tubuh bergantung pada efek gravitasi, ketegangan
otot dan integritas struktur tulang. Pendapat lain meyebutkan postur tubuh sebagai
garis optimal struktur kerangka manusia yang membentuk tubuh seimbang dan
sempurna. Keadaan postur tubuh yang buruk menyebabkan garis tersebut tidak sesuai
dengan struktur kerangka normal (Mckenzie, 2014).
Amy Cuddy dan rekannya juga mengatakan bahwa postur tubuh yang buruk
selalu terjadi dengan kepala dalam posisi maju ke depan dan bahunya terkulai ke
depan dalam posisi membulat/forward head posture.
Hilangnya lekukan alami tulang belakang servikal menyebabkan peningkatan
tegangan secara bertahap pada tulang belakang servikal. Tekanan ini dapat
menyebabkan stress tulang belakang, dan degenerasi tulang. Sedangkan postur yang
buruk terjadi akibat kebiasaan duduk atau berdiri yang buruk, kurangnya kesadaran
akan keseimbangan tubuh, dan adaptasi otot terus-menerus untuk menahan tubuh
pada posisi yang salah (Hansraj, 2014).
Postur yang baik sangat penting sepanjang waktu, tidak hanya saat bekerja, tapi
juga saat menyetir, berjalan, berolahraga, dan bahkan saat tidur. Hindari membatasi
gerakan dan menerapkan postur yang jelek. Postur tidak hanya melibatkan tulang
belakang dan batang tubuh, tapi juga posisi semua bagian tubuh: kepala, leher, bahu,
lengan, dan kaki (Mitchell, 2014).

5
6

a. Postur yang baik saat berdiri


Untuk menjaga keseimbangan dalam posisi berdiri dengan menggunakan usaha
dan energi yang kecil, tulang belakang dari leher ke tulang ekor harus sejajar dengan
tungkai bawah sejajar dengan pusat gravitasi (center of gravity). Garis plumbal
melewati sebagian dari vertebrae servikal (leher) dan vertebrae di daerah lumbal
(punggung bagian bawah). Seperti terlihat pada gambar 1.
Posisi pinggul, panggul, batang tubuh, dan tungkai bawah sangat penting untuk
postur tubuh tegak. Dimana tulang belakang manusia memiliki lekukan, yang
memberi kemampuan fleksibilitas. Kelengkungan kolom vertebral meningkatkan
ketahanannya terhadap gaya tekan. Tulang belakang yg melengkung juga memiliki 10
kali stabilitas daripada tulang belakang yang lurus.
Tulang belakang berfungsi sebagai pendukung vertikal utama untuk semua
organ dalam sebagai jalur untuk sistem saraf, tidak hanya melindungi organ tubuh,
namun menyampaikan informasi sensorik dan motorik ke otak. Posisi tulang
belakang secara langsung mempengaruhi hubungan dan fungsi dari organ dalam
(Mitchell, 2014).

Sumber: Mitchell, 2014


Gambar 1 Postur yang Baik Saat Berdiri
7

II.1.2 Kesalahan Postur Tubuh


a. Kifosis
Penyimpangan postur dalam bidang sagittal yang disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu terjadi secara kongenital, faktor sikap tubuh yang salah pada saat bekerja
dan berolahraga, serta akibat dari kesalahan tubuh saat beraktifitas seperti duduk,
berdiri dengan tubuh membungkuk dalam waktu lama dan satatis. Peneliti lain
mengatakan bahwa kifosis merupakan suatu kelainan tulang belakang dimana tulang
punggung melengkung ke depan lebih dari 40 derajat (Novianti, 2015). Dapat dilihat
pada gambar 2.

Sumber: Rose, 2014


Gambar 2 Kifosis

b. Lordosis
Penekanan kearah dalam kurvatura servikal lumbal melebihi batas
fisiologis. Lordsosis kongenital biasanya didapatkan deformitas yang bersifat
progresif (Helmi, 2013) . Seperti pada gambar 3.
8

Sumber: Bea, 2013


Gambar 3 Lordosis
c. Skoliosis
Kelainan tulang belakang yang membentuk huruf C atau S. Bila
dibiarkan, sudut kemiringan tulang belakang akan semakin besar dan dapat
menyebabkan saraf tulang belakang terjepit atau organ-organ dalam terganggu
(Guevar, 2013). Dapat dilihat pada gambar 4.

Sumber: Davis, 2010


Gambar 4 Skoliosis
Kelainan-kelainan tulang belakang tersebut secara tidak langsung dapat
menyebabkan nyeri di level yang lebih tinggi yaitu di bagian leher. Bisa terjadi
penjalaran karena regangan otot-otot yang bekerja lebih untuk mengkompensasi
kelainan-kelainan tersebut. Winkell dan Westgard menyatakan bahwa “beban pada
leher berkorelasi dengan posisi batang tubuh dan kepala”. Peningkatan satu kurva
tulang belakang akan menyebabkan kenaikan atau penurunan kompensasi pada kurva
lainnya untuk mendapatkan kembali keseimbangan tubuh (Chiu et al, 2002).
9

II.2 Pengertian Nyeri Leher


Menurut Douglass dan Bope (2004) nyeri leher adalah nyeri yang dihasilkan
dari interaksi yang kompleks antara otot dan ligament serta faktor yang berhubungan
dengan postur, kebiasaan tidur, posisi kerja, stress, kelelahan otot kronis, adaptasi
postural dari nyeri primer lain (bahu, sendi temporo mandibular, kranioservikal), atau
perubahan degenerative dari diskus servikalis dan sendinya. Definisi lain yaitu rasa
nyeri yang meliputi kelainan saraf, tendon, otot dan ligament di sekitar leher (Samara,
2007). Dapat dilihat pada gambar 5.

Sumber: Bogduk, 2003


Gambar 5 Tempat tersering terjadinya nyeri leher

II.2.1 Nyeri leher non spesifik


Nyeri leher non spesifik merupakan keluhan yang paling banyak terjadi akibat
pekerjaan yang dilakukan dalam jangka waktu lama dan berulang-ulang melakukan
postur tertentu, menurut proses patofisiologinya termasuk nyeri leher mekanik atau
nyeri leher axial, dikatakan non spesifik karena tidak ada penyakit atau kelainan
struktural anatomi yang mendasarinya (Binder, 2007).
Gejala yang paling sering biasanya seperti rasa kaku pada leher satu sisi atau
kedua sisi leher, nyeri dirasakan sampai kepala, nyeri leher non spesifik murni
disebabkan oleh struktur otot-otot atau sistem muskuloskeletal di leher dan sering
berhubungan dengan postur tubuh atau posisi leher yang salah saat bekerja, beban
kerja otot leher yang berlebihan dalam jangka waktu tertentu (Binder, 2007).
10

II.2.2 Anatomi Leher


Anatomi leher adalah struktur tulang, saraf, otot, ligamen dan tendon yang
dirancang dengan baik. Tulang belakang leher menyimpan sumsum tulang belakang
yang mengirim pesan dari otak untuk mengendalikan semua aspek tubuh yang sangat
kuat dan fleksibel, memungkinkan gerakan ke segala arah. Leher dimulai dari dasar
tengkorak dan melalui serangkaian tujuh segmen vertebralis terhubung ke tulang
belakang toraks (punggung bagian atas). Dengan konstruksi yang kompleks dan
rumit, banyak tekanan dan kekuatan yang dapat diletakkan di atasnya akibat trauma
atau bahkan hanya aktivitas sehari-hari membuat tulang belakang servikal berisiko
mengalami sejumlah kondisi yang menyakitkan (Slosar, 2016).
Tulang belakang servikal melakukan beberapa peran penting, termasuk:
a. Perlindungan sumsum tulang belakang.
Sekumpulan saraf yang membentang dari otak dan berjalan melalui tulang
belakang servikal dan tulang belakang toraks (punggung atas dan tengah) sebelum
berakhir tepat sebelum tulang belakang lumbal (punggung bagian bawah), sumsum
tulang belakang mengirimkan pesan dari otak ke bagian lainnya.
b. Mendukung kepala dan gerakannya.
Tulang belakang servikal benar-benar memiliki beban besar, karena berat kepala
rata-rata antara 10 dan 13 kilogram. Selain mendukung kepala, tulang belakang
servikal memungkinkan fleksibilitas kepala, termasuk gerak rotasi, maju / mundur.
c. Memfasilitasi aliran darah ke otak.
Foramen vertebralis di tulang belakang servikal memberikan jalan bagi arteri
vertebralis untuk melewati dan memastikan aliran darah yang tepat ke otak.
Leher terdiri dari tujuh susunan vertebra servikal yang dimulai dari dasar
kranium dan berakhir tepat di atas vertebrae thorakal atau setinggi batang tubuh
bagian atas. Vertebrae servikal memiliki lengkung lordosis seperti yang terdapat pada
vertebrae lumbalis. Vertebrae servikal lebih mudah bergerak dibandingkan dengan
vertebrae lainnya (Slosar, 2016). Anatomi leher dapat dilihat pada gambar 6.
11

Sumber: Lippinncott, 2009


Gambar 6 Anatomi Leher

Selain tujuh vertebrae servikal, anatomi servikal memiliki delapan akar saraf servikal
(C1-C8) yang bercabang dari sumsum tulang belakang. Masing-masing saraf servikal
dinamai berdasarkan vertebrae servikal bagian bawah yang membentang di antara
keduanya. Sebagai contoh, akar saraf C6 membentang di antara vertebrae C5 dan
vertebrae C6 (Slosar, 2016). Dapat dilihat pada gambar 7.

Sumber: Slosar, 2016


Gambar 7 Cervical Nerves
Saraf servikal memberikan kontrol dan sensasi ke berbagai bagian tubuh berdasarkan
tingkat tulang belakang dari tempat mereka bercabang. Lebih spesifik:
a. C1, C2, dan C3 (tiga saraf servikal pertama) mengendalikan kepala dan leher,
termasuk gerakan ke depan, ke belakang, dan ke samping. Saraf ini juga
memainkan peran kunci dalam bernafas. Dermatom C2 menangani sensasi untuk
12

bagian atas kepala, dan dermatom C3 menutupi sisi wajah dan di belakang
kepala. (C1 tidak memiliki dermatom.)
b. C4 membantu mengendalikan bahu dan juga diafragma yaitu otot yang
membentang ke bagian bawah tulang rusuk untuk bernafas. Dermatom C4
meliputi leher dan bagian atas bahu.
c. C5 mengendalikan otot-otot tubuh bagian atas seperti deltoid (yang membentuk
kontur bulat bahu) dan biseps (yang memungkinkan fleksi siku dan rotasi lengan
bawah). Dermatom C5 menutupi bahu dan bagian luar lengan ke sekitar siku atau
dekat dengan pergelangan tangan.
d. C6 mengendalikan ekstensor pergelangan tangan (otot seperti ekstensor karpi
radialis longus, ekstensor karpi radialis brevis, dan ekstensor karpi ulnaris yang
mengendalikan perpanjangan pergelangan tangan dan hiperekstensi) dan juga
menyediakan beberapa inervasi ke otot biseps. Dermatoma C6 menutupi bagian
atas bahu dan membentang di sisi lengan dan ke sisi ibu jari tangan.
e. C7 mengendalikan trisep (otot besar di bagian belakang lengan yang
memungkinkan pelurusan siku). Dermatom C7 turun dari bahu ke belakang
lengan dan masuk ke jari tengah.
f. C8 mengontrol tangan. Dermatom C8 menutupi bagian bawah bahu dan turun ke
tangan ke sisi kelingking tangan.
Bila salah satu saraf servikal yang sangat sensitif teriritasi, nyeri leher dan gejala
lainnya mungkin terjadi, dengan fungsi yang mungkin terpengaruh dengan cara yang
berbeda (Slosar, 2016).

II.2.3 Biomekanik Leher


Spina servikal yang menopang kepala, memungkinkan gerakan dan posisi
yang tepat. Kolumna servikal dibentuk oleh tujuh tulang vertebrae. Spina servikal,
C1-C7 terlihat dari lateral membentuk lengkung lordosis dan kepala pada tingkat
oksipitoservikal yang membentuk sudut tajam agar kepala berada pada bidang
horizontal. Apabila dilihat dari bidang anteroposterior maka spina servikal sedikit
mengangkat kepala ke satu sisi.
13

Spina servikal merupakan unit fungsional yang saling tumpang-tindih, masing-


masing terdiri atas 3 bagian yang dipisahkan oleh diskus intervertebralis mulai dari
bawah aksis C2. Unit fungsional spina dibagi lagi menjadi 2 kolom, yaitu kolom
anterior yang terdiri atas vertebrae, ligamen longitudinal dan diskus yang terdapat
diantaranya, serta kolumna posterior yang meliputi kanal oseus neural, ligamen
posterior, sendi zygapophyseal, dan otot erector spina. Untuk mengevaluasi secara
fungsional maka spina dibagi menjadi segmen servikal atas (diatas C3) dan segmen
servikal bawah (dibawah C3-C7) dengan fungsi yang berbeda di tiap segmen nya.
Vertebrae C1 dan C2 berbeda dari vertebra yang lain. Atlas (C1) adalah sturktur
seperti cincin tanpa badan dengan dua massa lateral yang berartikulasi dengan
kondilus oksipitalis di atas dan aksis (C2) di bawah. Aksis (C2) mempunyai badan,
prosesus spinosus yang bifida, dan prosesus odontoid yang menonjol ke atas yang
secara kongenital adalah badan atlas yang menyatu (fused). Odontoid berhubungan
dengan lengkung anterior atlas. Hubungan normal tersebut memungkinkan
pemisahan <3 mm antara lengkung anterior dan atlas. Pemisahan 3 mm atau lebih
dalam fleksi dan ekstensi dianggap tidak stabil dan merupakan bukti instabilitas.
Atlas dan aksis dalam kombinasi dengan kranial-oksiput (CO) akan
membantu fleksi, ekstensi dan juga rotasi leher. Artikulasi atlanto-oksipital (CO-CI)
memungkinkan fleksi 10 derajat dan ekstensi 25 derajat. Rotasi terbanyak di spina
servikal terjadi di persendian C1 – C2, dengan rotasi 45 derajat ke arah kiri atau
kanan. Sedikit derajat fleksi-ekstensi terlihat juga di persendian C1-C2. Sendi
synovial asli terletak di antara lengkung anterior atlas dan prosesus odontoid (Slosar,
2016).

II.2.4 Epidemiologi Nyeri Leher


Nyeri leher merupakan keluhan yang dapat terjadi pada banyak orang dan
tidak melihat umur maupun usia. Berdasarkan beberapa penelitian, kejadian nyeri
leher lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria.
Menurut penelitian dari Global Burden of Disease 2010, nyeri leher adalah
penyebab kecacatan ke-empat setelah nyeri punggung, depresi dan athralgia.
14

Dikatakan juga bahwa sekitar setengah dari semua individu akan mengalami episode
sakit leher semasa hidupnya. Kebanyakan studi epidemiologi melaporkan prevalensi
tahunan dari nyeri leher berkisar antara 15%.

II.2.5 Faktor Risiko Nyeri Leher


a. Jenis Kelamin
Insiden kumulatif nyeri leher selama setahun lebih banyak pada perempuan
dibandingkan laki-laki sedangkan umur tidak terdapat banyak perbedaan (Croft dkk,
2001). Perempuan lebih banyak mengalami nyeri leher daripada laki-laki dikarenakan
ambang nyeri yang rendah dan memiliki anggota gerak atas yang lebih lemah
daripada laki-laki (Berkley, 1991).
b. Indeks Masa Tubuh
Menururt WHO, seseorang dikatakan obesitas jika memilik IMT >30 kg/m2.
Namun terdapat perbedaan standar obesitas menurut WHO dan Asia-Pasifik, dimana
dikatakan seseorang mengalami obesitas apabila IMT >25 kg/m2. Penelitian
menunjukkan adanya hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap gangguan
muskuloskeletal. Hubungan ini terjadi karena pada orang yang memiliki Indeks
Massa Tubuh berlebih memiliki kecenderungan adanya peningkatan tekanan mekanik
akibat gaya gravitasi pada sistem muskuloskeletal mereka, yang dapat berakibat pada
kelelahan sampai terjadinya cedera berupa gangguan musculoskeletal (Viester, 2013).
c. Durasi Lama Duduk
Total ada 8 penelitian potong lintang yang mempelajari durasi lama duduk
dengan kejadian nyeri leher. Penelitian banyak dilakukan di kalangan pekerja, salah
satunya penelitian oleh Kamwedo (1991), yang meneliti tentang duduk lebih dari 5
jam per hari sebagai faktor risiko yang potensial untuk kejadian nyeri leher (Szeto et
al, 2002).
d. Forward Head Posture
Harman et al menemukan bahwa postur kepala ke depan biasanya
berhubungan dengan nyeri leher dan spasme otot trapezius bagian atas serta
menunjukkan bahwa karena faktor biomekanik, postur kepala ke depan/forward head
15

posture berhubungan dengan nyeri leher. Subjek dengan postur kepala ke depan
memiliki frekuensi, area, dan tingkat keparahan nyeri leher yang lebih tinggi daripada
postur yang tidak mengalami forward head posture (Haman et al, 2005).

II.2.6 Etiologi Nyeri Leher


Nyeri leher dapat diakibatkan oleh banyak hal. Penyebab tersering adalah
akibat biomekanik seperti axial neck pain, whiplash-associated disorder (WAD), dan
cervical radiculopathy. Sedangkan penyebab lainnya bisa karena penekanan korda
spinalis, infeksi, neoplasma, dan penyakit radang sendi. Nyeri leher tanpa alasan yang
spesifik dan jelas dapat disebut sebagai nonspesific neck pain (NSNP) dan merupakan
salah penyebab tersering pada 27-48% pekerja pertahun (Huldani, 2013).
McKenzie (1981) mengklasifikasikan penyebab nyeri leher kedalam 3
sindrom mekanik, yaitu postural syndrome, dysfunction syndrome, dan derangement
syndrome. Postural syndrome sendiri merupakan nyeri leher akibat kesalahan postur
tubuh yang terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang, dimana nyeri di
provokasi oleh postur itu sendiri. Sedangkan dysfunction syndrome terjadi karena
seseorang begerak tidak pada ROM (range of movement) penuh, dan apabila terjadi
dalam jangka waktu panjang maka saat akan bergerak pada ROM penuh akan
memprovokasi nyeri. Yang teakhir yaitu derangement syndrome terjadi karena
protusi diskus invertebralis.

II.2.7 Klasifikasi nyeri leher


II.2.7.1 Klasifikasi nyeri leher berdasarkan proses patofisiologi
a. Nyeri leher non spesifik atau axial atau nyeri leher mekanik, yaitu nyeri
leher yang disebabkan proses patologi pada otot-otot leher tanpa ada
proses penyakit tertentu yang mendasarinya, nyeri leher tipe ini biasanya
terlokalisir, sering kali dihubungkan dengan postur atau posisi leher yang
tidak ergonomis/forward head posture dalam jangka waktu tertentu saat
melakukan pekerjaan.
16

b. Nyeri leher radikulopati yaitu nyeri leher yang diikuti dengan gangguan
sensoria tau kelemahan pada sistem motorik, nyeri ini timbul sebagai
akibat kompresi atau penekanan akar saraf.
c. Mielopati yaitu nyeri leher yang dirasakan sebagai akibat kompresi atau
penekanan pada medulla spinalis dengan gejala seperti nyeri radicular,
kelainan sensoris dan kelemahan motoric (Huldani, 2013).

II.2.7.2 Klasifikasi nyeri leher berdasarkan awitan


a. Akut
Nyeri berlangsung kurang dari 3 sampai 6 bulan atau nyeri yang secara
langsung berkaitan dengan kerusakan jaringan.
b. Kronik
Setidaknya ada dua jenis masalah nyeri kronis yaitu akibat penyebab nyeri
yang dapat diidentifikasi (misalnya cedera, penyakit diskus degenerative, stenosis
tulang, dan spondilosthesis) dan nyeri kronis akibat penyebab nyeri yang tidak dapat
diidentifikasi misalnya cedera yang telah sembuh dan fibromyalgia (Huldani, 2013).

II.2.8 Forward Head Posture


Sebagian besar nyeri leher tidak disebabkan oleh whiplash atau trauma
melainkan akibat kesalahan postural yang mendasari terjadinya keluhan nyeri leher.
Kesehatan leher bergantung pada kelengkungan tulang belakang di bawah dan posisi
kepala di atas.
Nyeri otot leher bisa disebabkan oleh otot leher berikut yang mengalami ketegangan:
a. Otot skalenus (tiga pasang otot yang membantu memutar leher).
b. Otot suboccipital (empat pasang otot yang digunakan untuk memutar kepala).
c. Pectoralis otot minor (sepasang otot segitiga tipis di bagian atas dada).
d. Otot subscapularis (sepasang otot segitiga besar di dekat sendi bahu masing-
masing).
e. Otot pembatas skapula (sepasang otot yang terletak di bagian belakang dan
samping leher) (Morrison, 2011). Dapat dilihat pada gambar 8.
17

Sumber: Morrison, 2011


Gambar 8 Otot-otot tersering yang mengalami ketegangan

Jika garis tubuh antara kepala dan tulang belakang tidak optimal, leher bisa
terkena cedera dan atau efek degeneratif dari waktu ke waktu (Gavin Morrison,
2011). Forward head posture (FHP) adalah lemahnya kekuatan dan fleksibilitas
fleksor servikal bagian atas dan dijelaskan (dalam duduk atau berdiri) sebagai posisi
anterior kepala yang berlebihan dalam kaitannya dengan garis referensi vertikal,
menjadikan tulang belakang servikal yang lebih rendah lordosis (kepala ke depan,
tulang belakang leher servikal melebar, tungkai punggung leher bagian bawah
tertekuk), dan bahu bulat dengan kyphosis toraks (Kyeong-Jin Lee, Hee-Yung Han,
2015) (Dapat dilihat pada gambar 9).
Postur ini terkait dengan kelemahan pada otot fleksor pendek servikal yang
dalam dan retraktor sketaris mid-toraks (yaitu rhomboids, serratus anterior, seratus
tengah dan bawah trapezius) dan pemendekan ekstensor servikal yang berlawanan
dan otot pectoralis (dikenal sebagai upper crossed postural syndrome).
18

Sumber: Matthew, 2015


Gambar 9 Forward Head Posture
Meskipun ada konsensus yang mengatakan bahwa FHP yang berkepanjangan
dapat menyebabkan ketidakseimbangan otot-otot tersebut, yang mungkin dapat ikut
berkontribusi terhadap terjadinya FHP yang persisten, tapi umumnya dipercaya
bahwa FHP dihasilkan dari postur kebiasaan yang diadopsi dari waktu ke waktu
(misalnya, postur kerja), sehingga membuat FHP dapat dikompensasi dengan baik.
Selain ketidakseimbangan otot, FHP telah dikaitkan dengan nyeri, kelelahan, dan
gerakan leher yang dibatasi serta gejala yang disebabkan oleh perpaduan sendi dan
otot yang berlebihan.
Dengan keadaan FHP, pusat gravitasi kepala berada di depan sumbu vertikal
(sering diukur dengan garis plumbal), sehingga meningkatkan beban pada otot leher
posterior. Rantai biomekanik ini, dengan adanya kekuatan otot leher yang stabil,
khususnya jika diulang atau diperpanjang adalah penjelasan utama untuk gejala yang
terkait dengan FHP. Beban pada sendi dan otot ini menyebabkan ketidaknyamanan,
kelelahan, dan rasa sakit, gejala dan faktor risiko yang terkait dengan gangguan
muskuloskeletal.
Kondisi paling umum yang berkontribusi terhadap nyeri leher adalah sikap
kepala dan bahu ke depan. Forward Head Posture adalah saat leher meluncur maju
menempatkan kepala di depan bahu. Posisi kepala ini menyebabkan beberapa
masalah:
a. Penarikan ke depan dari berat kepala memberi tekanan yang tidak semestinya
pada tulang belakang leher bagian bawah, berkontribusi terhadap penyakit
diskus degeneratif dan masalah leher degeneratif lainnya.
19

b. Demikian pula, postur ini menyebabkan otot punggung atas terus bekerja
terlalu berlebihan untuk mengimbangi tarikan gravitasi pada kepala depan.
c. Posisi ini sering disertai bahu ke depan dan punggung atas membulat, yang
tidak hanya masuk ke masalah leher tapi juga bisa menyebabkan sakit bahu.
Semakin banyak waktu yang dihabiskan dengan postur kepala ke depan, semakin
besar kemungkinannya seseorang akan mengalami masalah leher dan bahu
(Morrison, 2011).

II.2.8.1 Efek Postur yang Buruk pada Vertebra Servikal Bagian Bawah
Bagian leher yang sangat rentan terhadap forward head posture adalah bagian
bawah leher, tepat di atas bahu. Vertebra servikal bagian bawah (C5 dan C6)
mungkin sedikit meluncur atau meluncur ke depan relatif satu sama lain sebagai
akibat dari tarikan gravitasi yang terus-menerus pada kepala depan (Morrison, 2011).
II.2.8.2 Efek Negatif Jangka Panjang Postur yang Buruk
Penonjolan tulang belakang yang berkepanjangan dari postur kepala ke depan
pada akhirnya mengganggu sendi facet kecil di leher serta ligamen dan jaringan
lunak. Iritasi ini bisa mengakibatkan nyeri leher yang memancar ke tulang belikat dan
punggung bagian atas, berpotensi menyebabkan berbagai kondisi, diantaranya:
1. Trigger poin di otot, yang merupakan titik-titik yang menyakitkan untuk
disentuh, bersama dengan rentang gerak yang terbatas.
2. Masalah degenerasi diskus, yang berpotensi menyebabkan penyakit diskus
degeneratif servikal, osteoarthritis servikal, atau disk hernia servikal
(Morrison, 2011).

II.2.9 Patofisiologi nyeri leher non spesifik


Nyeri leher timbul sebagai akibat dari beberapa faktor yang saling
mempengaruhi, faktor individu seperti umur dan jenis kelamin, faktor durasi lama
duduk yang melebihi 4 jam perhari, dan faktor fisik seperti postur tubuh saat duduk,
forward head posture, dan fleksi bagian leher dapat memicu terjainya nyeri leher.
20

Semua faktor ini dapat bertindak secara terpisah tetapi risikonya lebih besar jika
beberapa faktor risiko terlibat (Chiu et al 2002).
Mekanisme tersebut secara kimiawi diikuti dengan penurunan glutathione
(GSH) sehingga menyebabkan kenaikan dari ractive oxygen species (ROS) dan
merangsang aktivasi dari transcient receptor potential cation channel subfamily 1
(TRPV1) atau reseptor capcisin yang pada akhirnya mengaktivasi reseptor nosiseptik
pada otot rangka di leher dan menimbulkan sensasi sensoris yang tidak nyaman
berupa nyeri leher. Melakukan peregangan otot dapat meningkatkan biogenesis
energi dalam mitokondria, meningkatkan aktivasi antioksidan dan meningkatkan
kalsium lokal pada sel otot. Peningkatan aktivitas biogenesis energi pada mitokondria
dapat meingkatkan glutathione (GSH), peningkatan antioksidan menekan
peningkatan ROS dan kalsium lokal yang meningkat menekan proliferasi
mikrotubulus otot-otot leher sehingga NADPH (Nicotinamide Adenine Dinucleotide
Phosphate) oxidase dan ROS menurun sehingga aktivasi reseptor nyeri ditekan dan
nyeri leher dapat berkurang. Peregangan juga dapat memperbaiki posisi serat-serat
otot aktin dan myosin yang tumpah tindih. Serat aktin dan myosin yang mengalami
cross link dapat menyebabkan spasme pada otot dan mengiritasi serabut saraf A delta
dan searbut saraf C (Saleet, 2014).

II.2.10 Sedentary Lifestyle / Gaya hidup pasif


Sedentary Lifestyle merupakan perilaku dengan pengeluaran energi yang
rendah atau biasa disebut gaya hidup pasif yang dapat meyebabkan masalah pada
kesehatan. Semakin sedikit duduk atau berbaring perhari, semakin baik kesempatan
untuk hidup sehat. Secara fisiologis, ada beberapa efek tertentu yg di observasi antara
waktu sedentari yang panjang dan aktivitas yg terlalu sedikit.

II.2.11 Pengaruh gaya hidup pasif terhadap tubuh


a. Kaki dan bokong
Duduk untuk jangka waktu lama bisa secara langsung menyebabkan atrofi
dari sebagian besar otot kaki dan otot bokong menjadi lemah. Jumlah otot yang
21

besar tersebut sangat penting untuk berjalan dan menyeimbangkan tubuh anda.
Jika otot-otot tersebut lemah maka tubuh akan mudah jatuh, dan mengalami
ketegangan ketika beraktivitas.
b. Berat Badan
Menggerakan otot membantu tubuh untuk mencerna lemak dan gula yang
dimakan. Jika sehari-hari lebih menghabiskan waktu banyak untuk duduk,
pencernaan menjadi tidak efisien, akhirnya bisa menumpuk lemak dan gula di
dalam tubuh anda.
Walaupun sudah melakukan aktivitas tapi masih menghabiskan waktu yg
lebih banyak untuk duduk, keadaan tersebut memiliki risiko tinggi untuk
mengalami gangguan kesehatan, seperti sindrom metabolik. Penelitian terakhir
mengatakan, dibutuhkan 60-75 menit perhari dengan aktivitas sedang sampai
berat untuk menghilangkan bahaya dari duduk lama.
c. Pinggang dan punggung.
Sama hal nya dengan kaki dan bokong, pinggang dan punggung tidak
mendukung untuk duduk dalam jangka waktu lama. Duduk menyebabkan otot
pinggang memendek, yang dapat menyebabkan masalah dengan sendi punggung.
Duduk dalam jangka waktu yang lama dapa menyebabkan masalah pada
punggung, terutama jika anda duduk lama dengan posisi yang buruk atau tidak
menggunakan kursi atau tempat kerja yang ergonomis. Postur yang buruk juga
dapat mengakibatkan kesehatan tulang belakang yang buruk seperti kompresi
diskus tulang belakang, mengakibatkan degenarasi dini yg dapat mengakibatkan
rasa sakit.
d. Kaku leher dan pundak
Menghabiskan lebih banyak waktu di depan komputer, ini bisa
mengakibatkan kekakuan pada leher dan pundak (Victoria Minister of Health,
2016).
22

II.2.12 Center of Gravity sebagai teori dasar aplikasi postur


Didefinsikan sebagai titik keseimbangan tubuh, dimana berat badan berperan.
Jika objek berubah posisi dalam hal ini posisi tubuh, lokasi dari “center of gravity”
juga berubah. Center of Gravity mungkin berada di luar tubuh.
a. Letak Center of gravity pada manusia
Lokasi dari center of gravity pada posisi berdiri normal bergantung
pada bentuk tubuh, usia, dan jenis kelamin. Pada wanita center of gravity
berada 55% dari tinggi badan ketika berdiri tegak sedangkan pada pria berada
di 57% tinggi ketika berdiri tegak. Dapat dilihat pada gambar 10.

Sumber: Essa, 2012


Gambar 10 Letak Center of Gravity

b. Stabilitas dan equilibrium


Semua objek yang diam berada di titik seimbang dan semua gaya yang
bekerja pada titik tersebut seimbang. Pengertian dari equilibrium sendiri adalah
sebuah bagian penting dari pergerakan tubuh dalam menjaga tubuh tetap stabil
sehingga manusia tidak jatuh walaupun posisi tubuh berubah, sedangkan
keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan equilibrium baik statis
maupun dinamis ketika tubuh ditempatkan pada berbagai posisi (Delitto, 2003).
- Stable equilibrium, didapat ketika objek berada di titik yang akan dirubah
sehingga memungkinkan munculnya center of gravity.
23

- Unstable equilibrium, ketika ada suatu gangguan maka akan menjatuhkan


objek center of gravity ke titik yang lebih rendah.
- Neutral equilibrium, center of gravity tidak meningkat atau menurun ketika
bergerak.
c. Bidang tumpu (Base of Support-BOS)
Bagian tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Permukaan
tumpu adalah dasar tempat bertumpu atau berpijak tubuh baik di lantai, tanah, kursi,
meja, tali atau lainnya. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh
dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang
tumpu (Saraswati, 2015). Seperti pada gambar 11.

Sumber: Irfan, 2010


Gambar 11 Bidang Tumpu
Semakin luas dan dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas
tubuh makin tinggi (Wen Chang Yi et al, 2009).
d. Tinggi dari pusat gravitasi
Tinggi dari pusat gravitasi berubah dengan perubahan posisi tubuh.
Saat pusat gravitasi bergerak lebih dekat ke dasar tumpuan semakin mendukung
perpindahan sudut yang lebih banyak sebelum melampaui dasar tumpuan (Hamilton
et al, 2001).
24

II.2.12.1 Hubungan pusat gravitasi (COG), garis gravitasi (LOG) dan bidang
tumpu (BOS)
Ketika terjadi ketidakseimbangan pada muskuloskeletal, maka stress dan
ketegangan otot dapat diminimalkan dan kondisi ini dianggap sebagai postur tubuh
yang tepat. Selain itu, propioseptif juga memiliki peran penting dalam menjaga
keseimbangan. Karena propioseptif dipengaruhi oleh mechanoceptor yang terletak di
otot. Masalah pada otot juga dianggap faktor utama yang mempengaruhi
kesimbangan (Tawakkalni, 2017).
II.2.12.2 Hubungan Forward Head Posture (FHP) dan Center of Gravity (COG)
FHP merupakan salah satu jenis yang paling umum dari kelainan postur yang
umumnya digambarkan dengan posisi kepala berada di anterior garis vertikal dari
pusat gravitasi tubuh (COG). Bergesernya letak COG akan berpengaruh pada garis
gravitasi yang merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi
dengan pusat bumi. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam
keadaan seimbang.
Pada FHP terjadi hiperkifosis pada cervical atau fleksi cervical 3 -7 dan
ekstensi cervical 1 – 2, hal ini menyebabkan ketidakseimbangan kerja otot-otot leher
dan otot postural dimana fleksi leher berkontraksi terus-menerus sedangkan ekstensor
leher dan otot postural menjadi lemah (Tawakkalni, 2017).

II.2.13 Penilaian Forward Head Posture Menggunakan Craniovertebrae Angle


Forwrad Head Posture (FHP) adalah ketika kepala berada pada bidang
sagittal yang tidak stabil, dimana tragus lebih maju melewati sendi bahu. Hingga saat
ini, jumlah pasien yang mengalami FHP banyak disebabkan karena penggunaan
perangkat elektronik seperti ponsel dan komputer. FHP berbahaya bagi tubuh
manusia. Bisa mengakibatkan masalah di tulang servikal, juga bisa menjadi penyebab
dari disfungsi sendi tempomandibula, kejadian kifosis toraks, dan penurunan
kapasitas (Lee, 2015).
Ada cukup banyak metode untuk mengevaluasi masalah postur, tetapi metode
obervasi dengan menggunakan penilaian visual dengan penanda anatomi yang
25

disarankan oleh Kendal paling sering digunakan di klinik (Salahdeh et al, 2014). Cara
termudah kedua dan paling sederhana menganalisis FHP adalah menggunakan
metode fotografi (Gadotti dan Biasotto-Gonzalez, 2010). Dilaporkan bahwa metode
ini memiliki tingkat reliabilitas dan validitas yang tinggi (Grimmer Somers et al,
2008). Namun, keakuratannya mungkin berbeda dengan cara yang benar-benar
menggunakan penanda yang diletakkan di tubuh pasien (Rosario et al, 2012).
Sudut yang digunakan untuk menganalisis FHP adalah sudut Craniovertebral
(CVA), sudut posisi kepala (HPA), dan sudut kemiringan kepala (HTA). CVA paling
sering digunakan. Salahzadeh et al (2014) percaya bahwa pengukuran CVA adalah
cara yang lebih baik daripada memeriksa HPA dan HTA untuk membedakan antara
postur leher kepala normal dan FHP berat. Hal tersebut menandakan bahwa CVA
dapat digunakan sebagai indikator yang baik untuk pengukuran FHP (Lee, 2015).

Cara Pengukuran:
Sudut craniovertebral (CVA) mengacu pada derajat FHP dan didefinisikan
sebagai sudut horizontal melalui prosus spinosus C7, dengan garis yang
menghubungkan prosus spinosus C7 dengan tragus. Secara umum, subjek dengan
CVA yang lebih kecil menunjukkan lebih besar indikasi FHP. Dapat dilihat pada
Gambar 1-A.
Sudut kemiringan kepala (HTA: Head Tilt Angel) adalah sudut yang
digunakan untuk mengevaluasi kemiringan kepala dan mewakili posisi fleksi atau
ekstensi servikal atas. Sudut tersebut didefinisikan sebagai sudut antara garis yang
menghubungkan tragus ke canthus dan garis horizontal melewati tragus. HTA yang
lebih besar menunjukkan ekstensi kepala relatif terhadap tulang belakang leher. Dapat
dilihat pada Gambar 1-B.
Sudut bahu (FSA: Forward Shoulder Angle) adalah sudut yang terbentuk di
persimpangan garis antara titik tengah humerus dan proses spinosus C7 dan garis
horizontal melalui titik tengah humerus. Sudut yang lebih kecil menunjukkan bahu
yang relatif maju dalam kaitannya dengan C7. Dapat dilihat pada Gambar 1-C.
26

Sudut posisi kepala (HPA: Head Position Angel) mengevaluasi status


kepala dalam hubungannya dengan trunk dan menunjukkan jarak vertikal antara dagu
dan sternum. Sudut ini didefinisikan sebagai sudut antara tragus manubrium line dan
garis yang memanjang dari titik pusat dagu ke tragus (Gambar 1-D). Sudut posisi
kepala yang lebih besar menunjukkan lebih banyak FHP (Salahzadeh et al, 2014).
Dapat dilihat pada Gambar 1-D (Lee, 2015).

Sumber: Lee, 2015


Gambar 12 Sudut Posisi Kepala

Hasil:
Hasil pengukuran CVA berupa sudut yaitu dikatakan normal apabila leher
yang merupakan bagian paling atas dari kurvatura tulang belakang atau spina
vertebrae, dan pada bidang sagittal membentuk sudut dengan batang tubuh sekitar
49º-59º. Semakin kecil sudut kraniovertebra, maka FHP semakin besar (Winarti,
2012).
27

II.2.14 Penatalaksanaan Nyeri Leher


Kebanyakan kasus nyeri leher menghilang dengan sendirinya tanpa
penanganan berarti atau hilang dengan analgetik ringan. Jika nyeri leher tidak
berakhir setelah tiga bulan atau lebih, ini disebut nyeri leher kronik.
Untuk keluhan nyeri ringan dapat diberika obat anti peradangan non steroid.
Disarankan untuk menghindari duduk lama dengan leher dalam posisi menetap atau
posisi ekstrem dari leher atau kepala, dan aktivitas yang menimbulkan gangguan
leher (Samara, 2007).
28

II.3 Penelitian Terkait


Penelitian terkait dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Penelitian Terkait
No. Nama Peneliti Tahun Judul Persamaan dan Hasil
Perbedaan
1 Audiyah 2017 Hubungan Persamaan: 1. Terdapat
Tawakkalni Antara a. Menilai hubungan
Forward Forward antara
Head Head Posture Forward
Posture Perbedaan: Head Posture
Dengan a. Tidak menilai dengan
Keseimbang durasi lama keseimbangan
-an Dinamis duduk dinamis.
b. Tidak menilai P = 0,001
keseimbangan
dinamis
2 Lusianawaty 2009 Hubungan Persamaan: 1. Terdapat
Tana, Delima, Lama Kerja a. Menilai hubungan
Sulistyowati dan Posisi kejadian nyeri antara lama
Tuminah Kerja leher kerja dengan
Dengan Perbedaan: kejadian nyeri
Keluhan a. Subjek yang leher. P=
Otot Rangka diteliti. 0,009
Leher dan b. Tidak menilai 2. Terdapat
Ekstremitas durasi lama hubungan
Atas Pada duduk . antara posisi
Pekerja c. Tidak menilai badan saat
Garmen forward head bekerja
Perempuan posture (duduk)
di Jakarta dengan
Utara kejadian nyeri
leher.
P= 0,038
3 T. T. W. Chiu, 2002 A study on Persamaan: 1. Terdapat
W. Y. Ku et all the a. Menilai durasi hubungan
Prevalence lama duduk antara nyeri
of and Risk terhadap leher dan
Factors for kejadian nyeri postur kepala
Neck Pain leher selama
Among b. Menilai penggunaan
University pengaruh komputer.
Academic forward head P= 0,02.
Staff in posture
Hong Kong terhadap 2. Terdapat
kejadian nyeri hubungan
leher antara durasi
Perbedaan: lama duduk
a. Subjek yang dengan
diteliti kejadian nyeri
leher.
P= 0,013
29

3. Terdapat
hubungan
antara forward
head posture
dengan
kejadian nyeri
leher.
P= 0,02
4 Jung-Ho Kang, 2011 The Effect Persamaan: 1. Terdapat
M.D., Rae- of The a. Meneiliti hubungan
Young Park, Forward kejadian yang
M.D., Su-Jin Head forward head bermakna
Lee, M.D., Ja- Posture on posture antara
Young Kim, Postural Perbedaan: perubahan
M.D., Seo-Ra Balance in a. Subjek yang sudut pada
Yoon, M.D., Long Time diteliti leher dan
and Kwang-Ik Computer b. Tidak meneliti kejadian
Jung, M.D. Based durasi lama forward head
Worker duduk posture akibat
c. Tidak meneliti penggunaan
penggunaan komputer
computer dalam jangka
sebagai faktor waktu yang
risiko lama.
terjadinya P= 0,057
forward head
posture.
30

II.4 Kerangka Teori

Durasi duduk > 5 IMT Penggunaan laptop


jam/hari >2 jam/hari
Obess >>

Tidak beristirahat
Posisi kepala yang
(berdiri/berjalan)
tidak baik

Kelelahan tulang
Forward head
belakang untuk
posture
menopang tubuh

Kerja otot leher


menjadi lebih berat

Kelelahan otot
bagian leher

Stretching otot yang


berlebihan di sekitar leher
dan pundak

Jenis Kelamin
Merangsang
Wanita risiko >
mechanonociceptive
daripada pria

Nyeri leher

Bagan 1. Kerangka Teori


Sumber: Modifikasi Perkeni 2011; Fuad, 2013; Sujaya, 2009; dan Kementrian Kesehatan, 2013

Keterangan :
= Area yang diteliti

= Area yang tidak diteliti


31

II.5 Kerangka Konsep


Variabel Independen Variabel Dependen

Durasi Lama Duduk

Nyeri Leher

Forward Head Posture

Bagan 2. Kerangka Konsep

II.6 Hipotesis
H1 : Terdapat hubungan antara durasi lama duduk dengan kejadian nyeri leher
non spesifik pada mahasiswa FK UPN “Veteran” Jakarta tahun 2018.
H2: Terdapat hubungan antara forward head posture dengan kejadian nyeri
leher non spesifik pada mahasiswa FK UPN “Veteran” Jakarta tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai