Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN NEUROLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN NOV 2018


UNIVERSITAS HASANUDDIN

BALISMUS/HEMIBALISMUS

Oleh :
Ahmad Fauzan Nizwar
Alkautsar H.F
Abdurrahman Fikri Thaha
Rahmi Islamiana

Pembimbing :
dr. Armalia

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Dengan ini menyatakan bahwa :

Nama : Ahmad Fauzan Nizwar


Alkautsar H.F
Abdurrahman Fikri Thaha
Rahmi Islamiana

Judul Referat : Balismus/Hemibalismus

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepanitraan klinik pada


Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Nov 2018

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Armalia

Supervisor

dr. Sri Wahyuni S.Gani, M.kes, Sp.S

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... 1
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ 2
DAFTARISI .................................................................................................. ..3
BABI PENDAHULUAN ........................................................................ ...4
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 5
2.1. DEFINISI .......................................................................................... 5
2.2. ETIOLOGI ........................................................................................ 6
2.3. PATOFISIOLOGI............................................................................. 7
2.4. GAMBARAN KLINIS ....................................................................7-8
2.5. KLASIFIKASI .................................................................................. 9
2.6. DIAGNOSIS ...................................................................................9-10
2.7. PENATALAKSANAAN ...............................................................11-12
2.8. PROGNOSIS ................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan pada neurologis kebanyakan adalah terjadinya “gangguan


gerakan” yang terbagi menjadi beberapa kategori klinis : gerakan involunter hypo
maupun hyperkinetic, gangguan gerakan diklasifikasikan berdasar fenomenologis
dan etiologi, gerakan involunter umumnya terjadi tanpa adanya kelemahan oleh
karena itu gangguan ini awalnya disebut sebagai ektrapiramidal. 7

Dalam hal fenomenologi Parkinson termaksud gangguan gerakan


hipokinetik, sedangkan hiperkinetik terbagi dalam beberapa kategori antara lain,
tremor, chorea, dystonia, tics, stereotypies, ballismus, myoclonus, sedangkan
berdasarkan etiologinya gangguan gerakan terbagi atas neurodegenerative,etiologi
genetic,infeksius,metabolic,nutrisi.8

Balismus merupakan gangguan pergerakan yang disebabkan oleh


lesi nucleus subtalamikus, kerusakan ini menimbulkan gerakan menyentak atau
melempar beramplitudo-besar pada ekstremitas, yang dimulai dari sendi
proksimal. Pada sebagian besar gangguan ini hanya terjadi satu sisi saja
(hemibalismus) kontralateral terhadap lesi.9

Balismus merupakan penyakit dengan gangguan pada ganglia basalis.


Ganglia basal merupakan area di otak paling banyak sering terjadi gangguan
gerakan pasca stroke. Balismus dengan etiologi vascular dapat hilang dalam
berberapa bulan dalam beberapa kasus, dengan atau tanpa pengobatan invasive,
namun pasien dengan ballismus pasca stroke mengalami resiko kekambuhan
stroke dan mortalitas. Satu dari 16 penelitian menemukan tingkat kelangsungan
hidup balismus dengan etiologi vascular adalah 51% pada 36 bulan dan 32% pada
150 bulan.8

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Ballism, atau ballismus berasal dari Bahasa Yunani yaitu "melempar," gerakan-
gerakan balismus memiliki amplitude yang tinggi, keras, memukul-mukul . sama seperti
Khorea, gerakan balismus cepat dan tidak terpola. Yang sangat terlihat yaitu adanya
keterlibatan otot-otot yang lebih proksimal dari ekstremitas/anggota badan. Pada
beberapa kasus amplitudo rendah pada bagian distal juga dapat dilihat, dan kadang
terdapat postur dystonic berkepanjangan yang intermiten. Beberapa penulis Ballisme
biasanya terbatas pada satu isi tubuh, yang disebut hemiballismus. Terkadang, hanya
satu anggota badan terlibat (monoballisme) , kedua belah pihak terpengaruh (biballism)
atau kedua kaki (paraballism). Pergerakan balismus sangat mengganggu untuk pasien,
sering menjatuhkan barang-barang dari genggaman dan juga menyebabkan kerusakan
benda-benda disekitar pasient akibatnya sering kali ditemukan cedera pada pasien yang
bermanifestasi memar dan luka lecet.6

Perbedaan antara ballismus dan Khorea terkadang sulit dinilai . Khorea dicirikan sebagai
gerakan kontinu, acak, gerakan menyentak yang melibatkan distal. Namun, gerakan
balistik dan khoreiform terjadi bersamaan pada beberapa pasien, dan tidak jarang
ballismus bisa berkembang menjadi lebih rendah dari Khorea.6

Meskipun jarang ditemukan, hemibalismus adalah jenis gangguan gerakan yang mudah
dikenali bagi banyak dokter dan sebagian besar ahli saraf. Dalam beberapa tahun
terakhir penyebab baru hemibalismus telah diakui dan studi terbaru telah meneliti
mengenaipatofisiologi, prognosis, dan pengobatan terbaru pada gangguan ini.6

5
2.2 ETIOLOGI

Sebagian besar kasus hemibalismus disebabkan dari lesi struktural. hampir


semua lesi yang terletak terletak di nukleus subthalamic, koneksinya, atau struktur
lainnya dapat menyebabkan hemibalismus. Stroke, yang merupakan penyebab
hemibalisme paling umum, merupakan penyebab gangguan pada 50-75% yang
pada umumnya infark lacunar. penyebab vaskular yang jarang terjadi yaitu
malformasi arteriovenosa , angioma vena,angioma kavernosa dan subarachnoid
hemorrhagik .terkadang pada manifestasi awal penyakit. dalam beberapa kasus,
meskipun tidak ada lesi vascular yang ditemukan pada MRI konvensional, studi
SPECT dengan HMPAO menunjukkan adanya penurunan perfusi di striatum
kontralateral .

Beberapa penyebab balismus:


a. Penyebab vaskuler
Infark yang menyebabkan nukleus subtalamus atau hubungannya atau
striatum, insufisiensi vaskuler yang melibatkan sirkulasi anterior atau
sirkulasi posterior, malformasi arteri vena, angioma vena, hematoma
subdural.
b. Tumor otak
astrocytoma or meningioma. non-Hodgkin’s lymphoma, Kista ependymal ,
c. Infeksi dan pasca infeksi
cryptococcal meningitis,encephalitis, AIDS dengan toksoplasmosis
serebral, sisticerosis. cryptococcal meningitis , encephalitis
d. Kelainan Autoimun
Sistemik lupus eritematosus.
e. Iatrogenik
Komplikasi post operasi Intraventricular menigioma,Insersi Shunt pada
hidrochepalus,Komplikasi stereotaktik pada penyakit Parkinson.
f. Penyebab metabolik
Nonketotic hyperglycemia
g. Penyakit degeneratif
Atrofi sistem multipel, tuberous sklerosis.

6
2.3 PATOFISIOLOGI
Balismus merupakan penyakit dengan gangguan pada ganglia basalis. Fungsi
ganglia basalis yaitu membentuk impuls yang bersifat dopaminergik dan
GABAergik dari substansia nigra dan korteks motoris yang berturut turut
disalurkan sampai ke pallidum didalam talamus dan korteks motoris. impuls ini
diatur dalam striatum mellui dua segmen yang paralel, jalur langsung dan tidak
langsung melalui pallidum dan lateral pallidum/inti-inti subtalamikus. 4
Aktifitas inti subtalamikus mengendalikan pallidum medial untuk
menghambat impuls-impuls dari korteks. kerusakan inti subtalamikus
meningkatkan aktivitas motorik melalui talamus, sehingga timbul pergerakan
involuntar yang abnormal. contoh klasik fungsi penghambat subtalamikus adalah
balismus. 4
Letak lesi pada balismus :
• Subtalamus
• Pallidum
• Substantia nigra
• Hemibalisme juga dikaitkan dengan lesi basal ganglia di luar nukleus
subthalamus atau jalurnya, seperti nukleus kaudatus, putamen, talamus,
atau segmen eksternal globus pallidus. 4

2.4 GAMBARAN KLINIS


Hemibalismus adalah salah satu bentuk gangguan gerak hiperkinetik yang
paling terlihat mencolok dalam gejala klinis neurologi,digambarkan sebagai
gerakan tidak terkendali menyentak, melempar, memukul, atau menendang,
melibatkan bagian ipsilateral lengan dan kaki . gerakan balistik terutama bagian
proksimal ektremitas, dengan rotasi yang luas di ekstremitas proksimal, dalam
beberapa kasus ditemukan bahwa pasien dapat mengalami kerusakan anggota
tubuh akibat terjadinya trauma,dapat juga terjadi ckelelahan progresif pada
beberapa pasien. Gerakanini berkurang atau hilang saat tidur, umumnya
meningkat dengan adanya kecemasan, dan terlihat jelas saat istirahat. 4

7
Beberapa pasien dapat meenghentikan gerakan untuk periode waktu yang
singkat, tetapi mayoritas secara fungsional terdapat gangguan untuk aktivitas
motorik seperti berjalan atau maka , tetapi biasanya gerakan balistik mendominasi
dalam satu ekstremitas. Otot wajah juga dapat terlibat pada beberapa pasien.
Hemiballismus dapat terjadi bersamaan dengan berbagai macam penyakit.
penyakit vaskular biasanya bersifat akut yang dimulai secara tiba-tiba, sedangkan
gerakan balistik subakut mengarah ke peradangan seperti pada etiologi infeksi.4

Gambaran klinis dari balismus, yaitu :

• Gerakan seperti melempar , memukul atau mendorong yang tidak dapat


dikontrol gerakannya.
• Pasien akan terlihat seperti kelelahan.
• Kadang cedera anggota gerak.
• hemibalismus terlihat sebagai serangan berulang. 4

Gambar 2. (Hemiballismus)

8
2.5 KLASIFIKASI
Balimus di bagi atas 4 tipe gejalanya, yaitu :
• Monobalismus
Balismus terbatas pada satu ekstremitas disebut Monobalismus.
• Hemibalismus
Hemibalismus merupakan gerakan lebih kasar dan menyentak,
terbatas pada satu sisi tubuh, terjadi akibat kerusakan nukleus (inti)
subtalamus kontralateral. Subtalamus merupakan nukleus ekstrapiramidal
diensepalon yang penting. Subtalamus mempunyai hubungan dengan nukleus
rubber, substansia nigra, dan globus palibus dari ganglia basalis. Fungsinya
belum jelas diketahui, tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan
diskinesia dramatis yang disebut hemibalismus.4
• Parabalismus
Balismus yang terjadi pada kedua sisi tubuh.
• Bibalismus
Bibalismus merupakan gerakan berulang, terus-menerus dan
bervariasi, gerakan tidak terkendali dengan amplitudo besar dari
kedua tungkai pada sisi yang sama termasuk kepala dan wajah.4

2.6 DIAGNOSIS
a. Anamnesis
• Keluhan utama : Gerakan tidak terkontrol pada tungkai.
• Mulanya penyakit biasanya mendadak dan pasien mengalami gerak
ayun, ekspolif yang kuat, hampir kontinu melibatkan otot proksimal
bahu, lengan, pelvis dan paha. Mungkin di jumpai kontraksi otot leher
mengakibatkan gerak kuat daripada kepala dan gerakan menyeringis
wajah.3
• Gerakan ekstremitas menunjukkan kontraksi agonis dan antagonis
yang tidak terkoordinasi. Gerakan berhenti selama waktu tidur.
Gerakan sangat melelahkan dan banyak pasien usia lanjut meninggal
karena kecapaian berat, dan infeksi seperti pneumonia.3

9
b. Pemeriksaan fisik
Pada tiap bagian badan yang dapat bergerak harus dilakukan :
1. Inspeksi
Pada inspeksi diperhatikan sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerak
abnormal yang tidak dapat dikendalikan.5
2. Palpasi
Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi
untuk menentukan konsistensi serta adanya nyeri tekan. Dengan palpasi
kita dapat menilai tonus otot, terutama bila ada hipotoni. Penentuan tonus
dilakukan pada berbagai posisi anggota gerak dan bagian badan.
3. Pemeriksaan gerakan pasif5
Penderita disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya. Bagian dari
ekstremitas ini kita gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat
bervariasi, mula-mula cepat kemudian lambat, cepat, lebih lambat, dan
seterusnya. Dalam keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang
berarti.5
4. Pemeriksaan gerakan aktif
Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk
memeriksa adanya kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut :
• Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita
menahan gerakan ini.5
• Kita (periksa) menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan
pasien disuruh menahan.5
5. Pemeriksaan koordinasi gerak
Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebelum. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa gangguan utama dari lesi di serebellum ialah adanya
dissinergia,yaitu kurangnya koordinasi. Artinya bila dilakukan gerakan
membutuhkan kerjasama antar otot, maka otot-otot ini tidak bekerja sama
secara baik, walaupun tidak didapatkan kelumpuhan. Hal ini terlihat jika
pasien berdiri, jalan, membungkuk atau menggerakkan anggota badan. 5

10
c. Pemeriksaan penunjang
Untuk membuktikan kasus tersebut teknik neuroimaging dengan CT dan
terutama dengan MRI akan dapat menunjukkan lesi struktural pada penderita
dengan balismus, jika penyebabnya karena faktor metabolik hal tersebut mungkin
dapat ditunjukkan kelainannya pada basal ganglia dengan MRI melalui perubahan
metabolik atau perfusi pada struktur tersebut dengan teknik PET atau SPECT
walaupun dari laporan terakhir disebutkan bahwa sekitar 1/3 kasus dari balismus
tidak dapat ditunjukkan lesi strukturalnya dengan neuroimaging. EEG (biasanya
terjadi perlambatan yang progresif). CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi
kortikal difus, sulkus melebar).5

2.7 DIAGNOSIS BANDING

tremor, chorea, dystonia, tics, stereotypies, ballismus, myoclonus.

2.8 PENATALAKSANAAN
manajemen hemibalismus harus diarahkan ke penyebab yang
mendasarinya. Banyak pasien dengan hemibalismus dapat membaik ketika
penyakit dasar diobati, oleh karena itu identifikasi etiologi hemibalismus sangat
penting. Misalnya, hemibalismus sekunder nonketotic hiperglikemia biasanya
hilang setelah koreksi gangguan metabolisme hemibalismus sekunder akibat
malformasi ganglia basalis dapat hilang setelah radiosurgery, perawatan suportif
penting dalam manajemen klinis gangguan ini. Perlu dilakukan pencegahan
terhadap cedera diri yang tidak disengaja dan juga pengaturan hidrasi, nutrisi, atau
pengurangan komplikasi medis,yang seharusnya dipertimbangkan pada masing-
masing pasien. Ini dapat mendukung penyembuhan yang bersifat ajuvan terhadap
farmakologis atau prosedur bedah untuk membantu mengurangi gejala
hemibalismus.4

11
2.8.1 Farmakologi

Tidak ditemukan studi yang pernah menjelaskan secara detail mengenai


pengobatan empiris dari hemibalismus. Hanya terdapat beberapa laporan
penggunaan obat-obatan tertentu yangnberasal dari kasus.Beberapa obat telah
dilaporkan penggunaan nya berhasil di Indonesia. Adanya perbaikan klinis sering
dikaitkan dengan penggunaan obat antidopaminergik, terutama haloperidol (1-5
mg / hari), dan juga penggunaan dopamin D2 reseptor blocker, seperti
perphenazine, chlorpromazine, pimozide, risperidone, dan benzamid tersubstitusi
setiapride dan sulpiride, juga telah dilaporkan meringankan hemibalismus, baik
sebagian atau seluruhnya Selain itu, beberapa pasien telah diuji dengan
pengobatan neuroleptik atipikal olanzapine dan clozapine, dengan dosis sekitar
50 mg / hari, Biasanya, respons terhadap agen penghambat reseptor dopamin
dapat dilihat pada beberapa hari. Namun, penggunaan obat-obatan ini mungkin
dikaitkan dengan munculnya efek samping, khususnya pada pasien yang berusia
tua, seperti tardive dyskinesia dan parkinsonisme kontralateral terhadap
hemiballismus. 4

Pendekatan farmakologis lain yaitu meningkatan neurotransmiter


GABAergic. merupakan neurotransmiter inhibisi yang terlibat dalam control
output basal ganglia yang selanjutnya melanjutkan proyeksi dari segmen internal
globus pallidus ke thalamus . jumlah neurostransmitter GABAergic yang
ditingkatkan mungkin mengurangi aktivitas proyeksi talamokortikal dan oleh
karena itu bisa mengurangi gerakan balistik. beberapa obat-obatan seperti
benzodiazepin (Diazepam, Clonazepam), Progabide, Sodium Valproate, dan
Gabapentine ,pada beberapa kasus,telah dilaporkan memperbaiki hemibali.4

2.8.2 Terapi Bedah

Pada beberapa pasien dengan keluhan hemiballismus yang berat sulit


untuk beresepon terhadap beberapa terapi . salah satu pilihan terapi yang dapat
digunakan yaitu operasi stereotaktik fungsional. Talamotomi stereotaktik, yaitu
menyasar pada kompleks nucleus intermedius ventralis atau ventralis oralis,

12
ddilaporkan dapat memperbaiki hemibalismus dengan morbiditas rendah, Selain
prosedur ablatif, stimulasi frekuensi tinggi kompleks ventrolateral thalamus juga
berhasil mengendalikan kontralateral hemibalisme dalam beberapa kasus.
Prognosis.4

2.9 PROGNOSIS

Berbeda dengan literatur terdahulu, di mana hemiballismus dianggap


sebagai penyakit yang menakutkan karena terkait dengan prognosis yang buruk,
sering fatal, terutama karena komplikasi infeksi atau kelelahan ,penelitian saat
initelah menunjukkan bahwa hemiballismus secara umum memiliki prognosis
yang relatif baik , meski demikian, prognosis yang baik tergantung pada yang
Penyakit yang mendasarinya .4

Banyak pasien dengan hemibalismus yang diinduksi stroke dapat membaik


secara spontan dan remisi spontan atau dengan gangguan metabolik, seperti
hiperglikemia nonketotik, ketika dilakukan koreksi hiperglikemia terjadi
pengurangan gerakan abnormal dari hemiballismus,namun sebaliknya, pasien
dengan gerakan balistik karena metastasis neoplasma, AIDS, atau komplikasi
infeksi AIDS, jika tidak diobati dengan baik, prognosis yang didapatkan kurang
memuaskan . Selain itu,pada beberapa pasien hemiballismus dirawat Dengan
pengobatan neuroleptik, hanya sebagian kecil yang mengalami kekambuhan
hemibalismus setelah menghentikan obat-obatan ini .4

13
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Neurology Movement Disorder.2000; USA

2. Duus, Peter, 2010; Diagnosis Topis Neurologi DUUS; edisi 4,


Goettingen and. Freiburg, Germany

3. Mahlon R Delong. 2009. Update on models of basal ganglia function


and dysfunction. USA (anamnesis)

4. W.J. Weiner and E. Tolosa. 2012. Handbook of Clinical Neurology,


Vol. 100 (3rd series) Hyperkinetic Movement Disorders. (patof)
tatalaksana,prognosis, etiologi,gambaran klinis

5. Turk J Neurol. 2016. Hemichorea and Hemiballism Associated with


Cerebral Vascular Malformation Induced by Hyperglycemia. Turkey.
(pemeriksaan penunjang)

6. Robert B. Daroff, Joseph Jankovic, John C Mazziotta, Scott L


Pomeroy. 2015. Bradley’s Neurology in Clinical Practice, 2-Volume
Set. 1+2-Elsevier (pemfis)

7. Victor W Mark. 2005 Ballism After stroke Respons to Standar


Physical Therapeutic Interventions. USA.(pendahuluan

8. Adam and Victor’s 2014.Principles of Neurology 9th edition. Boston :


The McGraw-Hill Companies. 64-76 (pendahuluan)

9. Antonio Siniscalchi.2012 Post Stroke Movement Disorders : Clinical


Manifestation and Pharmacological Management. Hospital Consenza
Italy.(pendahuluan)

14

Anda mungkin juga menyukai