BALISMUS/HEMIBALISMUS
Oleh :
Ahmad Fauzan Nizwar
Alkautsar H.F
Abdurrahman Fikri Thaha
Rahmi Islamiana
Pembimbing :
dr. Armalia
1
HALAMAN PENGESAHAN
Mengetahui,
Pembimbing
dr. Armalia
Supervisor
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... 1
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ 2
DAFTARISI .................................................................................................. ..3
BABI PENDAHULUAN ........................................................................ ...4
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 5
2.1. DEFINISI .......................................................................................... 5
2.2. ETIOLOGI ........................................................................................ 6
2.3. PATOFISIOLOGI............................................................................. 7
2.4. GAMBARAN KLINIS ....................................................................7-8
2.5. KLASIFIKASI .................................................................................. 9
2.6. DIAGNOSIS ...................................................................................9-10
2.7. PENATALAKSANAAN ...............................................................11-12
2.8. PROGNOSIS ................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 14
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Ballism, atau ballismus berasal dari Bahasa Yunani yaitu "melempar," gerakan-
gerakan balismus memiliki amplitude yang tinggi, keras, memukul-mukul . sama seperti
Khorea, gerakan balismus cepat dan tidak terpola. Yang sangat terlihat yaitu adanya
keterlibatan otot-otot yang lebih proksimal dari ekstremitas/anggota badan. Pada
beberapa kasus amplitudo rendah pada bagian distal juga dapat dilihat, dan kadang
terdapat postur dystonic berkepanjangan yang intermiten. Beberapa penulis Ballisme
biasanya terbatas pada satu isi tubuh, yang disebut hemiballismus. Terkadang, hanya
satu anggota badan terlibat (monoballisme) , kedua belah pihak terpengaruh (biballism)
atau kedua kaki (paraballism). Pergerakan balismus sangat mengganggu untuk pasien,
sering menjatuhkan barang-barang dari genggaman dan juga menyebabkan kerusakan
benda-benda disekitar pasient akibatnya sering kali ditemukan cedera pada pasien yang
bermanifestasi memar dan luka lecet.6
Perbedaan antara ballismus dan Khorea terkadang sulit dinilai . Khorea dicirikan sebagai
gerakan kontinu, acak, gerakan menyentak yang melibatkan distal. Namun, gerakan
balistik dan khoreiform terjadi bersamaan pada beberapa pasien, dan tidak jarang
ballismus bisa berkembang menjadi lebih rendah dari Khorea.6
Meskipun jarang ditemukan, hemibalismus adalah jenis gangguan gerakan yang mudah
dikenali bagi banyak dokter dan sebagian besar ahli saraf. Dalam beberapa tahun
terakhir penyebab baru hemibalismus telah diakui dan studi terbaru telah meneliti
mengenaipatofisiologi, prognosis, dan pengobatan terbaru pada gangguan ini.6
5
2.2 ETIOLOGI
6
2.3 PATOFISIOLOGI
Balismus merupakan penyakit dengan gangguan pada ganglia basalis. Fungsi
ganglia basalis yaitu membentuk impuls yang bersifat dopaminergik dan
GABAergik dari substansia nigra dan korteks motoris yang berturut turut
disalurkan sampai ke pallidum didalam talamus dan korteks motoris. impuls ini
diatur dalam striatum mellui dua segmen yang paralel, jalur langsung dan tidak
langsung melalui pallidum dan lateral pallidum/inti-inti subtalamikus. 4
Aktifitas inti subtalamikus mengendalikan pallidum medial untuk
menghambat impuls-impuls dari korteks. kerusakan inti subtalamikus
meningkatkan aktivitas motorik melalui talamus, sehingga timbul pergerakan
involuntar yang abnormal. contoh klasik fungsi penghambat subtalamikus adalah
balismus. 4
Letak lesi pada balismus :
• Subtalamus
• Pallidum
• Substantia nigra
• Hemibalisme juga dikaitkan dengan lesi basal ganglia di luar nukleus
subthalamus atau jalurnya, seperti nukleus kaudatus, putamen, talamus,
atau segmen eksternal globus pallidus. 4
7
Beberapa pasien dapat meenghentikan gerakan untuk periode waktu yang
singkat, tetapi mayoritas secara fungsional terdapat gangguan untuk aktivitas
motorik seperti berjalan atau maka , tetapi biasanya gerakan balistik mendominasi
dalam satu ekstremitas. Otot wajah juga dapat terlibat pada beberapa pasien.
Hemiballismus dapat terjadi bersamaan dengan berbagai macam penyakit.
penyakit vaskular biasanya bersifat akut yang dimulai secara tiba-tiba, sedangkan
gerakan balistik subakut mengarah ke peradangan seperti pada etiologi infeksi.4
Gambar 2. (Hemiballismus)
8
2.5 KLASIFIKASI
Balimus di bagi atas 4 tipe gejalanya, yaitu :
• Monobalismus
Balismus terbatas pada satu ekstremitas disebut Monobalismus.
• Hemibalismus
Hemibalismus merupakan gerakan lebih kasar dan menyentak,
terbatas pada satu sisi tubuh, terjadi akibat kerusakan nukleus (inti)
subtalamus kontralateral. Subtalamus merupakan nukleus ekstrapiramidal
diensepalon yang penting. Subtalamus mempunyai hubungan dengan nukleus
rubber, substansia nigra, dan globus palibus dari ganglia basalis. Fungsinya
belum jelas diketahui, tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan
diskinesia dramatis yang disebut hemibalismus.4
• Parabalismus
Balismus yang terjadi pada kedua sisi tubuh.
• Bibalismus
Bibalismus merupakan gerakan berulang, terus-menerus dan
bervariasi, gerakan tidak terkendali dengan amplitudo besar dari
kedua tungkai pada sisi yang sama termasuk kepala dan wajah.4
2.6 DIAGNOSIS
a. Anamnesis
• Keluhan utama : Gerakan tidak terkontrol pada tungkai.
• Mulanya penyakit biasanya mendadak dan pasien mengalami gerak
ayun, ekspolif yang kuat, hampir kontinu melibatkan otot proksimal
bahu, lengan, pelvis dan paha. Mungkin di jumpai kontraksi otot leher
mengakibatkan gerak kuat daripada kepala dan gerakan menyeringis
wajah.3
• Gerakan ekstremitas menunjukkan kontraksi agonis dan antagonis
yang tidak terkoordinasi. Gerakan berhenti selama waktu tidur.
Gerakan sangat melelahkan dan banyak pasien usia lanjut meninggal
karena kecapaian berat, dan infeksi seperti pneumonia.3
9
b. Pemeriksaan fisik
Pada tiap bagian badan yang dapat bergerak harus dilakukan :
1. Inspeksi
Pada inspeksi diperhatikan sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerak
abnormal yang tidak dapat dikendalikan.5
2. Palpasi
Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi
untuk menentukan konsistensi serta adanya nyeri tekan. Dengan palpasi
kita dapat menilai tonus otot, terutama bila ada hipotoni. Penentuan tonus
dilakukan pada berbagai posisi anggota gerak dan bagian badan.
3. Pemeriksaan gerakan pasif5
Penderita disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya. Bagian dari
ekstremitas ini kita gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat
bervariasi, mula-mula cepat kemudian lambat, cepat, lebih lambat, dan
seterusnya. Dalam keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang
berarti.5
4. Pemeriksaan gerakan aktif
Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk
memeriksa adanya kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut :
• Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita
menahan gerakan ini.5
• Kita (periksa) menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan
pasien disuruh menahan.5
5. Pemeriksaan koordinasi gerak
Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebelum. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa gangguan utama dari lesi di serebellum ialah adanya
dissinergia,yaitu kurangnya koordinasi. Artinya bila dilakukan gerakan
membutuhkan kerjasama antar otot, maka otot-otot ini tidak bekerja sama
secara baik, walaupun tidak didapatkan kelumpuhan. Hal ini terlihat jika
pasien berdiri, jalan, membungkuk atau menggerakkan anggota badan. 5
10
c. Pemeriksaan penunjang
Untuk membuktikan kasus tersebut teknik neuroimaging dengan CT dan
terutama dengan MRI akan dapat menunjukkan lesi struktural pada penderita
dengan balismus, jika penyebabnya karena faktor metabolik hal tersebut mungkin
dapat ditunjukkan kelainannya pada basal ganglia dengan MRI melalui perubahan
metabolik atau perfusi pada struktur tersebut dengan teknik PET atau SPECT
walaupun dari laporan terakhir disebutkan bahwa sekitar 1/3 kasus dari balismus
tidak dapat ditunjukkan lesi strukturalnya dengan neuroimaging. EEG (biasanya
terjadi perlambatan yang progresif). CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi
kortikal difus, sulkus melebar).5
2.8 PENATALAKSANAAN
manajemen hemibalismus harus diarahkan ke penyebab yang
mendasarinya. Banyak pasien dengan hemibalismus dapat membaik ketika
penyakit dasar diobati, oleh karena itu identifikasi etiologi hemibalismus sangat
penting. Misalnya, hemibalismus sekunder nonketotic hiperglikemia biasanya
hilang setelah koreksi gangguan metabolisme hemibalismus sekunder akibat
malformasi ganglia basalis dapat hilang setelah radiosurgery, perawatan suportif
penting dalam manajemen klinis gangguan ini. Perlu dilakukan pencegahan
terhadap cedera diri yang tidak disengaja dan juga pengaturan hidrasi, nutrisi, atau
pengurangan komplikasi medis,yang seharusnya dipertimbangkan pada masing-
masing pasien. Ini dapat mendukung penyembuhan yang bersifat ajuvan terhadap
farmakologis atau prosedur bedah untuk membantu mengurangi gejala
hemibalismus.4
11
2.8.1 Farmakologi
12
ddilaporkan dapat memperbaiki hemibalismus dengan morbiditas rendah, Selain
prosedur ablatif, stimulasi frekuensi tinggi kompleks ventrolateral thalamus juga
berhasil mengendalikan kontralateral hemibalisme dalam beberapa kasus.
Prognosis.4
2.9 PROGNOSIS
13
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Neurology Movement Disorder.2000; USA
14