Juni 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
Disusun Oleh:
Hardianti
12 17 777 14 215
Pembimbing :
dr. Ajutor Donny Tandiarrang, Sp. An
1
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
Bagian Anestesiologi
RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anestesi berasal dari bahasa Yunani yaitu “An” yang berarti tidak dan “Aesthesis” yang
berarti rasa atau sensasi. Sehingga anestesia berarti suatu keadaan hilangnya rasa atau sensasi
tanpa atau disertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi adalah keadaan tanpa rasa tetapi
bersifat sementara dan akan kembali kepada keadaan semula, karena hanya merupakan
penekanan kepada fungsi atau aktivitas jaringan syaraf baik lokal maupun umum. Pada dasarnya
prinsip anastesi mencangkup 3 hal yaitu: anestesi dapat menghilangkan rasa sakit (analgesia),
menghilangkan kesadaran (sedasi) dan juga relaksasi otot (relaksan) yang optimal agar operasi
dapat berjalan dengan lancar.1,2
Ada tiga kategori utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional dan anestesi lokal.
Masing-masing memiliki bentuk dan kegunaan. Seorang ahli anestesi akan menentukan jenis
anestesi yang menurutnya terbaik dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari
masing-masing tindakannya tersebut.1,2
Anestesi umum adalah suatu keadaan meniadakan nyeri secara sentral yang dihasilkan ketika
pasien diberikan obat-obatan untuk amnesia, analgesia, kelumpuhan otot, dan sedasi. Pada
anestesi memungkinkan pasien untuk mentolerir tindakan pembedahan yang dapat menimbulkan
rasa sakit tak tertahankan, yang berpotensi menyebabkan perubahan fisiologis tubuh yang
ekstrim dan menghasilkan keadaan yang tidak menyenangkan.1,2
Anestesi spinal atau subarachnoid adalah anestesi regional dengan tidakan penyuntikan obat
anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal atau subarachnoid juga disebut
sebagai analgesik atau blok spinal intradural atau blok intratekal. Hal-hal yang mempengaruhi
anestesi spinal ialah jenis obat, dosis obat yang digunakan, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan
intraabdomen, lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas,
kehamilan, dan penyebaran obat. Kontraindikasi penggunaan anestesi spinal meliputi
kontraindikasi mutlak dan relative. Kontraindikasi mutlak yakni pasien menolak, infeksi pada
tempat suntikan, hypovolemia berat atau syok, koagulopati atau mendapat terapi koagulan,
tekanan intrakranial meningkat. Sedangkan kontraindikasi relatif yakni kelainan neurologis,
3
prediksi bedah yang berjalan lama, penyakit jantung, hypovolemia ringan, nyeri punggung
kronik.1,2
Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan
perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi, urologi,
bedah rectum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetrik-ginekologi, dan bedah anak.
Berikut ini akan dilaporkan kasus pada pasien seorang perempuan usia 37 tahun dengan
diagnosis G6P5A0 gravid aterm inpartu kala I fase aktif + POPP + Inersia Uteri + gagal induksi
+ Calon asektor kontap yang dirawat di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Hemodinamik
A. Definisi
Hemodinamik adalah aliran darah dalam sistem peredaran tubuh, baik melalui sirkulasi
magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva (sirkulasi dalam paru paru). Dalam
kondisi normal, hemodinamik akan selalu dipertahankan dalam kondisi yang fisiologis
tidak melakukan fungsinya secara normal sehingga status hemodinamik tidak akan stabil.
pasien-pasien kritis karena status hemodinamik yang dapat berubah dengan sangat cepat.
gambaran klinis syok peredaran darah dan atau gagal jantung atau hanya satu atau lebih
pengukuran yang mungkin menunjukkan out-ofrange tetapi tidak harus nilai patologis.
Tanda-tanda fisik dari kegagalan sirkulasi akut merupakan referensi utama untuk syok,
termasuk hipotensi, denyut jantung abnormal, ekstremitas dingin, sianosis perifer dan
B. Klasifikasi
Empat keadaan syok kategoris memiliki denominator umum dari penurunan efektivitas
aliran darah sistemik tetapi mekanisme yang berbeda. Pengurangan kritis dalam produksi
volume intravaskular syok hipovolemik karena kehilangan darah atau cairan, Kardiogenik
kejutan terjadi karena kegagalan pompa; prototipenya adalah infark miokard akut.
Distributif Syok termasuk syok septik, di mana kita memiliki aliran tinggi pertukaran
5
kapiler, karena pirau arteriovenular atau dengan peningkatan kapasitansi vena. Syok
distributif juga mengikuti hilangnya kendali otomatis seperti dalam kasus transeksi
medula spinalis, atau perluasan tempat tidur kapasitansi yang diinduksi obat oleh obat
ganglionik atau penurunan resistensi arteri yang disebabkan oleh agen penghambat alfa-
adrenergik. Kategori keempat adalah kategori obstruktif syok yang disebabkan oleh
Gambar 1. Diagram yang menunjukkan gambaran hemodinamik dari empat status syok etiologis
primer.
Prototipe syok obstruktif termasuk emboli paru, pembedahan aneurisma aorta, trombus
katup bola, atau gabungan syok obstruktif dan kardiogenik dalam kasus tamponade
komplikasi syok sirkulasi karena penyebab lain sebagian karena vasokonstriksi venular
6
C. Patofisiologi
lokus spesifik.
2. miokardium dan fungsi kontraktil miokard, termasuk detak jantung dan ritme yang
merupakan penentu volume stroke dan oleh karena itu curah jantung bergantung pada
5. resistensi venular pasca kapiler yang merupakan pengontrol penting kapiler tekanan
hidrostatis;
mengumpulkan volume besar perhitungan darah untuk penurunan kritis dalam aliran
balik vena atau preload dan oleh karena itu curah jantung.
7
7. Akhirnya, aliran darah sistemik menurun setiap kali ada aliran utama obstruksi aliran
d. Penatalaksanaan
1) Definisi
Tekanan darah arteri adalah tekanan darah yang dihasilkan oleh ejeksi ventrikel kiri
- Tekanan sistolik adalah tekanan darah maksimal ketika darah dipompakan dari
- Tekanan diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung relaksasi, tekanan
- Mean Arterial Pressure atau tekanan arteri rata-rata selama siklus jantung. MAP
8
menggambarkan perfusi aliran darah ke jaringan Pengukuran tekanan darah arteri
kateter akan dikonversi menjadi sinyal elektrik oleh tranducer lalu disebar dan
a) Indikasi
- Monitor tekanan darah invasif diperlukan pada pasien dengan kondisi kritis atau
pada pasien yang akan dilakukan prosedur operasi bedah mayor sehingga apabila
ada perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat secepatnya dideteksi
dan diintervensi, atau untuk evaluasi efek dari terapi obat-obat yang telah
diberikan. prosedur operasi bedah mayor seperti : CABG, bedah thorax, bedah
9
- Pasien yang mendapat terapi antikoagulan atau terapi trombolitik
- Penusukan kanulasi arteri kontraindikasi relatif pada area yang mudah terjadi
infeksi, seperti area kulit yang lembab, mudah berkeringat, atau pada area yang
1) Definisi
Tekanan vena sentral merupakan tekanan pada vena besar thorak yang
tekanan darah di atrium kanan atau vena kava. Pada umumnya jika venous return
turun, CVP turun, dan jika venous return naik, CVP meningkat
atrium kanan (RA) dan tekanan end diastolic ventrikel kanan. Pada pasien
dengan susunan jantung dan paru normal, CVP juga berhubungan dengan
(pengisisan) diastolik akhir ventrikel kanan. Setelah ventrikel kanan terisi, maka
dengan bilik jantung. Apabila tekanan akhir diastolik sama dengan yang terjadi
10
- Menentukan fungsi ventrikel kiri,pada orang-orang yang tidak menderita
tekanan pada vena besar thorak ini berhubungan dengan volume venous return.
seperti KCL lebih dari 40 mEq/L melalui vena perifer dapat menyebabkan iritasi
vena, nyeri, dan phlebitis. Hal ini disebabkan kecepatan aliran vena perifer relatif
lambat dan sebagai akibatnya penundaan pengenceran cairan IV. Akan tetapi,
aliran darah pada vena besar cepat dan mengencerkan segera cairan IV masuk ke
sementara.
infeksi pada tempat insersi, renal cell tumor yang menyebar ke atrium kanan, atau
1) Definisi
11
2) Indikasi pemasangan kateter arteri pulmonal
- Pasien dalam resiko tinggi: EF rendah, gagal jantung akut, hipertensi pulmonal
3) Kontraindikasi
a. Definisi
syok yang disebabkan oleh kehilangan cairan intravascular yang umumnya berupa darah
atau plasma. Kehilangan darah oleh luka yang terbuka merupakan salah satu penyebab
yang umum, namun kehilangan darah yang tidak terlihat dapat ditemukan di abdominal,
plasma protein dapat diasosiasikan dengan penyakit seperti pankreasitis, peritonitis, luka
b. Epidemiologi
Menurut WHO cedera akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan terjadinya 5 juta
kematian di seluruh dunia. Angka kematian pada pasien trauma yang mengalami syok
hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap mencapai 6%.
Sedangkan angka kematian akibat trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah
12
c. Etiologi
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume plasma
di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik), trauma yang
dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat. Kasus-kasus syok
hipovolemik yang paling sering ditemukan disebabkan oleh perdarahan sehingga syok
hipovolemik dikenal juga dengan syok hemoragik. Perdarahan hebat dapat disebabkan
oleh berbagai trauma hebat pada organ-organ tubuh atau fraktur yang yang disertai
d. Patofisiologi
menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan
curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa
1. Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung
dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus
otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan
energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan oksigen dan nutrisi
tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi
kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean
13
arterial pressure/MAP) jatuh hingga 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun
2. Neuroendokrin
kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh
3. Kardiovaskular
Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel
dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah
jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup
4. Gastrointestinal
peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang
mati di dalam usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan
metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung.
5. Ginjal
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi
banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis
dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras
14
angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan
garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen
e. Manifestasi Klinis
o Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi
pernapasan.
o Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah
sekitar 10%
tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas
ringan Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang
15
o Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah
kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah
sistolik.
o Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk
menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine
yang keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan
pucat.
f. Penatalaksanaan
Ketika mendapati seseorang yang menunjukan gejala gejela hipovolemia maka yang
medis datang Berikan pertolongan pertama pada penderita hipovolemia, perlu digaris
bawahi bahwa penangan pertama yang tepat pada penderita hipovolemia sangat
dibutuhkan karena dapat menghindari kematian pada penderita. Berikut hal hal atau
1. Jangan memberi cairan apapun pada mulut penderita contoh memberi minum
3. Buat pasien merasa nyaman dan hangat, hal ini dilakulan agar mencegah hipotermia
pada pasien
16
4. Bila ditemukan adanya cedera pada kepala, leher atau punggung jangan memindahkan
posisinya
5. Apabila tampak adanya perdarahan eksternal maka segera lakukan penekanan pada
lokasi perdarahan dengan menggunakan kain atau handuk, hal ini dilakukan untuk
meminimalisir volume darah yang terbuang. Jika dirasa perlu kain atau handuk dapat
diikatkan
6. Jika ditemukan benda tajam masih menancap pada tubuh penderita jangan dicabut hal
7. Beri sanggaan pada kaki 45° atau setinggi 30 cm untuk meningkatkan peredaran darah.
Saat akan dipindahkan ke dalam ambulans usahakan posisi kaki tetap sama
8. Jika adanya cedera pada kepala atau leher saat akana dinaikan menuju ambulan berulah
Tindakan anestesi dengan menggunakan obat anestesi lokal yang disuntikkan ke dalam kanal
tulang belakang menggunakan jarum yang sangat kecil yaitu ruang subarachnoid. Pasien menjadi
benarbenar mati rasa dan tidak bisa bergerak dari sekitar bagian bawah menurun sampai ke jari
kaki. Tujuan dari anestesi ini adalah untuk memblokir transmisi sinyal saraf. Pasien tetap terjaga
untuk prosedur ini tetapi mereka seringkali juga mendapatkan sedasi untuk mengurangi
kecemasan pasien. Anestesi Subarachnoid hanya boleh dilakukan pada tempat dimana terdapat
peralatan resusitasi yang adekuat dan obat-obatan resusitasi dapat tersedia dengan cepat untuk
a. Pengertian
17
Diperkenalkan oleh August Bier (1898) pada praktis klinis, digunakan dengan luas untuk,
terutama operasi pada daerah bawah umbilicus. Yaitu tindakan anestesi dengan
menggunakan obat anestesi lokal yang disuntikkan ke ruang subarachnoid.
b. Indikasi
1. Pembedahan daerah lower abdomen.
2. Pembedahan daerah ekstremitas bawah.
3. Pembedahan daerah urogenitalia.
c. Kontra Indikasi :
Absolut :
1. Pasien menolak.
2. Syok.
3. Infeksi kulit didaerah injection.
Relatif :
1. Gangguan faal koagulasi.
2. Kelainan Tulang belakang.
3. Peningkatan TIK.
4. Pasien tidak kooperatif.
d. Persiapan
1. Siap pasien, yang sudah dilakukan seperti prosedur umum tindakan pasien yang akan
dilakukan tindakan subarachnoid blok atau spinal Anestesi : 1) Prosedur Evaluasi
Pasien pra anestesi untuk menentukan kelayakan. 2) Perencanaan teknik. 3) Informed
consent meliputi: penjelasan, teknik, risiko dan komplikasi. 4) Instruksi puasa
(elektif), premedikasi bila diperlukan.
2. Siap Alat, melengkapi peralatan, monitor pasien, obat-obat lokal Anestesi, obat-obat
antidote lokal Anestesi, obat emergency, sarana peralatan Anestesi regional, sarana
doek steril set regional Anestesi, serta mesin Anestesi.
e. Prosedur Tindakan :
18
a) Dilakukan prosedur premedikasi.
b) Memasang monitor.
c) Memasang infus line dan lancar.
d) Posisikan pasien duduk atau tidur miring.
e) Indentifikasi tempat insersi jarum spinal dan diberikan penanda.
f) Desinfeksi daerah insersi jarum spinal, serta memasangkan doek steril dengan prosedur
aseptik dan steril.
g) Insersi jarum spinal ditempat yang telah ditandai.
h) Pastikan LCS keluar.
i) Barbotage cairan LCS yang keluar.
j) Injeksikan lokal anestesi intratekal sesuai target dan dosis yang diinginkan.
k) Check level ketinggian block.
l) Maintenance dengan oksigen.
m) Melakukan segera penanganan komplikasi anestesi regional.
BAB III
19
LAPORAN KASUS
1. Identitas
Nama : Ny. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 37 Tahun
Berat Badan : 68 kg
Tinggi Badan : 155 cm
Alamat : JL Jambu no 11
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Diagnosa Pra Bedah : G6P5A0 gravid aterm inpartu kala I fase aktif + POPP +
Inersia Uteri + gagal induksi + Calon asektor kontap
Jenis pembedahan : Sectio caesarea transperitoneal profunda (SCTP) +
Tubektomi
Tanggal operasi : 07/06/2021
Jenis Anestesi : Spinal (Subarachnoid Block)
Anestesiologi : dr. Ajutor Donny Tandiarrang, Sp.An
Ahli Bedah : dr. Heryani, Sp.OG
A. S-O-A-P
1. Subjektif
Keluhan utama : Nyeri perut
keluhan nyeri pada perut yang dirasakan sejak 3 hari terakhir, nyeri hilang timbul dan
kadang nyeri dirasakan tembus belakang. Pelepasan lendir (-), darah (+), keluhan lain
seperti pusing (-), sakit kepala (-), nyeri dada (-), mual (-), muntah (+) kemarin dengan
frekuensi lebih dari 5 kali. Buang air kecil lancar, buang air besar terakhir 2 hari yang
lalu.
20
- Riwayat penyakit hipertensi : tidak ada
- Riwayat alergi obat dan makanan : alergi ikan cakalang, gatal terasa pada
2. Objektif
21
Pemeriksaan Fisik : (B1-B6)
B1 (Breath) : Airway :
Penggunaan otot bantu pernapasan (-), Pernapasan cuping hidung (-). Leher pendek
- RR : 20 x/menit
B2 (Blood) :
- TD : 120/80 mmHg
B3 (Brain) :
- GCS : GCS 15
- Mata : Mata cekung (-/-), Conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
22
- Mulut :Sianosis (-) bibir kering (+), pembesaran tonsil (-), skor
Mallampati 1
B5 (Bowel)
B6 (Bone)
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), ekstremitas : pergerakan terbatas (-/-), akral hangat,
pucat (-), edema (-), turgor <2 detik, CRT <2 detik
Pemeriksaan penunjang
23
Hasil Laboratorium Seroimmunologi
Hasil Rujukan
HbsAg Non-reaktif Non-reaktif
HIV Non-reaktif Non-reaktif
SARS CoV-2 Antibody Non reaktif Non reaktif
3. Assesment
- Status fisik ASA PS kelas 2
- Rencana anestesi : Spinal (Subarachnoid Block)
- Diagnosis pra-bedah : G6P5A0 gravid aterm inpartu kala I fase aktif + POPP +
Inersia Uteri + gagal induksi + Calon asektor kontap
4. Plan
- Jenis anestesi : Anestesi Regional
- Teknik anestesi : Anestesi Spinal (Subarachnoid Block)
- Jenis pembedahan : SCTP + Tubektomi
5. Persiapan Anestesi
a. Di ruangan
1) Surat persetujuan operasi (√), surat persetujuan anestesi (√)
2) Puasa (+) 8 jam pre operasi
3) Tidak menggunakan make up dan sejenisnya pada saat ke kamar operasi
4) IVFD (Intravenous Fluid Drop) 20 tetes/menit
24
2) Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya
3) Alat-alat resusitasi (STATICS)
4) Obat-obat anestesia yang diperlukan
5) Obat-obat resusitasi, misalnya; adrenalin, atropine, aminofilin, natrium bikarbonat
dan lain-lainnya.
6) Tiang infus, plaster dan lain-lainnya.
7) Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh, dan EKG dipasang.
8) Alat-alat pantau yang lain dipasang sesuai dengan indikasi, misalnya; “Pulse
Oxymeter”
9) Kartu catatan medis anestesia.
25
b) Memasang monitor
c) Memasang infus line dan lancarkan
d) Posisikan pasien duduk atau tidur miring
e) Indentifikasi tempat insersi jarum spinal dan diberikan penanda
f) Desinfeksi daerah insersi jarum spinal, serta memasangkan doek steril dengan prosedur
aseptik dan steril
g) Insersi jarum spinal ditempat yang telah ditandai.
h) Pastikan LCS keluar
i) Barbotage cairan LCS yang keluar.
j) Injeksikan lokal anestesi intratekal sesuai target dan dosis yang diinginkan (Bupivacain 5
mg dan fentanyl 25 mcg)
k) Check level ketinggian block
7. INTRA-OPERASI :
Lama anestesi : 11.15 – 12.55 (100 menit)
Lama operasi : 11.25 – 12.45 (80 menit)
Anestesiologi : dr. Ajutor Donny Tandiarang, Sp.An
Ahli Bedah : dr. Heryani, Sp.OG
Posisi : Supine
Infus : 1 line
Induksi anestesi :
Bupivacain 5 mg
Fentanyl 25 mcg
Lampiran Monitoring Tindakan Operasi :
Jam Tindakan Tekanan Darah Nadi
26
(mmHg) (x/menit)
11.08 Pasien masuk ke kamar 120/64 70
operasi, dan dipindahkan ke
meja operasi
Pemasangan monitoring
tekanan darah, nadi, saturasi O2
Infus RL terpasang pada
tangan kanan
11.13 O2 2 L/menit via nasal kanul 120/64 70
11.15 Induksi Bupivacain 5 mg 110/60 70
Injeksi Fentanyl 25 mcg
11.25 Operasi dimulai 90/55 62
Injeksi Efedrin 10 ml
11.30 Bayi lahir 120/70 79
Injeksi Oksitosin 20 iu
Ganti infus dengan gelofusin
500 cc
11.32 Tekanan darah dan nadi turun 98/55 66
Injeksi Efedrin 10 ml
11.35 Tekanan darah dan nadi 112/80 68
kembali naik
Injeksi methylergotamin 0,2
mg
Injeksi Ondacentrone 4 mg
11.40 Tekanan darah dan nadi turun 70/40 50
Injeksi efedrin 10 ml
11.42 Injeksi efedrin 10 ml 80/50 60
11.45 Ganti cairan infus dengan Nacl 138/79 70
0,9% 500 cc
Injeksi asam traneksamat 500
mg
11.50 Tekanan darah menurun 90/60 108
sementara denyut nadi
27
meningkat
Perdarahan 2.400 ml
Urine 150 ml
Injeksi efedrin 10 ml
11.55 Injeksi efedrin 10 ml 86/46 78
12.00 Tekanan darah kembali naik 120/70 60
12.10 Injeksi efedrin 10 ml 96/52 78
12.25 Ganti cairan infus dengan 135/80 93
transfusi darah 350 ml
12.35 Injeksi ketorolac 30 mg 126/80 92
12.45 Operasi selesai 120/80 73
12.55 Anestesi selesai 128/82 92
Pasien dipindahkan ke ruangan
RR
8. POST-OPERASI
Pasien dipindahkan ke ruang RR
Terapi maintenance : O2 2-4 L/menit, Infus RL 1000 cc, darah 350 cc
Dilakukan observasi TTV dan penilaian
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan kasus diatas, pasien dilakukan tindakan berupa operasi SCTP dan
Tubektomi. Sebelum dilakukannya tindakan operasi, dilakukan pemeriksaan pre-op yang
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan status fisik
ASA dan risiko operasi serta dilakukan rencana jenis anestesi yang akan dilakukan, yaitu
28
General Anastesi Intubasi. American Society of Anestesiology (ASA) membuat Physical Status
(PS) anestesi menjadi 6 kelas yaitu :
Klassifikasi Definisi
Dewasa Anak
ASA
ASA I Pasien sehat yang Sehat, tidak merokok,
Sehat (tidak ada penyakit
normal tidak/atau penggunaan
akut atau kronis), BMI
alcohol yang minimal
normal persentil untuk
usia
ASA II Pasien dengan Hanya Penyakit ringan Penyakit jantung bawaan
Penyakit sistemik tanpa batasan substantif asimptomatik, disritmia
yang ringan fungsional.perokok, sosial yang terkontrol dengan
peminum alkohol, baik, asma tanpa
kehamilan, obesitas (30 eksaserbasi, epilepsi yang
<BMI <40), terkontrol terkontrol dengan baik,
dengan baik DM / HTN, non insulin diabetes
penyakit paru-paru yang mellitus, BMI abnormal
ringan persentil untuk usia, OSA
ringan/sedang, status
onkologis dalam remisi,
autisme dengan
keterbatasan ringan
ASA III Pasien dengan Batasan fungsional yang Kelainan jantung
Penyakit sistemik substansial; Satu atau kongenital stabil yang
yang berat lebih penyakit sedang tidak terkoreksi, asma
hingga berat. DM atau dengan eksaserbasi,
HTN yang tidak epilepsi yang tidak
terkontrol, COPD, terkontrol, diabetes
obesitas morbiditas (BMI mellitus yang tergantung
≥40), hepatitis aktif, insulin, obesitas morbid,
ketergantungan atau malnutrisi, OSA berat,
penyalahgunaan alkohol, status onkologis, gagal
29
alat pacu jantung implan, ginjal, distrofi otot,
pengurangan fraksi ejeksi fibrosis kistik, riwayat
sedang, ESRD yang transplantasi organ,
menjalani dialisis malformasi otak / sumsum
terjadwal secara teratur, tulang belakang,
riwayat IM, CVA (> 3 hidrosefalus simptomatik,
bulan), TIA, atau CAD / PCA bayi prematur <60
stent. minggu, autisme dengan
keterbatasan berat,
penyakit metabolik,
kesulitan jalan napas,
penggunaan nutrisi
parenteral jangka panjang.
Bayi cukup bulan usia <6
minggu.
ASA IV Seorang pasien MI, CVA, TIA atau Kelainan jantung
dengan penyakit CAD / stent terkini (<3 kongenital yang bergejala,
sistemik berat yang bulan), iskemia jantung gagal jantung kongestif,
merupakan ancaman yang sedang berlangsung gejala sisa prematuritas
seumur hidup atau disfungsi katup yang aktif,ensefalopati
parah, pengurangan fraksi hipoksia-iskemik akut,
ejeksi yang berat, syok, syok, sepsis, koagulasi
sepsis, DIC, ISPA atau intravaskular diseminata,
ESRD yang tidak defibrilator kardioverter
menjalani dialisis implan otomatis,
terjadwal secara teratur ketergantungan ventilator,
endokrinopati, trauma
berat, gangguan
pernapasan berat, keadaan
onkologis lanjut.
ASA V Seorang pasien yang Aneurisma abdomen/ Trauma masif, perdarahan
sekarat atau keadaan toraks yang pecah, trauma intrakranial dengan efek
30
berat dan masif, perdarahan massa, pasien yang
diperkirakan tidak intrakranial dengan efek membutuhkan ECMO,
akan selamat tanpa massa, iskemik usus saat gagal atau henti
operasi menghadapi kelainan pernapasan, hipertensi
jantung yang signifikan maligna, gagal jantung
atau disfungsi multi organ kongestif /dekompensasi,
/ sistem ensefalopati hepatik,
iskemik usus atau
disfungsi multi organ /
sistem.
ASA VI Seorang pasien yang
terkonfirmasi
mengalami kematian
organnya akan
donor
Berdasarkan hasil pra operratif tersebut, maka dapat disimpulkan status pasien pra anestesi
menurut American Society of Anesthesiologist (ASA) pada pasien dikatakan ASA PS kelas II
karena pasien ini termasuk kategori penyakit sistemik yang ringan (kehamilan).
Pada pasien ini akan dilakukan operasi secsio secarea dengan menggunakan anestesi spinal.
Anestesi spinal adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke
dalam cairan serebrospinal, di dalam ruang subarakhnoid. Anestesi spinal juga disebut sebagai
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka
jarum suntik akan menembus kutis → subkutis → ligamentum supraspinosum → ligamentum
interspinosum → ligamentum flavum → ruang epidural → duramater → ruang subarachnoid. 2
31
Gambar 1. Lokasi penusukan jarum pada anestesi spinal. 2
Sebelum melakukan anastesi spinal terlebih dahulu harus mengatur posisi pasien. Posisi
duduk atau posisi tidur lateral decubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang
paling sering dikerjakan. Berikut langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:
Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi termudah untuk
tindakan pungsi lumbal. Pasien duduk di tepi meja operasi dengan kaki pada kursi, bersandar ke
depan dengan tangan menyilang di depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur berbaring
dengan salah satu sisi tubuh berada dimeja operasi. Pengaturan kedudukan pasien harus
dilakukan secara cermat dengan tulang belakang penderita dilengkungkan guna memperlebar
celah di antara tulang belakang. Posisi permukaan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di
daerah antara vertebra lumbalis (interlumbal). Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit
daerah punggung pasien. Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada setinggi
L2-L3 atau L3-L4 pada bidang medial dengan sudut 10 o-30o terhadap bidang horizontal ke arah
cranial. Jarum lumbal akan menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum,
ligamentum flavum, lapisan duramater, dan lapisan subaraknoid. Cabut stilet lalu cairan
cerebrospinal akan menetes keluar. Suntikkan obat anestetik lokal yang telah disiapkan ke dalam
ruang subaraknoid.6,7
32
Komplikasi dari anestesi spinal dapat diklasifikasikan sebagai komplikasi mayor atau minor.
Komplikasi minor yang terbatas, perubahan psikologis pasien. Komplikasi minor terdiri atas
hipotensi arteri (blok otonom), mual dan muntah, sakit kepala setelah pungsi lumbal, dan nyeri
punggung. Komplikasi mayor termasuk cedera saraf terbatas, meningitis, sindrom cauda equine,
Pada kasus ini dilakukan pembedahan jenis Sectio Saecaria, pada saat operasi berlangsung,
pasien telah kehilangan darah ±2400 cc menurut perhitungan, perdarahan yang lebih dari 20%
EBV harus dilakukan transfusi darah. Pada kasus ini diberikan penggantian cairan dengan darah
karena perkiraan perdarahan sekitar 2400 cc, dimana EBV nya adalah 4.420 cc, jumlah
Premedikasi merupakan pemberian obat sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, pemeliharaan dan pemulihan anesthesia, pada pasien ini diberikan
Pada pasien ini diberikan deksametason 10 mg sebagai obat premedikasi golongan sintetis
kelas glukokortikoid golongan obat steroid yang memiliki efek anti-inflamasi dan
imunosupresan. Onset deksametason segera berlangsung dengan durasi yang pendek. Waktu
onset deksametason yang cepat yang mencapai efek puncak pada 30-60 menit dengan durasi 1-3
hari. Deksametason digunakan untuk mengobati berbagai kondisi inflamasi dan autoimun,
seperti rheumatoid arthritis dan bronkospasme. Salah satu efek dari deksametason adalah
Pada pasien ini diberikan ondansetron 4 mg sebagai obat premedikasi yang merupakan obat
selektif terhadap reseptor antagonis 5-Hidroksi-Triptamin (5-HT3) di otak dan mungkin juga
33
pada aferen vagal saluran cerna. Di mana selektif dan kompetitif untuk mencegah mual dan
muntah setelah operasi dan radioterapi. Ondansetron memblok reseptor di gastrointestinal dan
area postrema di CNS, Pada intravena diberikan dosis tunggal ondansetron 0,1 mg/BB sebelum
operasi atau bersamaan dengan induksi, Efek ondansetron terhadap kardiovaskuler sampai batas
3 mg/kgBB masih aman, clearance ondansetron pada wanita dan orang tua lebih lambat dan
melalui ginjal dan waktu paruh 3,5-5,5 jam. Mula kerja kurang dari 30 menit, lama aksi 6-12
jam.7
Pada Pasien ini diberikan fentanyl 25 mcg digunakan sebagai pereda nyeri untuk meredakan
rasa sakit yang hebat. Obat ini juga digunakan sebagai salah satu obat bius ketika pasien akan
menjalani operasi. Fentanyl bekerja dengan mengubah respon otak dan sistem saraf pusat
terhadap rasa sakit. Obat ini mempunyai mula kerja yang cepat (5–10 menit) dengan durasi kerja
singkat, sehingga untuk dapat mempertahankan efek analgesia lebih baik apabila diberikan
secara kontinu. Penambahan fentanil ke dalam obat anestesi lokal konsentrasi rendah akan
Pada pemberian intravena, mula kerja 30 detik dan mencapai puncak dalam waktu 5 menit,
kemudian menurun dengan cepat dalam waktu 5 menit pertama dimana kadarnya berkurang
sampai 20%, selanjutnya relative menurun dengan lambat selama 10 sampai 20 menit.
Pemberian fentanyl 100 μg secara intravena sebagai dosis untuk menimbulkan surgical
anesthesia.
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya stadium pembedahan
yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau
34
memperdalam stadium anestesi setelah induksi. Induksi pada pasien ini dilakukan dengan teknik
anestesi lokal yaitu Subarachoid block menggunakan bupivacain 5 mg dengan fentanyl 25 mg.
Metode yang paling umum digunakan untuk memperkirakan kehilangan darah adalah
pengukuran darah dalam wadah hisap/suction dan secara visual memperkirakan darah pada
spons atau lap yang terendam darah. Untuk 1 spon ukuran 4x4 cm dapat menyerap darah 10 cc
sedangkan untuk lap dapat menyerap 100-150 cc darah. Pengukuran tersebut menjadi lebih
akurat jika spons atau lap tersebut ditimbang sebelum dan sesudah terendam oleh darah.
ampul iv. Asam traneksamat merupakan obat anti-fibrinolitik yang mampu menghambat
plasminogen, maka obat ini mampu mencegah dan mengurangi pendarahan. Dengan demikian,
Asam Traneksamat digunakan untuk membantu mencegah dan menghentikan pendarahan pasca
operasi.
Pada pasien ini terjadi perdarahan intra operasi sebanyak ±2499 mL dan dilakukan transfusi
darah sebanyak 4350cc. Saat operasi sempat terjadi hipotensi disertai dengan terjadi takikardi
Penurunan hebat volume plasma intravaskuler merupakan faktor utama yang menyebabkan
terjadinya syok. Dengan terjadinya penurunan hebat volume intravaskuler apakah akibat
perdarahan atau dehidrasi atau sebab lain maka darah yang balik ke jantung (venous return) juga
berkurang dengan hebat, sehingga curah jantungpun menurun. Pada akhirnya ambilan oksigen di
paru juga menurun dan asupan oksigen ke jaringan atau sel (perfusi) juga tidak dapat dipenuhi.
35
Gangguan pada pembuluh darah dapat terjadi pada berbagai tempat, baik arteri (afterload), vena
(preload), kapiler dan venula. Penurunan hebat tahanan vaskuler arteri atau arteriol akan
sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi sangat rendah yang akhirnya juga menyebabkan
tidak terpenuhinya perfusi jaringan. Berikut ini merupakan klasifikasi derajat perdarahan yang
(ml)
(%BV)
meningkat
Pendekatan yang digunakan untuk memperkirakan volume cairan total adalah sebagai
berikut:
36
Memperkirakan jumlah volume darah normal. Caranya adalah dengan menghitung berat
badan dikali 75 ml (laki-laki) atau 65 ml (perempuan).
Memperkirakan jumlah darah yang keluar. Kelas I bila kehilangan darah < 15% volume
darah, kelas II bila kehilangan darah 15-30% volume darah, kelas III bila kehilangan
darah 30-40% dan kelas IV bila kehilangan darah lebih dari 40% volume darah.
Menghitung defisit volume dengan mengkalikan volume darah normal dikali %
kehilangan darah
Menghitung jumlah cairan untuk masing-masing jenis cairan yang dibutuhkan
Pada pasien ini diberikan cairan melalui IV untuk menggantikan kehilangan cairan
karena pembedahan dan untuk memenuhi kebutuhan harian normal pasien. digunakan dua jenis
cairan: kristaloid dan koloid
a. kristaloid
kristaloid merupakan larutan kristalin pada dalam air. Larutannya dapat digolongkan
menjadi dua kelompok, yaitu yang mengandung elektrolit dengan komposisi yang sama
dengan plasma, mempunyai osmolalitas serupa dengan plasma (isotonik) dan larutan
yang mengandung lebih sedikit atau tidak mengandung elektrolit (hipotonik) tetapi
mengandung glukosa untuk memastikan bahwa larutan memiliki osmolalitas yang sama
dengan plasma. Cairan ini diredistribusi di berbagai kompartemen cairan tubuh. Contoh
larutan ini adalah NaCl 0.9% dan RL. Pada pasien ini diberikan RL yang digunakan
sebagai cairan dalam periode preoperatif dan lini pertama resusitasi cairan emergensi.
Total cairan kristaloid yang masuk pada pasien ±1000-1500 ml.
b. koloid
Koloid merupakan suspensi partikel berberat molekul tinggi. yang paling umum
diturunkan dari gelatin (Haemaccel®, Gelofusine®, protein (albumin), atau starch (HAES-
steril®). Koloid terutama meningkatkan volume intravaskular dan mula-mula dapat
diberikan dengan volume yang setara dengan perkiraan cairan yang hilang untuk
mempertahankan volume sirkulasi. Pada pasien ini diberikan Gelafusin 5000 ml.
c. darah
Pada pasien ini sesuai dengan derajat kehilangan darahnya yaitu kelas 4 dengan
kehillangan darah 2400 cc (kehilangan darah >40%), maka dapat diberikan cairan
pengganti kristaloid dan koloid serta transfusi darah.
37
Atau pada pasien ini:
1. EBV : 65ml/kgBB = 65ml x 68 kg = 4420
2. EBL : 54 % kelas 4 (>40%)
3. Kalkulasi defisit volume (VD):
EBV x EBL
4420 x 54% = 2.400 cc
Pada pasien diberikan obat emergency yaitu ephedrine dengan total dosis 70 mg, efedrin
merupakan agonis kuat baik α maupun β adrenoreseptor dan berperan sebagai agen
simpatomimetik, yang bekerja secara tidak langsung melalui stimulasi pelepasan norepinefrin
pada medula adrenalis ginjal. kerja utama efedrin melalui pelepasan katekolamin, selain itu
sebagian bekerja langsung terhadap adrenoreseptor. Kerjanya nonselektif dan meniru efek
epinefrin. Karena obat ini mampu masuk ke dalam sistem saraf pusat , maka dapat menimbulkan
perasaan terpacu yang tidak ditemukan pada katekolamin. Perbedaannya ialah bahwa efedrin
efektif pada pemberian oral, masa kerjanya lebih panjang, efek sentralnya lebih kuat, tetapi
diperlukan dosis yang jauh lebih besar daripada dosis epinefrin, Terjadi vasokonstriksi melalui
ikatan dengan α adrenoreseptor dan terjadi vasodilatasi melalui ikatan dengan β adrenoreseptor.
Pembuluh darah kulit dan dan daerah splanknikus didominasi oleh reseptor alfa dan berkontraksi
bila ada epinefrin atau norepinefrin begitu juga dengan obat simpatomimetik. Pembuluh darah
otot rangka akan berkonstriksi atau berdilatasi tergantung reseptor alfa atau beta yang diaktifkan.
Oleh karena itu efek keseluruhan suatu obat simpatomimetik terhadap pembuluh darah
tergantung pada aktivitas relatif dari obat tersebut pada reseptor alfa atau beta dan letak anatomi
pembuluh darah itu sendiri.Injeksi efedrin menyebabkan peningkatan tekanan darah secara
38
Penambahan obat medikasi tambahan berupa pemberian analgetik digunakan Ketorolac
Ketorolac merupakan nonsteroid anti inflamasi (AINS) yang bekerja menghambat sintesis
Beberapa saat setelah pasien dikeluarkan dari ruang operasi, didapatkan pada pemeriksaan
fisik tekanan darah Pada pasien TD: 128/80 mmHg. nadi: 90x/menit, dengan lama anestesi 11.15
– 12.55 (100 menit) dan lama operasi 11.25 – 12.45 (80 menit).
39
BAB IV
PENUTUP
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan beberapa
disimpulkan status pasien pra anestesi. American Society of Anesthesiologist (ASA) pada
pasien dikatakan ASA PS kelas 2 karena sesuai dengan teori pasien termasuk dalam pasien
2) Pada pasien ini akan dilakukan operasi secsio secarea dengan menggunakan anestesi spinal.
Anestesi spinal adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke
dalam cairan serebrospinal, di dalam ruang subarakhnoid. Anestesi spinal juga disebut
sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Untuk mencapai cairan
duramater → ruang subarachnoid. Sesuai dengan indikasi anestesi pada pasien ini yaitu
40
DAFTAR PUSTAKA
Patient.
[http://www.aci.health.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0006/195171/Hypov
olaemicShock_FullReport.pdf]
6. Wijaya, IP. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed VI. Interna
Publishing. Jakarta.
7. Satoto H., 2015. Pengaruh Anestesi Sevofluran and Enfluran Terhadap Klirens
41
8. Wirjoatmodjo, Karjadi Anestesiologi dan Reanimasi Modul dasar untuk pendidikan
10. Andi Ade Wijaya, Rama Garditya, Arif HM. Jurnal Anestesi Perioperatif JAP. 2015
12. Susianto, O., 2014. Pengaruh Pretreatment Fentanil 1µg/kgBB Terhadap Iritasi
Jalan Napas Pada Induksi Inhalasi Isoflurane. Karya Akhir. Semarang: Universitas
Diponegoro.
42