Anda di halaman 1dari 32

Journal Reading

THE MEDICAL TREATMENT OF CARDIOGENIC SHOCK

Oleh
Sukma Dwipayana Sarwodi
1810312012

Preseptor : dr. Yose Wizano, Sp.An-Ti. Subs AKV (K)

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil'alamin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah


Subhanahu wa ta’ala atas karunia-Nya yang telah melimpahkan ilmu, akal, dan
pikiran, dan waktu, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Journal
Reading dengan judul The Medical Treatment Of Cardiogenic Shock. Makalah ini
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tahap kepaniteraan klinik
Departemen Anestesiologi Dan Terapi Intensif di Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yose Wizano, Sp.An-
TI.Subsp.AKV(K) sebagai preseptor yang telah membimbing penulis dalam
penulisan makalah ini. Tentunya penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Padang, 10 Januari 2024

Penulis

2
Penatalaksanaan Syok Kardiogenik

Mickael Lescroart 1,2,3, Benjamin Pequignot 1,2,3, Dany Janah 1,2,3, Bruno Levy
1,2,3,∗

1 Service de Médecine Intensive et Réanimation Brabois, CHRU Nancy,


Pôle Cardio-Médico-Chirurgical, Vandoeuvre-les-Nancy 54511, France
2 INSERM U1116, Faculté de Médecine, Vandoeuvre-les-Nancy 54511,
France
3 Université de Lorraine, Vandoeuvre-les-Nancy 54000, France

Abstrak

Syok kardiogenik merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia.


Presentasi dan manajemen syok kardiogenik telah banyak digambarkan dalam studi
epidemiologi. Penatalaksanaan yang baik, terapi perangkat mekanis kronis,
transplantasi dan Extracorporeal Life Support (ECLS) merupakan jembatan
menuju pemulihan. Penelitian terkini telah mengubah lanskap syok kardiogenik.
Analisis kali ini bertujuan untuk meninjau penatalaksanaan syok kardiogenik
terkini berdasarkan literatur terbaru, termasuk hubungan antara eksitasi-kontraksi
dan fisiologi spesifik pada hemodinamik. Inotropisme, penggunaan vasopresor, dan
imunomodulasi dibahas karena studi pra-klinis dan klinis berfokus pada pilihan
terapi baru untuk meningkatkan hasil pasien. Kondisi tertentu yang mendasari syok
kardiogenik, seperti hipertrofik dan Takotsubo cardiomyopathy memerlukan
penanganan khusus yang akan dibahas dalam ulasan ini.

Kata kunci : Syok kardiogenik, Etiologi, Epidemiologi, Tatalaksana, Monitor

3
Latar Belakang

Syok kardiogenik adalah masalah utama di seluruh dunia yang terjadi pada
5-7% pasien yang mengalami infark miokard akut, dengan insidensi yang
meningkat seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup.1 Syok kardiogenik
biasanya didefinisikan sebagai keadaan hipoperfusi organ terkait dengan curah
jantung yang rendah dengan tekanan pengisian normal maupun meningkat.2
Prognosis syok kardiogenik buruk sedangkan prognosis gagal jantung kronis telah
membaik selama beberapa dekade terakhir.3,4
Manajemen syok kardiogenik bergantung pada agen inotropik dan
penggunaan vasopressor untuk mengembalikan oxygen delivery dan
mempertahankan kopling ventrikel-arteri yang normal.4 Ketika terapi medis tidak
efektif, ECLS harus dilakukan diusulkan sebagai terapi penyelamatan untuk
menjembatani pemulihan, transplantasi, atau dukungan mekanis kronis. Studi pra-
klinis dan uji klinis baru-baru ini menilai terapi tambahan untuk meningkatkan hasil
pada pasien yang sakit kritis dengan syok kardiogenik. Pembahasan ini bertujuan
untuk meninjau penatalaksanaan syok kardiogenik berdasarkan literatur terbaru.

Prinsip dasar hemodinamik

Pemahaman yang lebih baik tentang hubungan eksitasi-kontraksi telah


memberikan wawasan baru untuk pengembangan pengobatan untuk inotropi.5
Secara singkat, setiap potensial aksi mendorong masuknya kalsium ke dalam
miosit jantung melalui saluran ion Kalsium tipe-L (Ca2+) dan memicu pelepasan
Ca2+ lebih besar dari retikulum sarkoplasma (SR). Troponin C pengikat kalsium
memfasilitasi interaksi aktin-miosin dan kontraksi kardiomiosit. Setelah itu,
Ca2+berdifusi menjauh dari troponin C, memulai relaksasi diastolik.
Ca2+dilepaskan dari SR ditangkap kembali oleh SR Ca2+ATPase, sedangkan
jumlah Ca2+ yang memasuki sel melalui LTCCs diekspor oleh ion Natrium (Na+)/
Ka2+-changer (NCX). Stimulasi dari Reseptor 1-adrenergik ( 1-ARs)
menyebabkan penggandengan ke protein G (GS), aktivasi adenilil siklase (AC),
dan produksi cAMP. Intraseluler cAMP mengaktifkan LTCCS, meningkatkan

4
pelepasan Ca2+ oleh SR setelah mengikat reseptor ryanodine spesifik (RyRs), dan
menurunkan afinitas kalsium troponin yang mendorong efek inotropik dan
lusitropik positif. Selama HF, ekspresi SERCA menurun, pelepasan Ca2+
terganggu, dan Na meningkat, membuka jalan bagi kegagalan mekanisme
kompensasi yang mendasarinya (yaitu, hubungan frekuensi gaya positif dan efek
Starling). Mekanisme kopling eksitasi-kontraksi diilustrasikan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan eksitasi-kontraksi


Abad ke-21 juga memberikan peningkatan yang signifikan dalam
penerapan hemodinamik. Guyton pertama kali menyatakan pada tahun 1950an
bahwa curah jantung bergantung pada keluaran aliran balik vena sistemik, tekanan
atrium kanan, dan tekanan sistemik rata-rata tentu (yaitu, tekanan sisa dalam sirkuit
pada aliran nol).6 Pada tahun 1990-an, Sunagawa dkk mengembangkan konsep
kopling ventrikel-arteri antara ventrikel kiri dan cabang arteri, yang masing masing
ditentukan oleh sifat elastisnya sendiri.7 Rasio sistolik/ elastansi arteri (Ees/Ea) (Ees
untuk ventrikel kiri dan Ea untuk pohon arteri) menunjukkan penggabungan
optimal untuk Ea = Ees/2. Dalam model ini, inotropisme yang lebih rendah diwakili
oleh Ees yang lebih rendah, dan adaptasinya adalah dilatasi ventrikel kiri (LV),
sehingga mengoptimalkan kontraksi kardiomiosit menurut hukum Starling
(sebagai akibat dari peningkatan sensitivitas troponin C terhadap kalsium) dan efek
Anrep (disebabkan oleh peningkatan tertunda kumpulan kalsium intraseluler). Efek

5
Windkessel mengubah aliran pulsatil yang dihasilkan oleh pompa tangan air
menjadi aliran kontinu. Model ini sebagian menjelaskan sifat pohon aorta untuk
melepaskan, selama diastol, energi tekanan yang terakumulasi di dindingnya
selama fase ejeksi ventrikel sebelumnya, sehingga sebagian mengurangi tekanan
nadi yang dihasilkan di akar aorta oleh ejeksi ventrikel sebelumnya.8
Ketika semua mekanisme adaptif ini kewalahan, pasien dapat mengalami
syok kardiogenik. Aktivasi simpatis menggeser darah dari sirkulasi splanknikus
yang tidak tertekan ke pembuluh darah berkapasitas rendah, dengan hipoperfusi
sistemik jangka panjang yang menyebabkan kerusakan organ, peradangan, dan
vasoplegia.9 Memulihkan tonus pembuluh darah dengan norepinefrin (tidak hanya
berfokus pada sindrom curah jantung rendah) meningkatkan kelangsungan hidup
pada syok kardiogenik iskemik.

Epidemiologi dan Definisi CS

Syok kardiogenik mencakup populasi pasien yang heterogen. Definisi yang


berkembang selama beberapa dekade terakhir digambarkan dalam Tabel 1. Secara
singkat, syok kardiogenik dipertimbangkan ketika terjadi kerusakan organ akibat
curah jantung rendah. Studi European Card Shock dan American Registry
melaporkan angka kematian serupa di rumah sakit, berkisar antara 31% hingga
39%.10,11 Meskipun pedoman internasional menganjurkan terapi ganda inotropik
dan vasopresor pada syok kardiogenik, heterogenitas substansial ditemukan dalam
survei dengan penggunaan norepinefrin yang bervariasi dari 53% pada penelitian
FRENSHOCK hingga 92% dan 85% pada penelitian di Amerika dan Eropa.12
Upaya terbaru yang dilakukan oleh Society for Cardiovaskular Angiography and
Interventions (SCAI) telah diarahkan pada definisi syok kardiogenik yang lebih
seragam dengan skema klasifikasi yang mirip dengan klasifikasi INTER-MACS
HF.13 Berdasarkan definisi baru ini, terdapat lima kategori, at-risk, pre-syok hingga
syok kardiogenik ekstrem yang diberi label A–E. Terapi medis tetap penting untuk
meningkatkan penyaluran oksigen jaringan dan pemulihan miokard.

6
Tabel 1. Definisi dari syok kardiogenik atas penelitian
Penelitian Definisi
SHOCK Trial, 199914 Kriteria klinis: TDS <90 mmHg dan
hipoperfusi organ DAN Kriteria hemodinamik:
CI <2,2 L/menit/m2 DAN PCWP ≥15 mmHg
IABP SHOCK II, 201215 SBP <90 mm Hg atau katekolamin DAN
Kongesti paru secara klinis DAN Gangguan
perfusi organ.
CARDSHOCK, 201510 Penyebab jantung akut DAN SBP
berkelanjutan <90 mmHg atau katekolamin +
tanda hipoperfusi (laktat >2,0 mmol/L atau
oliguria atau bintik kulit)
FRENSHOCK, 202212 SBP <90 mmHg atau CI <2,0 L/mnt/m2 (TTE
atau kateterisasi kanan) DAN Peningkatan
tekanan jantung R/L ditentukan oleh
pemantauan klinis, radiologi, biologi (BNP),
TTE atau invasif DAN Hipoperfusi
klinis/biologis

Terapi Medis

Agen inotropik masih diperlukan untuk mengobati pasien dengan curah


jantung rendah dengan rekomendasi grade IIb-C untuk European Society of
Cardiology (ESC).16 Pengelolaan syok kardiogenik dirangkum dalam pernyataan
konsensus para ahli internasional yang diterbitkan pada tahun 2015. 2 Studi
epidemiologi yang disebutkan di atas menyoroti bahwa pengobatan medis syok
kardiogenik bergantung pada dobutamin dan norepinefrin di era saat ini. Tiga
katekolamin telah digunakan sampai saat ini: epinefrin, dobutamin, dan dopamin
yang mana menargetkan β-AR, α-ARs, dan reseptor D1-D2. Salah satu pendekatan
ketika mempertimbangkan manajemen medis adalah dengan mengklasifikasikan
obat berdasarkan efek inotropik dan vasoaktifnya. Terapi inotropik, inopresor, dan

7
inodilator dapat dipertimbangkan. Perlu dicatat bahwa inopresor gagal
meningkatkan hasil pada syok kardiogenik dalam praktik klinis kami sementara
inotropik dan inodilator masih dipertimbangkan.

Dobutamin, sebagai agen inotropik

Dobutamin adalah katekolamin sintetik yang berasal dari isoprosterenol,


dikembangkan untuk mengurangi efek samping kronotropik, aritmogenik, dan
vaskular.17 Afinitas dobutamin untuk β2- AR 10 kali lipat lebih rendah
dibandingkan untuk β1-ARs dan, khususnya, kemanjuran agonistiknya untuk β2-
ARs dan α1-ARs jauh lebih lemah dibandingkan untuk β1-ARs. Efek
kardiovaskular dobutamin telah dinilai dalam studi rentang dosis, yang
mengungkapkan tindakan inotropik dan lusitropik yang bergantung pada dosis.18
Meskipun dobutamin adalah agen inotropik yang paling sering digunakan, hanya
uji komparatif kecil yang mendukung penggunaannya dalam praktik klinis.
Pernyataan ahli baru-baru ini merekomendasikan menghindari dosis tinggi (>20
μg/kg/menit) karena hal ini berhubungan dengan takikardia berlebihan dan
peningkatan metabolisme (efek termogenik, peningkatan glikolisis), yang dapat
mengganggu keseimbangan oksigen. Pada akhirnya, dobutamin juga
meningkatkan fungsi mitokondria pada miokardium non-infark, meningkatkan
efisiensi penggunaan oksigen.19 Sebagai catatan, katekolamin mendorong
penurunan regulasi jantung β- ARs dan takifilaksis telah diamati sejak 3 hari
setelah paparan.20

Agen vasodilator inotropik dapat dipertimbangkan sebagai alternatif


pengganti dobutamin.

Levosimendan telah diusulkan selama beberapa dekade sebagai alternatif


dobutamin dalam pengobatan syok kardiogenik. Metabolit aktif OR 1896 (setelah
asetilasi di usus besar dan hati) menargetkan Ca2+-situs pengikatan di wilayah N-
terminal troponin C (cTNC), meningkatkan pemendekan miofilamen tanpa
mengganggu relaksasi diastolik atau meningkatkan konsumsi oksigen miokard

8
(MVO2).21 Dengan waktu paruh yang lebih lama mencapai 75–80 jam, OR 1896
dapat meningkatkan inotropisme selama 7–9 hari setelah infus.22 Levosimendan
mengurangi resistensi pembuluh darah perifer dengan menghambat saluran K+ di
otot polos pembuluh darah, menginduksi vasodilatasi arteri dan vena, dan
merupakan penghambat fosfodiesterase 3 (PDE3) yang kuat dan selektif.23
Inhibitor PDE (iPDE) meningkatkan kontraktilitas dengan meningkatkan [cAMP]
Di miokardium manusia, hanya iPDE3 yang meningkatkan kontraktilitas
sementara iPDE4 justru meningkatkan aritmia atrium. Pra-paparan β-adrenergik
memodulasi mekanisme inotropi: di bawah stimulasi β-adrenergik, levosimendan
adalah Ca2+- sensitizer di bawah β-blokade terapi, sebaliknya menghambat PDE3.
Dalam studi rentang dosis awal, levosimendan ditemukan meningkatkan
hemodinamik dan mengurangi pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)
hingga tingkat yang lebih besar dibandingkan dobutamin ketika dosis loading 6-
24 μg/kg/menit diikuti dengan dosis infus 0,05 –0,2 μg/kg/menit. Uji coba
RUSSLAN membahas keamanannya dan tidak menemukan perbedaan antara
levosimendan dengan plasebo untuk hipotensi atau iskemia miokard yang relevan
secara klinis24. Studi LIDO pertama kali membandingkan Ca2+-sensitizer terhadap
dobutamin dan menyarankan manfaat levosimendan dinilai berdasarkan kriteria
hari hidup dan di luar rumah sakit.25 Namun, hasil ini tidak direplikasi baik dalam
uji coba SURVIVE maupun REVIVE.26,27 Selain itu, tidak ada perbaikan pada
populasi target bedah jantung dalam studi CHEETAH atau LEVO-CTS.28,29
Levosimendan sampai saat ini masih menjadi obat yang diminati pada keracunan
B-blocker intoxication, kardiomiopati adrenergik, atau penghentian VA-ECMO.
iPDE3 juga mendorong vasodilatasi sistemik dan paru yang dapat mengurangi
afterload ventrikel kanan, meskipun ada kekhawatiran mengenai tekanan perfusi
organ akhir dan koroner. iPDE5 telah diusulkan untuk pengobatan gagal jantung
ventrikel kanan setelah terapi alat bantu LV atau setelah transplantasi jantung untuk
disfungsi cangkok primer ventrikel kanan, meskipun indikasinya masih kecil.30-23
Milrinone adalah turunan bipiridin yang disintesis setelah modifikasi kimia
amrinon, obat inotropik lainnya. Waktu paruh plasma rata-rata 100 menit dan
durasi kerja inotropiknya 60 menit. Delapan puluh persen obat dapat dikeluarkan
melalui urin setelah 24 jam. Studi rentang dosis menemukan bahwa dosis intravena

9
12,5 μg/kg efisien untuk meningkatkan CO sebesar 30% dan mengurangi PCWP
sebesar 20%, sementara hipotensi yang relevan secara klinis diamati pada
dosis.>75,0 g/kg.33 iPDE3 milrinone juga dinilai dalam uji klinis acak. Pada tahun
2021, uji coba DOREMI membandingkan milrinon dengan dobutamin (96 pasien
di setiap kelompok) pada syok kardiogenik dan tidak menunjukkan perbaikan
hasil.34 Sampai saat ini, milrinone masih sedikit digunakan oleh dokter, dengan
laporan FREN-SHOCK yang melaporkan hanya 1,8% pasien syok kardiogenik
yang pernah menggunakan milrinone. Menurut pedoman internasional mengenai
penatalaksanaan syok kardiogenik, milrinone dapat dipertimbangkan pada kasus
syok kardiogenik yang berhubungan dengan ventrikel kanan.2
Dopamin adalah katekolamin endogen yang memberikan efek tergantung
dosis pada sistem kardiovaskular melalui interaksinya dengan empat reseptor
berbeda: dopaminergik tipe 1 dan 2 dan adrenergik. a−1 dan b−1. Penggunaannya
tidak dianjurkan setelah ROSE-AHF.35dan DAD-HF.36 Uji coba tidak menemukan
manfaat klinis sementara De Backer et al melaporkan seringnya aritmia atrium
dan ventrikel dengan dopamin.37

Waktu untuk vasopresor di ICU jantung

Terapi vasopresor digunakan untuk meningkatkan perfusi jaringan pada 50-


90% pasien dengan syok kardiogenik.38 Syok kardiogenik tingkat lanjut dikaitkan
dengan resistensi pembuluh darah yang rendah karena aktivasi jalur inflamasi
dengan pasien sering memenuhi kriteria SIRS.39,40 Vasopresor digunakan untuk
mempertahankan tekanan arteri rata-rata (MAP)> 65 mmHg serta perfusi jaringan.
Namun, penggunaan pengobatan vasopresor di samping tempat tidur masih sulit
dilakukan karena peningkatan logis pada afterload LV dengan hambatan pada
ejeksi LV sebagai akibat dari penggunaannya.
Vasopresor bekerja pada miosit vaskular Reseptor 1-adrenergik
meningkatkan ketersediaan kalsium sitosol, sehingga terjadi vasokonstriksi dan
peningkatan resistensi pembuluh darah dan MAP.41 Norepinefrin adalah vasopresor
yang paling banyak digunakan pada syok kardiogenik.12 Efek hemodinamik
norepinefrin adalah vasokonstriksi dan peningkatan MAP, walaupun dengan

10
peningkatan denyut jantung yang lemah karena rendahnya efek b-adrenergik. Pada
kecepatan yang rendah, norepinefrin meningkatkan curah jantung dengan aksi b-
1 adrenergik.42 Epinefrin adalah a1 dan b1 agonis, yang mana memiliki stimulasi
lebih kuat dari norepinefrin. Pada dosis rendah, epinefrin meningkatkan curah
jantung karena sifatnya b1-adrenergik. Pada dosis tinggi, kerja vasokonstriksi
epinefrin dibatasi oleh aktivitas b2-adrenergik, dan menghasilkan efek paradoks
pada MAP. Telah dilaporkan bahwa pada pasien bebas dari apapun sebagai agen
penghambat, efek bersih dari penambahan epinefrin di atas norepinefrin pada MAP
pada dasarnya tidak berubah.43 Epinefrin meningkatkan konsumsi oksigen
jantung, sementara vasopresin merangsang aktivasi reseptor V1a, menghasilkan
vasokonstriksi.44 Salah satu efek menarik dari vasopresin adalah mengurangi
kebutuhan katekolamin pada pasien syok. Vasopresin digunakan dalam terapi
penyelamatan pada syok vasoplegik dan vasoplegia pasca kardiotomi, meskipun
belum ada uji klinis besar yang mempelajari efek vasopresin sebagai
vasokonstriktor pada syok kardiogenik.45 Fenilefrin adalah a1 agonis tanpa efek b-
adrenergik, yang tidak dianjurkan pada keadaan syok.16
Satu uji coba secara acak pada tahun 2010 membandingkan dopamin dan
norepinefrin sebagai terapi vasopresor lini pertama pada syok. Dari 1.679 pasien,
tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dalam hal angka
kematian pada 28 hari, namun terdapat lebih banyak kejadian aritmia pada pasien
yang diobati dengan dopamin dibandingkan pasien yang diobati dengan
norepinefrin. Analisis subkelompok menunjukkan bahwa dopamin dan
norepinefrin dikaitkan dengan peningkatan angka kematian pada 28 hari di antara
pasien dengan syok kardiogenik.37
Epinefrin atau norepinefrin-dobutamin lebih disukai untuk meningkatkan
kelangsungan hidup masih diperdebatkan dalam literatur. Pada tahun 2011, Levy
dkk membandingkan pemberian norepinefrin-dobutamin dibanding epinefrin pada
hemo dinamika di antara 30 pasien syok kardiogenik.46 Para penulis menyimpulkan
bahwa epinefrin sama efektifnya dengan norepinefrin-dobutamin pada parameter
hemodinamik global, meskipun epinefrin dikaitkan dengan lebih banyak asidosis
laktat, detak jantung dan aritmia yang lebih tinggi, dan perfusi mukosa lambung
yang tidak memadai.46 Pada tahun 2018, uji klinis acak OptimaCC berskala

11
nasional yang dilakukan di sembilan ICU Perancis membandingkan epinefrin
dengan dobutamin + norepinefrin, di antara 57 pasien syok kardiogenik iskemik
dan mengkonfirmasi hasil eksperimen dimana epinefrin dikaitkan dengan insiden
syok refrakter yang lebih tinggi.47 Perlu dicatat bahwa pasien dengan VA-ECMO
dikeluarkan dari penelitian. Meskipun mortalitas dan indeks jantung (CI) serupa
pada kedua kelompok, epinefrin terhambat oleh penurunan bersihan laktat, asidosis
yang berkepanjangan, peningkatan denyut jantung, dan syok refrakter yang lebih
sering. Hasil ini konsisten dengan yang dilaporkan dalam literatur. Dalam meta-
analisis yang melibatkan 2.583 pasien dari 16 penelitian, Léopold et al menemukan
bahwa epinefrin pada syok kardiogenik dikaitkan dengan risiko kematian jangka
pendek 3,33 (2,88–3,94) lebih tinggi.48 Hanya satu analisis subkelompok, yaitu
pasien dengan ECLS, yang tidak menemukan risiko kematian jangka pendek yang
berlebihan dan harus dipertimbangkan untuk penelitian lebih lanjut.48
Mengenai patofisiologi resistensi sistemik rendah pada syok kardiogenik,
dan sejalan dengan hasil uji klinis utama, pedoman ESC merekomendasikan
penggunaan norepinefrin sebagai vasopresor lini pertama pada syok kardiogenik
untuk mempertahankan MAP>65 mmHg dengan analogi dengan syok septik
dengan rekomendasi IIb-B.49,50 Mengingat potensi efek samping, vasopresor harus
digunakan untuk mendapatkan perfusi organ yang optimal, dengan durasi resep
yang lebih singkat.
Meskipun katekolamin merupakan landasan untuk meringankan pasien dari
kegagalan banyak organ, diuretik juga berpotensi dipertimbangkan untuk
mengobati gejala kongestif, khususnya edema paru. B-blocker harus dihentikan
segera setelah diagnosis syok kardiogenik dikonfirmasi.2 Terapi B-blocker
bertanggung jawab terhadap syok kardiogenik refrakter sebagai respons terhadap
dobutamin standar, dokter harus mempertimbangkan obat inotropik non adrenergik
(yaitu, levosimendan dan milrinone) dan glukagon untuk merangsang produksi
adenilat siklase dan cAMP secara independen dari stimulasi b1-adrenergik.51
Terapi suportif non katekolamin jarang dieksplorasi dalam literatur dan data yang
tersedia tidak cukup untuk memberikan rekomendasi yang jelas.
Terapi medis untuk syok kardiogenik hampir tidak berubah selama dekade
terakhir dan terutama bergantung pada obat-obatan inotropik (dobutamin

12
sebaiknya diutamakan) dan agen vasopresor (norepinefrin sebaiknya diutamakan).
Levosimendan dapat dipertimbangkan untuk mengobati intoksikasi B-blocker atau
kardiomiopati adrenergik, atau untuk menghentikan VA-ECMO, dan milrinone
(iPDE-III) untuk syok kardiogenik terkait ventrikel kanan. Dalam menentukan
waktu terbaik untuk memulai agen inotropik atau vasopresor, tingkat keparahan
hipotensi perlu dipertimbangkan. Pada hipotensi berat, agen inotropik dan
vasopresor harus diberikan secara bersamaan untuk meningkatkan curah jantung
dan mengembalikan tekanan perfusi koroner yang optimal.

Kapan Syok Kardiogenik Perlu Terapi Khusus?

Penatalaksanaan syok kardiogenik berbasis katekolamin yang dijelaskan di


atas telah divalidasi pada populasi syok iskemik. Meskipun pedoman ini berpotensi
untuk diterapkan pada syok kardiogenik lain, ada dua kondisi yang perlu
disebutkan secara khusus karena infus amina standar dapat memperburuk hasilnya:
yaitu, Takotsubo sindrom (TTS) dan Obstructive Hypertrophic Cardiomyopathy
(HCM).

Takotsubo Sindrom

TTS pertama kali dideskripsikan pada tahun 1990, dan didefinisikan sebagai
dan disfungsi LV reversibel yang berhubungan dengan gerakan dinding LV kelainan
yang tidak terbatas pada wilayah arteri epikardial. Gangguan kinetik LV ini
biasanya menyangkut apeks LV dengan pembengkakan apikal dan hiperkinesis
basal, tanpa adanya penyakit arteri koroner epikardial.52 Sindrom ini disebabkan
oleh peningkatan katekolamin yang bersirkulasi yang cukup untuk memicu stres
kardiomiopati pada pasien yang memiliki kecenderungan, diikuti oleh gangguan
perfusi mikrovaskular, inflamasi miokard, dan kelainan elektrofisiologis.
Tidak ada uji klinis acak untuk mendukung pengobatan spesifik untuk stres
kardiomiopati. Pemantauan ekokardiografi secara teratur diperlukan. Pada pasien
dengan left ventricular outflow tract obstruction (LVOTO) >40 mmHg, 𝛽-blocker

13
dapat dipertimbangkan. Mengenai patofisiologi TTS, penghentian obat
simpatomimetik tampaknya diperlukan.
Pada pasien dengan gejala kegagalan akut dan LVEF yang berubah,
levosimendan, inotrop non-katekolamin yang tidak meningkatkan konsumsi
oksigen, dapat mempercepat pemulihan.54 Pada kasus syok kardiogenik dan tidak
adanya dukungan akses mekanik darurat, levosimendan mungkin lebih baik
daripada konvensional inotropik atau vasopresor.55
Pada pasien dengan syok kardiogenik yang parah, penggunaan inotrop atau
vasopresor harus dihindari.56 Obat-obatan ini selanjutnya dapat mengaktifkan jalur
katekolamin dan memperburuk prognosis klinis.57
Pada tahap disfungsi organ akhir, pilihannya termasuk mekanis dukungan
seperti perangkat bantuan LV sementara dan oksigenasi membran ekstrakorporeal
(ECMO) dalam “jembatan menuju pemulihan” dengan kemungkinan besar untuk
sembuh total, meskipun saat ini belum ada bukti. Alternatif yang mungkin adalah
gabungan penggunaan 𝛽1-blocker selektif dengan waktu paruh pendek seperti
landiolol dengan inotrop pasca-reseptor seperti levosimendan atau milrinone plus
vasopressor dalam situasi hipotensi.

Obstructive Hypertrophic Cardiomyopathy (HCM)

Keadaan ini adalah kardiomiopati bawaan yang paling sering terjadi dan
didiagnosis pada ekokardiografi transthoracic (TTE) sebagai ketebalan dinding>15
mm pada satu atau lebih segmen miokard LV, dan tidak dapat dijelaskan oleh
kondisi loading.60 Enam puluh persen kasus melibatkan mutasi gen dominan
autosom yang menargetkan protein sarkomer, sedangkan etiologi non-genetik
adalah kelainan metabolisme, penyakit mitokondria, penyakit infiltratif dengan
amiloidosis, atau penyakit neuromuskular.61
Dokter critical care harus melacak LVOTO, yang ditentukan oleh gradien
saluran keluar LV≥30 mmHg saat istirahat atau≥50 mmHg diprovokasi dan
regurgitasi mitral akibat Systolic Anterior Movement (SAM).62 Identifikasi LVOTO
dan SAM sangat penting untuk penatalaksanaan medis karena pemberian

14
katekolamin meningkatkan inotropisme, LVOTO, dan SAM dan selanjutnya
memperburuk kondisi.62
Percobaan acak yang besar saat ini masih kurang dalam HCM. Tujuan atau
pengobatan ditujukan untuk mengurangi gejala dan menghentikan perkembangan
penyakit. LVOTO harus diobati dengan - penghambat (atenolol, propranolol) dan
pemuatan cairan, yang meningkatkan pengisian ventrikel kiri. Propranolol telah
menunjukkan efek menguntungkan dalam indikasi ini.63 Jika b-blocker merupakan
kontraindikasi, verapamil dapat dipertimbangkan. Disopyramide, yang merupakan
obat antiaritmia kelas IA dengan sifat inotropik negatif, dapat digunakan jika b-
blocker saja tidak cukup, bersamaan dengan pemantauan gelombang QT.64
Digoxin harus dihindari karena efek inotropik.65 Jika perawatan medis gagal dan
pasien tetap menunjukkan gejala LVOTO>50 mmHg dan dispnea NYHA III atau
IV, ablasi alkohol septum, atau miomektomi bedah merupakan alternatif yang
potensial.60 Syok kardiogenik tanpa LVOTO harus diobati dengan obat biasa.
Terdapat kekurangan data mengenai pasien dengan HCM yang berkembang
menjadi syok kardiogenik. Karena LVOTO dan iskemia mikrovaskuler, beberapa
pasien datang dengan gambaran yang menunjukkan sindrom koroner akut, dengan
angiogram koroner normal. Sebuah penelitian kecil pada 14 pasien HCM pada syok
kardiogenik dengan LVOTO menunjukkan perbaikan setelah pemberian b-blocker
dengan metoprolol atau esmolol, dengan fenilefrin untuk mendukung tekanan
darah, sehingga mengurangi gradien SAM dan LVOTO.66
Penatalaksanaan medis yang berlawanan dengan intuisi pada HCM
obstruktif harus diingat oleh dokter critical care yang harus melacak LVOTO dan
SAM, untuk menghindari pemberian katekolamin dan melakukan pemberian
cairan.

Manajemen Pasca Syok

Pedoman para ahli saat ini hanya mengandalkan sedikit literatur. Waktu
terbaik untuk memulai titrasi obat kardioprotektif setelah syok kardiogenik masih
belum jelas dan harus ditentukan secara individual. Inhibitor SGLT2 baru tidak
dibebani dengan hipotensi dan dapat dimulai setelah penghilangan katekolamin.

15
Namun, manfaat pengenalan awal iSGLT2 setelah syok kardiogenik belum
diketahui. Publikasi terbaru menunjukkan empaglifozin dan dapaglifozin dapat
diberikan lebih awal setelah MI.67 Untuk obat kardioprotektif lainnya, aturannya
adalah: “start low, go slow”. Meskipun pedoman saat ini menyatakan bahwa hanya
penargetan dosis obat kardioprotektif yang efektif, dosis obat yang rendah untuk
HF dengan penurunan fraksi ejeksi memberikan manfaat besar dalam mengurangi
morbiditas dan mortalitas. Dokter harus ingat bahwa penambahan kelas obat baru
menghasilkan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan meningkatkan titrasi
kelas obat yang sudah ada.68 Para ahli merekomendasikan b-blocker harus
diberikan hanya beberapa hari setelah penghentian obat Intra Vena (IV). Pada
pasien dengan hipotensi (tekanan arteri sistolik<100 mmHg), antagonis
mineralokortikoid (MRA) dan iSGLT2 harus diberikan terlebih dahulu.68 Apakah
pasien dapat dipertimbangkan untuk melakukan transplantasi jantung atau
implantasi alat bantu ventrikel harus dinilai sejak dini karena hal ini dapat
membantu menentukan stratifikasi kebutuhan VA-ECMO.

Perspektif Untuk Syok Kardiogenik

Prognosis syok kardiogenik hampir tidak membaik selama dekade terakhir


dan penatalaksanaannya, selain terapi katekolamin, secara umum masih sama.
Perawatan baru yang menargetkan peradangan, vasoplegia, atau inotropisme saat
ini diusulkan untuk meningkatkan hasilnya. Rangkuman populasi target serta hasil
utama dari uji klinis besar yang baru-baru ini diterbitkan terlampir pada tabel 2.

Tabel 2. Perspektif pengobatan untuk syok kardiogenik.


Penatalaksanaan Patofisiologi dan manfaat Populasi studi Hasil utama
Adrecizumab Endovascular chelation of CS defined as low SBP + clinical On day-30, number of days
ACCOST HH70 adrenomedullin pulmonary free from any
to enhance its vascular and congestion + organ dysfunction CV support (vasopressor,
myocardial (lactate, inotropes,
protective effects oliguria, altered mental status, mechanical circulatory
clammy skin support) Failed to
and limbs) Exclusion criteria: improve CV support free
cardiac arrest survival days.
with CPR >60 min, sustained
bradycardia or

16
tachycardia.
OM ATOMIC Cardiac myosin activator. Elevated BNP/NTBNP and reduced Primary outcome: dyspnea
HF[74,75] Increases LVEF and relief after OM
systolic ejection time and dyspnea refractory to IV loop infusion vs. placebo. Only
inotropism diuretics the highest
without increasing MVO2 Exclusion criteria: eGFR <20 dose (targeting blood
mL/min/m2, concentration ≈
stenotic valvular disease, recent 310 ng/mL) improved
AMI (<30 dyspnea relief at
day), uncontrolled blood pressure 48 h
iDPP3 Increased DPP3 found in CS Pre-clinical studies only -
DPP3
injection in murine models
induces
myocardial depression
Murine model of
isuprel induced heart failure,
injection of
iDPP3 resolve cardiac
function
Istaroxime Positive stimulation of SCAI stage B pre-CS: acute HF + Primary outcome: AUC of
SEISMIC SERCA Ca2+ LVEF SBP along the
trial[79] re-uptake and Na/K ATPase <40% + SBP <75–90 mmHg first 6 h of infusion was
plasmatic Exclusion significantly
membrane pump Increases criteria: recent AMI < 3 months; IV higher in the Istaroxime
inotropism and drugs; group TTE ΔCO
lusitropism without increased venous lactate >2 mmol/L; eGFR improvement: +0.2
heart rate. <30 mL/min/m2; Tp° >38 °C; L/min/m2 Adverse
recent stroke events: nausea, vomiting

Imunomodulasi sampai saat ini gagal meningkatkan hasil pada syok


kardiogenik. Pada tahun 2007, uji coba TRIUMPH menilai inhibitor NOS non-
selektif LN-monomethylarginine (L-NMMA) pada miokardium in-farction syok
kardiogenik dan tidak menemukan perbaikan pada titik akhir primer dari semua
penyebab kematian selama 30 hari.69 Konsentrasi darah adrenomedullin telah
diidentifikasi sebagai faktor risiko kematian pada syok kardiogenik.70 Sirkulasi
adrenomedullin yang berikatan dengan reseptor endovaskular meningkatkan fungsi
pembuluh darah sementara adrenomedullin interstisial mendorong peradangan dan
kebocoran kapiler. Adrecizumab berikatan dengan adrenomedullin dan
memperpanjang waktu paruh vaskular tetapi tidak bertindak sebagai antibodi
penghambat. Dalam uji coba ACCOST-HH, 77 pasien (51%) secara acak diberikan
adrecizumab dan 73 (49%) pada plasebo. Kematian tidak berbeda antar kelompok

17
pada 30 hari (rasio bahaya[HR]=0,99, interval kepercayaan 95% [CI]: 0,60–
1,65;P=0,98) atau 90 hari (HR=1,10, 95% CI: 0,68–1,77;P=0,70).70 Apakah terapi
antiinflamasi non-spesifik dapat bermanfaat bagi pasien syok kardiogenik masih
belum diketahui. Percobaan “kortikosteroid dosis rendah untuk syok kardiogenik
pada pasien Dewasa” yang sedang berlangsung dirancang untuk menilai efek
hemodinamik dari terapi kortikosteroid dini dosis rendah (dengan hidrokortison
dan fludrokortison) pada syok kardiogenik reversal. Sebagaimana ditentukan oleh
hari bebas katekolamin pada hari ke 7, sedangkan hari ke 28 dan 90 secara
keseluruhan kelangsungan hidup akan dianalisis sebagai hasil sekunder. 71
Perawatan saat ini yang menargetkan inotropisme meningkatkan
konsentrasi kalsium miosit dan meningkatkan kontraktilitas miokard tetapi
berdampak pada peningkatan detak jantung dan konsumsi oksigen. Omecamtiv
mecarbil (OM) adalah aktivator miosin jantung selektif yang mempercepat laju
transisi miosin ke keadaan penghasil gaya terikat aktin kuat dan menghasilkan
peningkatan Systolic Ejection Time (SET) tanpa meningkatkan detak jantung atau
MVO2.5 Nagy dkk menemukan bahwa OM meningkatkan gaya isometrik sebagai
respons terhadap peningkatan Ca2+kontraksi dalam studi eksperimental in vitro.72
Bakkehaug dkk melaporkan peningkatan fraksi ejeksi di bawah OM dalam model
babi iskemik gagal jantung akut.73 Uji klinis besar telah menilai hasil OM pada
gagal jantung kronis dan akut.74 Meskipun OM gagal meningkatkan kapasitas
latihan pada 20 minggu dalam uji coba METEORIC-HF, GALACTIC-HF
mengacak 8.256 pasien dengan penurunan ejeksi. dibandingkan dengan OM
(menggunakan dosis yang dipandu farmakokinetik 25 mg, 37,5 mg, atau 50 mg
dua kali sehari) atau plasebo dan menemukan insiden gabungan kejadian gagal
jantung atau kematian akibat kardiovaskular yang lebih rendah (37% dan 39%).74,75
Uji coba ATOMIC-AHF secara khusus menilai OM pada gagal jantung akut dan
menemukan perbaikan dispnea yang bergantung pada dosis.76
Baru-baru ini, dipeptidyl peptidase 3 (DPP3) telah diusulkan sebagai
biomarker baru pada syok kardiogenik.77 DPP3 adalah metallopeptidase yang
terlibat dalam pembelahan protein seperti angiotensin II (ATII). Deniau dkk baru
baru ini melaporkan bahwa DPP3 seharusnya tidak hanya menjadi biomarker tetapi
juga, yang lebih penting, merupakan agen depresan miokard kausal dan dapat

18
mewakili bio-target pada syok kardiogenik.78 Dalam model murine HF yang
diinduksi isoproterenol, procizumab inhibitor DPP3 mengembalikan hemodinamik
normal sementara pemberian DPP3 menghasilkan tindakan inotropik negatif yang
mendalam pada tikus sehat. Dalam studi praklinis sebelumnya, pemberian DPP3
hanya mempengaruhi hemodinamik pada tikus yang diberikan ATII. Meskipun
mekanisme perbaikan miokard masih belum diketahui, penghambat DPP3 dan
potensi terapeutiknya akan menjadi perhatian di tahun-tahun mendatang.
Istaroxime, molekul baru yang menargetkan kedua inotropisme (Na+/K+
ATPase pump activation) dan lusitropisme (melalui diastolic Ca2+ reuptake pada
SERCA), telah dikembangkan. Model hewan mengkonfirmasi mekanisme yang
menguntungkan ini dengan efek pelepasan jantung dan inotropisme yang
bergantung pada dosis, namun tidak terhambat oleh peningkatan detak jantung. Uji
coba HORIZON-HF menilai efek istaroxime dalam uji coba terkontrol secara acak
pada pasien non-syok yang dirawat di rumah sakit karena gagal jantung akut: tidak
seperti dobutamin atau milrinone, obat ini ditemukan menurunkan denyut jantung,
memperpendek interval QTC, dan tidak menunjukkan efek pro-aritmia.79 Uji coba
SEISMIC fase II baru-baru ini memvalidasi keamanan dan kemanjuran istaroxime
pada populasi sebelum syok kardiogenik.80 Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
menerapkan istaroxime dalam praktik klinis.
Pemberian ATII telah diusulkan pada syok kardiogenik refrakter. Di bawah
VA-ECMO, sebagian besar tindakan bypass darah paru-paru berkontribusi
terhadap defisiensi ATII.81 Sebuah tinjauan sistematis melaporkan bahwa ATII
meningkatkan tekanan darah sistolik dan curah jantung pada 38 pasien dengan syok
kardiogenik atau serangan jantung.81 Dalam uji coba ATHOS-3, ATII secara
efektif meningkatkan tekanan darah pada pasien dengan syok vasodilator yang
tidak merespons terhadap vasopresor konvensional dosis tinggi. 82 Osterman dkk
lebih lanjut melaporkan bahwa lima pasien dengan disfungsi miokard septik yang
memerlukan VA-ECMO mengalami perbaikan hemodinamik setelah pemberian
ATII.83 Namun, pemberian ATII masih kontroversial karena efek pro-koagulannya
dapat membebani hasil akhir pada pasien kardiovaskular.84 Penelitian lebih lanjut
juga diperlukan untuk mendukung praktik klinis.

19
Manajemen suhu telah diusulkan karena terapi suhu dapat meningkatkan
hasil pada serangan jantung. Namun, secara acak hipotermia dibanding
normotermia gagal meningkatkan kelangsungan hidup dan hasil neurologis pada 6
bulan setelah serangan jantung. Apakah hipotermia ringan dapat bermanfaat bagi
pasien syok kardiogenik telah dinilai dalam uji coba SHOCK COOL.85 Dalam RCT
yang melibatkan 40 pasien syok kardiogenik setelah MI, hipotermia terapeutik
ringan gagal menunjukkan efek menguntungkan yang besar pada indeks kekuatan
jantung dalam 24 jam. Sejalan dengan hasil ini, HYPO ECMO mengacak
hipotermia sedang awal (33–34 °C;N=168) selama 24 jam dibanding normotermia
yang ketat (36–37 °C;N=166) dan tidak menemukan perbaikan yang signifikan
untuk kelangsungan hidup 30 hari, meskipun hal ini memberikan wawasan yang
menunjukkan bahwa hipotermia dengan ECMO dapat diberikan dengan aman,
tanpa peningkatan tingkat komplikasi (misalnya, kejadian perdarahan).86 Saat ini
tidak ada bukti yang mendukung hipotermia pada syok kardiogenik.

Kesimpulan

Selain penatalaksanaan katekolamin, hanya sedikit perubahan yang


dilaporkan dalam tatalaksana medis syok kardiogenik selama dekade terakhir.
Dobutamin pertama-tama harus dipertimbangkan untuk memulihkan CO.
Vasopresor (norepinefrin) kemudian dapat digunakan untuk memulihkan tekanan
perfusi organ akhir yang menargetkan MAP>65 mmHg. Ketika dihadapkan
dengan MAP rendah, dobutamin dan norepinefrin harus diberikan secara
bersamaan. Untuk syok kardiogenik yang berhubungan dengan ventrikel kanan,
obat inotropik yang mengurangi afterload RV dapat dipertimbangkan (milrinone,
levosimendan). Untuk TTS, dokter harus mempertimbangkan penggunaan terapi
bebas katekolamin berdasarkan iPDE. Perhatian diperlukan pada kardiomiopati
hipertrofik obstruktif karena peningkatan inotropisme dapat menyebabkan
augmentasi LVOTO dan memperburuk hemodinamik. Ilustrasi pada Gambar 2
memberikan ringkasan pendekatan pengobatan ini. Di era peralatan mekanis, terapi
medis tetap menjadi landasan pemulihan miokard. Terapi baru saat ini sedang
dinilai dalam uji coba yang sedang berlangsung.

20
Gambar 2. Ilustrasi sentral, definisi, monitoring, penatalaksanaan syok
kardiogenik

21
Daftar Pustaka

1. Palacios Ordonez C, Garan AR. The landscape of cardiogenic shock:


epidemiology and current definitions. Curr Opin Cardiol 2022;37(3):236–
40. doi:10.1097/HCO.0000000000000957.
2. Levy B, Bastien O, Karim B, Cariou A, Chouihed T, Combes A, et al.
Experts’ recommendations for the management of adult patients with
cardiogenic shock. Ann Intensive Care 2015;5(1):52. doi:10.1186/s13613-
015-0052-1.
3. Taylor CJ, Ordóñez-Mena JM, Roalfe AK, Lay-Flurrie S, Jones NR,
Marshall T, et al. Trends in survival after a diagnosis of heart failure in the
United Kingdom 2000-2017: population based cohort study. BMJ
2019;364:l223. doi:10.1136/bmj.l223.
4. Chioncel O, Parissis J, Mebazaa A, Thiele H, Desch S, Bauersachs J, et al.
Epidemiology, pathophysiology and contemporary management of
cardiogenic shock a position statement from the Heart Failure Association
of the European Society of Cardiology. Eur J Heart Fail 2020;22(8):1315–
41. doi:10.1002/ejhf.1922.
5. Maack C, Eschenhagen T, Hamdani N, Heinzel FR, Lyon AR, Manstein DJ,
et al. Treatments targeting inotropy. Eur Heart J 2019;40(44):3626–44.
doi:10.1093/eurheartj/ehy600.
6. Guyton AC. Determination of cardiac output by equating venous return
curveswith cardiac response curves. Physiol Rev 1955;35(1):123–9.
doi:10.1152/physrev.1955.35.1.123.
7. Sunagawa K, Sagawa K, Maughan WL. Ventricular interaction with the
loading system. Ann Biomed Eng 1984;12(2):163–89.
doi:10.1007/BF02584229.
8. Westerhof N, Lankhaar JW, Westerhof BE. The arterial Windkessel. Med
Biol Eng Comput 2009;47(2):131–41. doi:10.1007/s11517-008-0359-2.
9. Cain BS, Meldrum DR, Dinarello CA, Meng X, Joo KS, Banerjee A, et al.
Tumor necrosis factor-alpha and interleukin-1beta synergistically depress

22
human myocardial function. Crit Care Med 1999;27(7):1309–18.
doi:10.1097/00003246-199907000-00018.
10. Harjola VP, Lassus J, Sionis A, Køber L, Tarvasmäki T, Spinar J, et al.
Clinical picture and risk prediction of short-term mortality in cardiogenic
shock. Eur J Heart Fail 2015;17(5):501–9. doi:10.1002/ejhf.260.
11. Berg DD, Bohula EA, van Diepen S, Katz JN, Alviar CL, Baird-Zars VM,
et al. Epidemiology of shock in contemporary cardiac intensive care units.
Circ Cardiovasc Qual Outcomes 2019;12(3):e005618.
doi:10.1161/CIRCOUTCOMES.119.005618.
12. Delmas C, Roubille F, Lamblin N, Bonello L, Leurent G, Levy B, et al.
Baseline characteristics, management, and predictors of early mortality in
cardiogenic shock: insights from the FRENSHOCK registry. ESC Heart Fail
2022;9(1):408–19. doi:10.1002/ehf2.13734.
13. Baran DA, Grines CL, Bailey S, Burkhoff D, Hall SA, Henry TD, et al.
SCAI clinical expert consensus statement on the classification of
cardiogenic shock: this document was endorsed by the American College of
Cardiology (ACC), the American Heart Association (AHA), the Society of
Critical Care Medicine (SCCM), and the Society of Thoracic Surgeons
(STS) in April 2019. Catheter Cardiovasc Interv 2019;94(1):29– 37.
doi:10.1002/ccd.28329.
14. Hochman JS, Sleeper LA, Webb JG, Sanborn TA, White HD, Talley JD, et
al. Early revascularization in acute myocardial infarction complicated by
cardiogenic shock. SHOCK investigators. Should we emergently
revascularize occluded coronaries for cardiogenic shock. N Engl J Med
1999;341(9):625–34. doi:10.1056/NEJM199908263410901.
15. Thiele H, Zeymer U, Neumann FJ, Ferenc M, Olbrich HG, Hausleiter J, et
al. Intraaortic balloon support for myocardial infarction with cardiogenic
shock. N Engl J Med 2012;367(14):1287–96.
doi:10.1056/NEJMoa1208410.
16. McDonagh TA, Metra M, Adamo M, Gardner RS, Baumbach A, Böhm M,
et al. 2021 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and

23
chronic heart failure. Eur Heart J 2021;42(36):3599–726.
doi:10.1093/eurheartj/ehab368.
17. Tuttle RR, Dobutamine Mills J. Development of a new catecholamine to
selectively increase cardiac contractility. Circ Res 1975;36(1):185–96.
doi:10.1161/01.res.36.1.185.
18. Jewitt D, Birkhead J, Mitchell A, Dollery C. Clinical cardiovascular
pharmacology of dobutamine. A selective inotropic catecholamine. Lancet
1974;2(7877):363–7. doi:10.1016/s0140-6736(74)91754-1.
19. Scheeren TWL, Bakker J, Kaufmann T, Annane D, Asfar P, Boerma EC, et
al. Current use of inotropes in circulatory shock. Ann Intensive Care
2021;11(1):21. doi:10.1186/s13613-021-00806-8.
20. Unverferth DA, Blanford M, Kates RE, Leier CV. Tolerance to dobutamine
after a 72 hour continuous infusion. Am J Med 1980;69(2):262–6.
doi:10.1016/0002-9343(80)90387-3.
21. Antoniades C, Tousoulis D, Koumallos N, Marinou K, Stefanadis C.
Levosimendan: beyond its simple inotropic effect in heart failure.
Pharmacol Ther 2007;114(2):184– 97.
doi:10.1016/j.pharmthera.2007.01.008.
22. Antila S, Sundberg S, Lehtonen LA. Clinical pharmacology of
levosimendan. Clin Pharmacokinet 2007;46(7):535–52.
doi:10.2165/00003088-200746070-00001.
23. Erdei N, Papp Z, Pollesello P, Edes I, Bagi Z. The levosimendan metabolite
OR-1896 elicits vasodilation by activating the K(ATP) and BK(Ca)
channels in rat isolated arterioles. Br J Pharmacol 2006;148(5):696–702.
doi:10.1038/sj.bjp.0706781.
24. Moiseyev VS, Põder P, Andrejevs N, Ruda MY, Golikov AP, Lazebnik LB,
et al. Safety and efficacy of a novel calcium sensitizer, levosimendan, in
patients with left ventricular failure due to an acute myocardial infarction.
A randomized, placebo-controlled, double-blind study (RUSSLAN). Eur
Heart J 2002;23(18):1422– 32. doi:10.1053/euhj.2001.3158.
25. Follath F, Cleland JG, Just H, Papp JG, Scholz H, Peuhkurinen K, et al.
Efficacy and safety of intravenous levosimendan compared with

24
dobutamine in severe low output heart failure (the LIDO study): a
randomised double-blind trial. Lancet 2002;360(9328):196–202.
doi:10.1016/s0140-6736(02)09455-2.
26. Mebazaa A, Nieminen MS, Packer M, Cohen-Solal A, Kleber FX, Pocock
SJ, et al. Levosimendan vs dobutamine for patients with acute
decompensated heart failure: the SURVIVE randomized trial. JAMA
2007;297(17):1883–91. doi:10.1001/jama.297.17.1883.
27. Packer M, Colucci W, Fisher L, Massie BM, Teerlink JR, Young J, et al.
Effect of levosimendan on the short-term clinical course of patients with
acutely decompensated heart failure. JACC Heart Fail 2013;1(2):103–11.
doi:10.1016/j.jchf.2012. 12.004.
28. Landoni G, Lomivorotov VV, Alvaro G, Lobreglio R, Pisano A, Guarracino
F, et al. Levosimendan for hemodynamic support after cardiac surgery. N
Engl J Med 2017;376(21):2021–31. doi:10.1056/NEJMoa1616325.
29. Mehta RH, Leimberger JD, van Diepen S, Meza J, Wang A, Jankowich R,
et al. Levosimendan in patients with left ventricular dysfunction
undergoing cardiac surgery. N Engl J Med 2017;376(21):2032–42.
doi:10.1056/NEJMoa1616218.
30. Maruszewski M, Zakliczyński M, Przybylski R, Kucewicz-Czech E,
Zembala M. Use of sildenafil in heart transplant recipients with pulmonary
hypertension may prevent right heart failure. Transplant Proc
2007;39(9):2850–2. doi:10.1016/j.transproceed.2007.08.077.
31. Tsiouris A, Paone G, Brewer RJ, Nemeh HW, Borgi J, Morgan JA.
Outcomes of patients with right ventricular failure on milrinone after left
ventricular assist device implantation. ASAIO J 2015;61(2):133–8.
doi:10.1097/MAT.0000000000000188.
32. Gulati G, Kiernan MS. Phosphodiesterase-5 inhibitor therapy for left
ventricular assist device patients: more data, more questions. J Am Heart
Assoc 2020;9(14):e017585. doi:10.1161/JAHA.120.017585.
33. Shipley JB, Tolman D, Hastillo A, Hess ML. Milrinone: basic and clinical
pharmacology and acute and chronic management. Am J Med Sci
1996;311(6):286–91. doi:10.1097/00000441-199606000-00011.

25
34. Mathew R, Di Santo P, Jung RG, Marbach JA, Hutson J, Simard T, et al.
Milrinone as compared with dobutamine in the treatment of cardiogenic
shock. N Engl J Med 2021;385(6):516–25. doi:10.1056/NEJMoa2026845.
35. Chen HH, Anstrom KJ, Givertz MM, Stevenson LW, Semigran MJ,
Goldsmith SR, et al. Low-dose dopamine or low-dose nesiritide in acute
heart failure with renal dysfunction: the ROSE acute heart failure
randomized trial. JAMA 2013;310(23):2533– 43.
doi:10.1001/jama.2013.282190.
36. Triposkiadis FK, Butler J, Karayannis G, Starling RC, Filippatos G, Wolski
K, et al. Ef- ficacy and safety of high dose versus low dose furosemide with
or without dopamine infusion: the dopamine in acute decompensated heart
failure II (DAD-HF II) trial. Int J Cardiol 2014;172(1):115–21.
doi:10.1016/j.ijcard.2013.12.276.
37. De Backer D, Biston P, Devriendt J, Madl C, Chochrad D, Aldecoa C, et al.
Comparison of dopamine and norepinephrine in the treatment of shock. N
Engl J Med 2010;362(9):779–89. doi:10.1056/NEJMoa0907118.
38. Levy B, Klein T, Kimmoun A. Vasopressor use in cardiogenic shock. Curr
Opin Crit Care 2020;26(4):411–16. doi:10.1097/MCC.0000000000000743.
39. Heinz G. Cardiogenic shock – an inflammatory disease. Wien Klin
Wochenschr 2006;118(13–14):382–8. doi:10.1007/s00508-006-0630-1.
40. Kohsaka S, Menon V, Lowe AM, Lange M, Dzavik V, Sleeper LA, et al.
Systemic inflammatory response syndrome after acute myocardial
infarction complicated by cardiogenic shock. Arch Intern Med
2005;165(14):1643–50. doi:10.1001/archinte.165.14.1643.
41. Jentzer JC, Coons JC, Link CB, Schmidhofer M. Pharmacotherapy update
on the use of vasopressors and inotropes in the intensive care unit. J
Cardiovasc Pharmacol Ther 2015;20(3):249–60.
doi:10.1177/1074248414559838.
42. Maas JJ, Pinsky MR, de Wilde RB, de Jonge E, Jansen JR. Cardiac output
response to norepinephrine in postoperative cardiac surgery patients:
interpretation with venous return and cardiac function curves. Crit Care Med
2013;41(1):143–50. doi:10.1097/CCM.0b013e318265ea64.

26
43. Cleophas TJ, Kauw FH. More on paradoxical pressor effects of nonselective
beta blockers. Circulation 1994;90(4):2157–9.
doi:10.1161/01.cir.90.4.2157.
44. Nativi-Nicolau J, Selzman CH, Fang JC, Stehlik J. Pharmacologic therapies
for acute cardiogenic shock. Curr Opin Cardiol 2014;29(3):250–7.
doi:10.1097/HCO.0000000000000057.
45. Jolly S, Newton G, Horlick E, Seidelin PH, Ross HJ, Husain M, et al. Effect
of vasopressin on hemodynamics in patients with refractory cardiogenic
shock complicating acute myocardial infarction. Am J Cardiol
2005;96(12):1617–20. doi:10.1016/j.amjcard.2005.07.076.
46. Levy B, Perez P, Perny J, Thivilier C, Gerard A. Comparison of
norepinephrine dobutamine to epinephrine for hemodynamics, lactate
metabolism, and organ function variables in cardiogenic shock. A
prospective, randomized pilot study. Crit Care Med 2011;39(3):450–5.
doi:10.1097/CCM.0b013e3181ffe0eb.
47. Levy B, Clere-Jehl R, Legras A, Morichau-Beauchant T, Leone M,
Frederique G, et al. Epinephrine versus norepinephrine for cardiogenic
shock after acute myocardial infarction. J Am Coll Cardiol
2018;72(2):173–82. doi:10.1016/j.jacc.2018. 04.051.
48. Léopold V, Gayat E, Pirracchio R, Spinar J, Parenica J, Tarvasmäki T, et al.
Epinephrine and short-term survival in cardiogenic shock: an individual
data meta-analysis of 2583 patients. Intensive Care Med 2018;44(6):847–
56. doi:10.1007/s00134-018-5222-9.
49. Asfar P, Meziani F, Hamel JF, Grelon F, Megarbane B, Anguel N, et al. High
versus low blood-pressure target in patients with septic shock. N Engl J Med
2014;370(17):1583–93. doi:10.1056/NEJMoa1312173.
50. Thiele H, de Waha-Thiele S, Freund A, Zeymer U, Desch S, Fitzgerald S.
Management of cardiogenic shock. EuroIntervention 2021;17(6):451–65.
doi:10.4244/EIJ-D-20-01296.
51. Rotella JA, Greene SL, Koutsogiannis Z, Graudins A, Hung Leang Y, Kuan
K, et al. Treatment for beta-blocker poisoning: a systematic review. Clin

27
Toxicol (Phila) 2020;58(10):943–83.
doi:10.1080/15563650.2020.1752918.
52. Tsuchihashi K, Ueshima K, Uchida T, Oh-mura N, Kimura K, Owa M, et al.
Transient left ventricular apical ballooning without coronary artery stenosis:
a novel heart syndrome mimicking acute myocardial infarction. Angina
pectorismyocardial infarction investigations in Japan. J Am Coll Cardiol
2001;38(1):11–18. doi:10.1016/s0735-1097(01)01316-x.
53. Lyon AR, Bossone E, Schneider B, Sechtem U, Citro R, Underwood SR, et
al. Current state of knowledge on Takotsubo syndrome: a position statement
from the Taskforce on Takotsubo syndrome of the Heart Failure Association
of the European Society of Cardiology. Eur J Heart Fail 2016;18(1):8–27.
doi:10.1002/ejhf.424.
54. Yaman M, Arslan U, Kaya A, Akyol A, Ozturk F, Okudan YE, et al.
Levosimendan accelerates recovery in patients with takotsubo
cardiomyopathy. Cardiol J 2016;23(6):610–15.
doi:10.5603/CJ.a2016.0100.
55. Santoro F, Ieva R, Ferraretti A, Ienco V, Carpagnano G, Lodispoto M, et al.
Safety and feasibility of levosimendan administration in takotsubo
cardiomyopathy: a case series. Cardiovasc Ther 2013;31(6):e133–7.
doi:10.1111/1755-5922.12047.
56. Redmond M, Knapp C, Salim M, Shanbhag S, Jaumdally R. Use of
vasopressors in Takotsubo cardiomyopathy: a cautionary tale. Br J Anaesth
2013;110(3):487–8. doi:10.1093/bja/aes586.
57. Shao Y, Redfors B, Scharin Täng M, Möllmann H, Troidl C, Szardien S, et
al. Novel rat model reveals important roles of 𝛽-adrenoreceptors in stress-
induced cardiomyopathy. Int J Cardiol 2013;168(3):1943–50.
doi:10.1016/j.ijcard.2012. 12.092.
58. Donker DW, Pragt E, Weerwind PW, Holtkamp JW, Vainer J, Mochtar B, et
al. Rescue extracorporeal life support as a bridge to reflection in fulminant
stress-induced cardiomyopathy. Int J Cardiol 2012;154(3):e54–6.
doi:10.1016/j.ijcard.2011. 06.037.

28
59. Zegdi R, Parisot C, Sleilaty G, Deloche A, Fabiani JN.
Pheochromocytomainduced inverted Takotsubo cardiomyopathy: a case
of patient resuscitation with extracorporeal life support. J Thorac
Cardiovasc Surg 2008;135(2):434–5. doi:10.1016/j.jtcvs.2007.08.068.
60. Authors/Task Force Members PM Elliott, Anastasakis A, Borger MA,
Borggrefe M, Cecchi F, et al. 2014 ESC Guidelines on diagnosis and
management of hypertrophic cardiomyopathy: the Task Force for the
Diagnosis and Management of Hypertrophic Cardiomyopathy of the
European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J 2014;35(39):2733–79.
doi:10.1093/eurheartj/ehu284.
61. Braunwald E, Lambrew CT, Rockoff SD, Ross J Jr, Morrow AG. Idiopathic
hypertrophic subaortic stenosis. I. A description of the disease based upon
an analysis of 64 patients. Circulation 1964;30(4):3–119 Suppl.
doi:10.1161/01.cir.29. 5s4.iv-3.
62. Elliott PM, Gimeno JR, Tomé MT, Shah J, Ward D, Thaman R, et al. Left
ventricular outflow tract obstruction and sudden death risk in patients with
hypertrophic cardiomyopathy. Eur Heart J 2006;27(16):1933–41.
doi:10.1093/eurheartj/ehl041.
63. Stenson RE, Flamm MD Jr, Harrison DC, Hancock EW. Hypertrophic
subaortic stenosis. Clinical and hemodynamic effects of long-term
propranolol therapy. Am J Cardiol 1973;31(6):763–73. doi:10.1016/0002-
9149(73)90012-x.
64. Sherrid MV, Barac I, McKenna WJ, Elliott PM, Dickie S, Chojnowska L, et
al. Multicenter study of the efficacy and safety of disopyramide in
obstructive hypertrophic cardiomyopathy. J Am Coll Cardiol
2005;45(8):1251–8. doi:10.1016/j.jacc.2005.01.012.
65. Braunwald E, Brockenbrough EC, Frye RL. Studies on digitalis. V.
Comparison of the effects of ouabain on left ventricular dynamics in
valvular aortic stenosis and hypertrophic subaortic stenosis. Circulation
1962;26:166–73. doi:10.1161/01.cir.26.2.166.
66. Sherrid MV, Swistel DG, Olivotto I, Pieroni M, Wever-Pinzon O, Riedy K,
et al. Syndrome of reversible cardiogenic shock and left ventricular

29
ballooning in obstructive hypertrophic cardiomyopathy. J Am Heart Assoc
2021;10(20):e021141. doi:10.1161/JAHA.121.021141.
67. Von Lewinski D, Kolesnik E, Tripolt NJ, Pferschy PN, Benedikt M, Wallner
M, et al. Empagliflozin in acute myocardial infarction: the EMMY trial. Eur
Heart J 2022;43(41):4421–32. doi:10.1093/eurheartj/ehac494.
68. McMurray J, Packer M. How should we sequence the treatments for heart
failure and a reduced ejection fraction?: a redefinition of evidence-based
medicine. Circulation 2021;143(9):875–7.
doi:10.1161/CIRCULATIONAHA.120.052926.
69. Investigators TRIUMPH, Alexander JH, Reynolds HR, Stebbins AL,
Dzavik V, Harrington RA, et al. Effect of tilarginine acetate in patients with
acute myocardial infarction and cardiogenic shock: the TRIUMPH
randomized controlled trial. JAMA 2007;297(15):1657–66.
doi:10.1001/jama.297.15.joc70035.
70. Karakas M, Akin I, Burdelski C, Clemmensen P, Grahn H, Jarczak D, et al.
Single dose of adrecizumab versus placebo in acute cardiogenic shock
(ACCOST-HH): an investigator-initiated, randomised, double-blinded,
placebo-controlled, multicentre trial. Lancet Respir Med 2022;10(3):247–
54. doi:10.1016/S2213-2600(21)00439-2.
71. Mekontso Dessap A, Bagate F, Delmas C, Morichau-Beauchant T, Cholley
B, Cariou A, et al. Low-dose corticosteroid therapy for cardiogenic shock in
adults (COCCA): study protocol for a randomized controlled trial. Trials
2022;23(1):4. doi:10.1186/s13063-021-05947-6.
72. Nagy L, Kovács Á, Bódi B, Pásztor ET, Fülöp GÁ, Tóth A, et al. The novel
cardiac myosin activator omecamtiv mecarbil increases the calcium
sensitivity of force production in isolated cardiomyocytes and skeletal
muscle fibres of the rat. Br J Pharmacol 2015;172(18):4506–18.
doi:10.1111/bph.13235.
73. Bakkehaug JP, Kildal AB, Engstad ET, Boardman N, Naesheim T, Rønning
L, et al. Myosin activator omecamtiv mecarbil increases myocardial oxygen
consumption and impairs cardiac efficiency mediated by resting myosin

30
ATPase activity. Circ Heart Fail 2015;8(4):766–75.
doi:10.1161/CIRCHEARTFAILURE.114.002152.
74. Teerlink JR, Diaz R, Felker GM, McMurray JJV, Metra M, Solomon SD, et
al. Cardiac myosin activation with omecamtiv mecarbil in systolic heart
failure. N Engl J Med 2021;384(2):105–16. doi:10.1056/NEJMoa2025797.
75. Lewis GD, Docherty KF, Voors AA, Cohen-Solal A, Metra M, Whellan DJ,
et al. Developments in exercise capacity assessment in heart failure clinical
trials and the rationale for the design of METEORIC-HF. Circ Heart Fail
2022;15(5):e008970. doi:10.1161/CIRCHEARTFAILURE.121.008970.
76. Teerlink JR, Felker GM, McMurray JJV, Ponikowski P, Metra M, Filippatos
GS, et al. Acute treatment with omecamtiv mecarbil to increase contractility
in acute heart failure: the ATOMIC-AHF study. J Am Coll Cardiol
2016;67(12):1444–55. doi:10.1016/j.jacc.2016.01.031.
77. Takagi K, Blet A, Levy B, Deniau B, Azibani F, Feliot E, et al. Circulating
dipeptidyl peptidase 3 and alteration in haemodynamics in cardiogenic
shock: results from the OptimaCC trial. Eur J Heart Fail 2020;22(2):279–
86. doi:10.1002/ejhf. 1600.
78. Deniau B, Rehfeld L, Santos K, Dienelt A, Azibani F, Sadoune M, et al.
Circulating dipeptidyl peptidase 3 is a myocardial depressant factor:
dipeptidyl peptidase 3 inhibition rapidly and sustainably improves
haemodynamics. Eur J Heart Fail 2020;22(2):290–9.
doi:10.1002/ejhf.1601.
79. Shah SJ, Blair JE, Filippatos GS, Macarie C, Ruzyllo W, Korewicki J, et al.
Effects of istaroxime on diastolic stiffness in acute heart failure syndromes:
results from the hemodynamic, echocardiographic, and neurohormonal
effects of istaroxime, a novel intravenous inotropic and lusitropic agent: a
randomized controlled trial in patients hospitalized with heart failure
(HORIZON-HF) trial. Am Heart J 2009;157(6):1035– 41.
doi:10.1016/j.ahj.2009.03.007.
80. Metra M, Chioncel O, Cotter G, Davison B, Filippatos G, Mebazaa A, et al.
Safety and efficacy of istaroxime in patients with acute heart failure-related
pre-cardiogenic shock – A multicentre, randomized, double-blind, placebo-

31
controlled, parallel group study (SEISMiC). Eur J Heart Fail
2022;24(10):1967–77. doi:10.1002/ejhf.2629.
81. Busse LW, McCurdy MT, Ali O, Hall A, Chen H, Ostermann M. The effect
of angiotensin II on blood pressure in patients with circulatory shock: a
structured review of the literature. Crit Care 2017;21(1):324.
doi:10.1186/s13054-017-1896-6.
82. Khanna A, English SW, Wang XS, Ham K, Tumlin J, Szerlip H, et al.
Angiotensin II for the treatment of vasodilatory shock. N Engl J Med
2017;377(5):419–30. doi:10.1056/NEJMoa1704154.
83. Ostermann M, Boldt DW, Harper MD, Lim GW, Gunnerson K. Angiotensin
in ECMO patients with refractory shock. Crit Care 2018;22(1):288.
doi:10.1186/s13054-018-2225-4.
84. Antonucci E, Taccone FS. Angiotensin II in ECMO patients: a word of
caution. Crit Care 2019;23(1):144. doi:10.1186/s13054-019-2337-5.
85. Fuernau G, Beck J, Desch S, Eitel I, Jung C, Erbs S, et al. Mild hypothermia
in cardiogenic shock complicating myocardial infarction. Circulation
2019;139(4):448–57. doi:10.1161/CIRCULATIONAHA.117.032722.
86. Levy B, Girerd N, Amour J, Besnier E, Nesseler N, Helms J, et al. Effect of
moderate hypothermia vs normothermia on 30-day mortality in patients
with cardiogenic shock receiving venoarterial extracorporeal membrane
oxygenation: a randomized clinical trial. JAMA 2022;327(5):442–53.
doi:10.1001/jama.2021.24776.

32

Anda mungkin juga menyukai