PENDAHULUAN
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari Bab I Pendahuluan, berisi : latar belakang,
tujuan penulisan, ruang lingkup dan sistematika penulisan ; Bab 2 Pengertian Mata, proses
penuuan pada organ mata. dan Bab 3 askep gangguan penglihatan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Mata adalah organ sensorik yang mentrasmisikan rangsang melalui jaras pada otak ke
lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses penuaan yang
terjadi tentunya banyak perubahan yang terjadi.
Sistem penglihatan erat kaitannya dengan presbiopi (old sight). Lensa kehilangan
elastisitas dan kaku. Otot penyangga lensa lemah dan kehilangan tonus. Ketajaman
penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh/dekat berkurang. Ketajaman penglihatan dan
daya akomodasidari jarak jauh/dekat berkurang. Penggunaan kaca mata dan system
penerangan yang baik dapat digunakan untuk mengkompensasi hal tersebut.
Penglihatan
8. Perlambatan proses
informasi dari system saraf
pusat
Ketika anda memeriksa mata lansia, ingat juga bahwa tanda-tanda penuaan ocular dapat
mengubah keadaan keseluruhan mata. Anda dapat melihat bahwa mata terletak lebih didalam
orbit tulang, hal ini merupakan temuan normal karena hilangnya jaringgan lemak akibat usia.
Periksa simetrisitas alis dan distribusi rambut. Bandingkan warna kelopak mata dengan warna
kulit wajah ; kelopak mata semestinya tidak mengalami perubahan warna seperti kemerahan.
Periksa apakah terdapat lesi atau edema, dan perhatikan arah bulu mata. Kaji apakah kelopak
mata atas menutupi sebagian atau seluruh mata, yang menandakan ptosis, hal ini adalah suatu
temuan abnormal. Inspeksi apparatus lakrimal, perhatikan apakah ada keluaran, kemerahan,
edema, air mata yang berlebihan atau nyeri tekan. Periksa sclera dan konjungtiva. Sclera
biasanya tampak berwarna putih krem. Inspeksi pupil, perhatikan ukuran, bentuk, dan reaksi
terhadap cahaya. Inspeksi iris, perhatikan setiap aberasi marjin. Anda dapat melihat
pigmentasi iris irregular bilateral, dengan pigmen normal yang berubah menjadi warna coklat
pucat. Uji ketajamam penglihatan dengan atau tanpa lensa korektif, perhatikan setiap
perbedaan. Lakukan pemeriksaan oftalmoskopik untuk memeriksa struktur internal.
1. M.orbicular
2. Retractor palpebra inferior
3. Tartus
4. Tendo kantus medial/lateral
5. Aponeurosis muskulus levator palpebra
6. Kulit
1. M.orbicular
Kekendoran retractor palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus rotasi/ berputar
kearah luar sehingga memperberat terjadinya entropion.
3. Tartus
Bilaman tartus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi atas lebih
melengkung ke dalam sehingga entropion lebih nyata.
Perubahan involusional pada usia lanjut juga mengenai tendon kartus medial/ lateral
sehingga secar horizontal kekencangan palpebra berkurang.Perubahan-perubahan pada
jaringan palpebra juga diperberat dengan keadaan dimana bola mata pada usia lanjut lebih
enoftalmus karena proses atropi lemak orbita. Akibatnya kekencangan palpebra secara
horizontal relative lebih nyata. Jadi apakah proses involusional tersebut menyebabkan margo
palpebra menjadi inverse atau eversi tergantung perubahan-perubahan yang terjadi pada
m.orbikularis oculi, retractor palpebra inferior dan tarsus.
6. Kulit
Pada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya sehingga
menimbulkan kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya
diperberat dengan terjadinya peregangan septum orbita dan migrasi lemak preaponeurotik ke
arterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra superior maupun inferior dan disebut sebagai
dermatokalis.
1. Entropion involusional
2. Ektropion involusional
3. Blefaroptosis
4. Dermatokalasis
Yaitu suatu keadaan dimana margo palpebra mengalami inverse yang terjadi pada lanjut usia.
Gejala dan tanda :
1. Mata merah
2. Berair
3. Rasa gatal
Hal ini disebabkan oleh karena iritasi dan abrasi cornea. Bila berlanjut bias menyebabkan
ulkus cornea.
Penanganan :
Koreksi entropion yaitu dengan cara :
1) Jahitan eversi
2) Prosedur Weis (splitting palpebra transversa + jahitan eversi) dengan / tanpa
pemendekan horizontal
3) Plikasi retractor palpebra inferior
Yaitu suatu keadaan diman margo palpebra mengalami eversi yang terjadi pada usia lanjut.
Gejala dan tanda :
1. Epifora
2. Konjungtiva palpebra hipewremi dan hipertrofi
3. Konjungtiva bulbi hiperemi
Penanganan :
Koreksi ektropion dengan cara :
1. Lazy – T
2. Eksisi diamond tarsokonjungtiva
3. Pemendekan palpebra horizontal
1. Lensa Cyrstallina
Bentuk cakram biconvex ; berukuran diameter 9mm dan tebal bagian sentral 4mm.
Susunan anatominya :
1. Kapsul
2. Korteks
3. Nucleus
Pada usia muda lensa tidak bernukleus, pada usia 20tahun nucleus mulai terbentuk.
Semakin bertambah umur nucleus makin membesar dan padat, sedangkan volume lensa tetap,
sehingga bagian korteks makin menipis, elastisitas lensa berkurang, indeks bias berubah
(membias sinar jadi lemah). Lensa yang mula-mula bening transparan, menjadi tampak keruh
(Sklerosis).
2. Iris
3. Pupil
Kontriksi, mula-mula berdiameter 3mm, pada usia tua terjadi 1mm, reflek direk lemah.
5. Retina
Terjadi degenerasi (Senile Degeneration). Gambaran fundus mata mula-mula merah
jingga cemerlang, menjadi suram dan ada jalur-jalur berpigment (Tigroid Appearance)
terkesan seperti kulit harimau. Jumlah sel fotoreseptor berkurang sehingga adaptasi gelap dan
terang memanjang dan terjadi penyempitan lapang pandang.
1. Katarak
Katarak adalah kekeruhan pada lensa atau kapsul lensa mata, penyebab umum
kehilangan penglihatan yang bertahap. Lensa yang keruh menghalangi cahaya menenbus
kornea, yang pada akhirnya mengamburkan tangkapan bayangan pada retina. Sebagai
hasilnya, otak menginterprestasikan bayangan yang kabur.
Katarak umumnya mempengaruhi kedua mata, tetapi katarak di masing-masing mata
memburuk sendiri-sendiri. Pengecualian pada katarak traumatic, yang biasanya unilateral,
dan katarak congenital, yang kondisinya dapat tidak berubah. Katarak merupakan penyakit
yang paling banyak terjadi pada orang diatas usia 70 tahun. Pembedahan memperbaiki
penglihatan pada sekitar 95% pasien. Tampa pembedahan, katarak akhirnya menyebabkan
kehilangan penglihatan total.
1. Katarak senile terjadi pada lansia, kemungkinan karena perubahan kimiawi pada
protein lensa.
2. Katarak congenital terjadi pada bayi baru lahir akibat kesalahan metabolisme
sebelum dilahirkan atau akibat infeksi rubella maternal selama trimester pertama
kehamilan. Katarak tipe ini juga dapat terjadi akibat anomaly congenital atau akibat
genetic. Penurunanya biasanya dominant autosom; namun, katarak resesif mungkin
terkait dengan kromosom seks.
3. Katarak traumatic terjadi setelah benda asing mencederai lensa dengan tenaga yang
cukup untuk memungkinkan humor aqueous atau vitreous memasuki kapsul lensa.
4. Katarak dengan komplikasi terjadi sekunder akibat uveitis, glukoma, pigmentosa
retinitis, atau ablasio retina. Katarak tipe ini juga dapat terjadi dengan penyakit
sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroidisme atau dermatitis ektopik, atau akibat
radiasi ion atau sinar infarmerah.
5. Katarak toksik akibat dari obat-obatan atau toksisitas bahan kimiawi ergot atau
fenotiazin.
Patofisiologi
yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior
merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan
pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah
diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein
lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa
yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Komplikasi
1. Hilangnya vitreous.
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel vitreous dapat masuk
ke dalam bilik anterior, yang merupakan resiko terjadinya glaucoma atau traksi pada
retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument yang
mengaspirasi dan mengeksisi gel (virektomi). Pemasanagan lensa intraocular sesegera
mungkin tidak bias dilakukan pada kondisi ini.
2. Prolaps iris.
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca operasi dini.
Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi.
Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
3. Endoftalmitis.
Komplikasi infeksi ekstraksi katarak yang serius, namun jarang terjadi.
1. Stad. Insipiens
Belum ada keluhan penurunan visus, kekeruhannnya pada korteks daerah equator, yang
dapat ditegakkan diagnosis bila pipil dilebarkan.
2. Stad. Immature
Kekeruhan lensa lebih merata, sudah menimbulkan keruhan visus saat itu terjadi inhibisi
cairan ke dalam lensa, sehingga bentuk lensa cembung menyebabkan perubahan refraksi kea
rah myope, disamping itu dapat terjadi komplikasi glaucoma sekunder, oleh karena kamar
dapat lebih dangkal dan sudut Irido-Cornealis lebih sempit.
3. Stad. Matura
Kekeruhan lebih padat dan rata, pemeriksaan refleks fundus tidak tampak. Pada stadium
ini indikasi paling baik untuk melakukan operasi Cataract ekstrasi.
4. Stad. Hipermatura
Korteks lenca mencair, sehingga nucleus tidak lagi pada posisi sentral, menggeser ke
bawah dan dapat bergoyang bila bola mata bergerak. Kapsula lentis mengalami exfoliasi
dapat menimbulkan Lens Induced Uveitis dan Glaukoma sekunder.
Pemeriksaan diagnostik
Penanganan:
Ekstraksi lensa dengan pembedahan dan implantasi lensa intraocular untuk mengoreksi
defisit penglihatan adalah penanganan yang lazim dilakukan.
2. Glaukoma
1. Primer
Stadium Prodromal
Stadium ini mempunyai cirri khas ialah terjadi serangan (Attack), tekanan intra okuler
mendadak meningkat, dengan keluhan kemeng, visus turun, nrocos. Gambaran obyektif
adanya tanda kongestif (Ciliary Injection, Edema Cornea dan Iris, Kamar Depan Dangkal,
Pupil Melebar)
Stadium Akut
Bila stadium prodromal tidak dikelola dengan baik, akan timbul stadium akut, keluhan
subyektif dan gambaran kongestif menetap, kadang-kadang disertai Cephalgia dan mual.
Funduscopy terdapat Excavatio Glaukomatosa stadium ini termasuk kedaruratan medis.
Stadium Kronis
Masih ada gambaran kongestif dengan tambahan kelainan yang disebabkan oleh proses
yang menetap lama, ialah Keratopathia Bullosa dan Staphiloma Scelerae. Tekanan intra-
okuler sangat tinggi dan sulit diturunkan dengan obat.
Stadium Absolut
Terjadi kebutaan (Ophthalmological Blind) dengan visus nol, tidak dapat melihat/
menerima rangsang cahaya. Visus tidak dapat direhabilitasi dengan upaya apapun.
Upaya pencegahan kebutaan dan galukoma harus dilakukan sedini mungkin ialah pada
stadium prodromal, dilakukan operasi Iridectomy. Bila terjadi perubahan (Atrophy) pada
papil syaraf Optik, visus tidak lagi normal.
b. Glaukoma sudut lebar/ terbuka (juga dikenal sebagai glaukoma kronis, sederhana)
Dalam perjalanan proses penyakit ini tidak pernah menimbulkan keluhan sakit yang
mencolok, visus turun pelan-pelan dan lapangan pandang menyempit. Oleh karena tidak sakit
umumnya penderita dating berobat terlambat, pada pemeriksaan fundus copy sudah tampak
terjadi Excavasio Glaukomatosa dan Atrophy Papil Syaraf Opticus. Pengolahan penyakit ini
lebih ditekannkan pada pemakaian oabat anti glaucoma ; operasi baru dilakukan bila tekanan
intra okuler tinngi menetap tidak dapat turun dengan pemberian obat. Pemakaian obat anti
glaucoma dengan jangka panjang sering menimbulkan keluhan dan efek samping obat. Obat
dapat dihentikan sementara dan diganti dengan tindakan Laser Trabeculoplasty, obat
digunakan lagi setelah kira-kira dua bulan.
Glaukoma sekunder dapat terjadi akibat kondisi-kondisi seperti infeksi, uveitis, cedera,
pembedahan, gangguan obat-obatan yang berkepanjangan (seperti kortikosteroid), oklusi
vens dan diabetes. Kadang kala, pembuluh darah baru dapat terbentuk (vaskularisasi baru)
dan menghambat drainase humor aqueosa.
Pemeriksaan diagnostik
Penanganan:
Untuk glaukoma sudut terbuka, terapi obat-obatan awal bertujuan untuk mengurangi
tekanan karena penurunan produksi humor aqueosa. Obat-obatan tersebut meliputi penyekat
beta, seperti timolol (digunakan secara hati-hati pada pasien yang menderita asma dan
menderita bradikardia) serta betaksolol; epineprin untuk mendilatasi pupil
(dikontraindikasikan pada glaucoma sudut tertutup); dan obat tetes mata miotik, seperti
pilokarpin, untuk meningkatkan aliran balik humor aqueosa.
Pasien yang tidak berespons terhadap terapi obat-obatan dapat memanfaatkan
trabekuloplasti laser argon; yaitu ahli oftalmologi memfokuskan sinar laser argon pada
jalinan trabekular pada sudut terbuka. Prosedur ini menghasilkan pembakaran termal yang
mengubah permukaan meshwork tersebut dan mudah aliran balik humor aqueosa.
Untuk melakukan trabekulektomi, ahli bedah mendiseksi lipatan sclera untuk membuka
jalinan trabekular. Ahli bedah menghilangkan blok jaringan kecil dan melakukan iridektomi
perifer, yang menciptakan lubang untuk aliran balik humor aqueosa dibawah konjungtiva dan
menghasilkan filtering bleb. Pada pascaoperatif, injeksi subkonjungtivafluororasil dapat
diberikan untuk mempertahankan tekanan fistula. Iridektomi mengurangi tekanan dengan
cara mengeksisi sebagian iris untuk mengembalikan aliran balik humor aqueosa. Beberapa
hari kemudian, ahli bedah melakukan iridektomi profilaktik pada mata lainnya (yang normal)
untuk mencegah episode glaukoma akut pada mata tersebut.
Glaukoma sudut tertutup (glaukoma akut) adalah kedaruratan yang membutuhkan terapi
segera untuk mengurangi tekanan intraokuler yang tinggi. Terapi obat-obatan praoperatif
awal menurunkan tekanan intraokuler dengan asetazolamid, pilokarpin (yang
mengontriksikan pupil, mendorong iris jauh dari trabekula dan memungkinkan cairan
terbebas) dan manitol lewat I.V. atau gliserin aoal (yang mendorong cairan dari mata dengan
menjadikan hipertonik). Jika pengobatan ini gagal untuk menurunkan tekanan, iridotomi laser
atau iridektomiperifer dengan pembedahan harus dilakukan dengan cepat untuk
menyelamatkan penglihatan pasien.
Analgetik narkotik dapat digunakan jika pasien mengalami nyeri berat. Setelah
iridektomi perifer, tetes mata sikloplegik dapat diberikan untuk merilekskan otot-otot siliaris
dan mengurangi inflamasi, sehingga mencegah perlekatan.
1. Atrophic ARMD
2. Exudative ARMD
Atherosclerosis
Diet Lipid Tinggi
Kadar Cholesterol serum tinggi
Merokok dan adanya refraksi anomaly hypermetrope
Teori yang mengemukakan bahwa ARMD disebabkan oleh kerusakan Retinal Pigment
Epithelium (RPE) akibat dari terkena paparan sinar yang kuat (Excessive Exposure to Light)
atau karena deficiency vitamin anti-oxidant dan mineral dalam diet, semua itu tidak pasti (not
consistent).
Pathogenesis ARDM berpangkal pada peningkatan resistensi Sirkulasi Choroid (tekanan
Chorio-Capilar), menyebabkan gangguan metabolisme dalam RPE, terjadi degenerasi dan
atropht RPE, ini merupakan gambaran ARMD type Atrophy.
Peningkatan tensi Chorio-Capillaris menyebabkan gangguan transport metabolit di dalam
RPE terejadi akumulasi drudendan deposit pada membrane basalis juga deposit lipoid dan
membrane bruch, mudah terjadi RPE detachment dan membrane neo vaskuler Choroidal ; ini
gambaran klasik dari bentuk ARMD exudative dan proliferative.
Prognosis qua ad visam pada dua type ARMD, jelek ; lebih-lebih pada type proferatif sangat
mudah terjadi perdarahan sub-retina, akibatnya visus mendadak hilang.
Sejalan dengan bertambahnya umur maka organ-organ pada manusipun, salah satu
bagian organ mata yang juga mengalami perubahan yaitu RETINA. Perubahan retina karena
usia merupakan hal yang fisiologis, Degenerasi Retina Senilis.
Pada pemeriksaan obyektif didapatkan suatu gambaran fundus Senilis, Fundus Tygroid.
Faktor-faktor yang mendukung dari gambaran fundus normal, adalah :
1. Darah didalam pembuluh darah besar dan Chorio-Capillaris Choroid, merupakan
komponen merah.
2. Kepadatan Pigment dalam sel RPE dan sel melanosit di lapisan Choroid merupakan
komponen coklat.
3. Jenis dan intesitas cahaya yang berasal dari alat yang untuk melakukan
pemeriksaan merupakan sinar gelombang panjang (merah-kuning).
Perpaduan komponen merah dan coklat, yang mendapat pacuan sinar merah-kuning
mendapatkan hasil merah-jingga yang cemerlang, sebagai gambaran fundus Tygroid :
1. Sebagai akibat dari hilangnya sel reseptor dalam sel saraf, kira-kira 2,5% per
decade, maka visuskurang tajam,kemunduran sensitifitas lapang pandang,
penurunan sensitivitas kontras warna dan kenaikan ambang adaptasi gelap.
2. Perubahan kualitas syaraf optik
Jumlah akson syaraf optic berkurang dan ada penambahan jaringan ikat, warna papil
saraf optic lebih pucat. Atrofi perikapiler, depigmentasi sekeliling papil menimbulkan warna
pucat sekeliling papil.
Pada usia tua, retina dibagian perifer (antara Ora Serrata dan Equator) mengalami proses
degenerasi lebih awal bila dibandingkan dengan bagian sentral.
Beberapa macam yang dapat/sering ditemukan :
2. Cystoid degeneration
Tampak ada rongga-rongga pada lapisan pleksiformis luar umumnya area temporo-
inferior. Lesi dapat menyebabkan gangguan lapangan pandang dan dapat berkembang
menjadi Retinonoschisis.
3. Retinoschisis sinilis
Pemisahan lapisan retina, biasanya pada lapisan pleksiformis luar sebagai perluasan dari
Degenerasi Cystoid yang progesif. Dinding retinoschisis dapat robek dan terjadi Retinal
Detachment. Retinosis yang meluas kebelakang equator menimbulkan gangguan lapang
pandang. Setiap ada lesi Retinoschisis perlu tindakan untuk mencegah Retinal Detachment,
dengan Laser Foto-Koagulasi.
BAB III
Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
A. Pengkajian Fokus
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang
penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien
dirawat di rumah sakit.
1. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan masalah primer pasien,
seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan ganda, atau hilangnya daerah
penglihatan soliter. Perawat harus menemukan apakah masalahnya hanya mengenai satu mata
atau dua mata dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas
sangat penting. Apakah pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa
yang terakhir diderita pasien.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia mengenakan kacamata atau
lensa kontak?, apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau
jauh?, apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton televisi?, bagaimana dengan
masalah membedakan warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?
d) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-nenek.
Pengkajian pada lansia dengan gangguan penglihatan meliputi hal-hal berikut ini :
Kriteria hasil tindakan : Pasien akan menyatakan bahwa ia merasa rasa takutnya berkurang
dan tidak menunjukkan tanda dan gejala takut.
Kriteria hasil tindakan : Pasien akan mendapatkan kembali penglihatan yang hilang dengan
terapi
Penyuluhan pasien
Kriteria hasil tindakan : Pasien akan mencari bantuan medis ketika perubahan penglihatan
terjadi dan akan memperoleh kembali penglihatan normal serta mempertahankan penglihatan
normalnya dengan terapi.
Kriteria hasil tindakan : Pasien akan mengidentifikasi sumber-sumber rasa takut, mencari
informasi mengenai glaucoma dari sumber-sumber yang tepat untuk mengurangi rasa takut,
dan mengungkapkan pemahaman bahwa kepatuhan terhadap regimen terapi yang diresepkan
dapat mencegah kehilangan lebih lanjut.
1. Bagi pasien yang menderita glaukoma sudut tertutup, berikan obat-obatan sesuai
resep, dan siapkan ia secara fisik dan psikologis untuk menjalani iridektomi laser
atau pembedahan.
2. Ingat untuk memberikan obat tetes mata sikloplegik hanya pada mata yang sakit.
Pada mata yang tidak sakit, obat tetes mata ini dapat mencetuskan serangan
glaukoma sudut tertutup dan dapat mengganggu penglihatan pasien yang masih
tersisa.
3. Setelah trabekulektomi, berikan obat-obatan sesuai program untuk mendilatasi
pupil. Selain itu, oleskan kortikosteroid topical sesuai program untuk
mengistirahatkan pupil.
4. Setelah pembedahan, lindungi mata dengan memasangpenutup mata dan pelindung
mata, menempatkan pasien pada posisi telungkup atau miring ke bagian yang tidak
sakitdan melakukan tindakan keamanan umum.
5. Pantau kemampuan pasien untuk melihat dengan jelas. Tanyakan pada pasien secar
teratur mengenai terjadinya perubahan penglihatan.
6. Pantau tekanan intraokuler secara teratur
7. Pantau kepatuhan pasien terhadap terapi dan perawatan tindak lanjut sepanjang
hidup.
Penyuluhan pasien
Pranaka, Kris. 2010. Buku Ajar Boedhi Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Stanley M, Patricia GB.2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC
Pudjiastuti SS, Budi Utomo. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC
Maryam RS, ekasari MF, dkk .2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba