Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan penglihatan merupakan masalah penting yang menyertai lanjutnya usia.


Akibat dari masalah ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat, para ahli, bahkan oleh para
lanjut usia sendiri. Dengan berkurangnya penglihatan, para lanjut usia sering kali kehilangan
rasa percaya diri, berkurang keinginan untuk pergi keluar, untuk lebih aktif bergerak kesana
kemari. Mereka akan kehilangan kemampuan untuk membaca atau melihat televise. Kesemua
itu akan menurunkan aspek sosialisasi dari para lanjut usia., mengisolasi mereka dari dunia
luar yang pada gilirannya akan menyebabkan depresi dengan berbagai akibatnya.

B.     Tujuan Penulisan


1. Mengetahui Pengertian Mata
2. Mengetahui perubahan sistem indera pada penuaan
3. Mengetahui gangguan penglihatan
4. Mengetahui proses penuaan
5. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien Katarak

C.   Ruang Lingkup Penulisan


Ruang lingkup penulisan makalah ini hanya membahas tentang gangguan penglihatan.

D.   Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari Bab I Pendahuluan, berisi : latar belakang,
tujuan penulisan, ruang lingkup dan sistematika penulisan ; Bab 2 Pengertian Mata, proses
penuuan pada organ mata. dan Bab 3 askep gangguan penglihatan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Mata adalah organ sensorik yang mentrasmisikan rangsang melalui jaras pada otak ke
lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses penuaan yang
terjadi tentunya banyak perubahan yang terjadi.

Perubahan normal pada system sensoris (penglihatan) akibat penuaan :

Perubahan Normal yang b.d Penuaan Implikasi Klinis

1. Penurunan kemampuan 1. Kesukaran dalam membaca huruf-


akomodasi. huruf yang kecil.
2. Penyempitan lapang pandang
3. Sensitivitas terhadap cahaya
4. Penurunan penglihatan pada
2. Kontriksi pupil sinilis.
malam hari
3. Peningkatan kekeruhan lensa
5. Kesukaran dengan persepsi
dengan perubahan warna
kedalamam
menjadi menguning.

Sistem penglihatan erat kaitannya dengan presbiopi (old sight). Lensa kehilangan
elastisitas dan kaku. Otot penyangga lensa lemah dan kehilangan tonus. Ketajaman
penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh/dekat berkurang. Ketajaman penglihatan dan
daya akomodasidari jarak jauh/dekat berkurang. Penggunaan kaca mata dan system
penerangan yang baik dapat digunakan untuk mengkompensasi hal tersebut.

Perubahan sistem indra pada penuaan :

Perubahan Morfologis Perubahan Fisiologis

Penglihatan

1. Penurunan jaringan lemak 1. Penurunan penglihatan jarak dekat


sekitar mata
2. Penurunan elastisitas dan 2. Penurunan koordinasi gerak bola
tonus jaringan mata

3. Penurunan kekeuatan otot 3. Distorsi bayangan


mata

4. Penurunan ketajaman 4. Pandangaan biru-merah


kornea

5. Degenerasi pada sclera, 5. Compromised night vision


pupil dan iris

6. Peningkatan frekuensi 6. Penurunan ketajaman mengenali


proses terjadinya penyakit warna hijau, biru dan ungu

7. Peningkatan densitas 7. Kesulitan mengenali


dan rigiditas lensa benda yang bergerak

8. Perlambatan proses
informasi dari system saraf
pusat

Ketika anda memeriksa mata lansia, ingat juga bahwa tanda-tanda penuaan ocular dapat
mengubah keadaan keseluruhan mata. Anda dapat melihat bahwa mata terletak lebih didalam
orbit tulang, hal ini merupakan temuan normal karena hilangnya jaringgan lemak akibat usia.
Periksa simetrisitas alis dan distribusi rambut. Bandingkan warna kelopak mata dengan warna
kulit wajah ; kelopak mata semestinya tidak mengalami perubahan warna seperti kemerahan.
Periksa apakah terdapat lesi atau edema, dan perhatikan arah bulu mata. Kaji apakah kelopak
mata atas menutupi sebagian atau seluruh mata, yang menandakan ptosis, hal ini adalah suatu
temuan abnormal. Inspeksi apparatus lakrimal, perhatikan apakah ada keluaran, kemerahan,
edema, air mata yang berlebihan atau nyeri tekan. Periksa sclera dan konjungtiva. Sclera
biasanya tampak berwarna putih krem. Inspeksi pupil, perhatikan ukuran, bentuk, dan reaksi
terhadap cahaya. Inspeksi iris, perhatikan setiap aberasi marjin. Anda dapat melihat
pigmentasi iris irregular bilateral, dengan pigmen normal yang berubah menjadi warna coklat
pucat. Uji ketajamam penglihatan dengan atau tanpa lensa korektif, perhatikan setiap
perbedaan. Lakukan pemeriksaan oftalmoskopik untuk memeriksa struktur internal.

2.2 Gangguan Penglihatan


2.2.1 Perubahan struktur kelopak mata
Dengan bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak mata.
Perubahan ini yang juga disebut dengan perubahan involusional terjadi pada :

1. M.orbicular
2. Retractor palpebra inferior
3. Tartus
4. Tendo kantus medial/lateral
5. Aponeurosis muskulus levator palpebra
6. Kulit

Berikut penjelasan dari uraian diatas :

1. M.orbicular

Perubahan pada m.orbicularis bias menyebabkan perubahan kedudukan palpebra yaitu


terjadi entropion atau ektropion. Entropion/ektropion yang terjadi pada usia lanjut disebut
entropion/ekropion senilis/ involusional. Adapun proses terjadinya mirip, namun yang
membedakan adalah perubahan pada m.orbicularis preseptal dimana enteropion muskulus
tersebut relative stabil.
Pada ektropion, bila margo palpebra mulai eversi, konjungtiva tarsalis menjadi terpapar
(ekspose), ini menyebabkan inflamasi sekunder dan tartus akan menebal sehingga secara
mekanik akan memperberat ektropionnya.

2. Retractor palpebra inferior

Kekendoran retractor palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus rotasi/ berputar
kearah luar sehingga memperberat terjadinya entropion.

3. Tartus
Bilaman tartus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi atas lebih
melengkung ke dalam sehingga entropion lebih nyata.

4. Tendo kantus medial/lateral

Perubahan involusional pada usia lanjut juga mengenai tendon kartus medial/ lateral
sehingga secar horizontal kekencangan palpebra berkurang.Perubahan-perubahan pada
jaringan palpebra juga diperberat dengan keadaan dimana bola mata pada usia lanjut lebih
enoftalmus karena proses atropi lemak orbita. Akibatnya kekencangan palpebra secara
horizontal relative lebih nyata. Jadi apakah proses involusional tersebut menyebabkan margo
palpebra menjadi inverse atau eversi tergantung perubahan-perubahan yang terjadi pada
m.orbikularis oculi, retractor palpebra inferior dan tarsus.

5. Aponeurosis muskulus levator palpebra

Dengan bertambahnya usia maka aponeurosis m.levator palpebra mengalami disinsersi


dan terjadi penipisan, akibatnya terjadi blefaroptosis akuisita. Meskipun terjadi perubahan
pada aponeurosis m.levator palpebra namun m.levatornya sendiri relative stabil sepanjang
usia. Bial blefaroptosis tersebut mengganggu penglihatan atau secara kosmetik menjadi
keluhan bias diatasi dengan tindakan operasi.

6. Kulit

Pada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya sehingga
menimbulkan kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya
diperberat dengan terjadinya peregangan septum orbita dan migrasi lemak preaponeurotik ke
arterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra superior maupun inferior dan disebut sebagai
dermatokalis.

Gejala dan tanda :

1. Kesulitan menggangkat palpebra superior


2. Rasa tidak enak di daerah perorbita akibat penggunaan otot ocipitofrontalis dan otot
orbicularis oculi dalam mengatasi kesulitan mengangkat palpebra.
3. Terbatasnya lapangan pandang superior
4. Keluhan kosmetik.
Penanganan :
Dilakukan blefaroplasti untuk mengatasi gejala dan memperbaiki penampilan. Dengan
terjadinya perubahan struktur pada kelopak mata tersebut akibat proses penuaan, maka secar
klinis manifestasi yang sering dijumpai adalah :

1. Entropion involusional
2. Ektropion involusional
3. Blefaroptosis
4. Dermatokalasis

Aspek Klinis Entropion dan Ekstropion pada Usia Lanjut :

a. Entropion Senilis / Involusional

Yaitu suatu keadaan dimana margo palpebra mengalami inverse yang terjadi pada lanjut usia.
Gejala dan tanda :

1. Mata merah
2. Berair
3. Rasa gatal

Hal ini disebabkan oleh karena iritasi dan abrasi cornea. Bila berlanjut bias menyebabkan
ulkus cornea.

Penanganan :
Koreksi entropion yaitu dengan cara :
1) Jahitan eversi
2) Prosedur Weis (splitting palpebra transversa + jahitan eversi) dengan / tanpa
pemendekan horizontal
3) Plikasi retractor palpebra inferior

b. Ektropion Senilis / Involusional

Yaitu suatu keadaan diman margo palpebra mengalami eversi yang terjadi pada usia lanjut.
Gejala dan tanda :

1. Epifora
2. Konjungtiva palpebra hipewremi dan hipertrofi
3. Konjungtiva bulbi hiperemi

Penanganan :
Koreksi ektropion dengan cara :

1. Lazy – T
2. Eksisi diamond tarsokonjungtiva
3. Pemendekan palpebra horizontal

2.2.2 Perubahan sistim lakrimalis


Pada usia lanjut seringkali dijumpai keluhan nrocos. Kegagalan fungsi pompa pada
system kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan palpebra, eversi punctum atau
malposisi palpebra sehingga akan menimbulkan keluhan epifora. Namun sumbatan system
kanalis lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis sering dijumpai pada usia lanjut,
diman dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut lebih banyak dijumpai pada wanita
dibanding pria. Adapun patogenesia yang pasti terjadinya sumbatan ductus nasolakrimalis
masih belum jelas, namun diduga oleh karena terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat
terjadinya sumbatan.
Setelah usia 40 tahun khususnya wanita pasca menopause sekresi basal kelenjar lakrimal
secara progesif berkurang. Sehingga seringkali pasien dengan sumbatan pada duktus
nasolakrimalis tak menunjukkan gejala epifora oleh karena volume air matanya sedikit. Akan
tetapi bilamana sumbatan sistim lakrimalis tak nyata akan memberi keluhan mata kering yaitu
adanya rasa tidak enak seperti terdapat benda asing atau seperti ada pasir, mata tersa leleh dan
kering bahkan kabur. Sedangkan gejala obyektif yang didapatkan diantaranya konjungtiva
bulbi kusam dan menebal kadang hiperaemi, pada kornea didapatkan erosi dan filamen.
Periksa yang perlu dilakukan adalah Schirmer, Rose Bengal, “Tear film break up time”

2.2.3 Proses penuaan pada kornea


1. Arcus Senilis (Gerontoxon, Arcus Cornea)
Merupakan manifestasi proses penuaan pada kornea yang sering dijumpai. Keberadaan
arcus senilis ini tidak memberikan keluhan, hanya secara kosmetik sering menjadi masalah.
Kelainan ini berupa infiltrasi bahan lemak yang berwarna keputihan, berbentuk cincin
dibagian tepi kornea. Mula-mula timbulnya dibagian inferior kemudian diikuti bagian
superior berangsung meluas dan akhirnya membentuk cincin.
Etiologi arcus senilis diduga ada hubungannya dengan peningkatan kolestereol dan low
density lipoprotein (LDL). Bahan-bahan yang membentuk cincin tersebut terdiri dari ester
kolesterol, kolesterol dan gliserid.
Arcus senilis mulai dijumpai pada 60% individu usia 40-60 tahun dan terjadi pada
hamper semua orang yan berusia diatas 80 tahun dimana laki-laki lebih awal timbulnya
disbanding wanita.

2. Perubahan sensitivitas dan fragilitas kornea lansia


Dengan bertambahnya usia akan terjadi penurunan sensivitas kornea yang ditimbulkan
oleh rangsangan mekanis. Bagian sentral kornea lebih lama menurunnya disbanding dengan
bagian lainnya. Pengukuran CTT (Corneal Touch Threshold) pada orang sehat yang berbeda
usianya yaitu dengan merangsang kornea menggunakan benang nilon microfilament dengan
berbagai ukuran panjang, menunjukkan bahwa CTT masih tetap sama antara usia 7-40 tahun.
Mulai awal decade kelima CTT menjadi lebih tinggi, secara nermakna dan makin bertambah
dengan semakin bertambahnya usia. Pada usia 80 tahun, hamper 2 kalinya CTT usia 10
tahun. Penyebab dari penurunan sensitivitas kornea kemungkinan disebabkan penebalan
jaringan fibrous kornea, penurunan kandungan air atau atropi serabut-serabut saraf.
Fragilitas kornea diukur dengan menentukan seberapa besar tekanan yang diperlukan
untuk mencapai ambang kerusakan secara mekanis. Sampai usia 40 tahun fragilitas kornea
masih tetap sama. Namun setelah itu akan meningkat. Berdasarkan pengalaman klinis hal ini
sejalan dengan peningkatan fragilitas kulit pada usia yang makin lanjut.

2.2.4 Perubahan muskulus siliaris


Dengan bertambahnya usia, bentuk dari pada muskulus siliaris akan mengalami
perubahan. Pada masa kanak-kanak muskulus tersebut cenderung flat, namun semakin
bertambah usia seseorang maka serabut otot dan jaringan ikatnya bertambah sehingga
muskulus tersebut menjadi lebih tebal, terutama bagian interior. Proses tersebut berlanjut dan
mencapai tebal maksimal pada usia + 45 tahun. Setelah itu terjadi proses degenerasi
pengerutan dan ini diduga untuk mempertahankan bentuk. Dengan usia makin lanjut selain
muskulus siliaris mengalami proses atropi, juga terjadi hialinisasi. Tampak peningkatan
jaringan ikat diantara serabut-serabut muskulus siliaris dan nukleusnya menipis. Tampak pula
butiran-butiran lemak dan deposit kalsium diantara serabut muskulus tersebut.
Mengenai manifestasi klinik yang dikaitkan dengan perubahan muskulus siliaris pada
lanjut usia, dikatakan bahwa degenerasi muskulus siliaris bukan merupakan factor utama
yang mendasari terjadinya presbiopia. Dengan bertambahnya usia terjadi penurunan
amplitude akomodasi dengan manifestasi klinis yaitu presbiopoa. Penurunan amplitude
akomodasi ini diakaitkan dengan perubahan serabut-serabut lensa kurang dapat
menyesuaikan bentuknya. Untuk mengatasi hal tersebut muskulus siliaris mengadakan
kompensasi sehingga mengalami hipertropi. Proses ini terus berlanjut dengan semaki
bertambahnya usia sehingga terjadi manifestasi presbiopia.

2.2.5 Produksi humor aqueous


Pada mata sehat dengan pemeriksaan Fluorofotometer diperkirkan produksi H.Aqueous
2.4 + 0,06 micro liter/menit. Beberapa factor berpengaruh pada produksi H.Aqueous. dengan
pemeriksaan fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan bertambahnya usia terjadi
penurunan produksi H.Aqueous 2% (0,06 mikro liter/menit) tiap decade. Penurunan ini tidsak
sebanyak yang diperkirakan, oleh karena dengan bertambahnya usia sebenarnya produksi
H.Aqueous lebih stabil disbanding perubahan tekanan intra okuler atau volume COA.

2.2.6 Perubahan refraksi


Pada orang muda, hipermetrop dapat diatasi dengan kontraksi muskulus silisris. Dengan
bertambahnya usia hipermetrop laten menjadi lebih manifest karena hilangnya cadangan
akomodasi. Namun bila terjadi sclerosis nucleus pada lensa, hipermetrop menjadi berkurang
atau terjadi miopisasi karena proses kekeruhan di lensa dan lensa cenderung lebih cenbung.
Perubahan astigmat mulai terlihat pada umur 10-20 tahun dengan astigmat with the
rule 75,5% dan astigmat against the rule 6,8%. Pada umur 70-80 tahun didapatkan keadaan
astigmat with the rule 37,2% dan against the rule 35%. Factor-faktor yang mempengaruhi
perubahan astigmat antara lain kornea yang mengkerut oleh karena perubahan hidrasi pada
kornea, proses penuaan pada kornea.
Penurunan daya akomodasi dengan manifestasi presbiopia dimana seseorang akan
kesulitan untuk melihat dekat dipengaruhi oleh berkurangnya elastisitas lensa dan perubahan
pada muskulus silisris oleh karena proses penuaan.
2.2.7 Perubahan struktur jaringan dalam bola mata

1. Lensa Cyrstallina

Bentuk cakram biconvex ; berukuran diameter 9mm dan tebal bagian sentral 4mm.
Susunan anatominya :

1. Kapsul
2. Korteks
3. Nucleus

Pada usia muda lensa tidak bernukleus, pada usia 20tahun nucleus mulai terbentuk.
Semakin bertambah umur nucleus makin membesar dan padat, sedangkan volume lensa tetap,
sehingga bagian korteks makin menipis, elastisitas lensa berkurang, indeks bias berubah
(membias sinar jadi lemah). Lensa yang mula-mula bening transparan, menjadi tampak keruh
(Sklerosis).

2. Iris

Mengalami proses degenerasi, menjadi kurang cemerlang dan mengalami depigmentasi


tampak ada bercak berwarna merah muda sampai putih.

3. Pupil

Kontriksi, mula-mula berdiameter 3mm, pada usia tua terjadi 1mm, reflek direk lemah.

4. Badan Kaca (Vitreous)

Terjadi degenerasi, konsistensi lebih encer (Synchisis), dapat menimbulkan keluhan


Photopsia (melihat kilatan cahaya saat ada perubahan posisi bola mata).

5. Retina
Terjadi degenerasi (Senile Degeneration). Gambaran fundus mata mula-mula merah
jingga cemerlang, menjadi suram dan ada jalur-jalur berpigment (Tigroid Appearance)
terkesan seperti kulit harimau. Jumlah sel fotoreseptor berkurang sehingga adaptasi gelap dan
terang memanjang dan terjadi penyempitan lapang pandang.

2.2.8 Perubahan fungsional


Proses degenerasi dialami oleh berbagai jaringan di dalam bola mata, media refrakta
menjadi kurang cemerlang dan sel-sel reseptor berkurang, visus tajam dibandingkan pada
usia muda. Keluhan silau (foto-fobi) timbul akibat proses penuaan pada kornea dan lensa.

2.2.9 Aspek Klinik

1. Katarak

Katarak adalah kekeruhan pada lensa atau kapsul lensa mata, penyebab umum
kehilangan penglihatan yang bertahap. Lensa yang keruh menghalangi cahaya menenbus
kornea, yang pada akhirnya mengamburkan tangkapan bayangan pada retina. Sebagai
hasilnya, otak menginterprestasikan bayangan yang kabur.
Katarak umumnya mempengaruhi kedua mata, tetapi katarak di masing-masing mata
memburuk sendiri-sendiri. Pengecualian pada katarak traumatic, yang biasanya unilateral,
dan katarak congenital, yang kondisinya dapat tidak berubah. Katarak merupakan penyakit
yang paling banyak terjadi pada orang diatas usia 70 tahun. Pembedahan memperbaiki
penglihatan pada sekitar 95% pasien. Tampa pembedahan, katarak akhirnya menyebabkan
kehilangan penglihatan total.

Katarak di klasifikasikan berdasarkan penyebabnya :

1. Katarak senile terjadi pada lansia, kemungkinan karena perubahan kimiawi pada
protein lensa.
2. Katarak congenital terjadi pada bayi baru lahir akibat kesalahan metabolisme
sebelum dilahirkan atau akibat infeksi rubella maternal selama trimester pertama
kehamilan. Katarak tipe ini juga dapat terjadi akibat anomaly congenital atau akibat
genetic. Penurunanya biasanya dominant autosom; namun, katarak resesif mungkin
terkait dengan kromosom seks.
3. Katarak traumatic terjadi setelah benda asing mencederai lensa dengan tenaga yang
cukup untuk memungkinkan humor aqueous atau vitreous memasuki kapsul lensa.
4. Katarak dengan komplikasi terjadi sekunder akibat uveitis, glukoma, pigmentosa
retinitis, atau ablasio retina. Katarak tipe ini juga dapat terjadi dengan penyakit
sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroidisme atau dermatitis ektopik, atau akibat
radiasi ion atau sinar infarmerah.
5. Katarak toksik akibat dari obat-obatan atau toksisitas bahan kimiawi ergot atau
fenotiazin.

Tanda dan gejala

1. Kehilangan penglihatan secara bertahap dan tidak nyeri


2. Penglihatan baca yang buruk
3. Pandangan silau yang mengganggu dan penglihatan buruk pada sinar matahari yang
terang.
4. Pandangan silau yang membutakan akibat lampu sorot mobil pada saat mengemudi
pada malam hari.
5. Kemungkinan memiliki penglihatan yang baik pada cahaya yang redup
dibandingkan pada cahaya yang terang (dengan kekeruhan pada sentral)
6. Pupil berwarna putih susu
7. Area putih keabu-abuan di belakang pupil (dengan katarak lanjut)

Patofisiologi
yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior
merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan
pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah
diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein
lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa
yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.

Komplikasi
1. Hilangnya vitreous.
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel vitreous dapat masuk
ke dalam bilik anterior, yang merupakan resiko terjadinya glaucoma atau traksi pada
retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument yang
mengaspirasi dan mengeksisi gel (virektomi). Pemasanagan lensa intraocular sesegera
mungkin tidak bias dilakukan pada kondisi ini.
2. Prolaps iris.
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca operasi dini.
Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi.
Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
3.    Endoftalmitis.
Komplikasi infeksi ekstraksi katarak yang serius, namun jarang terjadi.

Katarak Senilis (Kekeruhan Lensa Pada Usia Tua)


Perjalanan prosesnya lewat 4 stadia :

1. Stad. Insipiens

Belum ada keluhan penurunan visus, kekeruhannnya pada korteks daerah equator, yang
dapat ditegakkan diagnosis bila pipil dilebarkan.

2. Stad. Immature

Kekeruhan lensa lebih merata, sudah menimbulkan keruhan visus saat itu terjadi inhibisi
cairan ke dalam lensa, sehingga bentuk lensa cembung menyebabkan perubahan refraksi kea
rah myope, disamping itu dapat terjadi komplikasi glaucoma sekunder, oleh karena kamar
dapat lebih dangkal dan sudut Irido-Cornealis lebih sempit.

3. Stad. Matura

Kekeruhan lebih padat dan rata, pemeriksaan refleks fundus tidak tampak. Pada stadium
ini indikasi paling baik untuk melakukan operasi Cataract ekstrasi.

4. Stad. Hipermatura

Korteks lenca mencair, sehingga nucleus tidak lagi pada posisi sentral, menggeser ke
bawah dan dapat bergoyang bila bola mata bergerak. Kapsula lentis mengalami exfoliasi
dapat menimbulkan Lens Induced Uveitis dan Glaukoma sekunder.

Pemeriksaan diagnostik

1. Oftamoskopi tidak langsung menunjukkan area gelap di refleks merah yang


normalnya homogen
2. Pemeriksaan slit-lamp memastikan diagnostic kekeruhan lensa
3. Pemeriksaan ketajaman penglihatan memastikan derajat kehilangan penglihatan

Penanganan:
Ekstraksi lensa dengan pembedahan dan implantasi lensa intraocular untuk mengoreksi
defisit penglihatan adalah penanganan yang lazim dilakukan.

2. Glaukoma

Glaukoma adalah penyakit mata dengan tanda : tekanan intra-okuler meninggi,


penyempitan lapangan pandang dan atropi papil syaraf Opticus umumnya terjadi pada usia di
atas 40 tahun.
Glaukoma adalah salah satu penyebab kebutaan paling banyak di Amerika Serikat, yang
terhitung sekitar 12% dari kasus kebutaan yang baru didiagnosis. Kebutaan paling sering
terjadi pada lansia yang berusia 40 sampai 65 tahun; insidennya menurun seiring dengan
pertambahan usia dan paling banyak terjadi dikalangan wanita dan orang kulit hitam. Akan
tetapi, deteksi dini dan terapi yang efektif dapat menghasilakan prognosis yang baik dalam
mempertahankan penglihatan. Glaukoma yang tidak diobati dapat memburuk menjadi
kebutaan total.

Tanda dan gejala

1. Sakit kepala tumpul di pagi hari


2. Rasa sakit yang ringan pada mata
3. Kehilangan penglihatan perifer (penglihatan menyempit)
4. Melihat lingkaran cahaya disekitar cahaya
5. Penurunan ketajaman penglihatan (khususnya pada malam hari) yang tidak dapat
dikoreksi dengan kacamata.
6. Inflamasi mata unilateral
7. Kornea berkabut
8. Pupil berdilatasi sedang yang tidak bereaksi terhadap cahaya
9. Peningkatan tekanan intraokuler, diketahui dengan cara membuat tekanan yang
lembut pada kelopak mata pasien yang tertutup menggunakan ujung jari; bola mata
menahan tekanan tersebut.

Ada 2 macam galukoma :

1. Primer

Ada dua macam :

a) Galukoma sudut sempit/ tertutup (juga dikenal sebagai glaucoma akut)

Perjalanan proses glaucoma sudut tertutup lewat empat stadia :

 Stadium Prodromal
Stadium ini mempunyai cirri khas ialah terjadi serangan (Attack), tekanan intra okuler
mendadak meningkat, dengan keluhan kemeng, visus turun, nrocos. Gambaran obyektif
adanya tanda kongestif (Ciliary Injection, Edema Cornea dan Iris, Kamar Depan Dangkal,
Pupil Melebar)

 Stadium Akut

Bila stadium prodromal tidak dikelola dengan baik, akan timbul stadium akut, keluhan
subyektif dan gambaran kongestif menetap, kadang-kadang disertai Cephalgia dan mual.
Funduscopy terdapat Excavatio Glaukomatosa stadium ini termasuk kedaruratan medis.

 Stadium Kronis

Masih ada gambaran kongestif dengan tambahan kelainan yang disebabkan oleh proses
yang menetap lama, ialah Keratopathia Bullosa dan Staphiloma Scelerae. Tekanan intra-
okuler sangat tinggi dan sulit diturunkan dengan obat.

 Stadium Absolut

Terjadi kebutaan (Ophthalmological Blind) dengan visus nol, tidak dapat melihat/
menerima rangsang cahaya. Visus tidak dapat direhabilitasi dengan upaya apapun.

Upaya pencegahan kebutaan dan galukoma harus dilakukan sedini mungkin ialah pada
stadium prodromal, dilakukan operasi Iridectomy. Bila terjadi perubahan (Atrophy) pada
papil syaraf Optik, visus tidak lagi normal.

b. Glaukoma sudut lebar/ terbuka (juga dikenal sebagai glaukoma kronis, sederhana)

Dalam perjalanan proses penyakit ini tidak pernah menimbulkan keluhan sakit yang
mencolok, visus turun pelan-pelan dan lapangan pandang menyempit. Oleh karena tidak sakit
umumnya penderita dating berobat terlambat, pada pemeriksaan fundus copy sudah tampak
terjadi Excavasio Glaukomatosa dan Atrophy Papil Syaraf Opticus. Pengolahan penyakit ini
lebih ditekannkan pada pemakaian oabat anti glaucoma ; operasi baru dilakukan bila tekanan
intra okuler tinngi menetap tidak dapat turun dengan pemberian obat. Pemakaian obat anti
glaucoma dengan jangka panjang sering menimbulkan keluhan dan efek samping obat. Obat
dapat dihentikan sementara dan diganti dengan tindakan Laser Trabeculoplasty, obat
digunakan lagi setelah kira-kira dua bulan.

2. Sekunder, akibat dari penyakit mata yang lain

Glaukoma sekunder dapat terjadi akibat kondisi-kondisi seperti infeksi, uveitis, cedera,
pembedahan, gangguan obat-obatan yang berkepanjangan (seperti kortikosteroid), oklusi
vens dan diabetes. Kadang kala, pembuluh darah baru dapat terbentuk (vaskularisasi baru)
dan menghambat drainase humor aqueosa.

Pemeriksaan diagnostik

1. Tonometri (dengan schiøtz pneumatic atau tonometer aplanasi) mengukur tekanan


intraokuler dan memberikan nilai dasar untuk perujukan. Rentang tekanan
intraokuler normal berkisar dari 8 sampai 21mmHg. Akan tetapi, pasien yang
IOPnya menurun dari rentang normal dapat mengalami tanda dan gejala glaucoma
dan pasien yang mempunyai tekanan tinggi mungkin tidak menunjukkan efek
klinis.
2. Pemeriksaan slit lamp memperlihatkan efek glaucoma pada stuktur mata anterior,
meliputi kornea, iris dan lensa.
3. Gonioskopi menentukan sudut ruang anterior mata, yang memungkinkan pemeriksa
untuk membedakan glaucoma sudut terbuka dengan glaucoma sudut tertutup. Sudut
mata normal pada glaucoma sudut terbuka sedangkan pada glaucoma sudut tertutup
tampak tidak normal. Akan tetapi, pada pasien lansia penutupan sebagian dapat
terjadi yang memungkinkan dua bentuk glaucoma terjadi bersamaan.
4. Oftalmoskopi mempermudah visualisasi fundus. Pada glaucoma sudut terbuka,
pelengkungan discus optikus dapat terlihat lebih awal dibandingkan pada glaucoma
sudut tertutup
5. Perimetrik atau pemeriksaan lapang pandang menentukan keluasaan kehilangan
penglihatan perifer, yang membantu mengevaluasi pemburukan pada glaucoma
sudut terbuka.
6. Fotografi fundus memantau dan mencatat perubahan pada discus optikus.

Penanganan:
Untuk glaukoma sudut terbuka, terapi obat-obatan awal bertujuan untuk mengurangi
tekanan karena penurunan produksi humor aqueosa. Obat-obatan tersebut meliputi penyekat
beta, seperti timolol (digunakan secara hati-hati pada pasien yang menderita asma dan
menderita bradikardia) serta betaksolol; epineprin untuk mendilatasi pupil
(dikontraindikasikan pada glaucoma sudut tertutup); dan obat tetes mata miotik, seperti
pilokarpin, untuk meningkatkan aliran balik humor aqueosa.
Pasien yang tidak berespons terhadap terapi obat-obatan dapat memanfaatkan
trabekuloplasti laser argon; yaitu ahli oftalmologi memfokuskan sinar laser argon pada
jalinan trabekular pada sudut terbuka. Prosedur ini menghasilkan pembakaran termal yang
mengubah permukaan meshwork tersebut dan mudah aliran balik humor aqueosa.
Untuk melakukan trabekulektomi, ahli bedah mendiseksi lipatan sclera untuk membuka
jalinan trabekular. Ahli bedah menghilangkan blok jaringan kecil dan melakukan iridektomi
perifer, yang menciptakan lubang untuk aliran balik humor aqueosa dibawah konjungtiva dan
menghasilkan filtering bleb. Pada pascaoperatif, injeksi subkonjungtivafluororasil dapat
diberikan untuk mempertahankan tekanan fistula. Iridektomi mengurangi tekanan dengan
cara mengeksisi sebagian iris untuk mengembalikan aliran balik humor aqueosa. Beberapa
hari kemudian, ahli bedah melakukan iridektomi profilaktik pada mata lainnya (yang normal)
untuk mencegah episode glaukoma akut pada mata tersebut.
Glaukoma sudut tertutup (glaukoma akut) adalah kedaruratan yang membutuhkan terapi
segera untuk mengurangi tekanan intraokuler yang tinggi. Terapi obat-obatan praoperatif
awal menurunkan tekanan intraokuler dengan asetazolamid, pilokarpin (yang
mengontriksikan pupil, mendorong iris jauh dari trabekula dan memungkinkan cairan
terbebas) dan manitol lewat I.V. atau gliserin aoal (yang mendorong cairan dari mata dengan
menjadikan hipertonik). Jika pengobatan ini gagal untuk menurunkan tekanan, iridotomi laser
atau iridektomiperifer dengan pembedahan harus dilakukan dengan cepat untuk
menyelamatkan penglihatan pasien.
Analgetik narkotik dapat digunakan jika pasien mengalami nyeri berat. Setelah
iridektomi perifer, tetes mata sikloplegik dapat diberikan untuk merilekskan otot-otot siliaris
dan mengurangi inflamasi, sehingga mencegah perlekatan.

3. Age Related Macular Degeneration (ARMD)


Ada dua tipe :

1. Atrophic ARMD
2. Exudative ARMD

Beberapa factor resiko terjadinya ARMD :

Atherosclerosis
Diet Lipid Tinggi
Kadar Cholesterol serum tinggi
Merokok dan adanya refraksi anomaly hypermetrope

Teori yang mengemukakan bahwa ARMD disebabkan oleh kerusakan Retinal Pigment
Epithelium (RPE) akibat dari terkena paparan sinar yang kuat (Excessive Exposure to Light)
atau karena deficiency vitamin anti-oxidant dan mineral dalam diet, semua itu tidak pasti (not
consistent).
Pathogenesis ARDM berpangkal pada peningkatan resistensi Sirkulasi Choroid (tekanan
Chorio-Capilar), menyebabkan gangguan metabolisme dalam RPE, terjadi degenerasi dan
atropht RPE, ini merupakan gambaran ARMD type Atrophy.
Peningkatan tensi Chorio-Capillaris menyebabkan gangguan transport metabolit di dalam
RPE terejadi akumulasi drudendan deposit pada membrane basalis juga deposit lipoid dan
membrane bruch, mudah terjadi RPE detachment dan membrane neo vaskuler Choroidal ; ini
gambaran klasik dari bentuk ARMD exudative dan proliferative.
Prognosis qua ad visam pada dua type ARMD, jelek ; lebih-lebih pada type proferatif sangat
mudah terjadi perdarahan sub-retina, akibatnya visus mendadak hilang.

4. Degenerasi Retina Senilis (Senile Retinal Degeneration)

Sejalan dengan bertambahnya umur maka organ-organ pada manusipun, salah satu
bagian organ mata yang juga mengalami perubahan yaitu RETINA. Perubahan retina karena
usia merupakan hal yang fisiologis, Degenerasi Retina Senilis.
Pada pemeriksaan obyektif didapatkan suatu gambaran fundus Senilis, Fundus Tygroid.
Faktor-faktor yang mendukung dari gambaran fundus normal, adalah :
1. Darah didalam pembuluh darah besar dan Chorio-Capillaris Choroid, merupakan
komponen merah.
2. Kepadatan Pigment dalam sel RPE dan sel melanosit di lapisan Choroid merupakan
komponen coklat.
3. Jenis dan intesitas cahaya yang berasal dari alat yang untuk melakukan
pemeriksaan merupakan sinar gelombang panjang (merah-kuning).

Perpaduan komponen merah dan coklat, yang mendapat pacuan sinar merah-kuning
mendapatkan hasil merah-jingga yang cemerlang, sebagai gambaran fundus Tygroid :

1. Sklerosis Involusional/Sklerosis senilis, terjadi pada arteriole di Retina dan


Choroid, menyebabkan berkurangnya komponen merah.
2. Kerusakan RPE dapat menimbulkan bercak hyper-pigmentasi, disamping kepadatan
pigment dalam sel Melanosit Choroid.

Beberapa perubahan/penurunan fungsi (Decreasing Function) pada Degenerasi Retina


Senilis:

1. Sebagai akibat dari hilangnya sel reseptor dalam sel saraf, kira-kira 2,5% per
decade, maka visuskurang tajam,kemunduran sensitifitas lapang pandang,
penurunan sensitivitas kontras warna dan kenaikan ambang adaptasi gelap.
2. Perubahan kualitas syaraf optik

Jumlah akson syaraf optic berkurang dan ada penambahan jaringan ikat, warna papil
saraf optic lebih pucat. Atrofi perikapiler, depigmentasi sekeliling papil menimbulkan warna
pucat sekeliling papil.

5. Degenerasi Retina Perifer (Peripheral Retinal Degeneration)

Pada usia tua, retina dibagian perifer (antara Ora Serrata dan Equator) mengalami proses
degenerasi lebih awal bila dibandingkan dengan bagian sentral.
Beberapa macam yang dapat/sering ditemukan :

1. Paving stone degeneration (Meyer Schwinckerath, 1960)


Terjadi pada 40% populasi usia diatas 45 tahun, lesi mulai disebelah bawah. Degenerasi
macam ini berhubungan dengan penipisan retina, hilangnya sejumlah sel reseptor, membrane
limitans luar serta sejumlah sel RPE, retina kurang melekat pada membrane Bruch dan
adanya perubahan Chorio-Capillaris. Lesi permulaan berbentuk bulat, diameter kira-kira 1,5
mm, dapat melebar dan bergabung (Confluency) menjadi lebih besar. Tidak ada therapy.

2. Cystoid degeneration

Tampak ada rongga-rongga pada lapisan pleksiformis luar umumnya area temporo-
inferior. Lesi dapat menyebabkan gangguan lapangan pandang dan dapat berkembang
menjadi Retinonoschisis.

3. Retinoschisis sinilis

Pemisahan lapisan retina, biasanya pada lapisan pleksiformis luar sebagai perluasan dari
Degenerasi Cystoid yang progesif. Dinding retinoschisis dapat robek dan terjadi Retinal
Detachment. Retinosis yang meluas kebelakang equator menimbulkan gangguan lapang
pandang. Setiap ada lesi Retinoschisis perlu tindakan untuk mencegah Retinal Detachment,
dengan Laser Foto-Koagulasi.
BAB III

Asuhan Keperawatan

3.1 Pengkajian

A. Pengkajian Fokus

Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang
penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien
dirawat di rumah sakit.
1.      Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2.      Riwayat kesehatan
a)      Keluhan utama
Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
b)      Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan masalah primer pasien,
seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan ganda, atau hilangnya daerah
penglihatan soliter. Perawat harus menemukan apakah masalahnya hanya mengenai satu mata
atau dua mata dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas
sangat penting. Apakah pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa
yang terakhir diderita pasien.
c)      Riwayat kesehatan sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia mengenakan kacamata atau
lensa kontak?, apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau
jauh?, apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton televisi?, bagaimana dengan
masalah membedakan warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?
d)     Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-nenek.

3.      Pemeriksaan fisik


Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga
retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak hitam
terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit
lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan
tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular.
Katarak terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang
menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada
lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata
sebelumnya (James, 2005).

4.      Perubahan pola fungsi


Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut (gordon) adalah sebagai berikut :
a)      Persepsi tehadap kesehatan
Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah kebiasaan merokok,
mengkonsumsi alkohol,dan apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat, makanan
atau yang lainnya.
b)      Pola aktifitas dan latihan
Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas atau perawatan diri, dengan skor :
0 = mandiri, 1= dibantu sebagian, 2= perlu bantuan orang lain, 3= perlu bantuan orang lain
dan alat, 4= tergantung/ tidak mampu. Skor dapat dinilai melalui : Aktifitas 0 1 2 3 4
c)      Pola istirahat tidur
Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti insomnia atau masalah
lain. Apakah saat tertidur sering terbangun.
d)     Pola nutrisi metabolik
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa yang telah diberikan. Kaji
nafsu makan pasien sebelum dan setelah sakit mengalami perubahan atau tidak, adakah
keluhan mual dan muntah, adakah penurunan berat badan yang drastis dalam 3 bulan
terakhir.
e)      Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau kesulitan. Untuk BAK kaji
warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk BAB kaji bentuk, warna, bau dan frekuensi.
f)       Pola kognitif perseptual
Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara, mendengar, melihat,
membaca serta kemampuan pasien berinteraksi. Adakah keluhan nyeri karena suatu hal, jika
ada kaji kualitas nyeri.
g)      Pola konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti harga diri, ideal diri
pasien dalam hidupnya, identitas diri dan gambaran akan dirinya.
h)      Pola koping
Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerima dan menghadapi perubahan
yang terjadi pada dirinya dari sebelum sakit hingga setelah sakit.
i)        Pola seksual reproduksi
Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan adakah masalah saat
menstruasi.
j)        Pola peran hubungan
Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem pendukung dalam menghadapi
masalah, dan bagaiman dukungan keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit.
k)      Pola nilai dan kepercayaan
Apa agama pasien, sebagai pendukung untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan atas sakit
yang diderita.

Pengkajian pada lansia dengan gangguan penglihatan meliputi hal-hal berikut ini :

1. Ukuran pupil mengecil


2. Pemakaian kacamata
3. Penglihatan ganda
4. Sakit pada mata seperti glaucoma dan katarak
5. Mata kemerahan
6. Mengeluh ketidaknyamanan terhadap cahaya terang (menyilaukan).
7. Kesulitan memasukan benang ke lubang jarum.
8. Permintaan untuk membacakan kalimat
9. Kesulitan/ kebergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan
sehari-hari (mandi, berpakaian, ke kamar kecil, makan, BAK/BAB, serta
berpindah)
10. Visus

3.2 Masalah Keperawatan


Masalah keperawatan yang biasanya terdapat pada lansia dengan masalah penglihatan
adalah sebagai berikut :
1. gangguan persepsi sensorik : penglihatan
2. risiko cidera : jatuh
3. gangguan mobilitas fisik
4. gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
5. kurang pengetahuan
6. kecemasan

3.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperwatan pada lansia dengan masalah penglihatan adalah sebagai berikut :

1. kaji penyebab adanya gangguan penglihatan pada klien


2. pastikan objek yang dilihat dalam lingkup lapang pandang klien
3. beri waktu lebih lama untuk memfokuskan sesuatu
4. bersihkan mata, apabila ada kotoran gunakan kapas basah dan bersih
5. kolaborasi untuk penggunaan alat Bantu penglihatan seperti kacamata dan
penatalaksanaan medis untuk katarak.
6. Berikan penerangan yang cukup
7. Hindari cahaya yang menyilaukan
8. Tulisan dicetak tebal dan besar untuk menandai atau pemberian informasi tertulis
9. Periksa kesehatan mata secara berkala.

3.4 Diagnosis Keperawatan Utama dan Kriteria Hasil (Katarak)

o Ketakutan yang berhubungan dengan kehilangan penglihatan total yang


disebabkan oleh katarak yang tidak ditangani

Kriteria hasil tindakan : Pasien akan menyatakan bahwa ia merasa rasa takutnya berkurang
dan tidak menunjukkan tanda dan gejala takut.

o Risiko cidera yang berhubungan dengan penurunan penglihatan yang


disebabkan oleh katarak

Kriteria hasil tindakan : Pasien akan terbebas dari cidera


o Gangguan persepsi sensorik (penglihatan) yang berhubungan dengan
penurunan kemampuan untuk melihat dengan sesuai sebagai akibat katarak

Kriteria hasil tindakan : Pasien akan mendapatkan kembali penglihatan yang hilang dengan
terapi

3.5 Intervensi keperawatan (katarak)

1. Siapkan pasien untuk pembedahan katarak dengan tepat.


2. Berikan lingkungan yang aman. Sebagai contoh, pertahankan sisi pengaman tempat
tidur dinaikkan dan Bantu pasien beraktivitas jika perlu. Evaluasi keamanan rumah
pasien.
3. Dengarkan pasien mengungkapkan ketakutan dan kecemasan mengenai kehilangan
penglihatan yang dialaminya.
4. Periksa penglihatan pasien secara teratur.

Penyuluhan pasien

1. Jelaskan bagaimana dan mengapa katarak terbentuk


2. Tekankan manfaat pemeriksaan oftalmologik yang teratur untuk memantau derajat
kerusakan penglihatan dan untuk menentukan kapan pembedahan dapat dilakukan.
3. Peringatkan pasien untuk melakukan kewaspadaan keamanan sampai katarak dapat
dihilangkan, termasuk menghindari mengemudi pada malam hari.

3.6 Diagnosis Keperawatan Utama dan Kriteria Hasil (Glaukoma)

o Gangguan persepsi sensori (penglihatan) yang berhubungan dengan


peningkatan tekanan intraokuler

Kriteria hasil tindakan : Pasien akan mencari bantuan medis ketika perubahan penglihatan
terjadi dan akan memperoleh kembali penglihatan normal serta mempertahankan penglihatan
normalnya dengan terapi.

o Risiko cidera yang berhubungan dengan gangguan penglihatan


Kriteria hasil tindakan : Pasien akan melakukan tindakan kewaspadaan untuk mencegah
cedera karena kerusakan penglihatan.

o Takut yang berhubungan dengan kemungkinan kebutaan

Kriteria hasil tindakan : Pasien akan mengidentifikasi sumber-sumber rasa takut, mencari
informasi mengenai glaucoma dari sumber-sumber yang tepat untuk mengurangi rasa takut,
dan mengungkapkan pemahaman bahwa kepatuhan terhadap regimen terapi yang diresepkan
dapat mencegah kehilangan lebih lanjut.

3.7 Intervensi keperawatan (glaukoma)

1. Bagi pasien yang menderita glaukoma sudut tertutup, berikan obat-obatan sesuai
resep, dan siapkan ia secara fisik dan psikologis untuk menjalani iridektomi laser
atau pembedahan.
2. Ingat untuk memberikan obat tetes mata sikloplegik hanya pada mata yang sakit.
Pada mata yang tidak sakit, obat tetes mata ini dapat mencetuskan serangan
glaukoma sudut tertutup dan dapat mengganggu penglihatan pasien yang masih
tersisa.
3. Setelah trabekulektomi, berikan obat-obatan sesuai program untuk mendilatasi
pupil. Selain itu, oleskan kortikosteroid topical sesuai program untuk
mengistirahatkan pupil.
4. Setelah pembedahan, lindungi mata dengan memasangpenutup mata dan pelindung
mata, menempatkan pasien pada posisi telungkup atau miring ke bagian yang tidak
sakitdan melakukan tindakan keamanan umum.
5. Pantau kemampuan pasien untuk melihat dengan jelas. Tanyakan pada pasien secar
teratur mengenai terjadinya perubahan penglihatan.
6. Pantau tekanan intraokuler secara teratur
7. Pantau kepatuhan pasien terhadap terapi dan perawatan tindak lanjut sepanjang
hidup.
Penyuluhan pasien

1. Tekankan pentingnya kepatuhan yang sangat cermat terhadap terapi obat-obatan


yang diresepkan untuk mempertahankan tekanan intraokuler rendah dan mencegah
perubahan pada diskus optikus yang menyebabkan kahilangan penglihatan.
2. Jelaskan semua prosedur dan terapi, khususnya pembedahan, untuk membantu
mengurangi kecemasan pasien.
3. Informasikan pada pasien bahwa kehilangan penglihatan tidak dapat diperbaiki
namun terapi tersebut biasanya dapat mencegah kehilangan penglihatan lebih
lanjut.
4. Ajarkan pada pasien mengenai tanda dan gejala yang membutuhkan perhatian
medis segera, seperti perubahan penglihatan yang tiba-tiba atau nyeri pada mata.
5. Beri tahu pada anggota keluarga cara memodifikasi lingkungan agar aman bagi
pasien. Sebagai contoh, anjurkan untuk mempertahankan lorong dirumah dengan
pencahayaan yang terang dan orientasikan kembali pasien terhadap susunan ruang
jika perlu.
6. Diskusikan pentingnya skrining glukoma untuk deteksi dan pencegahan dini.
Tekankan pada pasien semua orang di atas 35 tahun harus melakukan pemeriksaan
tonometri setiap tahun.
Daftar Pustaka

Pranaka, Kris. 2010. Buku Ajar Boedhi Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Stockslager, Jaime L . 2008. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi 2. Jakarta :EGC

Stanley M, Patricia GB.2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC

Pudjiastuti SS, Budi Utomo. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC

Maryam RS, ekasari MF, dkk .2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba

Anda mungkin juga menyukai