Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

DENGAN GANGGUAN SISTEM PENGLIHATAN

DISUSUN OLEH :

KELAS : 4A KEPERAWATAN
KELOMPOK : I

Suhastin Agaman 201601041


Ni Kadek Rika Yanti 201601076
Siti Nurhaliza S 201601039
Wahida Nur Hasana 201601046
Nindia Meiga Berliana 201601030
Dian Retno Haryati 201601011
Elis Diyanti 201601062
Moh. DJunaydi Kalo 201601073
Airin A Solodia 201601053

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019-2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata adalah organ sensorik yang mentrasmisikan rangsang melalui jaras pada otak ke
lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses penuaan yang
terjadi tentunya banyak perubahan yang terjadi. Gangguan penglihatan merupakan masalah
penting yang menyertai lanjutnya usia. Akibat dari masalah ini seringkali tidak disadari oleh
masyarakat, para ahli, bahkan oleh para lanjut usia sendiri. Dengan berkurangnya penglihatan,
para lanjut usia sering kali kehilangan rasa percaya diri, berkurang keinginan untuk pergi
keluar, untuk lebih aktif bergerak kesana kemari. Mereka akan kehilangan kemampuan untuk
membaca atau melihat televise. Kesemua itu akan menurunkan aspek sosialisasi dari para
lanjut usia., mengisolasi mereka dari dunia luar yang pada gilirannya akan menyebabkan
depresi dengan berbagai akibatnya.
Pada tahun 2020 diperkirakan penderita penyakit mata dan kebutaan meningkat dua
kali lipat. Padahal 7,5% kebutaan didunia dapat dicegah dan diobati. Kebutaan merupakan
masalah kesehatan masyarakat dan sosial ekonomi yang serius bagi setiap negara. Studi yang
dilakukan Eye Disease evalence Research Group (2004) memperkirakan, pada 2020 jumlah
penderita penyakit mata dan kebutaan didunia akan mencapai 55 juta jiwa. Prediksi tersebut
menyebutkan, penyakit mata dan kebutaan meningkat terutama bagi mereka yang telah
berumur diatas 65 tahun. Semakin tinggi usia, semakin tinggi pula resiko kesehatan mata.
WHO memiliki catatan mengejutkan mengenai kondisi kebutaan didunia, khususnya dinegara
berkembang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Mata adalah organ sensorik yang mentrasmisikan rangsang melalui jarak pada otak ke
lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses penuaan yang
terjadi tentunya banyak perubahan yang terjadi. Gangguan penglihatan merupakan masalah
penting yang menyertai lanjutnya usia. Akibat dari masalah ini seringkali tidak disadari oleh
masyarakat, para ahli, bahkan oleh para lanjut usia sendiri.
Perubahan normal pada system sensoris (penglihatan) akibat penuaan :
Perubahan Normal yang b.d Penuaan Implikasi Klinis
1. Penurunan kemampuan akomodasi. 1. Kesukaran dalam membaca huruf-huruf
yang kecil.
2. Penyempitan lapang pandang
2. Kontriksi pupil sinilis.
3. Sensitivitas terhadap cahaya
3. Peningkatan kekeruhan lensa dengan
4. Penurunan penglihatan pada malam hari
perubahan warna menjadi menguning.
5. Kesukaran dengan persepsi kedalamam

Sistem penglihatan erat kaitannya dengan presbiopi (old sight). Lensa kehilangan
elastisitas dan kaku. Otot penyangga lensa lemah dan kehilangan tonus. Ketajaman
penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh/dekat berkurang. Ketajaman penglihatan dan
daya akomodasidari jarak jauh/dekat berkurang. Penggunaan kaca mata dan system
penerangan yang baik dapat digunakan untuk mengkompensasi hal tersebut.
Perubahan sistem indra pada penuaan :
Perubahan Morfologis Perubahan Fisiologis
Penglihatan
1. Penurunan jaringan lemak sekitar 1. Penurunan penglihatan jarak dekat
mata
2. Penurunan elastisitas dan tonus 2. Penurunan koordinasi gerak bola mata
jaringan
3. Penurunan kekeuatan otot mata 3. Distorsi bayangan
4. Penurunan ketajaman kornea 4. Pandangaan biru-merah
5. Degenerasi pada sclera, pupil dan 5. Compromised night vision
iris
6. Peningkatan frekuensi proses 6. Penurunan ketajaman mengenali warna
terjadinya penyakit hijau, biru dan ungu
7. Peningkatan densitas dan rigiditas 7. Kesulitan mengenali benda yang bergerak
lensa
8. Perlambatan proses informasi dari
system saraf pusat

B. Gangguan Penglihatan
1. Perubahan struktur kelopak mata
Dengan bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan
kelopak mata. Perubahan ini yang juga disebut dengan perubahan involusional terjadi
pada :
a. M.orbicular
Perubahan pada m.orbicularis bias menyebabkan perubahan kedudukan
palpebra yaitu terjadi entropion atau ektropion. Entropion/ektropion yang terjadi
pada usia lanjut disebut entropion/ekropion senilis/ involusional. Adapun proses
terjadinya mirip, namun yang membedakan adalah perubahan pada m.orbicularis
preseptal dimana enteropion muskulus tersebut relative stabil.
Pada ektropion, bila margo palpebra mulai eversi, konjungtiva tarsalis
menjadi terpapar (ekspose), ini menyebabkan inflamasi sekunder dan tartus akan
menebal sehingga secara mekanik akan memperberat ektropionnya.
b. Retractor palpebra inferior
Kekendoran retractor palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus
rotasi/ berputar kearah luar sehingga memperberat terjadinya entropion.
c. Tartus
Bilaman tartus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi
atas lebih melengkung ke dalam sehingga entropion lebih nyata.
d. Tendo kantus medial/lateral
Perubahan involusional pada usia lanjut juga mengenai tendon kartus medial/
lateral sehingga secar horizontal kekencangan palpebra berkurang.
Perubahan-perubahan pada jaringan palpebra juga diperberat dengan keadaan
dimana bola mata pada usia lanjut lebih enoftalmus karena proses atropi lemak
orbita. Akibatnya kekencangan palpebra secara horizontal relative lebih nyata. Jadi
apakah proses involusional tersebut menyebabkan margo palpebra menjadi inverse
atau eversi tergantung perubahan-perubahan yang terjadi pada m.orbikularis oculi,
retractor palpebra inferior dan tarsus.
e. Aponeurosis muskulus levator palpebra
Dengan bertambahnya usia maka aponeurosis m.levator palpebra mengalami
disinsersi dan terjadi penipisan, akibatnya terjadi blefaroptosis akuisita. Meskipun
terjadi perubahan pada aponeurosis m.levator palpebra namun m.levatornya sendiri
relative stabil sepanjang usia. Bial blefaroptosis tersebut mengganggu penglihatan
atau secara kosmetik menjadi keluhan bias diatasi dengan tindakan operasi.
f. Kulit
Pada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan
elastisitasnya sehingga menimbulkan kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang
berlebihan. Keadaan ini biasanya diperberat dengan terjadinya peregangan septum
orbita dan migrasi lemak preaponeurotik ke arterior. Keadaan ini bisa terjadi pada
palpebra superior maupun inferior dan disebut sebagai dermatokalis.
2. Perubahan sistim lakrimalis
Pada usia lanjut seringkali dijumpai keluhan nrocos. Kegagalan fungsi pompa pada
system kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan palpebra, eversi punctum
atau malposisi palpebra sehingga akan menimbulkan keluhan epifora. Namun sumbatan
system kanalis lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis sering dijumpai pada usia
lanjut, diman dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut lebih banyak dijumpai
pada wanita dibanding pria. Adapun patogenesia yang pasti terjadinya sumbatan ductus
nasolakrimalis masih belum jelas, namun diduga oleh karena terjadi proses jaringan
mukosa dan berakibat terjadinya sumbatan.
Setelah usia 40 tahun khususnya wanita pasca menopause sekresi basal kelenjar
lakrimal secara progesif berkurang. Sehingga seringkali pasien dengan sumbatan pada
duktus nasolakrimalis tak menunjukkan gejala epifora oleh karena volume air matanya
sedikit. Akan tetapi bilamana sumbatan sistim lakrimalis tak nyata akan memberi keluhan
mata kering yaitu adanya rasa tidak enak seperti terdapat benda asing atau seperti ada
pasir, mata tersa leleh dan kering bahkan kabur. Sedangkan gejala obyektif yang
didapatkan diantaranya konjungtiva bulbi kusam dan menebal kadang hiperaemi, pada
kornea didapatkan erosi dan filamen. Periksa yang perlu dilakukan adalah Schirmer, Rose
Bengal, “Tear film break up time”
3. Proses penuaan pada kornea
Arcus Senilis (Gerontoxon, Arcus Cornea) merupakan manifestasi proses penuaan
pada kornea yang sering dijumpai. Keberadaan arcus senilis ini tidak memberikan
keluhan, hanya secara kosmetik sering menjadi masalah. Kelainan ini berupa infiltrasi
bahan lemak yang berwarna keputihan, berbentuk cincin dibagian tepi kornea. Mula-mula
timbulnya dibagian inferior kemudian diikuti bagian superior berangsung meluas dan
akhirnya membentuk cincin.
Etiologi arcus senilis diduga ada hubungannya dengan peningkatan kolestereol dan
low density lipoprotein (LDL). Bahan-bahan yang membentuk cincin tersebut terdiri dari
ester kolesterol, kolesterol dan gliserid.
Arcus senilis mulai dijumpai pada 60% individu usia 40-60 tahun dan terjadi pada
hamper semua orang yan berusia diatas 80 tahun dimana laki-laki lebih awal timbulnya
disbanding wanita.
Perubahan sensitivitas dan fragilitas kornea lansia dengan bertambahnya usia akan
terjadi penurunan sensivitas kornea yang ditimbulkan oleh rangsangan mekanis. Bagian
sentral kornea lebih lama menurunnya disbanding dengan bagian lainnya. Pengukuran
CTT (Corneal Touch Threshold) pada orang sehat yang berbeda usianya yaitu dengan
merangsang kornea menggunakan benang nilon microfilament dengan berbagai ukuran
panjang, menunjukkan bahwa CTT masih tetap sama antara usia 7-40 tahun. Mulai awal
decade kelima CTT menjadi lebih tinggi, secara nermakna dan makin bertambah dengan
semakin bertambahnya usia. Pada usia 80 tahun, hamper 2 kalinya CTT usia 10 tahun.
Penyebab dari penurunan sensitivitas kornea kemungkinan disebabkan penebalan
jaringan fibrous kornea, penurunan kandungan air atau atropi serabut-serabut saraf.
Fragilitas kornea diukur dengan menentukan seberapa besar tekanan yang
diperlukan untuk mencapai ambang kerusakan secara mekanis. Sampai usia 40 tahun
fragilitas kornea masih tetap sama. Namun setelah itu akan meningkat. Berdasarkan
pengalaman klinis hal ini sejalan dengan peningkatan fragilitas kulit pada usia yang
makin lanjut.
4. Perubahan muskulus siliaris
Dengan bertambahnya usia, bentuk dari pada muskulus siliaris akan mengalami
perubahan. Pada masa kanak-kanak muskulus tersebut cenderung flat, namun semakin
bertambah usia seseorang maka serabut otot dan jaringan ikatnya bertambah sehingga
muskulus tersebut menjadi lebih tebal, terutama bagian interior. Proses tersebut berlanjut
dan mencapai tebal maksimal pada usia + 45 tahun. Setelah itu terjadi proses degenerasi
pengerutan dan ini diduga untuk mempertahankan bentuk. Dengan usia makin lanjut
selain muskulus siliaris mengalami proses atropi, juga terjadi hialinisasi. Tampak
peningkatan jaringan ikat diantara serabut-serabut muskulus siliaris dan nukleusnya
menipis. Tampak pula butiran-butiran lemak dan deposit kalsium diantara serabut
muskulus tersebut.
Mengenai manifestasi klinik yang dikaitkan dengan perubahan muskulus siliaris
pada lanjut usia, dikatakan bahwa degenerasi muskulus siliaris bukan merupakan factor
utama yang mendasari terjadinya presbiopia. Dengan bertambahnya usia terjadi
penurunan amplitude akomodasi dengan manifestasi klinis yaitu presbiopoa. Penurunan
amplitude akomodasi ini diakaitkan dengan perubahan serabut-serabut lensa kurang dapat
menyesuaikan bentuknya. Untuk mengatasi hal tersebut muskulus siliaris mengadakan
kompensasi sehingga mengalami hipertropi. Proses ini terus berlanjut dengan semaki
bertambahnya usia sehingga terjadi manifestasi presbiopia.
5. Produksi humor aqueous
Pada mata sehat dengan pemeriksaan Fluorofotometer diperkirkan produksi
H.Aqueous 2.4 + 0,06 micro liter/menit. Beberapa factor berpengaruh pada produksi
H.Aqueous. dengan pemeriksaan fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan
bertambahnya usia terjadi penurunan produksi H.Aqueous 2% (0,06 mikro liter/menit)
tiap decade. Penurunan ini tidsak sebanyak yang diperkirakan, oleh karena dengan
bertambahnya usia sebenarnya produksi H.Aqueous lebih stabil disbanding perubahan
tekanan intra okuler atau volume COA.
6. Perubahan refraksi
Pada orang muda, hipermetrop dapat diatasi dengan kontraksi muskulus silisris.
Dengan bertambahnya usia hipermetrop laten menjadi lebih manifest karena hilangnya
cadangan akomodasi. Namun bila terjadi sclerosis nucleus pada lensa, hipermetrop
menjadi berkurang atau terjadi miopisasi karena proses kekeruhan di lensa dan lensa
cenderung lebih cenbung.
Perubahan astigmat mulai terlihat pada umur 10-20 tahun dengan astigmat with the
rule 75,5% dan astigmat against the rule 6,8%. Pada umur 70-80 tahun didapatkan
keadaan astigmat with the rule 37,2% dan against the rule 35%. Factor-faktor yang
mempengaruhi perubahan astigmat antara lain kornea yang mengkerut oleh karena
perubahan hidrasi pada kornea, proses penuaan pada kornea.
Penurunan daya akomodasi dengan manifestasi presbiopia dimana seseorang akan
kesulitan untuk melihat dekat dipengaruhi oleh berkurangnya elastisitas lensa dan
perubahan pada muskulus silisris oleh karena proses penuaan.
7. Perubahan struktur jaringan dalam bola mata
a. Lensa Cyrstallina
Bentuk cakram biconvex ; berukuran diameter 9mm dan tebal bagian sentral
4mm. Susunan anatominya : Kapsul, korteks, nucleus.
Pada usia muda lensa tidak bernukleus, pada usia 20tahun nucleus mulai
terbentuk. Semakin bertambah umur nucleus makin membesar dan padat, sedangkan
volume lensa tetap, sehingga bagian korteks makin menipis, elastisitas lensa
berkurang, indeks bias berubah (membias sinar jadi lemah). Lensa yang mula-mula
bening transparan, menjadi tampak keruh (Sklerosis).
b. Iris
Mengalami proses degenerasi, menjadi kurang cemerlang dan mengalami
depigmentasi tampak ada bercak berwarna merah muda sampai putih.
c. Pupil
Kontriksi, mula-mula berdiameter 3mm, pada usia tua terjadi 1mm, reflek direk
lemah.
d. Badan Kaca (Vitreous)
Terjadi degenerasi, konsistensi lebih encer (Synchisis), dapat menimbulkan
keluhan Photopsia (melihat kilatan cahaya saat ada perubahan posisi bola mata).
e. Retina
Terjadi degenerasi (Senile Degeneration). Gambaran fundus mata mula-mula
merah jingga cemerlang, menjadi suram dan ada jalur-jalur berpigment (Tigroid
Appearance) terkesan seperti kulit harimau. Jumlah sel fotoreseptor berkurang
sehingga adaptasi gelap dan terang memanjang dan terjadi penyempitan lapang
pandang.
8. Perubahan fungsional
Proses degenerasi dialami oleh berbagai jaringan di dalam bola mata, media
refrakta menjadi kurang cemerlang dan sel-sel reseptor berkurang, visus tajam
dibandingkan pada usia muda. Keluhan silau (foto-fobi) timbul akibat proses penuaan
pada kornea dan lensa.
9. Aspek Klinik
a. Katarak
Katarak adalah kekeruhan pada lensa atau kapsul lensa mata, penyebab umum
kehilangan penglihatan yang bertahap. Lensa yang keruh menghalangi cahaya
menenbus kornea, yang pada akhirnya mengamburkan tangkapan bayangan pada
retina. Sebagai hasilnya, otak menginterprestasikan bayangan yang kabur.
Katarak merupakan penyakit yang paling banyak terjadi pada orang diatas usia
70 tahun. Pembedahan memperbaiki penglihatan pada sekitar 95% pasien. Tampa
pembedahan, katarak akhirnya menyebabkan kehilangan penglihatan total. Katarak
di klasifikasikan berdasarkan penyebabnya :
1) Katarak senile terjadi pada lansia, kemungkinan karena perubahan kimiawi pada
protein lensa.
2) Katarak congenital terjadi pada bayi baru lahir akibat kesalahan metabolisme
sebelum dilahirkan atau akibat infeksi rubella maternal selama trimester pertama
kehamilan. Katarak tipe ini juga dapat terjadi akibat anomaly congenital atau
akibat genetic. Penurunanya biasanya dominant autosom; namun, katarak resesif
mungkin terkait dengan kromosom seks.
3) Katarak traumatic terjadi setelah benda asing mencederai lensa dengan tenaga
yang cukup untuk memungkinkan humor aqueous atau vitreous memasuki
kapsul lensa.
4) Katarak dengan komplikasi terjadi sekunder akibat uveitis, glukoma, pigmentosa
retinitis, atau ablasio retina. Katarak tipe ini juga dapat terjadi dengan penyakit
sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroidisme atau dermatitis ektopik, atau akibat
radiasi ion atau sinar infarmerah.
5) Katarak toksik akibat dari obat-obatan atau toksisitas bahan kimiawi ergot atau
fenotiazin.
Tanda dan gejala
1) Kehilangan penglihatan secara bertahap dan tidak nyeri
2) Penglihatan baca yang buruk
3) Pandangan silau yang mengganggu dan penglihatan buruk pada sinar matahari
yang terang.
4) Pandangan silau yang membutakan akibat lampu sorot mobil pada saat
mengemudi pada malam hari.
5) Kemungkinan memiliki penglihatan yang baik pada cahaya yang redup
dibandingkan pada cahaya yang terang (dengan kekeruhan pada sentral)
6) Pupil berwarna putih susu
7) Area putih keabu-abuan di belakang pupil (dengan katarak lanjut)
Pemeriksaan diagnostic
1) Oftamoskopi tidak langsung menunjukkan area gelap di refleks merah yang
normalnya homogen
2) Pemeriksaan slit-lamp memastikan diagnostic kekeruhan lensa
3) Pemeriksaan ketajaman penglihatan memastikan derajat kehilangan penglihatan
Penaganan
Ekstraksi lensa dengan pembedahan dan implantasi lensa intraocular untuk
mengoreksi defisit penglihatan adalah penanganan yang lazim dilakukan.
b. Glaukoma
Glaukoma adalah penyakit mata dengan tanda : tekanan intra-okuler meninggi,
penyempitan lapangan pandang dan atropi papil syaraf Opticus umumnya terjadi
pada usia di atas 40 tahun.
Glaukoma adalah salah satu penyebab kebutaan paling banyak di Amerika
Serikat, yang terhitung sekitar 12% dari kasus kebutaan yang baru didiagnosis.
Kebutaan paling sering terjadi pada lansia yang berusia 40 sampai 65 tahun;
insidennya menurun seiring dengan pertambahan usia dan paling banyak terjadi
dikalangan wanita dan orang kulit hitam. Akan tetapi, deteksi dini dan terapi yang
efektif dapat menghasilakan prognosis yang baik dalam mempertahankan
penglihatan. Glaukoma yang tidak diobati dapat memburuk menjadi kebutaan total.
Tanda dan gejala
1) Sakit kepala tumpul di pagi hari
2) Rasa sakit yang ringan pada mata
3) Kehilangan penglihatan perifer (penglihatan menyempit)
4) Melihat lingkaran cahaya disekitar cahaya
5) Penurunan ketajaman penglihatan (khususnya pada malam hari) yang tidak dapat
dikoreksi dengan kacamata.
6) Inflamasi mata unilateral
7) Kornea berkabut
8) Pupil berdilatasi sedang yang tidak bereaksi terhadap cahaya
9) Peningkatan tekanan intraokuler, diketahui dengan cara membuat tekanan yang
lembut pada kelopak mata pasien yang tertutup menggunakan ujung jari; bola
mata menahan tekanan tersebut.
Ada 2 macam galukoma :
1) Primer
Ada dua macam :
a) Galukoma sudut sempit/ tertutup (juga dikenal sebagai glaucoma akut)
Upaya pencegahan kebutaan dan galukoma harus dilakukan sedini mungkin
ialah pada stadium prodromal, dilakukan operasi Iridectomy. Bila terjadi
perubahan (Atrophy) pada papil syaraf Optik, visus tidak lagi normal.
b) Glaukoma sudut lebar/ terbuka (juga dikenal sebagai glaukoma kronis,
sederhana)
Dalam perjalanan proses penyakit ini tidak pernah menimbulkan keluhan
sakit yang mencolok, visus turun pelan-pelan dan lapangan pandang
menyempit. Oleh karena tidak sakit umumnya penderita dating berobat
terlambat, pada pemeriksaan fundus copy sudah tampak terjadi Excavasio
Glaukomatosa dan Atrophy Papil Syaraf Opticus. Pengolahan penyakit ini
lebih ditekannkan pada pemakaian oabat anti glaucoma ; operasi baru
dilakukan bila tekanan intra okuler tinngi menetap tidak dapat turun dengan
pemberian obat. Pemakaian obat anti glaucoma dengan jangka panjang
sering menimbulkan keluhan dan efek samping obat. Obat dapat dihentikan
sementara dan diganti dengan tindakan Laser Trabeculoplasty, obat
digunakan lagi setelah kira-kira dua bulan.
2) Sekunder, akibat dari penyakit mata yang lain
Glaukoma sekunder dapat terjadi akibat kondisi-kondisi seperti infeksi,
uveitis, cedera, pembedahan, gangguan obat-obatan yang berkepanjangan
(seperti kortikosteroid), oklusi vens dan diabetes. Kadang kala, pembuluh darah
baru dapat terbentuk (vaskularisasi baru) dan menghambat drainase humor
aqueosa.
Pemeriksaan diagnostic
1) Tonometri (dengan schiøtz pneumatic atau tonometer aplanasi) mengukur
tekanan intraokuler dan memberikan nilai dasar untuk perujukan. Rentang
tekanan intraokuler normal berkisar dari 8 sampai 21mmHg. Akan tetapi, pasien
yang IOPnya menurun dari rentang normal dapat mengalami tanda dan gejala
glaucoma dan pasien yang mempunyai tekanan tinggi mungkin tidak
menunjukkan efek klinis.
2) Pemeriksaan slit lamp memperlihatkan efek glaucoma pada stuktur mata
anterior, meliputi kornea, iris dan lensa.
3) Gonioskopi menentukan sudut ruang anterior mata, yang memungkinkan
pemeriksa untuk membedakan glaucoma sudut terbuka dengan glaucoma sudut
tertutup. Sudut mata normal pada glaucoma sudut terbuka sedangkan pada
glaucoma sudut tertutup tampak tidak normal. Akan tetapi, pada pasien lansia
penutupan sebagian dapat terjadi yang memungkinkan dua bentuk glaucoma
terjadi bersamaan.
4) Oftalmoskopi mempermudah visualisasi fundus. Pada glaucoma sudut terbuka,
pelengkungan discus optikus dapat terlihat lebih awal dibandingkan pada
glaucoma sudut tertutup
5) Perimetrik atau pemeriksaan lapang pandang menentukan keluasaan kehilangan
penglihatan perifer, yang membantu mengevaluasi pemburukan pada glaucoma
sudut terbuka.
6) Fotografi fundus memantau dan mencatat perubahan pada discus optikus.
Penanganan
Untuk glaukoma sudut terbuka, terapi obat-obatan awal bertujuan untuk
mengurangi tekanan karena penurunan produksi humor aqueosa. Obat-obatan
tersebut meliputi penyekat beta, seperti timolol (digunakan secara hati-hati pada
pasien yang menderita asma dan menderita bradikardia) serta betaksolol; epineprin
untuk mendilatasi pupil (dikontraindikasikan pada glaucoma sudut tertutup); dan
obat tetes mata miotik, seperti pilokarpin, untuk meningkatkan aliran balik humor
aqueosa.
Pasien yang tidak berespons terhadap terapi obat-obatan dapat memanfaatkan
trabekuloplasti laser argon; yaitu ahli oftalmologi memfokuskan sinar laser argon
pada jalinan trabekular pada sudut terbuka. Prosedur ini menghasilkan pembakaran
termal yang mengubah permukaan meshwork tersebut dan mudah aliran balik humor
aqueosa. Untuk melakukan trabekulektomi, ahli bedah mendiseksi lipatan sclera
untuk membuka jalinan trabekular. Ahli bedah menghilangkan blok jaringan kecil
dan melakukan iridektomi perifer, yang menciptakan lubang untuk aliran balik
humor aqueosa dibawah konjungtiva dan menghasilkan filtering bleb.
Pada pascaoperatif, injeksi subkonjungtivafluororasil dapat diberikan untuk
mempertahankan tekanan fistula. Iridektomi mengurangi tekanan dengan cara
mengeksisi sebagian iris untuk mengembalikan aliran balik humor aqueosa.
Beberapa hari kemudian, ahli bedah melakukan iridektomi profilaktik pada mata
lainnya (yang normal) untuk mencegah episode glaukoma akut pada mata tersebut.
Glaukoma sudut tertutup (glaukoma akut) adalah kedaruratan yang
membutuhkan terapi segera untuk mengurangi tekanan intraokuler yang tinggi.
Terapi obat-obatan praoperatif awal menurunkan tekanan intraokuler dengan
asetazolamid, pilokarpin (yang mengontriksikan pupil, mendorong iris jauh dari
trabekula dan memungkinkan cairan terbebas) dan manitol lewat I.V. atau gliserin
aoal (yang mendorong cairan dari mata dengan menjadikan hipertonik). Jika
pengobatan ini gagal untuk menurunkan tekanan, iridotomi laser atau
iridektomiperifer dengan pembedahan harus dilakukan dengan cepat untuk
menyelamatkan penglihatan pasien.
c. Age Related Macular Degeneration (ARMD)
Ada dua tipe :
1) Atrophic ARMD
2) Exudative ARMD

Beberapa factor resiko terjadinya ARMD :


1) Atherosclerosis
2) Diet Lipid Tinggi
3) Kadar Cholesterol serum tinggi
4) Merokok dan adanya refraksi anomaly hypermetrope

Teori yang mengemukakan bahwa ARMD disebabkan oleh kerusakan Retinal


Pigment Epithelium (RPE) akibat dari terkena paparan sinar yang kuat (Excessive
Exposure to Light) atau karena deficiency vitamin anti-oxidant dan mineral dalam
diet, semua itu tidak pasti (not consistent).
Pathogenesis ARDM berpangkal pada peningkatan resistensi Sirkulasi Choroid
(tekanan Chorio-Capilar), menyebabkan gangguan metabolisme dalam RPE, terjadi
degenerasi dan atropht RPE, ini merupakan gambaran ARMD type Atrophy.
Peningkatan tensi Chorio-Capillaris menyebabkan gangguan transport
metabolit di dalam RPE terejadi akumulasi drudendan deposit pada membrane
basalis juga deposit lipoid dan membrane bruch, mudah terjadi RPE detachment dan
membrane neo vaskuler Choroidal ; ini gambaran klasik dari bentuk ARMD
exudative dan proliferative. Prognosis qua ad visam pada dua type ARMD, jelek ;
lebih-lebih pada type proferatif sangat mudah terjadi perdarahan sub-retina,
akibatnya visus mendadak hilang.
d. Degenerasi Retina Senilis (Senile Retinal Degeneration)
Sejalan dengan bertambahnya umur maka organ-organ pada manusipun, salah
satu bagian organ mata yang juga mengalami perubahan yaitu RETINA. Perubahan
retina karena usia merupakan hal yang fisiologis, Degenerasi Retina Senilis.
Pada pemeriksaan obyektif didapatkan suatu gambaran fundus Senilis, Fundus
Tygroid. Faktor-faktor yang mendukung dari gambaran fundus normal, adalah :
1) Darah didalam pembuluh darah besar dan Chorio-Capillaris Choroid, merupakan
komponen merah.
2) Kepadatan Pigment dalam sel RPE dan sel melanosit di lapisan Choroid
merupakan komponen coklat.
3) Jenis dan intesitas cahaya yang berasal dari alat yang untuk melakukan
pemeriksaan merupakan sinar gelombang panjang (merah-kuning).

Perpaduan komponen merah dan coklat, yang mendapat pacuan sinar merah-
kuning mendapatkan hasil merah-jingga yang cemerlang, sebagai gambaran fundus
Tygroid :
1) Sklerosis Involusional/Sklerosis senilis, terjadi pada arteriole di Retina dan
Choroid, menyebabkan berkurangnya komponen merah.
2) Kerusakan RPE dapat menimbulkan bercak hyper-pigmentasi, disamping
kepadatan pigment dalam sel Melanosit Choroid.

Beberapa perubahan/penurunan fungsi (Decreasing Function) pada Degenerasi


Retina Senilis :
1) Sebagai akibat dari hilangnya sel reseptor dalam sel saraf, kira-kira 2,5% per
decade, maka visuskurang tajam,kemunduran sensitifitas lapang pandang,
penurunan sensitivitas kontras warna dan kenaikan ambang adaptasi gelap.
2) Perubahan kualitas syaraf optik
Jumlah akson syaraf optic berkurang dan ada penambahan jaringan ikat, warna
papil saraf optic lebih pucat. Atrofi perikapiler, depigmentasi sekeliling papil
menimbulkan warna pucat sekeliling papil.
e. Degenerasi Retina Perifer (Peripheral Retinal Degeneration)
Pada usia tua, retina dibagian perifer (antara Ora Serrata dan Equator)
mengalami proses degenerasi lebih awal bila dibandingkan dengan bagian sentral.
Beberapa macam yang dapat/sering ditemukan :
1) Paving stone degeneration (Meyer Schwinckerath, 1960)
Terjadi pada 40% populasi usia diatas 45 tahun, lesi mulai disebelah bawah.
Degenerasi macam ini berhubungan dengan penipisan retina, hilangnya sejumlah
sel reseptor, membrane limitans luar serta sejumlah sel RPE, retina kurang
melekat pada membrane Bruch dan adanya perubahan Chorio-Capillaris. Lesi
permulaan berbentuk bulat, diameter kira-kira 1,5 mm, dapat melebar dan
bergabung (Confluency) menjadi lebih besar. Tidak ada therapy.
2) Cystoid degeneration
Tampak ada rongga-rongga pada lapisan pleksiformis luar umumnya area
temporo-inferior. Lesi dapat menyebabkan gangguan lapangan pandang dan
dapat berkembang menjadi Retinonoschisis.
3) Retinoschisis sinilis
Pemisahan lapisan retina, biasanya pada lapisan pleksiformis luar sebagai
perluasan dari Degenerasi Cystoid yang progesif. Dinding retinoschisis dapat
robek dan terjadi Retinal Detachment. Retinosis yang meluas kebelakang
equator menimbulkan gangguan lapang pandang. Setiap ada lesi Retinoschisis
perlu tindakan untuk mencegah Retinal Detachment, dengan Laser Foto-
Koagulasi.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien(Nursalam, 2001)
1. Identitas
2. Riwayat penyakit
3. Aktivitas /Istirahat : Gejalanya yaitu Perubahan aktivitas biasanya/ hobi sehubungan
dengan gangguan penglihatan.
4. Makanan/cairan : Gejalanya yaitu Mual/muntah (glaukoma akut)
5. Neurosensori : Gejalanya yaitu Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas),sinar terang
menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokus
kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak). Penglihatan berawan/kabur, tampak
lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer,
fotofobia(glaukoma akut). Dan tandanya ytaitu Tampak kecoklatan atau putih susu pada
pupil (katarak), Pupil menyepit ddan merah/mata keras dengan kornea berawan
(glaukoma darurat),dan Peningkatan air mata.
6. Nyeri/Kenyamanan : Gejala yaitu Ketidak nyamanan ringan/mata berair (glaukoma
kronis), Nyeri tiba –tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala
(glaukoma akut).
7. Penyuluhan / Pembelajaran : Gejala yaitu Riwayat keluarga glaukoma, diabetes,
gangguan sistem vaskuler, Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh
peningkatan tekanan vena), dan ketidakseimbangan endokrin, diabetes (glaukoma).
B. Diagnosa Keperawatan
Katarak
1. Risiko cidera yang berhubungan dengan penurunan penglihatan yang disebabkan oleh
katarak
2. Kecemasan yang berhubungan dengan kehilangan penglihatan total yang disebabkan
oleh katarak yang tidak ditangani
3. Gangguan persepsi sensorik (penglihatan) yang berhubungan dengan penurunan
kemampuan untuk melihat dengan sesuai sebagai akibat katarak
Glaukoma
1. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intraokuler
2. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
3. Risiko cidera yang berhubungan dengan gangguan penglihatan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan penglihatan merupakan masalah penting yang menyertai lanjutnya usia.
Akibat dari masalah ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat, para ahli, bahkan oleh para
lanjut usia sendiri.
Dengan bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak
mata. Perubahan ini yang juga disebut dengan perubahan involusional. Kegagalan fungsi
pompa pada system kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan palpebra, eversi
punctum atau malposisi palpebra sehingga akan menimbulkan keluhan epifora. Namun
sumbatan system kanalis lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis sering dijumpai
pada usia lanjut, diman dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut lebih banyak
dijumpai pada wanita dibanding pria.

Anda mungkin juga menyukai