Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

OKSIDASI BIOLOGI

DOSEN PEMBIMBING :

RIRI NOVITA SUNARTI,M.Si

DISUSUSUN OLEH KELOMPOK 1 :

RISKY YULINDA

ANGGITA NADIA

NAILATUL HIFDZIYATI C

MITA HASTUTI

KIKI PATMAWATI

LILY SAFITRI

AIDIL RAHMAN

ABDUL AZIZ

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA HUSADA PALEMBANG

2015/2016
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah, kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Berkat rahmatnya, saya dapat menyelesaikan penyusunan Makalah dengan
Judul Oksidasi Biologi Dan juga saya berterima kasih pada ibu selaku dosen mata kuliah
Biokimia yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Oksidasi Biologi. Saya menyadari bahwa Makalah ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan makalah ini akan
saya terima dengan senang hati. Akhir kata semoga keberadaan laporan saya ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak baik yang menyusun maupun yang membaca.
Sekian Makalah ini, semoga dapat bermanfaat untuk semuanya. Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Palembang 19 Desember 15

( )

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................

DAFTAR ISI................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah..........................................................................................................


1.2 Rumusan masalah..................................................................................................................
1.3 Tujuan penulisan...................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian oksidasi biologi...................................................................................................

2.2 Kepentingan oksidasi dalam biomedis.................................................................................

2.3 Enzim yang terlibat dalam oksidasi biologis........................................................................

2.4 Siklus kreb .............................................................................................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...............................................................................................................................

3.2 Saran........................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Seperti yang telah diketahui bahwa makhluk hidup memerlukan energi yang digunakan
untuk pergerakan, pertumbuhan, sintesis biomolekul serta transport ion melintasi membrane sel.
Organisme akan menggunakan energy tersebut secara efisien untuk proses hidup. Dalam rangka
untuk menghasilkan energy, karbohidrat, lipid, asam amino dengan melalui jalur metabolism
yang berbeda akan dipecah dan menghasilkan sejumlah molekul pembawa energy yang
selanjutnya melalui proses oksidasi biologi.
Senyawa pembawa energy digolongkan menjadi 2, yaitu 1) low energy phosphates-ADP,
AMP, glukosa-1 phosphate- yang bertugas menangkap energy bebas dan high energy phosphates
(HEP)kreatin fosfat, ATP, karbamoil fosfat, GTP, fosfoenol piruvat dan CTP- yang membawa
energy tinggi untuk diberikan kepada reaksi biokimia. Terdapat tiga sumber utama senyawa HEP
dalam konsevasi energy yaitu dari 1) proses glikolisis, 2) siklus asam sitrat, dan 3) fosforilasi
oksidatif.
NADH yang merupakan hasil dari siklus Krebs yang terjadi dalam mitokondria akan
digunakan dalam reaksi reduksi untuk menghasilkan ATP yang merupakan molekul pembawa
energy melalui proses fosforilasi oksidatif. Banyak manifestasi berkaitan dengan adanya radikal
bebas yang merupakan hasil dari proses oksidasi biologi seperti penuaan dini, keganasan, namun
mekanisme perjalanan penyakit tersebut masih sulit untuk dijelaskan.
Reaksi Oksidasi dapat didefinisikan sebagai peristiwa kehilangan elektron atau
kehilangan hydrogen, sehingga disebut juga reaksi dehidrogenasi. Bila suatu senyawa dioksidasi
maka harus ada senyawa lain yang direduksi, yaitu akan memperoleh elektron atau memperoleh
hydrogen.(Sri Widya,2000)
Prinsip reaksi oksidasi reduksi yaitu reaksi pengeluaran dan perolehan elektron berlaku
pada berbagai sistem biokimia dan merupakan konsep penting yang melandasi pemahaman
tentang sifat oksidasi biologi. Ternyata banyak reaksi-reaksi oksidasi dalam sel hidup dapat
berlangsung tanpa peran molekul oksigen. Mitokondria sebagai organella pernapasan sel,
dikatakan demikian karena didalamnya berlangsung sebagian besar peristiwa penangkapan
energi yang berasal dari oksidasi dalam rantai pernapasan sel. Sistem dalam mitokondria yang
merangkaikan respirasi dengan produksi ATP sebagai suatu zat antara berenergi tinggi dikenal
dengan fosforilasi oksidatif. Fosforilasi oksidatif memungkinkan organisme aerob menangkap
energi bebas dengan proporsi yang lebih besar bila dibandingkan dengan organisme an aerob. (
Mardiani, 2004)
Dari pembelajaran kita mengenai Oksidasi Biologi ini, maka penulis mengharapkan agar
kita semua mengetahui bagaimanakah oksidasi biologi dan hal-hal yang berkaitan dengan
oksidasi biologi tersebut. Dan dengan mempelajari hal ini, maka penulis mengharapkan agar kita
bisa menggunakan oksidasi biologi ini dalam kehidupan sehari-hari.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian oksidasi biologi?
2. Enzim apa saja yang terdapat dalam reaksi oksidasi?
3. Bagaimana reaksi oksidasi dalam biomedis?
4. Bagaimana implementasi oksidasi dalam kehidupan?

1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian oksidasi biologi
2. Untuk mengetahui enzim yang terlibat dalam reaksi oksidasi.
3. Untuk mengetahui peran oksidasi dalam biomedis
4. Untuk mengetahui implementasi reaksi oksidasi dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN OKSIDASI BIOLOGI


Secara kimiawi, oksidasi di definisikan sebagai pengeluaran electron dan reduksi sebagai
penangkapan electron, sebagaimana di lukiskan oleh oksidasi ion fero menjadi feri e (elektron)
Fe 2+ Fe3+ Dengan demikian, oksidasi selalu disertai reduksi aseptor electron. Prinsip ini
osidasi reduksi ini berlaku pada berbagai sistem biokimia dan merupakan konsep penting yang
melandasi pemahaman sifat oksidasi biologi. kita ketahui bahwa banyak oksidasi biologi dapat
berlangsung tanpa peran serta molekul oksigen, misalnya : dehidrogenasi.
Hukum termodinamika I dan II Kaidah pertama termodinamika:
Kaidah pertama ini merupakan hukum penyimpanan energi, yang berbunyi: energi total
sebuah sistem, termasuk energi sekitarnya adalah konstan. Ini berarti bahwa saat terjadi
perubahan di dalam sistem tidak ada energi yang hilang atau diperoleh. Namun energi dapat
dialihkan antar bagian sistem atau dapat diubah menjadi energi bentuk lain. Contohnya energi
kimia dapat diubah menjadi energi listrik, panas, mekanik dan sebagainya.
Kaidah kedua termodinamika: Kaidah kedua berbunyi: entropi total sebuah sistem harus
meningkat bila proses ingin berlangsung spontan. Entropi adalah derajat ketidakteraturan atau
keteracakan sistem. Entropi akan mencapai taraf maksimal di dalam sistem seiring sistem
mendekati keadaan seimbang yang sejati.
Dalam kondisi suhu dan tekanan konstan, hubungan antara perubahan energi bebas (G)
pada sebuah sistem yang bereaksi, dengan perubahan entropi (S), diungkapkan dalam
persamaan: G = H TS
Keterangan:
H adalah perubahan entalpi (panas) dan T adalah suhu absolut.
Di dalam kondisi reaksi biokimia, mengingat H kurang lebih sama dengan E, perubahan total
energi internal di dalam reaksi, hubungan di atas dapat diungkapkan dengan persamaan:
G = E TS
Jika G bertanda negatif, reaksi berlangsung spontan dengan kehilangan energi bebas
(reaksi eksergonik). Jika G sangat besar, reaksi benar-benar berlangsung sampai selesai dan
tidak bisa membalik (irreversibel).
Jika G bertanda positif, reaksi berlangsung hanya jika memperoleh energi bebas (reaksi
endergonik). Bila G sangat besar, sistem akan stabil tanpa kecenderungan untuk terjadi reaksi.
Peran senyawa fosfat berenergi tinggi dalam penangkapan dan pengalihan energi Untuk
mempertahankan kehidupan, semua organisme harus mendapatkan pasokan energi bebas dari
lingkungannya. Organisme autotrofik melakukan metabolisme dengan proses eksergonik
sederhana, misalnya tumbuhan hijau menggunakan energi cahaya Fe3+. matahari, bakteri
tertentu menggunakan reaksi Fe2+ organismeSebaliknya heterotrofik, memperoleh energi
bebasnya dengan melakukan metabolisme yaitu pemecahan molekul organik kompleks.
Adenosin trifosfat (ATP) berperan sentral dalam pemindahan energi bebas dari proses
eksergonik ke proses endergonik. ATP adalah nukleotida trifosfat yang mengandung adenin,
ribosa dan 3 gugus fosfat.
Ada 3 sumber utama yang berperan dalam konservasi atau penangkapan energi.
a. Fosforilasi oksidatif. Fosforilasi oksidatif adalah sumberterbesar dalam organisme aerobik.
Energi bebas untuk menggerakkan proses ini berasal dari oksidasi rantai respirasi di dalam
mitokondria dengan menggunakan oksigen.
b. Glikolisis Dalam glikolisis terjadi pembentukan netto dua yang terjadi akibat pembentukan
laktat.
c. Siklus asam sitrat Dalam siklus asam sitrat satu.

2.2 KEPENTINGAN OKSIDASI DALAM BIOMEDIS


Pada kepentingan biomedis, fosforilasi oksidatif berguna untuk mempelajari proses
obat/racun yg dpt menghambat fosfolirasi oksidatif dan mempelajari kelainan bawaan
(miopati,encepalopati, dll).
Pemanfaatan Enzim Sebagai Alat Diagnosis
Pemanfaatan enzim untuk alat diagnosis secara garis besar dibagi dalam tiga kelompok:

1. Enzim sebagai petanda (marker) dari kerusakan suatu jaringan atau organ akibat penyakit
tertentu.
Penggunaan enzim sebagai petanda dari kerusakan suatu jaringan mengikuti prinsip
bahwasanya secara teoritis enzim intrasel seharusnya tidak terlacak di cairan ekstrasel dalam
jumlah yang signifikan. Pada kenyataannya selalu ada bagian kecil enzim yang berada di cairan
ekstrasel. Keberadaan ini diakibatkan adanya sel yang mati dan pecah sehingga mengeluarkan
isinya (enzim) ke lingkungan ekstrasel, namun jumlahnya sangat sedikir dan tetap. Apabila
enzim intrasel terlacak di dalam cairan ekstrasel dalam jumlah lebih besar dari yang seharusnya,
atau mengalami peningkatan yang bermakna/signifikan, maka dapat diperkirakan terjadi
kematian (yang diikuti oleh kebocoran akibat pecahnya membran) sel secara besar-besaran.
Kematian sel ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, seperti keracunan bahan kimia (yang
merusak tatanan lipid bilayer), kerusakan akibat senyawa radikal bebas, infeksi (virus),
berkurangnya aliran darah sehingga lisosom mengalami lisis dan mengeluarkan enzim-enzimnya,
atau terjadi perubahan komponen membrane sehingga sel imun tidak mampu lagi mengenali sel-
sel tubuh dan sel-sel asing, dan akhirnya menyerang sel tubuh (penyakit autoimun) dan
mengakibatkan kebocoran membrane.
Contoh penggunaan enzim sebagai petanda adanya suatu kerusakan jaringan adalah
sebagai berikut:
a. Peningkatan aktivitas enzim renin menunjukkan adanya gangguan perfusi darah ke
glomerulus ginjal, sehingga renin akan menghasilkan angiotensin II dari suatu protein serum
yang berfungsi untuk menaikkan tekanan darah
b. Peningkatan jumlah Alanin aminotransferase (ALT serum) hingga mencapai seratus kali
lipat (normal 1-23 sampai 55U/L) menunjukkan adanya infeksi virus hepatitis, peningkatan
sampai dua puluh kali dapat terjadi pada penyakit mononucleosis infeksiosa, sedangkan
peningkatan pada kadar yang lebih rendah terjadi pada keadaan alkoholisme.
c. Peningkatan jumlah tripsinogen I (salah satu isozim dari tripsin) hingga empat ratus kali
menunjukkan adanya pankreasitis akut, dan lain-lain.

2. Enzim sebagai suatu reagensia diagnosis.

Sebagai reagensia diagnosis, enzim dimanfaatkan menjadi bahan untuk mencari petanda
(marker) suatu senyawa. Dengan memanfaatkan enzim, keberadaan suatu senyawa petanda yang
dicari dapat diketahui dan diukur berapa jumlahnya. Kelebihan penggunaan enzim sebagai suatu
reagensia adalah pengukuran yang dihasilkan sangat khas dan lebih spesifik dibandingkan
dengan pengukuran secara kimia, mampu digunakan untuk mengukur kadar senyawa yang
jumlahnya sangat sedikit, serta praktis karena kemudahan dan ketepatannya dalam mengukur.
Contoh penggunaan enzim sebagai reagen adalah sebagai berikut:
a. Uricase yang berasal dari jamur Candida utilis dan bakteri Arthobacter globiformis dapat
digunakan untuk mengukur asam urat.
b. Pengukuran kolesterol dapat dilakukan dengan bantuan enzim kolesterol-oksidase yang
dihasilkan bakteri Pseudomonas fluorescens.
c. Pengukuran alcohol, terutama etanol pada penderita alkoholisme dan keracunan alcohol
dapat dilakukan dengan menggunakan enzim alcohol dehidrogenase yang dihasilkan oleh
Saccharomyces cerevisciae, dan lain-lain.

3. Enzim sebagai petanda pembantu dari reagensia.

Sebagai petanda pembantu dari reagensia, enzim bekerja dengan memperlihatkan


reagensia lain dalam mengungkapkan senyawa yang dilacak. Senyawa yang dilacak dan diukur
sama sekali bukan substrat yang khas bagi enzim yang digunakan. Selain itu, tidak semua
senyawa memiliki enzimnya, terutama senyawa-senyawa sintetis. Oleh karena itu, pengenalan
terhadap substrat dilakukan oleh antibodi. Adapun dalam hal ini enzim berfungsi dalam
memperlihatkan keberadaan reaksi antara antibodi dan antigen. Contoh penggunaannya adalah
sebagai berikut:
a. Pada teknik imunoenzimatik ELISA (Enzim Linked Immuno Sorbent Assay), antibodi
mengikat senyawa yang akan diukur, lalu antibodi kedua yang sudah ditandai dengan enzim akan
mengikat senyawa yang sama. Kompleks antibodi-senyawa-antibodi ini lalu direaksikan dengan
substrat enzim, hasilnya adalah zat berwarna yang tidak dapat diperoleh dengan cara
imunosupresi biasa. Zat berwarna ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah senyawa yang
direaksikan. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah peroksidase, fosfatase alkali,
glukosa oksidase, amilase, galaktosidase, dan asetil kolin transferase.
b. Pada teknik EMIT (Enzim Multiplied Immunochemistry Test), molekul kecil seperti obat
atau hormon ditandai oleh enzim tepat di situs katalitiknya, menyebabkan antibodi tidak dapat
berikatan dengan molekul (obat atau hormon) tersebut. Enzim yang lazim digunakan dalam
teknik ini adalah lisozim, malat dehidrogenase, dan gluksa-6-fosfat dehidrogenase.

Pemanfaatan Enzim Di Bidang Pengobatan

Pemanfaatan enzim dalam pengobatan meliputi penggunaan enzim sebagai obat,


pemberian senyawa kimia untuk memanipulasi kinerja suatu enzim dengan demikian suatu efek
tertentu dapat dicapai (enzim sebagai sasaran pengobatan), serta manipulasi terhadap ikatan
protein-ligan sebagai sasaran pengobatan.
1. Penggunaan enzim sebagai obat biasanya mengacu kepada pemberian enzim untuk
mengatasi defisiensi enzim yang seyogyanya terdapat di dalam tubuh manusia untuk mengkatalis
rekasi-reaksi tertentu. Berdasarkan lamanya pemberian enzim sebagai pengobatan, maka
keadaan defisiensi enzim dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu keadaan defisiensi enzim yang
bersifat sementara dan bersifat menetap. [6] Contoh keadaan defisiensi enzim yang bersifat
sementara adalah defisiensi enzim-enzim pencernaan. Seperti yang diketahui, enzim-enzim
pencernaan sangat beragam, beberapa di antaranya adalah protease dan peptidase yang
mengubah protein menjadi asam amino, lipase yang mengubah lemak menjadi asam lemak,
karbohidrase yang mengubah karbohidrat seperti amilum menjadi glukosa serta nuklease yang
mengubah asam nukleat menjadi nukleotida.[7] Adapun defisiensi enzim yang bersifat menetap
menyebabkan banyak kelainan, yang biasanya juga disebut sebagai kelainan genetic mengingat
enzim merupakan protein yang ditentukan oleh gen. Contoh kelainan akibat defisiensi enzim
antara lain adalah hemofilia. Hemofilia adalah suatu keadaan di mana penderita mengalami
kesulitan penggumpalan darah (cenderung untuk pendarahan) akibat defisiensi enzim-enzim
terkait penggumpalan darah. Saat ini telah diketahui ada tiga belas faktor, sebagian besar adalah
protease dalam bentuk proenzim, yang diperlukan dalam proses penggumpalan darah. Pada
penderita hemofilia, terdapat gangguan/defisiensi pada faktor VIII (Anti-Hemophilic Factor),
faktor IX, dan faktor XI. Kelainan ini dapat diatasi dengan transfer gen yang mengkode faktor
IX.[8] Diharapkan gen tersebut dapat mengkode enzim-enzim protease yang diperlukan dalam
proses penggumpalan darah.
2. Enzim sebagai sasaran pengobatan merupakan terapi di mana senyawa tertentu digunakan
untuk memodifikasi kerja enzim, sehingga dengan demikian efek yang merugikan dapat
dihambat dan efek yang menguntungkan dapat dibuat. Berdasarkan sasaran pengobatan, dapat
dibagi menjadi terapi di mana enzim sel individu menjadi sasaran dan terapi di mana enzim
bakteri patogen yang menjadi sasaran.

Pada terapi di mana enzim sel individu sebagai sasaran kinerja terapi, digunakan
senyawa-senyawa untuk mempengaruhi kerja suatu enzim sebagai penghambat bersaing. Contoh
penyakit yang dapat diobati dengan terapi ini adalah:
a. Melitus. Pada penyakit Diabetes Melitus, senyawa yang diinduksikan adalah akarbosa
(acarbose), di mana akarbosa akan bersaing dengan amilum makanan untuk mendapatkan situs
katalitik enzim amilase (pankreatik -amilase) yang seyogyanya akan mengubah amilum
menjadi glukosa sederhana. Akibatnya reaksi tersebut akan terganggu, sehingga kenaikan gula
darah setelah makan dapat dikendalikan.
b. Penumpukan cairan. Enzim anhidrase karbonat merupakan enzim yang mengatur pertukaran
H dan Na di tubulus ginjal, di mana H akan terbuang keluar bersama urine, sedangkan Na akan
diserap kembali ke dalam darah. Adalah senyawa turunan sulfonamida, yaitu azetolamida yang
berfungsi menghambat kerja enzim tersebut secara kompetitif sehingga pertukaran kation di
tubulus ginjal tidak akan terjadi. Ion Na akan dibuang keluar bersama dengan urine. Sifat ion Na
yang higroskopis menyebabkan air akan ikut keluar bersamaan dengan ion Na; hal ini membawa
keuntungan apabila terjadi penumpukan cairan bebas di ruang antar sel (udem). Dengan kata lain
senyawa azetolamida turut berperan dalam menjaga kesetimbangan cairan tubuh.
c. Pengendalian tekanan darah diatur oleh enzim renin-EKA dan angiosintase. Enzim renin-
EKA berperan dalam menaikkan tekanan darah dengan menghasilkan produk angiotensin II,
sedangkan angiosintase bekerja terbalik dengan mengurangi aktivitas angiotensin II. Untuk
menghambat kenaikan tekanan darah, maka manipulasi terhadap kerja enzim khususnya EKA
dapat dilakukan dengan pemberian obat penghambat EKA (ACE Inhibitor).
d. Mediator radang prostaglandin yang dibentuk dari asam arakidonat melibatkan dua enzim,
yaitu siklooksigenase I dan II (cox 1 dan cox II). Ada obat atau senyawa tertentu yang
mempengaruhi kinerja cox 1 dan cox II sehingga dapat digunakan untuk mengurangi peradangan
dan rasa sakit.
e. Dengan menggunakan prinsip pengaruh senyawa terhadap enzim, maka enzim yang
berfungsi untuk memecah AMP siklik (cAMP) yaitu fosfodiesterase (PD) dapat dihambat oleh
berbagai senyawa, antara lain kafein (trimetilxantin), teofilin, pentoksifilin, dan sildenafil.
Teofilin digunakan untuk mengobati sesak nafas karena asma, pentoksifilin digunakan untuk
menambah kelenturan membran sel darah merah sehingga dapat memasuki relung kapiler,
sedangkan sildenafil menyebabkan relaksasi kapiler di daerah penis sehingga aliran darah yang
masuk akan bertambah dan tertahan untuk beberapa saat.
f. Penyakit kanker merupakan penyakit sel ganas yang harus dicegah penyebarannya. Salah
satu cara untuk mencegah penyebarannya adalah dengan menghambat mitosis sel ganas. Seperti
yang diketahui, proses mitosis memerlukan pembentukan DNA baru (purin dan pirimidin). Pada
pembentukan basa purin, terdapat dua langkah reaksi yang melibatkan formilasi (penambahan
gugus formil) dari asam folat yang telah direduksi. Reduksi asam folat ini dapat dihambat oleh
senyawa ametopterin sehingga sintesis DNA menjadi tidak berlangsung. Selain itu penggunaan
azaserin dapat menghambat biosintesis purin yang membutuhkan asam glutamate. 6-
aminomerkaptopurin juga dapat menghambat adenilosuksinase sehingga menghambat
pembentukan AMP (salah satu bahan DNA).
g. Pada penderita penyakit kejiwaan, pemberian obat anti-depresi (senyawa) inhibitor
monoamina oksidase (MAO inhibitor) dapat menghambat enzim monoamina oksidase yang
mengkatalisis oksidasi senyawa amina primer yang berasal dari hasil dekarboksilasi asam amino.
Enzim monoamina oksidase sendiri merupakan enzim yang mengalami peningkatan jumlah ada
sel susunan saraf penderita penyakit kejiwaan.

Pada terapi di mana enzim mikroorganisme yang menjadi sasaran kerja, digunakan
prinsip bahwa enzim yang dibidik tidak boleh mengkatalisis reaksi yang sama atau menjadi
bagian dari proses yang sama dengan yang terdapat pada sel pejamu. Hal ini bertujuan untuk
melindungi sel pejamu, sekaligus meningkatkan spesifitas terapi ini. Karena yang dibidik adalah
enzim mikroorganisme, maka penyakit yang dihadapi kebanyakan adalah penyakit-penyakit
infeksi. Contoh terapi dengan menjadikan enzim mikroorganisme sebagai sasaran kerja antara
lain:
a. Pada penyakit tumor, sel tumor dapat dikendalikan perkembangannya dengan menghambat
mitosisnya. Mitosis sel tumor membutuhkan DNA baru (purin dan pirimidin baru). Proses ini
membutuhkan asam folat sebagai donor metil yang dapat dibuat oleh mikroorganisme sendiri
dengan memanfaatkan bahan baku asam p-aminobenzoat (PABA), pteridin, dan asam glutamat.
Suatu analog dari PABA, yaitu sulfonamida dan turunannya dapat dimanfaatkan untuk
menghambat pemakaian PABA untuk membentuk asam folat.
b. Penggunaan antibiotika, yaitu senyawa yang dikeluarkan oleh suatu mikroorganisme di alam
bebas dalam rangka mempertahankan substrat dari kolonisasi oleh mikroorganisme lain dalam
memperebutkan sumber daya, juga berperan dalam terapi. Contohnya adalah penisilin, suatu
antibiotik yang menghambat enzim transpeptidase yang mengkatalisis dipeptida D-alanil D-
alanin sehingga peptidoglikan di dinding sel bakteri tidak terbentuk dengan sempurna. Bakteri
akan rentan terhadap perbedaan tekanan osmotik sehingga gampang pecah.
c. Perbedaan mekanisme sintesis protein antara mikroorganisme dan sel pejamu juga dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu prinsip terapi. Penggunaan antibiotika tertentu dapat
menghambat sintesis protein pada mikroorganisme.

3. Interaksi protein-ligan sebagai sasaran pengobatan. Pengobatan dengan sasaran interaksi


protein-ligan mengacu kepada prinsip interaksi sistem mediator-reseptor, di mana apabila
mediator disaingi oleh molekul analognya sehingga tidak dapat berikatan dengan reseptor,
sehingga efek dari mediator tersebut tidak terjadi. Contoh pengobatan dengan menjadikan
interaksi protein-ligan sebagai sasarannya antara lain:
a. Pengendalian tekanan darah yang diatur oleh hormon adrenalin. Reseptor yang terdapat pada
hormon adrenalin, yaitu -reseptor dan -reseptor dapat dihambat oleh senyawa-senyawa yang
berbeda. Penghambatan pada -reseptor dapat menimbulkan efek pelemasan otot polos dan
penurunan detak jantung. Obat-obatan yang bekerja dengan cara tersebut dikenal sebagai -
blocker.
b. Penggunaan antihistamin untuk tujuan tertentu. Histamin merupakan turunan asam amino
histidin yang berperan sangat luas, mulai dari neuromediator, mediator radang pada kapiler,
meningkatkan pembentukan dan pengeluaran asam lambung HCl, kontraksi otot polos di
bronkus, dan lain-lain. Tidak jarang ketika misalnya terjadi peradangan yang memicu
pengeluaran histamin, terjadi efek-efek lain seperti sakit perut dan lain-lain. Untuk itu
dikembangkan senyawa spesifik yang mampu bekerja sebagai pesaing histamin, yaitu
antihistamin. Dengan adanya antihistamin ini, maka respon yang ditimbulkan akibat kerja
histamin dapat ditekan.
2.3 ENZIM YANG TERLIBAT DALAM OKSIDASI BIOLOGIS
Enzim yang terlibat dalam proses oksidasi dan reduksi dinamakan oksidoreduktase
dalam uraian berikut, enzim oksidoreduktase dipilah menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Enzim Okidase
Enzim Oksidase Menggunakan Oksigen Sebagai Akseptor Hidrogen
Enzim oksidase mengatalisis pengeluaran hydrogen dari substrat dengan menggunakan oksigen
sebagai akseptor hidrogennya. Enzim-enzim tersebut membetuk air atau hydrogen peroksida
sebagai produk reaksi.
Sebagi Oksidase Mengandung Tembaga Sitokrom oksidase merupakan hemoprotein yang
tersebar luas dalam banyak jaringan, dengan gugus prostetik heme yang secara khas ditemukan
dalam mioglobin, hemoglobin, serta sitrokom lain. Enzim ini merupakan komponem terakhir
pada rantai pembawa (carrier) respiratorik yang ditemukan dalam mitokondria dan dengan
demikian bertanggung jawab atas reaksi pemindahan elektron yang dihasilkan dari oksidasi
molekul substrat oleh dehidrogenase kepada akseptornya yang terakhir, yaitu oksigen. Gas
karbon monoksida, sianida, dan hydrogen sulfide merupakan racun bagi enzim sitokrom
oksidase. Sifat yang berlainan sehubungan dengan efek karbon monoksida serta sianida.
Penelitian yang lebih mutakhir menunjukkan bahwa kedua sitokrom tersebut bergabung
dengan sebuah protein tunggal, dan kompleks tersebut dikenal sebagai sitokrom.
Oksidase Lain Merupakan Flavoprotein Enzim flavoprotein memiliki flavin mononukleotida
(FMN) atau flavin adenin dinukleotida (FAD) sebagai gugus prostetiknya. FMN dan FAD
biasanya terikat erat-tetapi tidak secara kovalen dengan masing-masing protein
apoenzimnya.banyak enzim flavoprotein mengandung satu atau lebih logam sebagai
kofaktoresensial dan dikenal dengan nama metaloflavoprotein. Enzim yang termasuk kedalam
kelompok enzim oksidase ini mencakup oksidase asam L-amino, suatu enzim terikat FMN yang
ditemukan dalam ginjal dengan spesifisitas umum untuk deaminasi oksidatif asam L-amino yang
terdapat dialam.
Enzim xantin oksidase tersebar luas dan terdapat didalam susu,usus halus, ginjal, serta
hati. Enzim ini mengandung molibdenum dan mempunyai peranan penting dalam konversi basa
purin menjadi asam urat sebagai produk nitrogenosa akhir utama, bukan saja dari metabolisme
purin, tetapi juga dari katabolisme protein dan asam amino.Aldehid dehidrogenase merupakan
enzim terikat-FAD yang terdapat didalam hati mamalia. Enzim ini merupakan
metaloflavoprotein yang mengandung molibdenum serta besi nonheme dan bekerja pada
senyawa aldehid serta substret N-heterosiklik.
Mekanisme oksidase dan reduksi semua enzim ini bersifat sangat kompleks.meskipun
demikian, bukti-bukti menunjukkan bahwa reduksi cincin isoaloksazin berlangsung dalam 2
yahap lewat intermediat.
` 2. Dehidrogenase
Dehidrogenase Tidak Dapat Menggunakan Oksigen Sebagai Akseptor Hidrogen
Ada sejumlah besar enzim didalam kelompok ini. Enzim-enzim tersebut melaksanakan 2 fungsi
utama:
a. pemindahan hidrogen dari substrat yang satu kepada substrat yang lain dalam reksi oksidasi-
reduksi berpasangan . enzi dehidrogenase ini bersifat sangat spesifik untuk substratnya, tetapi
sering memakai koenzim atau pembawa hidrogen yang sama seperti enzim dehidrogenase lain,
misal, NAD. Karena reaksi berlangsung reversibel, sifat-sifat ini memudahkan senyawa
ekuivalen preduksi dipindahkan secara bebas didalam sel.
b. sebagai komponem dalam rantai respirasi pengangkutan elektron dari substrat ke oksigen.

3. Hidroperoksidase
Enzim Hidroperoksidase Menggunakan Hidrogen Peroksida Atau Peroksida Organik
Sebagai Substrat. Ada dua tipe enzim yang masuk ke dalam kategori ini : peroksidase dan
katalase. Kedua tipe enzim ini ditemukan baik pada hewan maupun tumbuhan. Enzim
hidroperoksidase melindungi tubuh terhadap senyawa-senyawa peroksida yang berbahaya.
Penumpukan senyawa peroksida dapat menghasilkanradikal bebas yang selanjutnya akan
merusak membran sel dan keungkinan menimbulkan penyakit kanker serta aterosklerosis.
4. Oksigenase
Enzim Oksigenase Mengatalisis Pemindahan Langsung Dan Inkorporasi Oksigen Ke
Dalam Molekul Substrat. Enzim oksigenase lebih berhubungan dengan sintesis atau penguraian
berbagai tipe metabolit dibandingkan mengambil bagian dalam reaksi yang bertujuan
memberikan enegi pada sel. Enzim-enzim dlam kelompok ini mengatalisis inkorporasi
(penyatuan) oksigen kedalam molekul substrat.peristiwa ini berlangsung melalui 2 tahap :
a. pengikatan oksigen dengan enzim pada tapak aktif.
b. reaksi saat oksigen yang terikat direduksi atau dipindahkan kepada substrat.
Rantai Respirasi Dan Fosforilasi Oksidatif

Mitokondria telah mendapatkan nama yang tepat sebagai pusat tenagasel karena di
dalam organel inilah berlangsung seagaian besar peristiwa penangkapan energy yang berasal dari
oksidasi respiratorik, system dalam mitokondria yang memasangkan respirasi dengan proses
pembentukan intermediate berenergi tinggi, ATP di sebut Fosforilasi Oksidatif.

1. Sejumlah Enzim Spesifik bertindak sebagai penanda bagi kompartemen yang


dipisahkan oleh membran Mitokondria Mitokondra mempunyai membran eksterna yang bersifat
permeabel terhadap sebagian besar Metabolit, membran eksterna yang permeabilitas nya selektif
serta tersusun dalam bentuk lipatan atau Krista, serta matriks di dalam membran interna tersebut.
Membran eksterna dapat di hilangkan melalui reaksi dengan digitonin dan dikarakterisasi oleh
keberadaan monoamine oksidase, asil koA sintetase, gliserofosfat asiltransferase, serta
fosfolipase A 2. Adenilkinase dan keratin kinase ditemukan dalam ruang antar membran.
Fosfolipid kardiolipid teronsentrasi di dalam merman interna.

2. Rantai Respirasi Mengumpul Dan mengoksidasi Sejumlah Zat Ekvalen Pereduksi.


Semua energy bermanfaat yang di bebaskan selama oksidasi asam lemak serta asam amino, dan
hampir seluruh energy yang di lepaskan dari oksidasi karbohidratterdapat di dalam mitokondria
sebagai unsure ekivalen pereduksi (-H atau electron). Mitokondria mengandung seri katalisator
yang dikenal sebagai rantai respirasi. Yang mengumpulkan, Mengangkut unsure ekivalen
pereduksi dan mengarahkan kepada reaksi dengan oksigen untuk membentuk air. Yang juga
terdapat dalam mitokondria adalah rangkaian mesin untuk menangkap energy bebas yang di
lepas sebagai fosfat berenergi tinggi. Mitokondria juga mengandung berbagai system enzim yang
memang pada dasarnya bertanggaung jawab memproduksi sebagian besar unsure ekuivalen
pereduksi , yaitu enzim enzim oksidasi dan siklus asam sitrat. Siklus asam sitrat merupakan
metabolism umum terakhir untuk oksidasi semua bahan mekanan utama. Rantai respirasi dalam
mitokondria terdiri atas sejumlah pembawa (carier) redoks yang berjalan dari system
dehidrogenase spesifik NAD, lewat semua substrat berhubungan dengan rantai respirasi melalui
dehidrogenase spesifik NAD; sebagian substrat karena potensial redoksnya lebih positif (missal,
fumarat/suksinat) berhubungan langsungdengan protein flavoprotein dehidrogenase, yang pada
giliranya akan berhubungan dengan enzim sitikrom pada rantai respirasi. Telah jelas bahwa
terdapat sesuatu pembawa tambahan dalam rantai respirasi yang merangkaikan flavoprotein ke
sitokrom b, anggota rantai sitokrom yang memiliki potensial redoks paling rendah. Zat ini yang
di namakan ubikuinon atau Q (koenzim Q) terdapat di dalam mitokondria dalam bentuk kuinon
teroksidasi pada keadaan aerob dan dalam bentuk kuinon tereduksi pada keadaan anaerob. Q
merupakan konstituen lipid mitokondria: lipit lipit iterutama terdapat dalam bentuk fosfolipit
yang menjadi bagian mitokondria. Di dalam kloroplas. Semua zat ini dicirikan oleh rantai sampai
piliisoprenoid. Didalam mitokondria, Q terdapat dalam jumlah sitoikimetrik berlebihan jauh
lebih besar disbanding anggota lain respirasi, hal ini sesuai dengan fungsi Q yang bekerja
sebagai komponen mobil rantai respirasi yang mengumpulkan unsure ekivalen pereduksi
kompleks flavoprotein yang lebih terfiksasi dan mengantarkan kepada sitokrom. Komponen
tambahan yang ditemukan dalam sediaan rantai respirasi adalah protein besi sulfur (FeS ; besi
nonhem) Unsur ini berikatan dengan flavonprotein (metaloplavoprotein) dan dengan sitokrom b.
sulfur dan za besi dianggap berperan dalam mekanisme oksidoreduksi antara flavin dengan Q
yang melibatkan perubahan pada hanya satu e tunggal dengan atom besi menjalani
oksidoreduksi antara Fe2+ dan Fe3+.enzim dehidrogenase menganalisis proses perpindahan
electron dari substrat kepada NAD rantai tersebut. Terdapat beberapa perbedaan dalam
menyelenggarakan proses ini asam ketopiruvat keteloglutara ,mempunyai system
dehidrogenase kompleks yang melibatkan lipoat dan FAD, sebelum electron dipindah kepada
NAD rantai respirasi. Pemindahan electron dari enzim dehidrogenase lain seperti L(+)-3-
hidroksiasil-KoA. D(-)-3-hidrosibutirat, prolin, glutamat, malat dan isositrat dehidrogenase
berPasangan langsung dengan NAD pada rantai respirasi. NADH (reduksi) pada rantai respirasi
selanjutnya diksidasidasikan oleh enzim metaloflavoprotein NADH dehidrogenase. Enzim ini
mengandung FeS dan FMN, terikat erat pada rantai respirasi dan menghantarkan unsure ekivalen
pereduksi kepada Q. Q juga merupakan titik pengumpulan dalam rantai respirasi bagi unsur
unsur ekivalen pereduksi yang berasal dari substrat lain yang berikatan langsung dengan rantai
respirasi lewat enzim flavoprotein dehodrogenase. Substrat ini mencangkup suksinat, kolin,
gliserol 3-fosfat, sarkosin, dimetiglisi, dan asil KoA. Moietas (moiety) flavin semua enzim
dehidrogenase ini adalah FAD. Elektron mengalir dari Q, melalui rangkaian sitokrom yang
terlihat dalam ke molekul oksigen. Sitokrom tersusun dalam urutan poensial redoks yang
meningkat. Gugus terminal sitokrom aa3 (sitokrom oksidase) bertanggung jawab atas
penggabungan terakhir sejumlah unsu ekivalen pereduksi dengan molekul oksigen. System
enzim ini ternyata mengandung tembaga, suatu komponen yang ditemukan dalam beberapa
enzim oksidase.

3. Rantai respirasi menyediakan sebagian besar energy yang di tangkap di dalam


metabolisme ADP merupakan molekul yang ditangkap sebagian energy bebas dalam bentuk
fosfat berenergi tinggi, yang di lepas oleh proses katabolisme. ATP yang dihasilkan akan
menghanarkan energi. Jadi, ATP dapat disebut sebagai penukar energy pada sel. Pada reaksi
glikolisis , terjadi pengambilan netto langsung dan gugus fosfat berenergi tinggi , yang setara
dengan kurang lebih 103,2 kj/mol glukosa. (secara invivo, G untuk sintesis ATP dari ADP telah
dihitung sebesar kurang lebih 51,6 kj/mol sehingga memungkinkan terdapatnya reaktan dalam
konsentrasi aktualdi dalam sel. Nilai ini lebih besar dari pada nilai G0 untuk hidrolisis ATP
yang diperoleh dibawah konsentrasi standart 1,0 mol/L). karena 1 mol glukosa menghasilkan
kurang lebih 2870 kj pada pembakaran sempurna, energy kyang ditangkap fosforilasi dalam
proses glikolisis hana sedikit. Berbagai reaksi pada asam simsus asam sitrat pada lintasan
terakhir untuk oksidasi lengkap glukosa mencangkup satu tahap fosforilasi, yaitu perubahan
suksionil Ko-A menjadi suksinat kyang memungkinkan penangkapan tambahan hanya dua fosfat
berenergi tinggi permol glukosa. Semua reaksi fosforilasi yang di uraikan terjadi pada tngkat
substrat. Pemeriksaan terhadap mitokondria utuh yang melakukan respirasi mengungkap bahwa
kalau substrat teroksidasi lewat enzim dehidrogenase yang terikat NAD dan rantai respirasi,
kurang lebih 3 mol fosfat anorganik dan akan diinkorporasikan ke dalam 3 mol ADP untuk
membentuk 3 mol ATP per mol O yang di komsusi, yaitu rasio P : Oksidasi = 3. Sebaliknya
kalau substrat dioksidasi melalui dehidrogenase yang terikat flavoprotein , hanya 2 mol ATP
yang terbentuk , yaitu P : Oksidasi = 2. Kontrol Respiratorik Menjamn Pasokan ATP Yang
Konstan Laju respiratorik mitokondria dapat dikontrol oleh konsentrasi ADP. Hal ini terjadi
karena terjadi oksidasi dan fosforilasi berpasangan secara erat dengan kata lain, oksidasi tidak
dapat berlangsung lewat ranotai respirasi bila pada saat yang bersamaan tidak terjadi berlangsung
lewat rantai respirasi bila pada saat yang bersamaan tidak terjadi fosorilasi ADP. Chance dan
wiliams menyebutkan 5 keadaan yang dapat mengontrol laju respirasi dalam mitokondria.
Umumnya, kebanyakan sel dalam kondisi istirahat berada dalam status 4 dan respirasi di control
oleh ketersediaan ADP. Jika kita menyelenggarakan kerja, ATP di ubah menjadi ADP. Jika kita
menylenggarakan kerja, ATP diubah menjadi ADP ehingga memungkinkan terjadinya lebih
banyak resprasi yang pada gilirannya akan memperbaharui persimpanan ATP. Dalam kondisi
terentu akan terlihat bahwa konsentrasi fsfat anorganik dapat pula mempengaruhi kecepatan
kerja rantai respirasi. Dengan semakan meningkatnya respirasi (seperti terjadinya pada saat
olahraga), sel akan mendekati status 3 atau 5 jika kapasitas antai respirasi menjadi jenuh atau jika
PO turun dibawah nilai Km untuk sitokrom a. terdapatpula kemungkinan bahwa pengangkut
ADP/ATP yangmemudahkan pemasukan ADP sitosol ke dalam dan ATP ke luar mitokondria,
menjadi suatu penentu kecepatan respirasi mitokondria.

4. Banyak racun menghambat rantai respirasi Sebagian besar informasi tantang rantai
respirasi diperoleh dari penggunaan inhibitor, dan sebaliknya, hal ini telah memberi pengetahan
mengenai mekanisme kerja beberapa jenis racun . untuk tujuan deskriptif, inhibitor dapat dibagi
menjadi inhibitor untuk rantai respirasi sendiri, inhibitor fosforilasi oksidatif, pemutus pasangan
fosforilasi oksidatif. Inhibitor yang menghentikan respirasi dengan menyekat rantai respirasi
berkerja pada tiga tempat. Tempat pertaa dihamba oleh olongan barbiturat seperti amobarbitual,
anti biotic pirisidin A, dan intektisida serta racun ikan rotenon. Semua inhibitor ini mencegah
oksidasi substrat yang berhubungan langsung dengan rantai respirasi lewat enzim
dehidrogenaseterikat NAD, dengan menyekat pemindahan dari FeS ke Q. dalam takaran yang
cukup, pemberian inhibitor ini secara in vivo akan berakibat fatal. Dimerkaprol dan antimisi A
menghambat rantai respirasi antara stokrom b dan sitokrom c. racun klasik seperti HS, karbon
monoksida serta sianida menghambat sitokrom oksidase dengan demikian dapat menghentikan
respirasi secara total. Karboksin dan TCA secara spesifik menghambat dehidrogenase ke Q,
sedangkan manolat merupakan inhibitor kompentitif enzim suksinat dehidrogenase. Anti biotic
oligomisin menyebabkan penyekatan (blockade) seluruhproses oksidasi dan fosforilasi dalam
mitokondria utuh. Pemutusan pasangan (uncoupler) bekerja memisahkan proses oksidasi dalam
rantai respirasi dari proses fosforilasi, dan hal ini dapat menjelaskan kerja toksik senyawa
senyawa in vivo. Pemisah kedua proses tersebut akan membuat respirasi tidak terkontrol karena
konsentrasi ADP atau P tidak lagi membatasi laju respirasi. Preparat pemutus pasangan yang
paling sering di gunakan adalah 2,4 dinitrofenol, tetapi juga ada beberapa senyawa lain yang
bekerja dengan cara serupa, yaitu dinitrofenol, tetapi juga ada beberapa senyawa lain yang
bekerja dengan cara serupa, yaitu dinitrokresol, petakklofenol dan CCCP (in klorokarbonil
sianida fenilhidrazon). Senyawa terakhir ini dimiliki keaktifan sekitar 100 kali lebih besar dari
pada keaktifan dinitrofenol.

5. Enzim ATP Sintase Yang Terletak Pada Membran Membentuk ATP Selisih potensial
elektro kimia digunakan untuk menggerakkan enzim ATP sintase dimembran yang akan
membentuk ATP pada adanya P1 + ADP dengan demikian tidak ada intermediate berenergi
tinggi yang digunakan bersama, baik oleh proses oksidasi maupun fosforilasi seperti di syaratkan
dalam hipotesis kimiawi. Tersebar pada permukaan membran interna adalah kompleks yang
melaksanakan fosforilasi dan bertanggung jawab atas produksi ATP.

2.5 SIKLUS KREB

Asam piruvat sebagai hasil tiga metabolisme karbohidrat utama, Glikolisis, Jalur Pentosa Fosfat
dan Jalur Entner-Doudoroff akan dioksidasi lebih lanjut untuk mendapatkan energi lebih banyak
dari molekul tersebut, tergantung jenis mikroorganisme dan kondisi fisiologi lingkungan. Siklus
krebs atau siklus asam sitrat adalah salah satu cara sel mengoksidasi secara total asam piruvat
dalam kondisi aerobik.

Dekarboksilasi Oksidatif Asam Piruvat

Sebelum memasuksi siklus Krebs, asam piruvat akan mengalami proses dekarboksilasi
oksidatif oleh piruvat dehidrogenase dengan bantuan NAD+ sebagai reduktor yang akan
mengoksidasi asam piruvat dan koenzim A. Reaksi tersebut, secara kasar terjadi seperti
persamaan dibawah ini

Asetil-CoA hasil reaksi ini umumnya dapat menjadi prekursor asam amino dan asam lemak

Langkah-langkah Proses Siklus Krebs Secara Lengkap

Secara lengkap dan singkat, proses siklus krebs terjadi sebagai berikut

1. Penggabungan molekul asetil-KoA dengan oksaloasetat dan membentuk asam sitrat.


Enzim yang digunakan dalam reaksi ini adalah enzim asam sitrat sintetase.
2. Tahap kedua yang disebut isomerase sitrat dibantu oleh enzim akonitase yang
menghasilkan isositrat.
3. Enzim isositrat dehidrogenase mengubah isositrat menjadi alfa-ketoglutarat dengan
bantuan NADH. Setiap satu reaksi melepaskan satu molekul karbon dioksida.
4. Alfa ketoglutarat diubah menjadi suksinil-CoA. Reaksi dikatalisasi oleh enzim alfa-
ketoglutarat dehidrogenase.
5. Suksinil-CoA diubah menjadi suksinat dengan mengubah GDP + Pi menjadi GTP. GTP
digunakan untuk membentuk ATP.
6. Suksinat yang dihasilkan dari proses sebelumnya akan didehidrogenasi menjadi fumarat
dengan bantuan enzim suksinat dehidrogenase.
7. Terjadi hidrasi yaitu penambahan atom hidrogen pada ikatan karbon ganda (C=C) yang
ada pada fumarat sehingga menghasilkan malat.
8. Enzim malat dehidrogenase mengubah malat menjadi oksaloasetat. Oksaloasetat yang
dihasilkan berfungsi untuk menangkap asetil-CoA, sehingga siklus Krebs akan terus
berlangsung. Pada tahap ini juga dihasilkan NADH ketiga dari NAD+.
Skema Proses Siklus Krebs Lengkap

Intermediet dalam Proses Siklus Krebs Dapat Menjadi Bahan Sintesis Biomolekul Esensial
Sel

Beberapa intermediet siklus krebs dapat menjadi prekursor dalam reaksi biosintesis beberapa
molekul esensial sel seperti yang dirangkum dalam skema berikut:
Rangkuman Hasil Reaksi dalam Siklus Krebs

Hasil reaksi dari siklus krebs adalah CO2 dan beberapa molekul berenergi tinggi seperti
NADH, NADPH, FADH dan ATP yang dirangkum dalam persamaan reaksi berikut:

Molekul-molekul berenergi tinggi seperti NADH, NADPH dan FADH bukanlah molekul
berenergi yang dapat langsung dipakai oleh sel, kecuali dalam proses biosintesis biomolekul.
Jadi, tiga molekul tersebut harus direduksi dalam rantai transport elektron untuk menggerakkan
proton motion force dan mensintesis ATP.

Regulasi Siklus Krebs

Siklus Krebs adalah siklus amfibolik yang menyuplai energi dan prekursor-prekursor
berbagai sintesis biomolekul dalam sel. Maka dari itu, Siklus Krebs diregulasi berdasarkan status
energi dalam sel dan ketersediaan intermediet Siklus Krebs ini sendiri.
Contohnya adalah keberadaan oksigen yang diperlukan sebagai aseptor elektron saat molekul
berenergi tinggi seperi NADH dan FADH direduksi untuk menyintesis ATP, akan mengontrol
enzim-enzim yang berperan dalam siklus Krebs. Contohnya adalah enzim 2-ketoglutarate
dehydrogenase yang tidak diproduksi secara anaerobik tanpa adanya aseptor elektron pengganti
lain, nitrat misalnya.

Enzim yang berperan penting dalam regulasi siklus krebs adalah Citrate synthase yang direpresi
ekspresi gen penyandinya oleh NADH dan ATP atau keberadaan 2-ketoglutarate yang
terakumulasi. Akumulasi tiga senyawa tersebut memberi sinyal pada sel bahwa telah tersedia
banyak energi dan prekursor untuk menjalankan aktivitas biologis sel.

Reaksi Anaplerotik Intermediet Siklus Krebs

Reaksi anaplerotik adalah reaksi pembentukan senyawa intermediet suatu siklus metabolisme
dari senyawa intermediet siklus lain. Contohnya adalah saat suatu bakteri ditumbuhkan pada
media minimal (glukosa dan garam mineral saja) ternyata tidak mampu tumbuh, dapat diduga
bahwa bakteri tersebut adalah mutan yang memanfaatkan PEP karboksilase (1) sebagai sekuens
anaplerotiknya, hingga hanya dapat tumbuh jika dalam medium tersebut juga diberi beberapa
intermediet hasil siklus krebs.

Reaksi anaplerotik yang melibatkan siklus krebs

Misalnya adalah penambahan glutamat pada medium yang akan dideaminasi menjadi -
ketoglutarat oleh glutamate-dehydrogenase yang selanjutnya akan masuk kedalam siklus krebs
untuk menghasilkan energi berupa ATP dan beberapa intermediet lain yang dibutuhkan dalam
proses biologis sel tersebut
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

1. Reaksi berlangsung spontan bila terjadi pelepasan energi bebas (tG negatif) yaitu reaksi
tersebut bersifat eksergonik, dan jika tG positif, reaksi hanya berlangsung bila diperoleh energi
bebas, reaksi ini bersifat endergonik.
2. ATP adalah zat perantara penukar energi bebas, yang merangkaikan proses-proses yang
bersifat eksergonik dengan proses-proses yang bersifat endergonik.
3. Enzym oksidase dan dehidrogenase memiliki peran utama dalam proses rantai pernapasan.
4. Komplek-komplek enzym dalam rantai pernapasan menggunakan potensial energi dari
gradien proton untuk mensintesa ATP dari ADP dan Pi. Dengan demikian jelas terlihat bahwa
rangkaian reaksi oksidasi terangkai erat dengan fosforilasi.
5. Terdapat sejumlah senyawa kimia yang dapat menghambat rangkaian reaksi oksidasi dan
peristiwa fosforilasi atau memutus rangkaian oksidasi dan fosforilasi.
6. Terdapat protein pengangkut khusus untuk perlintasan beberapa ion dan metabolit pada
membran mitokondria.

3.2 SARAN
Kami yakin dalam penyusunan makalah ini belum begitu sempurna karena kami dalam
tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi kawan-kawan semua bisa memberi saran dan
usul serta kritikan yang baik dan membangun sehingga makalah ini menjadi sederhana dan
bermanfaat dan apabila ada kesalahan dan kejanggalan kami mohon maaf karena kami hanyalah
hamba yang memiliki ilmu dan kemampuan yang terbatas.
DAFTAR PUSTAKA

Murray R K, et al. Harpers Biochemistry 25th ed. Appleton & Lange. America 2000.
Davis S.P., 1985, prinsip-prinsip biokimia, Jakarta (BU II)
Gernida, 1996, Biokimia, Gramedia, jakarta (BA II)
Lehninger A, Nelson D, Cox M M. Principles of Biochemistry 2nd 1993
http://id.wikipedia.org//w/index.Enzim.25 Maret 2009. Anonim. 2009.
http://openid.claimid.com/fionaangelina. 25 Maret 2009.Anonim. 2009.
http://id.wikipedia.org//w/index.Nanas.25Maret 2009.Anonim. 2009.
http://id.wikipedia.com//w/index.Pisang. 25 Maret 2009.Anonim. 2009.
Pengaruh Konsentrasi enzim -amilaseterhadap Sifat fisik dan Organoleptik Filtrat Bubur .
http://lemlit.unila.ac.id//file.25 Maret 2009.Anonim. 2009.
http://kungfichem.blogspot.com/feeds/spots/default. 25 Maret2009. Anonim. 2009.

Anda mungkin juga menyukai