Penegakan diagnosis
Ratih Pramuningtyas
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta / RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Abstrak
Latar Belakang : Melanoma maligna adalah tumor ganas yang berkembang dari sel melanosit yang
berawal di kulit dengan Insidensi dan angka kematian yang meningkat pada beberapa dekade terakhir
ini. Melanoma maligna jarang dijumpai pada kulit berwarna dan sering ditemukan pada keadaan
lanjut. Sehingga deteksi dini penting untuk dilakukan.
Kasus : Laki-laki, 60 tahun, sejak 1 tahun yang lalu timbul bercak coklat kehitaman di telapak kaki
yang makin lebar, tidak gatal dan nyeri. Pada bercak kemudian muncul benjolan keras dan luka
diatasnya yang tidak sembuh-sembuh. Riwayat memiliki tanda lahir, andeng-andeng yang membesar,
diabetes melitus dan hipertensi disangkal. Riwayat sakit serupa pada keluarga disangkal. Pada
pemeriksaan regio plantar pedis dextra tampak patch coklat hitam, batas tegas, bentuk tidak teratur,
diatasnya terdapat tumor kekuningan, diameter + 2 cm, di permukaannya terdapat ulkus dasar bersih,
tepi ireguler, dan ukuran + 1 x 1 x 0.5 cm3. Tidak terdapat pembesaran limfonodi regional. Hasil
pemeriksaan histopatologis menunjukkan melanoma maligna. Pasien dirujuk ke bedah untuk
tatalaksana selanjutnya.
Diskusi : Di Indonesia, Melanoma menduduki urutan ketiga (8,5%) dari seluruh kanker kulit dengan
angka mortalitas tinggi sehingga deteksi dini penting dilakukan. Kriteria ABCDE dan Glasgow seven
point checklist dikembangkan sebagai perangkat deteksi dini terhadap lesi-lesi yang dicurigai
melanoma dengan sensitivitas tinggi tetapi spesifisitasnya rendah. Pemeriksaan histopatologis adalah
standar baku emas penegakan diagnosa melanoma. Pada kasus kecurigaan melanoma sangat tinggi
karena memenuhi seluruh kriteria ABCDE serta seluruh kriteria mayor dan satu kriteria minor dari
Glasgow seven point checklist dan dibuktikan dengan hasil histopatologis.
Kata Kunci : Melanoma Maligna, Kriteria ABCDE, Glasgow seven point checklist
PENDAHULUAN
Melanoma maligna adalah tumor ganas yang berkembang dari sel melanosit yang pada
awalnya terjadi di kulit.1 Melanoma juga dapat muncul pada mata (uvea, konjunctiva, dan
badan siliar), meninges, dan permukaan mukosa yang lain. 1 Sel melanosit merupakan sel
normal yang terdapat pada lapisan basal epidermis kulit. Sel ini berfungsi untuk melindungi
tubuh dari paparan sinar matahari terutama sinar ultraviolet yang dapat merusak komposisi
DNA sel normal.2 Insidensi melanoma meningkat secara signifikan di seluruh dunia selama
dekade terakhir.
didiagnosa 111.900 kasus baru melanoma, termasuk 49.710 karsinoma in situ dan 62.190
kasus invasif.3 Di Indonesia, melanoma menduduki urutan ketiga (8,5%) dari seluruh kanker
kulit.4 Angka kematian juga meningkat pada beberapa dekade terakhir ini tetapi tidak secepat
peningkatan angka insidensi.3
Keganasan kulit dapat timbul dari komponen epidermal dan melanosit, atau bisa juga
disebut keganasan melanositik dan non-melanositik.5 Melanoma maligna termasuk keganasan
melanositik yang jarang dijumpai pada orang-orang kulit berwarna. Kebanyakan kasus
melanoma ditemukan dalam keadaan lanjut, sementara keganasan dengan metastasis yang
cepat ini memiliki tingkat kematian yang cukup tinggi, sehingga deteksi dini merupakan hal
yang penting.6
Ada beberapa faktor resiko untuk terjadinya melanoma maligna yaitu terpapar sinar
matahari, ditemukan nevus dalam jumlah yang banyak, terdapat nevus kongenital, pernah
menderita melanoma maligna, penderita transplatasi dan imunosupresi, wanita hamil atau
pengguna hormon esterogen dan penderita xeroderma pigmentosa.7
Pada makalah ini akan dilaporkan satu kasus mengenai melanoma maligna.
Pembahasan laporan ini lebih ditekankan pada masalah penegakan diagnosis. Diagnosa pada
kasus ini didasarkan pada penilaian secara klinis terhadap riwayat penyakit dan morfologi lesi
yang didukung dengan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi.
KASUS
Laki-laki, 60 tahun, wiraswasta, datang ke poliklinik kulit dan kelamin RS Dr.
Moewardi Surakarta pada tanggal 16 Februari 2011 dengan keluhan utama timbul kehitaman
di kaki disertai luka yang tidak sembuh-sembuh.
Sejak 1 tahun sebelum datang ke poli kulit dan kelamin, pasien mengeluh muncul
bercak coklat kehitaman di telapak kaki, makin lama makin lebar, tidak gatal dan nyeri. Pada
bercak tersebut kemudian muncul benjolan yang teraba keras dan timbul luka diatasnya yang
tidak sembuh-sembuh. Pasien pernah berobat ke dokter umum, tetapi diagnosis dan terapi dari
dokter tersebut tidak diketahui, dan luka tidak sembuh. Pasien juga mengeluh berat badannya
semakin menurun dan sering merasa lemas. Pasien tidak memiliki tanda lahir sebelumnya.
Riwayat memiliki andeng-andeng yang makin membesar dan riwayat sakit serupa
sebelumnya disangkal. Riwayat diabetes melitus dan hipertensi disangkal. Pada keluarga tidak
didapatkan riwayat keluhan yang sama.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum penderita baik, status gizi kesan cukup,
compos mentis, dan tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan limfonodi regional
tidak ditemukan limfadenopati. Status dermatologis pada regio plantar pedis dextra tampak
patch berwarna coklat dan hitam, batas tegas, dengan bentuk tidak teratur, diatasnya terdapat
tumor berwarna kekuningan, dengan diameter + 2 cm, dan permukaannya terdapat ulkus
dengan dasar bersih, tepi ireguler, dan ukuran + 1 x 1 x 0.5 cm3 (Gambar 1).
Gambar 1
Diagnosis banding untuk kasus ini adalah melanoma maligna dan nevus pigmentosus.
Dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, PT,
APTT, gula darah sewaktu (GDS) dalam batas normal. Pemeriksaan USG hepar dan rontgen
thorax juga tidak ditemukan kelainan.
Pemeriksaan histopatologis dilakukan dengan biopsi plong yang diambil dari bagian
dengan ulkus dan bercak kehitaman. Secara mikroskopis, dengan pewarnaan hematoksilineosin (HE) ditemukan pada dermis tampak hiperkeratosis dengan spongiosis ringan, lamina
basalis tidak intak (gambar 2). Pada dermis tampak sel dengan pigmen coklat intra dan ekstra
sel, infiltratif sampai dermis bawah. Sel tumor polimorfi dengan inti hiperkromatis (Gambar
3). Kesimpulan hasil pemeriksaan histopatologis adalah melanoma maligna.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan histopatologis, diagnosis kerja
yang diajukan adalah melanoma maligna. Pasien kemudian di kirim ke bagian bedah onkologi
RS Dr. Moewardi untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
Gambar 2
Gambar 3
PEMBAHASAN
Melanoma maligna adalah tumor ganas yang berkembang dari sel melanosit dan
merupakan kanker kulit yang paling berbahaya dan angka mortalitasnya cukup tinggi sebesar
90%.1 Melanoma dapat melakukan invasi yang dalam, menyebar secara luas ke seluruh tubuh
melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe. 8 Secara definisi, melanoma sendiri berarti
transformasi ganas pada melanosit. Sekitar 70 % dari keganasan ini dapat tumbuh dengan
sendirinya (de novo) sedangkan sisanya berasal dari lesi yang mendasari.3
Insidensi melanoma di dunia meningkat secara tetap selama beberapa dekade terakhir.9
Sebuah analisis baru-baru ini di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kejadian melanoma
adalah 17 kali lebih tinggi pada laki-laki kulit putih dibandingkan kulit hitam hitam, dan 29
kali lebih tinggi untuk perempuan kulit putih dibandingkan kulit hitam. Insidensi melanoma
juga lebih rendah pada beberapa kelompok etnik dibandingkan dengan kulit putih.10
Pengenalan faktor resiko melanoma adalah penting untuk kesehatan masyarakat.
Faktor resiko melanoma dibagi menjadi 3 kategori yaitu genetik, lingkungan, dan manifestasi
fenotipe dari interaksi gen dan lingkungan.11
Riwayat keluarga dengan melanoma atau nevus atipikal
Lightly pigmented skin
Kencenderungan kulit mudah terbakar dan ketidakmampuan untuk tanning
Warna rambut merah
Gangguan DNA repair
Faktor lingkungan
Intense intermittent sun exposure
Kulit terbakar/sunburn
Tinggal di daerah katulistiwa
Ekspresi fenotipe dari Nevus melanosit
Ephelide
interaksi gen/lingkungan
Riwayat melanoma
Tabel 1. Faktor Resiko Berkembangnya Melanoma
Faktor Genetik
Dari kasus diatas kita dapatkan data bahwa pasien adalah laki-laki, berusia 60 tahun,
dan tinggal di daerah katulistiwa. Beberapa hal tersebut merupakan faktor resiko bagi
keganasan kulit akibat paparan sinar matahari. Kecurigaan sifat ganas pada pasien ini dapat
diasumsikan diperoleh dari pertumbuhannya yang cepat disertai luka yang tidak sembuhsembuh serta ditemukan penurunan berat badan.
Perjalanan neoplastik melanosit akibat paparan karsinogenik berulang terbagi dalam
beberapa tahap, dimulai dari timbulnya lesi atipik sampai dengan perubahan arah dan pola
pertumbuhan tumor, dan sampai akhirnya terjadi metastasis. Di antara tahap-tahap tersebut,
waktu yang dianggap penting adalah saat terjadi perubahan dari pola pertumbuhan
radial/horisontal menjadi vertikal. Dimana hal tersebut menunjukkan sel-sel tumor telah
mempunyai kemampuan untuk menembus area yang lebih dalam untuk mengadakan
metastase.3 Pada kasus, bentuk lesi berupa patch coklat kehitaman dengan tumor diatasnya
menunjukkan bahwa tumor telah mengalami pertumbuhan secara vertikal. Hal ini didukung
dengan hasil pemeriksaan histopatologis dimana sel melanosit telah infiltratif sampai ke
dermis bagian bawah.
Empat subtipe melanoma dapat diidentifikasi secara klinis dan histopatologis, yaitu
Superficial Spreading Melanoma (SSM), Nodular Melanoma (NM), Lentigo Melanoma
Maligna (LMM), dan Acral Lentiginous Melanoma (ALM). Subtipe ALM hanya merupakan 28 % kasus melanoma pada ras kaukasia tetapi merupakan bentuk melanoma yang paling
umum ditemukan pada individu berpigmen gelap. Acral Lentiginous Melanoma didiagnosa
pada populasi tua dengan onset pada median usia 65 tahun.3 Lesi terutama ditemukan pada
telapak kaki juga telapak tangan. Sekitar 50 % dari melanoma di telapak kaki masuk dalam
subtipe ALM.12 Lesi ALM dapat berupa patch atau plak berwarna coklat, hitam sawo matang,
atau merah dengan warna lesi yang tidak merata dan tepi irreguler. Acral Lentiginous
Melanoma dikatakan tidak berhubungan dengan paparan sinar matahari.3 Kasus diatas diduga
merupakan melanoma subtipe ALM karena sesuai dengan beberapa teori yaitu onset pada usia
dekade 6, lokasi di telapak kaki, dengan lesi berupa patch coklat hitam dengan warna lesi
tidak merata dan tepi ireguler. Pasien bekerja sebagai wiraswasta yang jarang terpapar sinar
matahari. Hal ini juga sesuai dengan melanoma tipe ALM yang dikatakan tidak berhubungan
dengan paparan sinar matahari.
Deteksi dini merupakan kunci utama untuk meningkatkan prognosis. Meskipun
melanoma memiliki penampakan yang khas, tidak ada satu kriteria klinis yang dapat
memastikan melanoma.3 Secara klinis kecurigaan terhadap lesi melanoma maligna dapat
dinilai dengan kriteria American ABCDE dan Glasgow seven point checklist. Kedua sistem ini
dikembangkan sebagai perangkat deteksi dini terhadap lesi-lesi dengan kecurigaan melanoma.
Kriteria ABCD dikembangkan sejak tahun 1985, dan morfologi lesi dinilai dalam rangkaian
akronim yang mudah diingat. Kriteria E mulai ditambahkan sejak pertengahan 90-an untuk
meningkatkan spesifisitasnya. 3,13
Setiap lesi berpigmen yang mencurigakan, sebaiknya diperiksa pada ruangan dengan
pencahayaan yang baik dan dinilai menggunakan Kriteria ABCDE dan Glasgow seven point
checklist. Jika ditemukan adanya poin dari kriteria ABCDE atau poin kriteria mayor pada
Glasgow seven point checklist merupakan indikasi melanoma maligna. Jika ditemukan satu
kriteria minor dari Glasgow Seven point Checklist harus meningkatkan kecurigaan
kemungkinan melanoma.14
A
B
C
D
E
Asymmetry
Border Irregularity
Colour Variegation
Diameter
Evolving
Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa sensitivitas dari kriteria ABCDE berkisar 90 % 100 % tetapi spesifisitasnya rendah.3
Konsep mengenai evolusi lesi lebih menonjol pada Glasgow seven point checklist
dengan menyoroti perubahan pada ukuran, bentuk dan warna sebagai tanda utama melanoma.
Kriteria Mayor
1
Perubahan ukuran
2
Perubahan bentuk
3
Perubahan warna
Kriteria minor
4
Diameter 7 mm
5
Inflamasi
6
Krusta atau perdarahan
7
Perubahan sensoris
Tabel 3. Sistem Glasgow Seven Point Checklist
Karena lebih kompleks, Glasgow Seven Point Checklist lebih jarang digunakan dibandingkan
kriteria ABCDE.13
Pada kasus diatas, didapatkan lesi dengan warna yang tidak seragam, berbatas tegas
dengan tepi irreguler, terdapat perubahan warna pada tepi-tepi lesi. Diameter lesi 6 mm.
Lesi juga bertambah lebar, sehingga seluruh kriteria ABCDE terpenuhi. Sedangkan
menggunakan Glasgow Seven Point Checklist, seluruh kriteria mayor telah terpenuhi,
ditambah 1 kriteria minor berupa luas lesi 7 mm. Sehingga secara klinis kecurigaan ke arah
melanoma maligna sangat kuat.
Penegakan diagnosis secara klinis untuk melanoma sulit dan keakuratannya sangat
tergantung dari pengalaman klinisis.14 Sensitivitas diagnosis klinis melanoma maligna pada
ahli dermatologi yang berpengalaman berkisar 70 %. Sehingga pemeriksaan lain harus
dilakukan untuk mengklarifikasi diagnosis banding dari lesi berpigmen. 3 Jika pada
pemeriksaan kulit menemukan lesi yang dicurigai sebagai melanoma, maka harus dilakukan
palpasi limfonodi regional untuk mengevaluasi adanya limfadenopati.1 Pada kasus diatas tidak
ditemukan pembesaran pada limfonodi regional.
Beberapa metode dapat membantu diagnosis melanoma secara in vivo dan
meningkatkan akurasi secara klinis, antara lain foto lesi individual, untuk lesi yang cenderung
jinak; foto kulit seluruh tubuh secara berkala sehingga dapat dibandingkan jika terdapat
perubahan lesi. Pemeriksaan ini dapat meningkatkan deteksi dini melanoma maligna pada
individu beresiko.15 Pemeriksaan yang lain adalah dermoscopy yang dilakukan untuk
mengklarifikasi diagnosis banding dari lesi berpigmen. Pada sebuah penelitian meta-analisis
Daftar Pustaka
1. Garbe C. Peris K. Hauschild A. Saiag P. Middleton M. Spatz A. Et Al., Diagnosis And
Treatment of Melanoma : european Consensus-Based Interdisciplinary Guideline,
European Journal of Cancer, 2010, 46 : 270 83
2. Tjandra L, ekspresi Protein Cyclin D1 pada Melanoma Maligna dan Nevus Melanositik,
Surabaya, 2009; 2-8
3. Paek S.C. Sober A.J. Tsao H. Mihm M.C. Johnson T.M., Cutaneous Melanoma, In :
Freedberg IM, Elsesn AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz S, Fitzpatricks
Dermatology In General Medicine, 7th ed, New York, McGrawHill, 2008;1137-58
4. Dinas kesehatan Jawa Barat, Kelainan Pre Kanker dan Kanker Kulit, 2009, [disitasi
tanggal 20 juli 2011]. Tersedia dalam http://www.diskes.jabarprov.go.id/index.php
5. Brash D.E. Heffermen T. Nghiem P., Carcinogenesis: Ultraviolet Radiation, In Freedberg
IM, Elsesn AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz S, Fitzpatricks Dermatology In
General Medicine, 7th ed, New York, McGrawHill, 2008;999 1006
6. Rodrigues L.K. Leong S.P. Ljung B.M. Sagebiel R.W., Fine Needle Aspiration in The
Diagnosis Of Metastatic Melanoma, journal of American Academy of Dermatology, 1999,
735 739
7. Pasaribu E.T., Kontroversi Profilaksi Elektif Node Diseksi dalam Penanganan Melanoma
Maligna, Majalah Kedokteran Nusantara, 2006, 34:433-6
8. Sbonear A. Eccher C. Blanzierri E., A Multiple Classifier System For early Melanoma
Diagnosis, Artifficial Intelligence In medicine, 2003, 27:29-44
9. Geller A.C. Swetter S.M. Brooks K. Demierre M.F. Yaroch A.L., Screening, Early
Detection, and Trend for Melanoma : Current Status (2000 2006) and Future Direction,
American Academy of dermatology, 2007, 57 : 555 72
10. Gallagher R.P. Lee T.K. Bajdik C.D., Epidemiology of Nonmelanocytic Skin Cancer, In :
Ringborg U. Brandberg Y. Breitbart E.W. Greinert R., Skin Cancer Prevention, New York,
Informa Healthcare, 2007, 163-78
11. Nestle F.O. Halpern A.C., Melanoma, In : Bolognia JL, Lorizzo JL, Rapini RP,
Dermatology, 2nd ed, US, Elsiever, 2009;1745-69
12. Mackie RM, Quinn AG, Malignant Melanoma of The Skin, In : Burns T, Breathnach S,
Christopher G, Rooks Text Book Of Dermatology, 7th, Blackwell Publishing, 2004;
38.23-39
13. Abbasi N.R. Shaw H.M. Rigel D.S. Friedman R.J. McCarthy W.H. Osman I., Et Al, Early
Diagnosis of Cutaneous Melanoma : Revisiting The ABCD Criteria, Journal American
Medical Association, 2004, 292; 2771-6
14. Doherty V. Shoaib T. Black M. Brewster D. Duncan G. Evans A.T. et Al., Cutaneous
Melanoma : A National Clinical Guidelines, UK, SIGN, 2003;7 15
15. Rajpar S. Marsden J., Melanoma - Clinical Feature and Diagnosis, In : Rajpar S. Marsden
J., ABC Of Skin Cancer, Oxford, Blackwell Publishing, 2008;37-41