Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN GERONTIK

GERATRIC SYNDROME
Mata Kuliah Clinical Study II

Oleh :
Ervina Ayu Misgiarti
115070200111044
Kelompok 4B IK REGULER 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

A. Pengertian Lansia
Usia lanjut adalah bagian akhir dari perkembangan hidup manusia. Menurut teori
Erikson bahwa usia lanjut merupakan tahap perkembangan psikososial yang terakhir
(ke delapan). Tercapainya integritas yang utuh merupakan perkembangan psikososial
lansia (Keliat, et al, 2006 dalam Syarniah, 2010).
Menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan
dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60
tahun (Maryam dkk., 2008). Adapun batasan lainnya mengenai lansia (lanjut usia),
yaitu apabila usianya 65 tahun atau lebih (Setianto, 2004 dalam Efendi dan
Makhfudli, 2009). Lansia merupakan tahap lanjut dari proses kehidupan yang ditandai
dengan menurunnya fungsi atau kemampuan tubuh dalam menghadapi segala hal
dari lingkungan (Pudjiastuti, 2003 dalam Efendi dan Makhfudli, 2009).
Klasifikasi lansia menurut WHO berdasarkan usia, yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age)

tahun
2. Lanjut usia (elderly) : 60-74 tahun
3. Lanjut usia tua (old): 75-90 tahun
4. Usia sangat tua (very old)
:
di

45-49

atas

90 tahun (Efendi dan Makhfudli, 2009).


B. Pengertian Geriatric Syndrome
Menua (menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap gangguan dari
luar tubuh dan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Dengan begitu secara progresif
akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan makin banyak terjadi distorsi
metabolik dan struktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif (seperti
hipertensi, aterosklerosis, diabetes melitus dan kanker).
Sindrom geriatri memiliki beberapa karakteristik, yaitu: usia >60 tahun,
multipatologi, tampilan klinis tidak khas, polifarmasi, fungsi organ menurun, gangguan
status fungsional, dan gangguan nutrisi. Sindrom geriatri meliputi gangguan kognitif,
depresi, inkontinensia, ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom ini dapat
menyebabkan angka morbiditas yang signifikan dan keadaan yang buruk pada usia
tua yang lemah. Sindrom ini biasanya melibatkan beberapa sistem organ. Sindrom
geriatrik mungkin memiliki kesamaan patofisiologi meskipun presentasi yang
berbeda,dan memerlukan intervensi dan strategi yang fokus terhadap faktor etiologi
(Panita et al., 2011).
Dalam bidang geriatri dikenal beberapa masalah kesehatan yang sering dijumpai
baik mengenai fisik atau psikis pasien usia lanjut. Menurut Solomon dkk:The 13 i
yang terdiri dari Immobility (imobilisasi), Instability (instabilitas dan jatuh), Intelectual
impairement (gangguan intelektual seperti demensia dan

delirium), Incontinence

(inkontinensia urin dan alvi), Isolation (depresi), Impotence (impotensi), Immunodeficiency (penurunan imunitas), Infection (infeksi), Inanition (malnutrisi), Impaction
(konstipasi), Insomnia (gangguan tidur), Iatrogenic disorder (gangguan iatrogenic)
dan Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan
dan penciuman) (Setiati dkk., 2006).
Pasien geriatri sering disertai penyakit kronis degeneratif. Masalah yang muncul
sering tumpang tindih dengan gejala yang sudah lama diderita sehingga tampilan
gejala menjadi tidak jelas. Penyakit degeneratif yang banyak dijumpai pada pasien
geriatri adalah hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, osteoartritis, dan penyakit
kardiovaskular.
C. Jenis & Klasifikasi Geriatric Syndrome
1. Imobilility (Imobilisasi)
Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau
lebih, diiringi gerak anatomis tubuh yang menghilang akibat perubahan fungsi
fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan
imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa
nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis.
Beberapa informasi penting meliputi lamanya menderita disabilitas yang
menyebabkan imobilisasi, penyakit yang mempengaruhi kemampuan mobilisasi,
dan pemakaian obat-obatan untuk mengeliminasi masalah iatrogenesis yang
menyebabkan imobilisasi (Kane et al., 2008).
2. Instability (Instabilitas dan Jatuh)
Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan memudahkan pasien geriatri
terjatuh dan dapat mengalami patah tulang. Terdapat banyak faktor yang
berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh pada orang usia lanjut. Berbagai
faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor intrinsik (faktor risiko yang
ada pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan).
Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat
jatuh adalah mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh,
memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan
otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai, serta mengubah lingkungan
agar lebih aman seperti pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak
licin (Kane et al., 2008; Cigolle et al., 2007).
3. Intelectual Impairment (Gangguan Kognitif)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada pasien
lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan fungsi
intelektual dan memori yang dapat disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak

berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Demensia tidak hanya


masalah pada memori. Demensia mencakup berkurangnya kemampuan untuk
mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu dan juga
kehilangan pola sentuh, pasien menjadi perasa, dan terganggunya aktivitas
(Geddes et al., 2005; Blazer et al., 2009).
4. Incontinence (Inkontinensia Uri dan Alvi)
WHO mendefinisikan Faecal Incontinence sebagai hilangnya tak sadar
feses cair atau padat yang merupakan masalah sosial atau higienis. Definisi lain
menyatakan

inkontinensia

alvi/fekal

sebagai

perjalanan

spontan

atau

ketidakmampuan untuk mengendalikan pembuangan feses melalui anus.


Kejadian inkontinensia alvi/fekal lebih jarang dibandingkan inkontinensia urin
(Kane et al., 2008).
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak terkendali
pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan
jumlahnya, sehingga mengakibatkan masalah sosial dan higienis. Inkontinensia
urin seringkali tidak dilaporkan oleh pasien atau keluarganya karena malu atau
tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan dan menganggapnya sebagai sesuatu
yang wajar pada orang usia lanjut serta tidak perlu diobati. Prevalensi
inkontinensia urin di Indonesia pada pasien geriatri yang dirawat mencapai
28,3%. Biaya yang dikeluarkan terkait masalah inkontinensia urin di poli rawat
jalan Rp 2.850.000,- per tahun per pasien.
Klasifikasi inkontinensia:
a) Inkontinensia Urin Akut Reversibel
Merupakan setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat
memicu

timbulnya

inkontinensia

urin

fungsional

atau

memburuknya

inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan


sebagainya. Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis
dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina
dan urethra (vaginitis dan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin.
Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut. Berbagai kondisi
yang menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya inkontinensia urin,
seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat
menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya
inkontinensia urin nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan
terjadinya inkontinensia urin seperti Calcium Channel Blocker, agonist
adrenergic alfa, analgesic narcotic, psikotropik, antikolinergik dan diuretic.
Untuk mempermudah mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible
dapat dilihat akronim di bawah ini :

D --> Delirium
R --> Restriksi mobilitas, retensi urin
I --> Infeksi, inflamasi, Impaksi
P --> Poliuria, pharmasi
b) Inkontinensia Urin Persisten
Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara,
meliputi anatomi, patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis,
klasifikasi klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan
intervensi klinis.
Kategori klinis meliputi :
1) Inkontinensia urin stress (stres inkontinence)
Tak terkendalinya aliran urin akibat

meningkatnya

tekanan

intraabdominal, seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga.


Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan
penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia di bawah 75 tahun.
Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada laki-laki
akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan transurethral
dan radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa,
batuk, atau berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.
2) Inkontinensia urin urgensi (urgency inkontinence)
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi
keinginan berkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan
dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalahmasalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini,
meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera medula
spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah
timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia
urin. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering
inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun.
3) Inkontinensia urin luapan/overflow (overflow incontinence)
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi
kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi
anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes
melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak
berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien
umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa
kandung kemih sudah penuh.
4) Inkontinensia urin fungsional
Inkontinensia fungsional merupakan

keadaan

seseorang

yang

mengalami pengeluaran urin secara tanpa disadari dan tidak dapat


diperkirakan. Inkontinensia fungsional merupakan inkontinensia dengan

fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi ada faktor lain,
seperti gangguan kognitif berat yang menyebabkan pasien sulit untuk
mengidentifikasi perlunya urinasi (misalnya, demensia Alzheimer) atau
gangguan fisik yang menyebabkan pasien sulit atau tidak mungkin
menjangkau toilet untuk melakukan urinasi (Hidayat, 2006).
5. Isolastion (Depresi)
Gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehingga banyak
kasus tidak dikenali. Gejala depresi pada usia lanjut seringkali dianggap sebagai
bagian dari proses menua. Prevalensi depresi pada pasien geriatri yang dirawat
mencapai 17,5%. Deteksi dini depresi dan penanganan segera sangat penting
untuk mencegah disabilitas yang dapat menyebabkan komplikasi lain yang lebih
berat.
Etiologi dan patogenesis berhubungan dengan polifarmasi, kondisi medik
dan obat-obatan. Faktor-faktor yang memperberat depresi adalah:
Kehilangan orang yang dicintai
Kehilangan rasa aman
Taraf kesehatan menurun (Sharon et al., 2007)
6. Impotence (Impotensi)
50 % pria pada umur 65 tahun dan 75 % pria pada usia 80 tahun
mengalami impotensi. 25 % terjadi akibat mengomsumsi obat-obatan seperti:
Anti hipertensi
Anti psikosa
Anti depressant
Litium (mood stabilizer)
Selain karena mengonsumsi obat-obatan, impotensi dapat terjadi akibat
menurunnya kadar hormon (Setati et al, 2006).
7. Immunodeficiency (Penurunan imunitas)
Perubahan yang terjadi dari proses menua adalah:
Berkurangnya imunitas yang dimediasi oleh sel
Rendahnya afinitas produksi antibodi
Meningkatnya autoantibodi
Terganggunya fungsi makrofag
Berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat
Atropi timus
Hilangnya hormon timus
Berkurangnya produksi sel B oleh sel-sel sumsum tulang (Sharon et.al,
2007)
8. Infection (Infeksi)
Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun pada
usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adalah infeksi saluran kemih,
pneumonia, sepsis, dan meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi, multipatologi,
dan faktor lingkungan memudahkan usia lanjut terkena infeksi.

Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan dan


kematian no. 2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini terjadi akibat
beberapa hal antara lain adanya penyakit komorbid kronik yang cukup banyak,
menurunnya daya tahan/imunitas terhadap infeksi, menurunnya daya komunikasi
usila sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi secara
dini. Ciri utama pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai dengan
meningkatnya temperatur badan, dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia
lanjut, 30-65% usia lanjut yang terinfeksi sering tidak disertai peningkatan suhu
badan, malah suhu badan dibawah 36C lebih sering dijumpai. Keluhan dan
gejala infeksi semakin tidak khas antara lain berupa konfusi/delirium sampai
koma, adanya penurunan nafsu makan tiba-tiba, badan menjadi lemas, dan
adanya perubahan tingkah laku sering terjadi pada pasien usia lanjut (Kane et
al., 2008).
9. Inanitaion (Malnutrisi)
Etiologi malnutrisi ada dua, yaitu:
Malnutrisi primer, yang terjadi sebab dietnya mutlak salah atau kurang
Malnutrisi sekunder atau bersyarat
Kelemahan nutrisi merujuk pada hendaya yang terjadi pada usia lanjut karena
kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang tidak disengaja. Anoreksia
pada usia lanjut merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan asupan
makan yang menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak diinginkan (Kane
et al., 2008). Faktor predisposisi dari malnutrisi adalah:
Pancaindra untuk rasa dan bau berkurang
Kehilangan gigi alamiah
Gangguan motilitas usus akibat tonus otot menurun
Penurunan produksi asam lambung
Faktor sosial ekonomi, psikososial dan lingkungan
10. Impaction (Konstipasi)
Batasan konstipasi oleh Holson adalah 2 dari keluhan-keluhan berikut yang
berlangsung dalam waktu 3 bulan.
Konsistensi feses keras
Mengejan dengan keras saat BAB
Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25 % dari keseluruhan BAB
Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang
Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan konstipasi adalah:
Obat-obatan (narkotik golongan NSAID, antasid aluminium, diuretik,
analgetik, dll)
Kondisi neurologis
Gangguan metabolik
Psikologis
Penyakit saluran cerna
Lain-lain (diet rendah serat, kurang olahraga, kurang cairan)
11. Insomnia (Gangguan Tidur)

Insomnia merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai pada pasien


geriatri. Umumnya mereka mengeluh bahwa tidurnya tidak memuaskan dan sulit
memertahankan kondisi tidur. Sekitar 57% orang usia lanjut di komunitas
mengalami insomnia kronis, 30% pasien usia lanjut mengeluh tetap terjaga
sepanjang malam, 19% mengeluh bangun terlalu pagi, dan 19% mengalami
kesulitan untuk tertidur.
Pada usia lanjut umumnya mengalami gangguan tidur, seperti:
Kesulitan untuk tertidur (sleep onset problem)
Kesulitan mempertahankan tidur nyenyak (deep maintenance problem)
Bangun terlalu pagi (early morning awakening)
Faktor yang dapat menyebabkan insomnia pada usia lanjut adalah:
Perubahan irama sirkadian
Gangguan tidur primer
Penyakit fisik (hipertiroid, arteritis)
Penyakit jiwa
Pengobatan polifarmasi
Demensia (Geddes, et al., 2005)
12. Iatrogenic Disorder (Gangguan Iatrogenic)
Karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu multipatologik, seringkali
menyebabkan pasien tersebut perlu mengkonsumsi obat yang tidak sedikit
jumlahnya. Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari
interaksi obat-obat tersebut yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat pada
lansia haruslah sangat hati-hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme di
hati sedangkan pada lansia terjadi penurunan fungsi faal hati sehingga terkadang
terjadi ikterus (kuning) akibat obat. Selain penurunan faal hati juga terjadi
penurunan faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana sebagaian besar
obat dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat tidak
dapat dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek toksik (Setiati et al,, 2006;
Kane et al., 2008).
13. Impairment of Hearing, Vision, and Smell (Gangguan Pendengaran,
Penglihatan, dan Penciuman)
Gangguan penglihatan dan pendengaran juga sering dianggap sebagai hal
yang biasa akibat proses menua. Prevalensi gangguan penglihatan pada pasien
geriatri yang dirawat di Indonesia mencapai 24,8%.Gangguan penglihatan
berhubungan dengan penurunan kegiatan waktu senggang, status fungsional,
fungsi

sosial,

berhubungan

dan

mobilitas.

dengan

kualitas

Gangguan

penglihatan

hidup,

meningkatkan

ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul, dan mortalitas.


D. Etiologi Geriatric Syndrome
1. Immobility

dan

pendengaran

disabilitas

fisik,

Lansia yang terus menerus berada di tempat tidur (disebut berada pada
keadaan bed ridden) selanjutnya berakibat atrofi otot, decubitus, malnutrisi, serta
pnemonia. Faktor risikonya dapat berupa osteoartritis, gangguan penglihatan,
fraktur, hipotensi postural, anemia, stroke, nyeri, dementia, lemah otot, vertigo,
keterbatasan ruang ligkup, PPOK, gerak sendi, hipotiroid, dan sesak napas.
Imobilisasi pada lansia diakibatkan oleh adanya gangguan nyeri, kekakuan,
ketidakseimbangan, serta kelainan psikologis.
2. Instability
Instabilitas serta akibat-akibat yang ditimbulkannya seperti peristiwa jatuh
merupakan masalah yang juga penting pada lansia terutama bagi lansi wanita.
Sekitar 30% diantara para wanita mengalami jatuh.

3. Intelectual Impaired
Gangguan intelektual yang berlangsung progresif disebut dementia.
Muncul secara perlahan tetapi progresif (biasanya selang bulanan hingga
tahunan). Dementia merupakan kelainan yang paling ditakuti dikalangan lansia,
meskipun kelainan ini tidak tampak keberadaannya. Gangguan depresi juga
merupakan penyebab kemunduran intelektual yang cukup sering ditemukan
namun seringkali terabaikan. Timbulnya depresi disebabkan oleh adanya suasana
hati atau mood yang bersifat depresif yang berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu yang disertai keluhan-keluhan vegetatif (berupa gangguan tidur,

penurunan

minat,

perasaan

bersalah,

merasa

tidak

bertenaga,

kurang

konsentrasi, hilangnya nafsu makan, gejala psikomotor atau agitatif, hingga


keinginan untuk bunuh diri).
Salah satu karakteristik pasien geriatri adalah gejala dan tanda penyakit
tidak khas sesuai organ/ sistem tubuh yang sakit (accute confusional state).
Faktor penyebabnya antara lain adalah stroke, tumor otak, pnemonia, infeksi
saluran kemih, dehidrasi, diare, hiperglikemi, hipoksia, dan putus obat

4. Incontinance
Inkontinensia adalah pengeluaran urin (atau feses) tanpa disadari, dalam jumlah
dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan
kesehatan atau sosial. Ini bukan konsekuensi normal dari pertambahan usia.
Penyebab inkontinensia berasal dari kelainan urologik (radang, batu, tumor),
kelainan neurologik (stroke, trauma medula spinalis, dementia), atau lainnya

(imobilisasi, lingkungan). Inkontinensia dapat akut di saat timbul penyakit atau


yang kronik/lama.
5. Isolation
Depresi yaitu keadaan jiwa yang tertekan dan penurunan fungsi kognitif hingga
berpotensi

menimbulkan

berbagai

kendala.

Faktor

risiko

yang

dapat

menyababkan terjadinya depresi adalah sebagai berkut.


- Kehilangan orang/ objek yang dicintai
- Sikap pesimistik
- Kecenderungan beramsumsi negatif terhadap suatu pengalaman yang
mengecewakan
- Kehilangan integritas pribadi
- Penyakit degeneratif kronik tanpa dukungan sosial yang adekuat
6. Impotance
Secara garis besar DE dapat dibagi menjadi 2 bagian besar sebagai berikut:
1. DE organik, sebagai akibat gangguan akibat gangguan endokrin, neurogenik,
vaskuler (aterosklerosis atau fibrosis).
- DE endokrinologik biasanya berupa

sindroma

ADAM

(Androgen

Deficiency in the Aging Male), yang merupakan hipogonadisme pada


lansia. DE tipe ini disebabkan oleh gangguan testikular baik primer
-

maupun sekunder.
DE neurogenik dapat disebabkan oleh gangguan jalur impuls terjadinya

ereksi.
DE vaskuler merupakan DE yang paling sering pada lansia yang mungkin
berhubungan erat dengan prevalensi penyakit aterosklerosis yang tinggi
pada lansia. Gangguan aliran darah arteri ke korpus kavernosus seperti
bekuan

darah,

aterosklerosis,

atau

hilangnya

kelenturan

dinding

pembuluh darah dapat menyebabkan DE.


2. DE psikogenik, sebelum ini selalu dikatakan sebagai penyebab utama DE,
namun menurut penelitian hal ini tidak benar. Justru penyebab utama DE
pada lansia gangguan organik, walaupun faktor psikogenik ikut memegang
peranan. DE jenis ini yang berpotensi reversibel potensial biasanya yang
disebabkan oleh kecemasan, depresi, rasa bersalah, masalah perkawinan
atau juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam hubungan seksual.
Selain yang telah disebutkan di atas, sekitar 25 % DE disebabkan oleh obatobatan terutama obat antihipertensi ( Reserpin, blocker, guanethidin dan
metildopa), alkohol, simetidin, antipsikotik, antidepresan, lithium, hipnotik
sedatif, dan hormon-hormon seperti estrogen dan progesteron.
7. Immuno-deficiency
Daya tahan tubuh yang menurun pada lansia merupakan salah satu fungsi tubuh
yang tertanggu dengan bertambahnya umur seseorang. Walaupun tidak
selamanya hal ini disebabkan oleh proses menua, tapi dapat pula karena

berbagai keadaan seperti penyakit menahun maupun penyakit akut yang dapat
menyebabkan

penurunan

daya

tahan

tubuh

seseorang,

demikian

juga

penggunaan berbagai obat, gizi yang kurang, penurunan fungsi organ tubuh, dan
lain-lain.
8. Infection
Terjadi akibat beberapa hal antara lain adanya penyakit komorbid kronik yang
cukup banyak, menurunnya daya tahan/imunitas terhadap infeksi, menurunnya
daya komunikasi usila sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya mengenal tanda
infeksi secara dini. Ciri utama pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai
dengan meningkatnya temperatur badan, dan hal ini sering tidak dijumpai pada
usia lanjut, 30-65% usia lanjut yang terinfeksi sering tidak disertai peningkatan
suhu badan, malah suhu badan dibawah 36C lebih sering dijumpai (Kane et al.,
2008).
9. Inanitation
Faktor risiko yang merupakan penyebab terjadinya gizi buruk adalah depresi
berkabung, imobilisasi, penyakit kronik (PPOK, rematik, gagal jantung, diabetes,
gagal ginjal, dispepsia, gangguan hati, keganasan), dementia, dan demam.
10. Impaction
Konstipasi yang terjadi pada lansia disebabkan karena pergerakan fisik pada
lansia yang kurang mengonsumsi makanan berserat, kurang minum, juga akibat
pemberian obat-obatan tertentu.
11. Insomnia
Insomnia pada usia lanjut dapat disebabkan oleh faktor komorbid yang terdiri dari
nyeri kronis, sesak nafas pada penyakit paru obstruktif kronis, gangguan psikiatri
(gangguan cemas dan depresi), penyakit neurologi (Parkinsons disease,
Alzheimer disease), dan obat-obatan (beta-bloker, bronkodilator, kortikosteroid
dan diuretik).
12. Impairement of hearing, vision and smell
Sistem pendengaran: orang berusia lanjut kehilangan kemampuan mendengar
bunyi dengan nada yang sangat tinggi sebagi akibat dari berhentinya
pertumbuhan

saraf

dan

berakhirnya

pertumbuhan

organ

basal

yang

mengakibatkan matinya rumah siput di dalam telinga. Mereka pada umumnya


tetap dapat mendengar pada suara rendah.
Sistem penglihatan ada penurunan yang konsisten dalam kemampuan untuk
melihat objek pada tingkat penerangan

yang rendah serta menurunnya

sensitivitas terhadap warna.


Daya penciuman menjadi kuang tajam sejala dengan bertambahnya usia,
sebagian karena pertumbuhan sel didalam hidung berhenti dan sebagian lagi
karena semakin lebatnya buluu rambut di lubang hidung.
E. Manifestasi Geriatric Syndrome
1. Imobilisasi

Kerusakan imobilisasi
a. Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan
b. Keterbatasan menggerakkan sendi
c. Adanya kerusakan aktivitas
d. Penurunan ADL dibantu orang lain
e. Malas untuk bergerak atau latihan mobilitas
- Kemungkinan dibuktikan oleh:
a. Ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan fisik
b. Kerusakan koordinasi
c. Keterbatasan rentang gerak
d. Penurunan kekuatan atau kontrol otot
2. Inkontinensia
a. Inkontinensia stress: keluarnya urin selama batuk, mengejan, dan sebagainya.
b. Inkontinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan
gambaran seringnya terburu-buru untuk berkemih.
c. Enuresis nokturnal: keluarnya urin saat tidur malam hari.
3. Demensia
a. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif
b. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek
c. Gangguan kpribadian dan perilaku (mood swings)
d. Defisit neurologi dan fokal
e. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi, dan kejang
f. Gangguan psikotik: halusinasi, ilusi, waha, dan paranoid
g. Keterbatasan dalam ADL
h. Kesulitan mengatur dalam penggunaan keuangan
i. Tidak bisa pulang ke rumah bila bepergian
j. Lupa meletakkan barang penting
k. Sulit mandi, makan, berpakaian, dan toileting
l. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk
m. Tidak dapat makan dan menelan
n. Inkontinensia urin
o. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi
p. Gangguan orientasi waktu dan tempat
q. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar
r. Ekspresi yang berlebihan
s. Adanya perubahan perilaku, seperti acuh, menarik diri, dan gelisah
4. Konstipasi
a. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
b. Mengejan keras saat BAB
c. Massa feses yang keras dan sulit keluar
d. Perasaan tidak tuntas saat BAB
e. Sakit pada daerah rectum saat BAB
f. Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam
g. Menggunakan bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
h. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB
5. Depresi
a. Gangguan tidur
b. Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (puyeng), rasa nyeri, pandangan
kabur, gangguan saluran cerna,gangguan nafsu makan (meningkat atau
menurun), konstipasi, perubahan berat badan (menurun atau bertambah).
c. Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat (agitasi atau
hiperaktivitas) atau menurun, aktivitas mental meningkat atau menurun, tidak

mengacuhkan kejadian di sekitarnya, fungsi seksual berubah (mencakup


libido menurun), variasi diurnal dari suasana hati dan gejala biasanya lebih
buruk di pagi hari.
d. Gangguan psikologis berupa suasana hati (disforik, rasa tidak bahagia,
letupan menangis), kognisi yang negatif, gampang tersinggung, marah,
frustasi, toleransi rendah, emosi meledak, menarik diri dari kegiatan sosial,
kehilangan kenikmatan & perhatian terhadap kegiatan yang biasa dilakukan,
banyak memikirkan kematian & bunuh diri, perasaan negatif terhadap diri
sendiri, persahabatan serta hubungan sosial.
6. Malnutrisi
a. Kelelahan dan kekurangan energi
b. Pusing
c. Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan
untuk melawan infeksi)
d. Kulit yang kering dan bersisik
e. Gusi bengkak dan berdarah
f. Gigi yang membusuk
g. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
h. Berat badan kurang
i. Pertumbuhan yang lambat
j. Kelemahan pada otot
k. Perut kembung
l. Tulang yang mudah patah
m. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
7. Insomnia
a. Perasaan sulit tidur, bangun terlalu awal
b. Wajah kelihatan kusam
c. Mata merah, hingga timbul bayangan gelap di bawah mata
d. Lemas, mudah mengantuk
e. Resah dan mudah cemas
f.

Sulit berkonsentrasi, depresi, ganggua memori, dan mudah tersinggung

8. Immune Deficeincy
a. Sering terjadi infeksi virus atau jamur dibandingkan bakteri
b. Diare kronik umum terjadi (sering disebut gastroenteritis)
c. Infeksi respiratorius dan oral thrushumum terjadi
d. Terjadi failure to thrive tanpa adanya infeksi
9. Impoten
a. Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu mempertahankan ereksi
secara berulang (paling tidak selama 3 bulan).
b. Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten
c. Ereksi hanya sesaat dalam referensi tidak disebutkan lamanya)
F. Penatalaksanaan Geriatric Syndrome

Pendekatan paripurna pasien geriatri merupakan prosedur pengkajian


multidimensi. Diperlukan instrumen diagnostik yang bersifat multidisiplin untuk
mengumpulkan data medik, psikososial, kemampuan fungsional, dan keterbatasan
pasien usia lanjut. Pendekatan multidimensi berusaha untuk menguraikan berbagai
masalah pada pasien geriatri, mengidentifikasi semua aset pasien, mengidentifikasi
jenis pelayanan yang dibutuhkan, dan mengembangkan rencana asuhan yang
berorientasi pada kepentingan pasien. Pendekatan paripurna pasien geriatri berbeda
dengan pengkajian medik standar dalam tiga hal, yaitu fokus pada pasien usia lanjut
yang memiliki masalah kompleks; mencakup status fungsional dan kualitas hidup;
memerlukan tim yang bersifat interdisiplin (Soedjono, 2007). Berikut beberapa
penatalaksanaan secara umum sindrom geriatrik, diantaranya :
1. Pemberian asupan diet protein, vitamin C,D,E, & mineral yang cukup.
Orang usia lanjut umumnya mengonsumsi protein kurang dari angka kecukupan
gizi (AKG). Penelitian multisenter di 15 propinsi di Indonesia mendapatkan bahwa
47% usia lanjut mengonsumsi protein kurang dari 80% AKG. Proporsi protein yang
adekuat merupakan faktor penting; bukan dalam jumlah besar pada sekali makan.
Hal penting lainnya adalah kualitas protein yang baik, yaitu protein sebaiknya
mengandung asam amino esensial. Leusin adalah asam amino esensial dengan
kemampuan anabolisme protein tertinggi sehingga dapat mencegah sarkopenia.
Leusin dikonversi menjadi hydroxy-methyl-butyrate (HMB). Suplementasi HMB
meningkatkan sintesis protein dan mencegah proteolisis (Setiati et al, 2013)
2. Pengaturan olah raga secara teratur. Perlu pemantauan rutin kemampuan dasar
seperti berjalan, keseimbangan, fungsi kognitif. Aktivitas fisik dapat menghambat
penurunan massa dan fungsi otot dengan memicu peningkatan massa dan
kapasitas metabolik otot sehingga memengaruhi energy expenditure, metabolise
glukosa, dan cadangan protein tubuh. Resistance training merupakan bentuk
latihan yang paling efektif untuk mencegah sarkopenia dan dapat ditoleransi
dengan baik pada orang tua. Program resistance training dilakukan selama 30
menit setiap sesi, 2 kali seminggu (Waters et al, 2010). Aktivitas fisik tanpa asupan
nutrisi

yang

adekuat

menyebabkan

keseimbangan

protein

negatif

dan

menyebabkan degradasi otot (Sullivan et al, 2009). Kombinasi resistance training


dengan intervensi nutrisi berupa asupan protein yang cukup dengan kandungan
leusin, khususnya HMB yang adekuat, merupakan intervensi terbaik untuk
memelihara kesehatan otot orang usia lanjut (Setiati et al, 2013)
3. Pencegahan infeksi dengan vaksin

4. Antisipasi kejadian yang dapat menimbulkan stres misalnya pembedahan elektif


dan reconditioning cepat setelah mengalami stres dengan renutrisi dan fisioterapi
individual (Setiati et al, 2011)
5. Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda dari pasien
pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang disebabkan oleh
usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan yang digunakan
sebelumnya. Masalah polifarmasi pada pasien geriatri sulit dihindari dikarenakan
oleh berbagai hal yaitu penyakit yang diderita banyak dan biasanya kronis, obat
diresepkan oleh beberapa dokter, kurang koordinasi dalam pengelolaan, gejala
yang

dirasakan

pasien

tidak

jelas,

pasien

meminta

resep,

dan

untuk

menghilangkan efek samping obat justru ditambah obat baru. Karena itu diusulkan
prinsip pemberian obat yang benar pada pasien geriatri dengan cara mengetahui
riwayat pengobatan lengkap, jangan memberikan obat sebelum waktunya, jangan
menggunakan obat terlalu lama, kenali obat yang digunakan, mulai dengan dosis
rendah, naikkan perlahan-lahan, obati sesuai patokan, beri dorongan supaya
patuh berobat dan hati-hati mengguakan obat baru (Setiati dkk., 2006).
Penatalaksanaan Resiko Jatuh:
a. Perhatikan penggunaan alat bantu melihat (kacamata) dan alat bantu dengar
(earphone)
b. Evaluasi dan ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
c. Evaluasi kemampuan kognitif
d. Beri lansia alat bantu berjalan seperti hand rails, walkers, dsb
Penatalaksanaan Gangguan Tidur:
a. Tingkatkan aktifitas rutin setiap hari
b. Ciptakan lingkungan yang nyaman
c. Kurangi konsumsi kopi
d. Berikan benzodiazepine seperti Temazepam (7,5-15 mg)
G. Pencegahan Geriatric Syndrome
Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lima upaya kesehatan
yaitu: peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), diagnosis dini dan pengobatan,
pembatasan kecacatan dan pemulihan.
1. Promosi (Promotif)
Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit. Upaya promotif juga

merupakan proses advokasi kesehatan untuk meningkatkan dukungan klien,


tenaga provesional dan masyarakat terhadap praktik kesehatan yang positif
menjadi norma-norma sosial. Upaya promotif di lakukan untuk membantu organorgan mengubah gaya hidup mereka dan bergerak ke arah keadaan kesehatan
yang optimal serta mendukung pemberdayaan seseorang untuk membuat pilihan
yang sehat tentang perilaku hidup mereka.
Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia adalah sebagai berikut :
a. Mengurangi cedera, di lakukan dengan tujuan mengurangi kejadian jatuh,
mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah, meningkatkan penggunaan alat
pengaman dan mengurangi kejadian keracunan makanan atau zat kimia.
b. Meningkatkan keamanan di tempat kerja yang bertujuan untuk mengurangi
terpapar dengan bahan-bahan kimia dan meningkatkan pengunaan sistem
keamanan kerja.
c. Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk, bertujuan untuk
mengurangi pengunaan semprotan bahan-bahan kimia, mengurangi radiasi di
rumah, meningkatkan pengolahan rumah tangga terhadap bahan berbahaya,
serta mengurangi kontaminasi makanan dan obat-obatan.
d. Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mutu yang bertujuan
untuk mengurangi karies gigi serta memelihara kebersihan gigi dan mulut.
2. Pencegahan (Preventif)
a. Melakukan pencegahan primer, meliputi pencegahan pada lansia sehat,
terdapat faktor risiko, tidak ada penyakit, dan promosi kesehatan. Jenis
pelayanan pencegahan primer adalah: program imunisasi, konseling, berhenti
merokok dan minum beralkohol, dukungan nutrisi, keamanan di dalam dan
sekitar rumah, manajemen stres, penggunaan medikasi yang tepat.
b. Melakukan pencegahan sekunder, meliputi pemeriksaan terhadap penderita
tanpa gejala dari awal penyakit hingga terjadi gejala penyakit belum tampak
secara klinis dan mengindap faktor risiko. Jenis pelayan pencegahan sekunder
antara lain adalah sebagai berikut: kontrol hipertensi, deteksi dan pengobatan
kangker, screening: pemeriksaan rektal, papsmear, gigi mulut dan lain-lain.
c. Melakukan pencegahan tersier, dilakukan sebelum terdapat gejala penyakit dan
cacat, mecegah cacat bertambah dan ketergantungan, serta perawatan dengan
perawatan di rumah sakit, rehabilisasi pasien rawat jalan dan perawatan jangka
panjang.
3. Diagnosis dini dan Pengobatan
a. Diagnosis dini dapat dilakukan oleh lansia sendiri atau petugas profesional dan
petugas institusi. Oleh lansia sendiri dengan melakukan tes dini, skrining
kesehatan, memanfaatkan Kartu Menuju Sehat (KMS) Lansia, memanfaatkan
Buku Kesehatan Pribadi (BKP), serta penandatangan kontrak kesehatan.

b. Pengobatan
Pengobatan terhadap gangguan sistem dan gejala yang terjadi meliputi sistem
muskuloskeletal,

kardiovaskular,

pernapasan,

pencernaan,

urogenital,

hormonal, saraf dan integumen.


DAFTAR PUSTAKA
Maryam, R. S. dkk. 2008. Mengenal usia lanjut dan perawatannya, Salemba Medika,
Jakarta.
Efendi, F. dan Makhfudli. 2009. Keperawatan kesehatan komunitas: teori dan praktik
keperawatan, Salemba Medika, Jakarta, hal. 243.
Syarniah. 2010. Pengaruh Terapi Kelompok Reminiscene terhadap Depresi pada Lansia
di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Provinsi Kalimantan Selatan.
Tidak diterbitkan, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Jakarta.
Panita L , Kittisak S, Suvanee S, Wilawan H. 2011. Prevalence and recognition of geriatri
syndromes in an outpatient clinic at a tertiary care hospital of Thailand.
Medicine Department; Medicine Outpatient Department, Faculty of Medicine,
Srinagarind Hospital, Khon Kaen University, Khon Kaen 40002, Thailand.
Asian Biomedicine.5(4): 493-497.
Setiati S, Harimurti K, Roosheroe AG. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III.
Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB, Resnick B. 2008. Essentials of clinical geriatris. 6th
ed. New York, NY: McGraw-Hill.
Cigolle CT, Langa KM, Kabeto MU, Tian Z, Blaum CS. 2007. Geriatric conditions and
disability: the health and retirement study. American College of Physicians.
147(3):156-164.
Blazer, DG and Steffens, DC. 2009. The american psychiatric publishing textbook of
geriatric psychiatry. America : Psychiatric Pub.
Geddes J, Gelder MG, Mayou R. 2005. Psychiatry. Oxford [Oxfordshire]: Oxford
University Press.
Sharon K, Stephanie S, Mary ET, George AK. 2007. Geriatri syndromes: clinical, research,
and policy implications of a core geriatri concept. Journal compilation, The
American Geriatris Society. 55(5): 794-796.
Hidayat, A. Alimul. (2006). Pengantsar kebutuhan dasar manusia: aplikasi konsep dan
proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Indonesia. hlm. 1335-1340.

Anda mungkin juga menyukai