Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan 1 dengan yang
lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (stuart dan Laraia, 2001).
Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus ditangani
sesuai dengan keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan,
ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik (Yolam, 1995 dalam Stuart dan Laraia, 2001).
Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok
member dan menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi
dalam kelompok. Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu
dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart &
Laraia, 2001 dikutip dari Cyber Nurse, 2009).
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh
seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi
Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007). Terapi kelompok
adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi
bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep, 2008).
2.2 Komponen Kelompok
Kelompok terdiri dari tiga aspek, sebagai berikut (Kelliat, 2005)
a. Struktur kelompok.
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan
keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga
stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam
kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu
oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.
b. Besar kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang
anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jika angota kelompok terlalu besar
akibbatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan,
pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan
interaksi yang terjadi (Kelliat, 2005).
c. Lamanya sesi
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang
rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi. Banyaknya sesi

bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali perminggu, atau dapat
direncanakan sesuai dengan kebutuhan (Kelliat, 2005).
2.3 Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain
serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptive. Kekuatan kelompok ada pada
konstribusi dari setiap anggota dan pimpinan dalam mencapai tujuannya. Kelompok
berfungsi sebagai tempat berbagai pengalaman dan saling membantu satu sama lain,
untuk menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok merupakan laboratorium
tempat untuk mencoba dan menemukan hubungan interpersonal yang baik, serta
mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan
dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
Depkes RI mengemukakan tujuan terapi aktivitas kelompok secara rinci sebagai
berikut:
a. Tujuan Umum
1) Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan yaitu memperoleh pemahaman
dan cara membedakan sesuatu yang nyata dan khayalan.
2) Meningkatkan sosialisasi dengan memberikan kesempatan untuk berkumpul,
berkomunikasi dengan orang lain, saling memperhatikan memberikan tanggapan
terhadap pandapat maupun perasaan ortang lain.
3) Meningkatkan kesadaran hubungan antar reaksi emosional diri sendiri dengan
prilaku defensif yaitu suatu cara untuk menghindarkan diri dari rasa tidak enak
karena merasa diri tidak berharga atau ditolak.
4) Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti fungsi
kognitif dan afektif.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatkan identifikasi diri, dimana setiap orang mempunyai identifikasi diri
tentang mengenal dirinya di dalam lingkungannya.
2) Penyaluran emosi, merupakan suatu kesempatan yang sangat dibutuhkan oleh
seseorang untuk menjaga kesehatan mentalnya. Di dalam kelompok akan ada
waktu bagi anggotanya untuk menyalurkan emosinya untuk didengar dan
dimengerti oleh anggota kelompok lainnya.
3) Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk kehidupan sehari-hari,
terdapat kesempatan bagi anggota kelompok untuk saling berkomunikasi yang
memungkinkan peningkatan hubungan sosial dalam kesehariannya.
2.4 Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat yaitu :
a. Umum
1) Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
2) Membentuk sosialisasi

testing)

melalui

3) Meningkatkan

fungsi

psikologis,

yaitu

meningkatkan

kesadaran

tentang

hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive


(bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
4) Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif
dan afektif.
b. Khusus
1) Meningkatkan identitas diri.
2) Menyalurkan emosi secara konstruktif.
3) Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.
4) Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan sosial,
kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan tentang
masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.
2.5 Macam-macam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
TAK adalah manual, rekreasi dan teknik kreatif untuk menfasilitasi seseorang
serta meningkatkan respon social dan harga diri. Aktivitas yang digunakan sebagai
terapi didalam kelompok yaitu membaca puisi, musik, menari, dan literature.
Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu :
a. Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi
Terapi Aktivitas
Kelompok
(TAK) stimulasi persepsi
adalah

terapi

yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan


atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004). Fokus terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi adalah membantu pasien yang mengalami kemunduran
orientasi dengan karakteristik: pasien dengan gangguan persepsi; halusinasi,
menarik diri dengan realitas, kurang inisiatif atau ide, kooperatif, sehat fisik, dan dapat
berkomunikasi

verbal

(Yosep,

2007).

Terapi

aktivitas

kelompok

stimulasi

kognitif/persepsi melatih mempersiapkan stimulus yang disediakan atau stimulus


yang pernah dialami, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adaptif.
Adapun tujuan dari TAK stimulasi persepsi adalah pasien mempunyai
kemampuan

untuk

paparan stimulus

menyelesaikan

kepadanya.

mempersepsikan stimulus

yang

masalah

Sementara,

tujuan

dipaparkan

yang

diakibatkan

khususnya:

kepadanya

pasien

dengan

tepat

oleh
dapat
dan

menyelesaikan masalahyang timbul dari stimulus yang dialami (Darsana, 2007).


Aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang dialami dalam
kehidupan, khususnya untuk pasien halusinasi. Aktivitas dibagi dalam empat sesi yang
tidak dapat dipisahkan, yaitu :
1) Sesi pertama : mengenal halusinasi
2) Sesi kedua : mengontrol halusinasi dan menghardik halusinasi
3) Sesi ketiga : menyusun jadwal kegiatan
4) Sesi keempat : cara minum obat yang benar

b. Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori


TAK sensori digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. TAK stimulasi
sensori adalah TAK yang diadakan dengan memberikan stimulus tertentu kepada klien
sehingga

terjadi

perubhan

perilaku.

TAK

orientasi

realita

melatih

klien

mengorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien.Terapi aktivitas kelompok


stimulasi sensori untuk membantu klien melakukan stimulasi sensori dengan individu
yang ada disekitar klien.
Bentuk stimulus :
1)

Stimulus suara: musik

2)

Stimulus visual: gambar

3)

Stimulus gabungan visual dan suara: melihat televisi, video

Tujuan dari TAK stimulasi sensori bertujuan agar klien mengalami :


1)

Peningkatan kepekaan terhadap stimulus.

2)

Peningkatan kemampuan merasakan keindahan

3)

Peningkatan apresiasi terhadap lingkungan

Jenis TAK yaitu :


1)

TAK Stimulasi Suara

2)

TAK Stimulasi Gambar

3)

TAK Stimulasi Suara dan Gambar

c. Terapi aktivitas orientasi realita


Terapi Aktivitas Kelompok Oientasi Realita (TAK): orientasi realita adalah
upaya untuk mengorientasikan keadaan nyata kepada klien, yaitu diri sendiri, orang
lain, lingkungan/ tempat, dan waktu. Klien dengan gangguan jiwa psikotik, mengalami
penurunan daya nilai realitas (reality testing ability). Klien tidak lagi mengenali
tempat,waktu, dan orang-orang di sekitarnya. Hal ini dapat mengakibatkan klien
merasa asing dan menjadi pencetus terjadinya ansietas pada klien. Untuk
menanggulangi kendala ini, maka perlu ada aktivitas yang memberi stimulus secara
konsisten kepada klien tentang realitas di sekitarnya. Stimulus tersebut meliputi
stimulus tentang realitas lingkungan, yaitu diri sendiri, orang lain, waktu, dan tempat.
Tujuan umum yaitu klien mampu mengenali orang, tempat, dan waktu sesuai
dengan kenyataan, sedangkan tujuan khususnya adalah:
1) Klien mampu mengenal tempat ia berada dan pernah berada
2) Klien mengenal waktu dengan tepat.
3) Klien dapat mengenal diri sendiri dan orangorang di sekitarnya dengan tepat.
Aktivitas yang dilakukan tiga sesi berupa aktivitas pengenalan orang, tempat,
dan waktu. Klien yang mempunyai indikasi disorientasi realitas adalah klien
halusinasi, dimensia, kebingungan, tidak kenal dirinya, salah mngenal orang lain,
tempat, dan waktu.Tahapan kegiatan :

1) Sesi I

: Orientasi Orang

2) Sesi II

: Orientasi Tempat

3) Sesi III : Orientasi Waktu


2.6 Tahapan dalam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Kelompok sama dengan individu, mempunyai

kapasitas

untuk

tumbuh

dan berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase
prakelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi kelompok (Stuart
& Laraia, 2001 dalam Cyber Nurse, 2009).
a. Fase Prakelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota, kriteria
anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut Dr. Wartono
(1976) dalam Yosep (2007), jumlah anggota kelompok yang ideal dengan cara
verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10.
Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah punya
diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat
(Yosep, 2007).
b. Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan
peran baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini menjadi
tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif. Sementara Tukman (1965) dalam Stuart
dan Laraia (2001) juga membaginya dalam tiga fase, yaitu forming, storming,
dan norming.
1) Tahap Orientasi
Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing, leader
menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota.
2) Tahap Konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin

perlu

memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu


kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku perilaku
yang tidak produktif (Purwaningsih & Karlina, 2009).
3) Tahap Kohesif
Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim
satu sama lain (Keliat, 2004).
c. Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil
dan realistis (Keliat, 2004). Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari
produktivitas

dan

kemampuan

dan kemandirian (Yosep, 2007).


d. Fase Terminasi

yang

bertambah

disertai

percaya

diri

Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman


kelompok

akan

digunakan

secara

individual

pada

kehidupan

sehari-

hari. Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2004).
2.7 Proses Terapi Aktifitas Kelompok
Proses terapi aktifitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks dari pada terapi
individual, oleh karena itu untuk memimpinnya memerlukan pengalaman dalam
psikoterapi individual. Dalam kelompok terapis akan kehilangan sebagian otoritasnya
dan menyerahkan kepada kelompok.
Terapis sebaiknya mengawali dengan mengusahakan terciptanya suasana yang
tingkat kecemasannya sesuai, sehingga klien terdorong untuik membuka diri dan tidak
menimbulkan atau mengembalikan mekanisme pertahanan diri. Setiap permulaan dari
suatu terapi aktifitas kelompok yang baru merupakan saat yang kritis karena
prosedurnya merupakan sesuatu yang belum pernah dialami oleh anggota kelompok
dan mereka dihadapkan dengan orang lain.
Setelah klien berkumpul, mereka duduk melingkar, terapis memulai dengan
memperkenalkan diri terlebih dahulu dan juga memperkenalkan co-terapis dan
kemudian mempersilakan anggota untuk memperkenalkan diri secara bergilir, bila ada
anggota yang tidak mampu maka terapis memperkenalkannya. Terapis kemudian
menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur terapi kelompok dan juga masalah yang
akan dibicarakan dalam kelompok. Topik atau masalah dapat ditentukan oleh terapis
atau usul klien. Ditetapkan bahwa anggota bebas membicarakan apa saja, bebas
mengkritik siapa saja termasuk terapis. Terapis sebaiknya bersifat moderat dan
menghindarkan kata-kata yang dapat diartikan sebagai perintah.
Dalam prosesnya kalau terjadi bloking, terapis dapat membiarkan sementara.
Bloking yang terlalu lama dapat menimbulkan kecemasan yang meningkatoleh
karenanya terapis perlu mencarikan jalan keluar. Dari keadaan ini mungkin ada indikasi
bahwa ada beberapa klien masih perlu mengikuti terapi individual. Bisa juga terapis
merangsang anggota yang banyak bicara agar mengajak temannya yang kurang banyak
bicara. Dapat juga co-terapis membantu mengatasi kemacetan.
Kalau terjadi kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya kekacauan
dikeluarkan dan terapi aktifitas kelompok berjalan terus dengan memberikan penjelasan
kepada semua anggota kelompok. Setiap komentar atau permintaan yang datang dari
anggota diperhatikan dengan sungguh-sungguh dan di tanggapi dengan sungguhsungguh. Terapis bukanlah guru, penasehat atau bukan pula wasit. Terapis lebih banyak
pasif atau katalisator. Terapis hendaknya menyadari bahwa tidak menghadapi individu
dalam suatu kelompok tetapi menghadapi kelompok yang terdiri dari individu-individu.
Diakhir terapi aktifitas kelompok, terapis menyimpulkan secara singkat
pembicaraan yang telah berlangsung / permasalahan dan solusi yang mungkin

dilakukan. Dilanjutkan kemudian dengan membuat perjanjian pada anggota untuk


pertemuan berikutnya. (Kelliat, 2005).
2.8 Dampak Terapeutik dari Kelompok
Terjadinya interaksi yang diharapkan

dalam

aktivitas

kelompok

dapat

memberikan dampak yang bermanfaat bagi komponen yang terlibat. Yalom (1985)
dalam tulisannya mengenai terapi kelompok telah melaporkan 11 kasus yang terlibat
dalam efek terapeutik dari kelompok. Faktor-faktor tersebut adalah :
1) Universalitas, klien mulai menyadari bahwa bukan ia sendiri yan mempunyai
masalah dan bahwa perjuangannya adalah dengan membagi atau setidaknya dapat
dimengerti oleh orang lain.
2) Menanamkan harapan, sebagian diperantarai dengan menemukan yang lain yang
telah dapat maju dengan masalahnya, dan dengan dukungan emosional yang
diberikan oleh kelompok lainnya.
3) Menanamkan harapan, dapat dialami karena anggota memberikan dukungan satu
sama lain dan menyumbangkan ide mereka, bukan hanya menerima ide dari yang
lainnya.
4) Mungkin terdapat rekapitulasi korektif dari keluarga primer yang untuk kebanyakan
klien merupakan problematic. Baik terapis maupun anggota lainnya dapat jadi
resepien reaksi tranferensi yang kemudian dapat dilakukan.
5) Pengembangan keterampilan sosial lebih jauh dan

kemampuan

untuk

menghubungkan dengan yang lainnya merupakan kemungkinan. Klien dapat


memperoleh umpan balik dan mempunyai kesempatan untuk belajar dan melatih
cara baru berinteraksi.
6) Pemasukan informasi, dapat dapat berkisar dari memberikan informasi tentang
ganguan seseorang terhadap umpan balik langsung tentang perilaku orang dan
pengaruhnya terhadap anggota kelompok lainnya.
7) Identifikasi, prilaku imitative dan modeling dapat dihasilkan dari terapis atau anggota
lainnya memberikan model peran yang baik.
8) Kekohesifan kelompok dan pemilikan dapat menjadi kekuatan dalam kehidupan
seseorang. Bila terapi kelompok menimbulkan berkembangnya rasa kesatuan dan
persatuan memberi pengaruh kuat dan memberi perasaan memiliki dan menerima
yang dapat menjadi kekuatan dalam kehidupan seseorang.
9) Pengalaman antar pribadi mencakup pentingnya belajar berhubungan antar pribadi,
bagaimana memperoleh hubungan yang lebih baik, dan mempunyai pengalaman
memperbaiki hubungan menjadi lebih baik.
10) Atarsis dan pembagian emosi yang kuat tidak hanya membantu mengurangi
ketegangan emosi tetapi juga menguatkan perasaan kedekatan dalam kelompok.
11) Pembagian eksisitensial memberikan masukan untuk mengakui keterbatasan
seseorang, keterbatasan lainnya, tanggung jawab terhadap diri seseorang.
2.9 Indikasi dan Kontraindikasi Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)

Adapun indikasi dan kontra indikasi terapi aktivitas kelompok (Depkes RI (1997) adalah :
a. Semua klien terutama klien rehabilitasi perlu memperoleh terapi aktifitas kelompok
kecuali mereka yang : psikopat dan sosiopat, selalu diam dan autistic, delusi tak
terkontrol, mudah bosan.
b. Ada berbagai persyaratan bagi klien untuk bisa mengikuti terapi aktifitas kelompok
antara lain : sudah ada observasi dan diagnosis yang jelas, sudah tidak terlalu
gelisah, agresif dan inkoheren dan wahamnya tidak terlalu berat, sehingga bisa
kooperatif dan tidak mengganggu terapi aktifitas kelompok.
c. Untuk pelaksanaan terapi aktifitas kelompok di rumah sakit jiwa di upayakan
pertimbangan tertentu seperti : tidak terlalu ketat dalam tehnik terapi, diagnosis klien
dapat bersifat heterogen, tingkat kemampuan berpikir dan pemahaman relatif setara,
sebisa mungkin pengelompokan berdasarkan problem yang sama.

DAFTAR PUSTAKA
Hamid, A.Y.S. 1999. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Pada Anak dan
Remaja, Widya Medika, Jakarta.
Hendriani, Wiwin, Hadariyati, Ratih dan Sakti, Tirta Malia. Penerimaan Keluarga terhadap
Individu yang Mengalami Keterbelakangan Mental. Insan Vol.8 No.2, 2006.
Hurlock, E. 1998. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan SEpanjang Rentang
Kehidupan, Edisi 5, Erlangga, Jakarta.
Hyun Sung Lim and Jae Won Lee. Parenting Stress and Depression among Mothers of
Children with Mental Retardation in South Korea: An Examination of Moderating and
Mediating Effects of Social Support. Pacific Science Review, 2007; 9 (2): 150-159.
Rasmun. 2004. Stress, Koping, dan Adaptasi Teori dan Pohon

Masalah Keperawatan,

Sagung Seto, Jakarta.


Stuart, Gail and Laraia, M. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th edition,
Mosby, St. Louis.
Stuart & Sundeen. 1995. Principles an Practice of Psychiatric Nursing, fifth edition, Mosby,
St.Louis.

Anda mungkin juga menyukai