Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

GOUT ARTRITIS

OLEH :
DIAN MA’RIFATUL MAYASAROH
2204019

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN GERONTIK


PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN
GOUT ARTRITIS

1. Konsep Lansia
1. Pengertian Usia Lanjut
Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses
perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade
(Notoatmojo,2020). Menurut WHO, 2018 dikatakan usia lanjut tergantung dari
konteks kebutuhan yang tidak bisa dipisah-pisahkan, konsep kebutuhan tersebut
dihubungkan seecara biologis sosial dan ekonomi. Lanjut usia atau usia tua
adalah suatu periode dalam tentang hidup seseorang, yaitu suatu periodedi mana
seseorang ’’beranjak jauh’’ dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau
beranjak dari waktu yang penuh bermanfaat (Hurlock, 2019).
Manusia lanjut usia (manula) merupakan populasi penduduk yang berumur tua
dengan kelompok usia 60 tahun atau lebih (Bustan, 2020). Menurut (Fatmah,
2019) lansia merupakan proses alamiah yang terjadi secara berkesinambungan
pada manusia dimana ketika menua seseorang akan mengalami beberapa
perubahan yang pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan fungsi dan
kemampuan seluruh tubuh. Istilah manusia usia lanjut belum ada yang
mematenkan sebab setiap orang memiliki penyebutannya masing-masing seperti
manusia lanjut usia (manula), manusia usia lanjut (lansia), usia lanjut (usila), serta
ada yang menyebut golongan lanjut umur (glamur) (Maryam, 2019: 32).
2. Batasan-batasan Lanjut Usia
Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda umumnya
berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia
menurut adalah sebagai berikut :
a. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah empat tahapan yaitu:
1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
b. Di indonesia batasan usia lanjut adalah 60 tahun ke atas terdapat dalam UU no
13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Menurut UU tersebut diatas
lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria
maupun wanita (Padila, 2021).
3. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi pada lansia menurut Maryam, dkk (2008) antara lain lansia yaitu
sesorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi yaitu seseorang
yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorangyang berusia 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan, lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu
melaksanakan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau
jasa serta lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

4. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat (2019) dalam Maryam (2018) lansia memiliki
karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1
ayat (2) UU No. 13 tentang Kesehatan), kebutuhan dan masalah yang bervariasi
dan rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual,
serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif, lingkungan tempat tinggal
yang bervariasi.
5. Proses Menua
Proses menua merupakan proses fisiologis tubuh pada setiap manusia
(Darmojo, 2019: 635). Proses menua ini ditandai dengan proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tubuh tidak mampu
mempertahankan dirinya terhadap infeksi serta tubuh tidak mampu memperbaiki
kerusakan yang diderita (Azizah, 2019).
Penuaan akan mengakibatkan penurunan kondisi anatomis dan sel akibat
menumpuknya metabolit dalam sel. Metabolit bersifat racun terhadap sel sehingga
bentuk dan komposisi pembangun sel akan mengalami perubahan. (Azizah, 2019:
7-8). Seiring dengan meningkatnya usia, sistem kerja pada jantung dan pembuluh
darah pun akan mengalami perubahan dari segi struktur dan fungsinya. Perubahan
pada lansia khususnya sistem kerja pada jantung meliputi perubahan pada
ventrikel kiri dan katup jantung yang mengalami penebalan dan membentuk
tonjolan, jumlah sel pacemaker mengalami penurunan yang mana implikasi
klinisnya akan menimbulkan disritmia pada lansia, kemudian terdapat arteri dan
vena yang menjadi kaku ketika dalam kondisi dilatasi sehigga katup jantung tidak
kompeten yang akibatnya akan menimbulkan implikasi klinis berupa edema pada
ekstremitas (Stanley & Beare, 2018: 179).
Lansia dapat mengalami perubahan struktur pada jantung. Ketebalan dinding
ventrikel cenderung meningkat akibat adanya peningkatan densitas kolagen dan
hilangnya fungsi serat elastis. Sehingga dapat berdampak pada kurangnya
kemampuan jantung untuk berdistensi. Pada permukaan di dalam jantung seperti
pada katup mitral dan katup aorta akan mengalami penebalan dan penonjolan di
sepanjang garis katup. Obstruksi parsial terhadap aliran darah selama denyut
sistole dapat terjadi ketika pangkal aorta mengalami kekakuan sehingga akan
menghalangi pembukaan katup secara sempurna (Stanley & Beare, 2018: 179).
6. Masalah-masalah Pada Lanjut Usia
Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah
fisik baik secara fisik-biologik, mental maupun sosial ekonomis. Dengan semakin
lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama di bidang
kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan
sosialnya. Hal ini mengkibatkan pula timbulnya gangguan di dalam hal
mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan ketergantunga yang
memerlukan bantuan orang lain. Lanjut usia tidak saja di tandai dengan
kenunduran fisik, tetapi dapat pula berpengaruh terhadap kondisi mental. Semakin
lanjut seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin berkurang hal mana akan
dapat mengakibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungannya. Hal ini dapat
memberikan dampak pada kebahagiaan seseorang (Stanley, 2021).
Pada usia mereka yang telah lanjut, sebagian diri mereka masih mempunyai
kemanpuan untuk bekerja. Permasalahannya yang mungkin timbul adalah
bagaiman memfungsikan tenaga dan kemampunan mereka tersebut di dalam
situasi keterbatasan kesempatan kerja. Masalah – masalah pada lanjut usia di
kategorikan ke dalam empat besar penderitaan lanjut usia yaitu imobilisasi,
ketidakstabilan, gangguan mental, dan inkontinensia. Imobilisasi dapat disebabkan
karena alasan psikologis dan fisik. Alasan psikologis diantaranya apatis, depresi,
dan kebingungan. Setelah faktor psikologis, masalah fisik akan terjadi sehingga
memperburuk kondisi imobilisasi tersebut dan menyebabkan komplikasi sekunder
(Watson, 2020).
Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang
melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorangmendadak terbaring dan terduduk
di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran
atau luka yang akibat jatuh dapat menyebabkan imobilisasi (Reuben, 1996 dalam
Darmojo, 2021).
Gangguan mental merupakan yang sering terjadi sehubungan dengan
terjadinya kemerosotan daya ingat. Beberapa kasus ini berhubungan dengan
penyakit – penyakit yang merusak jaringan otak, sehingga kebanyakan masalah
turunnya daya ingat lanjut usia bukanlah sebagai akibat langsung proses penuaan
tetapi karena penyakit. Sebagian besar lanjut usia memerlukan perawatan karena
menderita gangguan mental. Masalah utama yang memfunyai konsekuensi untuk
semua aktivitas sehari – hari. Lanjut usia yang mengalami konfusi tidak akan
mampu untuk makan, tidak mampumengontrol diri, bahkan menunjukkan perilaku
yang agresif sehingga lanjut usia memerlukan perawatan lanjutan untuk mengatasi
ketidakmampuan dan keamanan lingkungan tempat tinggal lanjut usia secara
umum. Bantuan yang di berikan adalah melalui petugas panti dan dukungan
keluarga. Insiden inkontinensia biasanya meningkat pada lanjut usia yang
kehilangan kontrol berkemih dan defekasi. Hal ini berhubungan dengan faktor
akibat penuaan dan faktor nutrisi seperti yang telah di jelaskan diatas adalah efek
dari imobilisasi (Darmojo, 2021).
7. Patofisiologi
Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan asam urat. Salah
satunya yang telah diketahui peranannya adalah konsentrasi asam urat dalam
darah. Mekanisme serangan asam urat akut berlangsung melalui beberapa fase
secara berurutan menurut (Ganong W. F McpheeStephen. 2010) :
a. Presipitasi kristal monosodium urat.
Presipitasi kristal monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila
konsentrasi dalam plasma > 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan.
Sonovium, jaringan para-artikuler misalnya bursae, tendon, dan selaputnya.
Kristal urat yang bermuatan negatif akan dibungkus (coate) oleh berbagai
macam protein. Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk
berespon terhadap pembentukan kristal.
b. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)
Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang
menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis
kristal oleh leukosit.
c. Fagositosis
Kristal difagositosis oleh leukosit membentuk fagolisosom dan
akhirnya membran vakuala disekeliling kristal bersatu dan membran
leukositik lisosom
d. Kerusakan lisosom
Terjadi kerusakan lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan
hidrogen antara peermukaan kristal membran lisosom. Peristiwa ini
menyebabkan robekan membran dan pelepasan enzim-enzim dan oksidase
radikal ke dalam sitoplasma.
e. Kerusakan sel
Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam
cairan sinovial yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan
kerusakan jaringan.
8. Teori-teori Proses Menua
Teori-Teori Menua Berdasarkan (Fatmah, 2019: 8-10), (Aspiani, 2017: 34),
dan (Eliopoulus, 2019: 14-20):
a. Teori Penuaan ditinjau dari sudut biologis
Teori ini menjelaskan bahwa perubahan sel dalam tubuh lansia dikaitkan pada
proses penuaan tubuh lansia dari sudut pandang biologis.
1) Teori Genetik
a) Teori genetik dan mutasi (somatic mutative theory)
b) Teori mutasi somatik (error catastrope)
2) Teori Non-genetik
a) Teori penurunan sistem imun (Auto-Immune Theory)
b) Teori Radikal Bebas (Free Radical Theory)
c) Teori Rantai Silang (Cross Link Theory)
c) Teori Fisiologik
d) Teori “imunologi slow virus” (immunology slow virus theory)
3) Teori Sosiologis
Teori perubahan sosial menjelaskan tentang lansia yang mengalami
penurunan dan penarikan diri terhadap sosialisasi dan partisipasi ke dalam
masyarakat.
a) Teori Aktivitas
b) Teori Kontinuitas
4) Teori Psikososial

9. Perubahan-Perubahan Pada Lanjut Usia


Menurut (Nugroho, 2020); (Noorkasiani, 2019); (Aspiani, 2020) dan
(Eliopoulos, 2018) :
a. Perubahan Fisiologi
1) Sel
Setiap sel memerlukan nutrisi guna mempertahankan kehidupan.
Semua sel pun menggunakan oksigen sebagai salah satu zat utama guna
membentuk energy (Guyton, 2022: 01).
2) Pembuluh darah
Pembuluh darah meupakan sistem saluran tertutup yang membawa
darah dari jantung ke jaringan dan kembali lagi ke jantung. Aliran darah ke
setiap jaringan nantinya akan diatur oleh proses kimia lokal dan persarafan
umum serta mekanisme humoral yang dapat melebarkan dan
menyempitkan pembuluh darah dijaringan (Ganong, 2022: 596).
3) Tekanan darah
Tekanan darah merupakan gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap
dinding pembuluh, yang bergantung pada volume darah, daya regang
(distensibilitas), dan dinding pembuluh. Jadi dapat diambil kesimpulan
bahwa tekanan darah merupakan tenaga dan tekanan yang digunakan oleh
darah pada setiap satuan daerah pada dinding pembuluh darah (Guyton,
2022: 165).
4) Sistem persarafan menurut (Aspiani, 2018: 36) :
a) Cepatnya menurun hubungan persyarafan.
b) Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf otaknya
dalam setiap harinya).
c) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan
stres.
d) Mengecilnya saraf panca indera: berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih sensitif
terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap
dingin.
e) Kurang sensitif terhadap sentuhan
5) Sistem Pendengaran (Aspiani, 2019: 37)
Menurut (Azizah, 2019: 11) perubahan pada sistem panca indera
lainnya adalah perubahan pada sistem pendengaran.
6) Sistem Penglihatan
Menurut (Azizah, 2019: 11) Pada lansia terjadi perubahan pada sistem
indera salah satu gangguannya adalah perubahan pada sistem penglihatan,
dimana daya akomodasi dari jarak dekat maupun jauh berkurang serta
ketajaman penglihatan pun ikut mengalami penurunan.
7) Sistem Pernapasan
Pada sistem respirasi terjadi perubahan jaringan ikat pada paru,
kapasitas total pada paru pun tetap, namun volume cadangan pada paru
berubah kemudian perubahan yang lainnya adalah berkurangnya udara
yang mengalir ke paru. Menurut (Nugroho, 2020) perubahan yang terjadi
pada sistem respirasi:
a) Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan
kekuatan, dan menjadi kaku
b) Menurunnya aktivitas dari silia, kemampuan untuk batuk berkurang
c) CO2 pada arteri tidak berganti, sedangkan O2 pada arteri menurun
menjadi 75 mmHg
d) Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernapasan akan
menurun seiring dengan pertambahan usia
8) Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan lansia mengalami anoreksia yang terjadi akibat
perubahan kemampuan digesti dan absorpsi pada tubuh lansia. Selain itu
lansia mengalami penurunan sekresi asam dan enzim. Perubahan yang lain
adalah perubahan pada morfologik yang terjadi pada mukosa, kelenjar dan
otot pencernaan yang akan berdampak pada terganggunya fungsi
mengunyah dan menelan, serta terjadinya perubahan nafsu makan
(Fatmah, 2021: 23).
9) Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi perubahan yang terjadi pada lansia ditandai
dengan mengecilnya ovari dan uterus, terjadi atrofi payudara. Pada laki-
laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meski adanya penurunan
secara berangsur-angsur, serta dorongan seks masih ada hingga usia 70
tahun (Azizah, 2019: 13).
10) Pengaturan suhu tubuh
Menurut (Nugroho, 2020: 29) pada pengaturan suhu, hipothalamus
dianggap bekerja sebagai suatu termostat. Faktor-faktor yang biasa ditemui
yang menjadi faktor kemunduran pada lansia yang biasa ditemui antara
lain:
a) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis kurang lebih
35OC. Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat
pula menggigil, pucat dan gelisah.
b) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.
b. Perubahan Mental
Menurut (Aspiani, 2019: 43) terdapat beberapa faktor yang
memengaruhi perubahan mental pada lansia yaitu kesehatan, tingkat
pendidikan, lingkungan, keturunan, dan perubahan fisik terutama panca
indera.
10. Penyakit umum pada lanjut usia
Ada 4 penyakit yang sangat erat hubungannya dengan proses menua (Watson,
2020) yakni :
a. Gangguan sirkulasi darah misalnya hipertensi
b. Gangguan metabolisme hormonal misalnya diabetes melitus, klimakterium,
hipertiroid dan hipotiroid
c. Gangguan pada persendian misalnya osteoartritis, gout ataupun penyakit
kolagen lainnya
d. Berbagai macam neoplasma

Penyakit yang sering di jumpai pada lansia menurut NOPWC di inggris :


a. Gangguan pendengaran
b. Bronkhitis kronis
c. Gangguan tungkai
d. Gangguan pada sendi
e. Dimensia
f. DM,osteomalasia, hipotiroidisme

2. Konsep Medis Gout Artritis


1. Pengertian Gout Arthritis
Menurut Moreau, David (2020) dalam Reny Yuli (2019) Gout adalah penyakit
metabolic yang ditandai dengan penumpukan asam urat yang nyeri pada sendi.
Gout adalah bentuk inflamasi arthritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling
sering di sendi besar jempol kaki. Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki,
dapat juga mempengaruhi sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut,
lengan, pergelangan tangan, siku dan kadang di jaringan lunak dantendon. Gout
biasanya hanya mempengaruhi satu sendi pada satu waktu, tapi bisa menjadi
semakin parah dan dapat mempengaruhi beberapa sendi.

Menurut American College of Rheumatology (2021), gout arthritis adalah


bentuk inflamasi artritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling sering di sendi
besar jempol kaki. Namun, gout arthritis tidak terbatas pada jempol kaki, dapat
juga mempengaruhi sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan,
pergelangan tangan, siku dan kadang di jaringan lunak dan tendon. Gout arthritis
merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik yang
ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Penyakit gout
arthritis merupakan penyakit akibat penimbunan kristal monosodium urat di
dalam tubuh sehingga menyebabkan nyeri sendi disebut gout artritis.
2. Etiologi
Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit/penimbunan
kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit
dengan metabolisme asam urat abnormal dan kelainan metabolic dalam
pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal.
Gout dapat disebabkan karena penggunaan obat diuretik dalam jangka waktu
yang lama bagi penderita hipertensi, karena obat-obatan tertentu (termasuk
aspirin), atau mengkonsumsi makanan yang tinggi protein disebut purin yang
menghasilkan monosodium urat (MSU) ketika matabolisme. Gout biasanya
muncul secara alami, namun satu dari tiga kasus memiliki kecenderungan
mewarisi: tubuh menghasilkan terlalu sedikit enzim yang dibutuhkan untuk
metabolisme monosodium urat (MSU), adanya gangguan pada fungsi ginjal yang
dapat mencegah pengeluaran serum MSU yang berlebih, dan tubuh memproduksi
purin dalam jumlah yang banyak. Serangan sering diakibatkan karena
mengkonsumsi alkohol, obat salisilat, seperti aspirin dan NSAIDs yang dapat
menghambat pemulihan dengan merusak pengeluaran MSU dari darah. Faktor
resiko lainnya termasuk obesitas, lemak darah, kanker, obat kemoterapi, serta sel
sabit atau anemia hemolitik lainnya (Weatherby dan Leonid, 2022).
3. Faktor resiko
Berikut ini yang merupakan faktor resiko dari gout adalah :
a. Suku bangsa atau ras
Suku bangsa di Indonesia prevalensi yang paling tinggi pada penduduk pantai
dan yang paling tinggi di daerah Manado – Minahasa karena kebiasaan atau
pola makan dan konsumsi alcohol (Wibowo, 2021).
b. Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol menyebabkan serangan gout karena alkohol meningkatkan
produksi asam urat. Kadar laktat darah meningkat sebagai akibat produk
sampingan dari metabolisme normal alkohol. Asam laktat menghambat
ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan kadarnya dalam
serum (Carter, 2020).
c. Konsumsi ikan laut
Ikan laut merupakan makanan yang memiliki kadar purin yang tinggi.
Konsumsi ikan laut yang tinggi mengakibatkan asam urat (carter, 2021).
4. Manifestasi Klinis
Arthritis gout muncul sebagai serangan radang sendi yang timbul berulang-ulang.
Gejala khas dari serangan arthritis gout menurut Sarif La Ode (2019) adalah:
a. Nyeri sendi
b. Kemerahan dan bengkak pada sendi, panas
c. Tofi pada ibu jari, mata kaki dan pina telinga
d. Kesemutan dan linu
e. Nyeri terutama malam hari atau pagi hari saat bangun tidur
f. Gangguan gerak dari sendi yang terserang yang terjadi mendadak
3. PENGKAJIAN
a.  Riwayat Keperawatan
a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Nyeri (pada ibu jari kaki atau sendi-sendi lain)
d) Kaku pada sendi
e) Aktivitas (mudah capek)
f) Diet
g) Keluarga
h) Pengobatan
i) Pusing, demam, malaise, dan anoreksi
j) Takikardi
k) Pola pemeliharaan kesehatan

b. Pemeriksaan fisik
a) Identifikasi tanda dan gejala yang ada peda riwayat keperawatan
b) Nyeri tekan pada sendi yang terkena
c) Nyeri pada saat digerakkan
d) Area sendi bengkak (kulit hangat, tegang, warna keunguan)
e) Denyut jantung berdebar
f) Identifikasi penurunan berat badan

c. Riwayat Psikososial
a) Cemas dan takut untuk melakukan kativitas
b) Tidak berdaya
c) Gangguan aktivitas di tempat kerja

d. Pemeriksaan diagnostik
a) Asam urat
b) Sel darah putih dan Sel darah merah
c) Aspirasi sendi terdapat asam urat
d) Urine
e) Rontgen
e. Pathway
Makanan Penyakit & obat-obatan
alkohol (seafood, kepiting,dll)

Menghambat ekskresi asam urat di tubulus ginjal


Kadar laktat dlm darah ↑
↑kadar protein

↓sekresi asam urat Gangguan metabolisme protein Produksi asam urat

GOUT

pelepasan kristal monosodium urat (crystall shedding)

Penimbunan kristal urat Diluar cairan tubuh


di dalam & sekitar sendi
Pengendapan kristal urat
Penimbunan pd membran sinovial & tulang rawan artikul
Perangsangan respon fagositosis oleh leukosit

Leukosit memakan kristal urat


Erosi tulang rawan, proliferasi sinovial & pembentukan pan

Mekanisme peradangan

Degenerasi tulang rawan sendi


↑sirkulasi darah daerah radang
Akumulasi cairan,
diator kimia oleh sel mast, bradikidin, histamin, prostaglandin eksudat pd jaringan intertisial

Terbentuk tofus, fibrosis, akilosis pd tulang rawan

Vasodilatasi kapiler
Oedema jaringan
hipothalamus
Pembentukan tukak pd tulang sendi
Perubahan bentuk tubuh pd tulang & send
Eritema, panas Pressure pd jaringan sendi
Menstimulasi nosiseptor

nyeri Tonus-tonus mengering


Gangguan perfusi jaringan
Citra Tubuh
Mekanisme nyeri

Kekakuan sendi

Membatasi pergerakan sendi

Hambatan mobilitas fisik


4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri Akut (D.0077)
b. Gangguan Citra Tubuh (D. 0083)
c. Gangguan Mobilitas Fisik (D. 0057)
5. RENCANA KEPERAWATAN
a. Nyeri Akut (D.0077)
1) Tujuan dan Kriteria Hasil: Tingkat Nyeri (L.08066)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam,diharapkan nyeri pasien berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
- Kemampuan memutuskan aktivitas meningkat
- Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun
- Ketegangan otot menurun
2) Intervensi (Manajemen Nyeri I.08238)
a) Observasi
(1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
(2) Identifikasi skala nyeri
(3) Identifikasi respons nyeri respons nyeri non verbal
b) Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri
2) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
c) Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b. Gangguan Citra Tubuh (D0083)
1) Tujuan dan Kriteria Hasil (Citra Tubuh L.09067)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
diharapkan tidak terdapat Gangguan konsep diri : citra diri
Kriteria Hasil :
- Melihat bagian tubuh meningkat
- Verbalisasi perasaan negative tentang perubahan tubuh menurun
- Fokus pada penampilan masa lalu menurun
2) Intervensi (Promosi Citra Tubuh I.09305)
a) Observasi
1) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap
perkembangan
2) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan
isolasi sosial
b) Terapeutik
1) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
2) Diskusikan penampilan fisik terhadap harga diri
3) Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh
secara realistis
c) Edukasi
1) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra
tubuh
2) Anjurkan menggunakan alat bantu (mis. Pakaian, wig,
kosmetik)
3) Latih peningkatan penampilan diri (mis. berdandan)
2. Gangguan Mobilitas Fisik (D. 0057)
1) Tujuan dan Kriteria Hasil (Mobilitas Fisik L.05042)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
diharapkan mobilitas fisik meningkat
Kriteria Hasil :
- Pergerakan ekstermitas meningkat
- Kekuatan otot meningkat
- Kaku sendi menurun
2) Intervensi (Dukungan Ambulasi I. 06171)
a) Observasi
1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilasasi
b) Terapeutik
1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
2) Fasilitas melakukan pergerakan, jika perlu
c) Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2) Anjurkan melakukan mobilasasi dini
3) Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
(mis. Duduk di tempat tidur)
DAFTAR PUSTAKA

Abiyoga, A. (2016). Faktor yang berhubungan dengan kejadian gout pada lansia.
Jurnal Darul Azhar. Volume 2 Nomor 1, Halaman 53-55.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.(2013). Tentang BPS. Diakses dari
http://www.bps.go.id/menutab.php?tab=1&aboutus=0, tanggal 4 Januari
2018.
Budiono, A. (2016). Hubungan kadar asam urat dengan status gizi. Jurnal
eBiomedik.Volume 4 Nomor 2, Halaman 3.
Dianati, N. A. (2015). Gout dan hiperurisemia. Jurnal Majority. Volume 4 Nomor
3, Halaman 87-88.
Dinkes Kabupaten Bantul. (2016). Profil Kesehatan Usia Lanjut. Diakses dari
http://dinkes.bantulkab.go.id/ dokumen/profil-kesehatan-usia-lanjut.pdf,
tanggal 11 Januari 2018.
Junaidi Iskandar. (2008). Rematik dan AsamUrat. Edisi 4. Jakarta: PT Bhuana
Ilmu Popular.
Lumunon, O. J. (2015). Hubungan status gizi dengan gout arthritis pada lanjut
usia. E-journal Keperawatan. Volume 3 Nomor 3, Halaman 2-3.
Mujahidullah.(2012). Keperawatan Geriatrik. Edisi 1.Yogyakarta: Tunas
Publishing.
Novianti.(2015). Hidup Sehat Tanpa Asam Urat. Edisi 1.Yogyakarta: Buku pintar.
Sandjaya, H. (2014). Buku Sakit Pencegah & Penangkal Asam Urat.Edisi
1.Yogyakarta: Mantra Books.
Setiabudi, H. (2012). Deteksi Dini, Pencegahan, dan Pengobatan Asam Urat. Edisi
2.Yogyakarta: Merdpress.
Setyowati, Sri dan Murwani, Arita. (2008). Asuhan Keperawatan Keluarga
Konsep dan Aplikasi Kasus. Edisi 1. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
Sholihah, F. M. (2014). Diagnosis and treatment gout arthritis. Jurnal Majority.
Volume 3 Nomor 7, Halaman 41-43.
Utami, P. (2009). Solusi Sehat Untuk Asam Urat dan Rematik. Edisi 2. Jakarta:
Agro media Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai