Anda di halaman 1dari 14

UI

2010

ELABORATION LIKELIHOOD MODEL OF PERSUASION


Makalah Presentasi Kelompok Mata Kuliah Kajian Khalayak Media

Aulia Dwi Nastiti | Tomy Rado P.S. | Nicky Stephani

(0906561452) (0906524702)

(0906492152)
KOMUNIKASI 2010

FISIP

UI

Mass Media Attitude Change:

Implications of the Elaboration Likelihood Model of Persuasion

Kebanyakan peneliti sosial dan masyarakat percaya bahwa media massa memiliki kekuatan yang powerful untuk mempengaruhi khalayaknya. Dalam perkembangannya, asumsi ini kemudian banyak diperdebatkan karena realita membuktikan bahwa efek media massa terhadap khalayaknya sangat terbatas, terlebih setelah perkembangan teknologi komunikasi pada tahun 1990-an. Seiring dengan kemajuan teknologi, pesan tidak lagi mungkin disampaikan oleh seorang individu kepada penerima dalam jumlah yang banyak seperti melalui pidato di muka umum. Kehadiran teknologi mengakibatkan komunikasi yang termediasi (mediated communication) dimana pesan dikirimkan dari banyak sumber ke banyak khalayak (many to many), salah satu prakteknya dapat kita lihat dalam kampanye politik. Kesuksesan sebuah kampanye politik bergantung pada 2 aspek utama yaitu efektivitas pesan yang ditransmisikan untuk mengubah sikap khalayaknya sesuai dengan apa yang diinginkan sumber dan modifikasi sikap yang kemudian mempengaruhi perilaku masyarakat luas. Kedua aspek ini menjadi fokus utama dari sebuah general framework bernama Elaboration Likelihood Model of Persuasion. EKSPLORASI AWAL PERSUASI MEDIA MASSA Penelitian tentang pengaruh media massa terbagi menjadi 2 model yaitu direct effects model dan indirect effects model. Direct effects model merupakan model yang dikembangkan pada tahun 1920-an sampai 1930-an dengan asumsi awal bahwa transmisi pesan melalui media massa akan menghasilkan efek langsung terhadap khalayaknya (mengacu pada model efek linear Harold Laswell, 1927). Laswell berpendapat, komunikasi yang efektif disampaikan melalui propaganda. Pada masa itu, propaganda politik yang dilakukan oleh Adolf Hitler di Jerman dan Senator Huey Long di Amerika Serikat memang terbukti efektif untuk mengubah pola pikir dan sikap masyarakat sehingga timbul keseragaman pemahaman mengenai kebijakan politik tertentu. Oleh karena itu, propaganda dinilai sebagai instrumen komunikasi yang sangat powerful pada abad modern seperti saat ini. Sayangnya, asumsi dalam model ini tidak didukung oleh bukti-bukti riset empiris yang kuat melainkan hanya sekedar hasil pengamatan fenomena-fenomena tertentu yang sifatnya informal dan hanya menghasilkan kebenaran anekdot

2|

semata. Meskipun kurang didukung oleh bukti empiris, model ini tetap menjadi pandangan yang dominan dalam masyarakat terkait dengan pengaruh media massa dalam masyarakat. Model yang kedua adalah indirect effects model. Model ini berkembang pada masa Perang Dunia II yaitu pada tahun 1940-an berdasarkan hasil penelitian dalam ranah psikologi, komunikasi dan politik. Peneliti pada waktu itu menjadikan kampanye politik sebagai objek penelitian yang menghasilkan kesimpulan bahwa media massa cenderung hanya memperkuat sikap individu, bukan menciptakan sikap baru dalam diri individu. Untuk menciptakan sebuah proses komunikasi yang efektif, khususnya dalam kampanye politik, dibutuhkan peranan seorang opinion leader dalam masyarakat. Opinion leader inilah yang bertanggungjawab untuk melakukan perubahan sikap publiknya. Berdasarkan model ini, media massa memilki pengaruh yang terbatas dalam masyarakat (limited effects). PENDEKATAN KONTEMPORER TERHADAP PERSUASI MEDIA MASSA Pendekatan kontemporer merupakan perkembangan dari model-model yang sudah ada sebelumnya melalui berbagai riset psikologi sosial dalam mempelajari pengaruh media. Terdapat 2 macam pendekatan kontemporer yaitu the attitude construct dan the communication persuasion matrix model of media effects. Pertama, the attitude construct merupakan pendekatan yang berasumsi bahwa sikap seorang individu merupakan mediating variable yang penting antara akuisisi informasi baru dan perubahan perilaku. Sebagai contoh, iklan politik yang ditayangkan di televisi, di satu sisi iklan tersebut memberikan informasi terkait dengan kandidat partai politik tertentu, di lain sisi iklan tersebut juga menuntun kita ke sikap politik tertentu (memberikan dukungan atau tidak memberikan dukungan terhadap kandidat tersebut). Analisis kontemporer terhadap pengaruh media berfokus pada variabel-variabel apa saja yang menentukan efektivitas komunikasi melalui media massa tersebut. Kedua, the communication persuasion matrix model of media effects merupakan analisis pengaruh media melalui matriks yang berisikan jenis input dan output dalam proses komunikasi melalui media massa. Berikut adalah tabel input yang berisikan variabel dependen dan independen dalam media massa: OUTPUT SOURCE MESSAGE RECIPIENT CHANNEL CONTEXT

3|

Exposure Attention Interest Comprehens ion Acquisition Yielding Memory Retrieval Decision Action Reinforceme nt Consolidatio n Tabel 1.1 The communication/persuasion process as an input/output matrix (McGuire, 1989) Tabel diatas berisikan 5 jenis input yang meliputi: 1) Source yang merupakan sumber sebuah informasi atau pesan (kompetensi, jenis kelamin, jumlah sumber dan lain-lain), 2) Message merupakan informasi yang disampaikan (emosional atau logis, panjang atau pendek, langsung atau tidak langsung dan lain-lain), 3) Recipient merupakan penerima pesan tersebut (terkait dengan inteligensi penerima), 4) Channel merupakan medium yang digunakan untuk menyampaikan pesan (media konvensional atau media baru), 5) Context merupakan situasi dan kondisi yang mempengaruhi proses transmisi pesan itu sendiri. Kelima input diatas didasari pada model efek linear Harold Lasswel (who says what to whom in what channel and with what effect). Tabel diatas juga berisikan 13 jenis output yang ingin dicermati. Output tersebut diawali dengan bagaimana seorang individu terekspos oleh informasi-informasi baru yang ditayangkan oleh media. Kedua, bagaimana individu tersebut memberikan perhatian kepada informasi-informasi tersebut. Ketiga, bagaimana individu tersebut mengerti dan memahami informasi yang disampaikan oleh

4|

media. Keempat, bagaimana informasi tersebut mampu mempengaruhi pola piker individu dan mengubah sikap individu tersebut terhadap suatu isu. Keempat, bagaimana individu tersebut mengingat informasi baru tersebut dan menentukan pilihan. Kelima, bagaimana individu tersebut bertindak berdasarkan pilihannya. Input dan output ini dapat kita cermati dengan jelas dalam kampanye politik yang ditayangkan media. Bagaimana seorang kandidat merumuskan pesan apa yang ingin ia sampaikan, siapa khalayak yang dituju, medium apa yang digunakan dan konteks seperti apa yang dapat mendukung efektivitas pesannya. Dari segi output, bagaimana khalayak terekspos pemberitaan dan informasi mengenai kandidat tersebut hingga khalayak menentukan sikap apakah akan memberikan dukungan atau tidak kepada kandidat tersebut. Pendekatan ini mendapatkan beberapa kritik dari para peneliti sosial. Para peneliti menganggap bahwa langkah-langkah dalam matriks tersebut masih kurang jelas dalam memposisikan variabel dependen dan independennya. Selain itu, pendekatan ini kurang didukung oleh bukti-bukti empris yang menyatakan keefektivitasan matriks tersebut. Terlebih karena realita yang terjadi berbeda dengan konsep-konsep yang dipaparkan dalam pendekatan ini: sikap individu dapat berubah meskipun ia tidak mempelajari dan memahami informasi tertentu. Oleh karena itu, pendekatan ini dianggap kurang mampu menjelaskan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan perubahan sikap dan perilaku seorang individu. Kekurangan inilah yang nantinya akan dijawab oleh teori respon kognitif (cognitive response theory) melalui asumsi pembelajaran informasi dan pemahaman kognitif seorang individu. MODEL KEMUNGKINAN ELABORASI PERSUASI (ELABORATION

LIKELIHOOD MODEL OF PERSUASION) Elaboration Likelihood Model of Persuasion (ELM) adalah teori mengenai proses tanggung jawab terhadap menghasilkan sebuah komunikasi yang persuasif dan merupakan hasil dari pendekatan reaksi kognitif. Model ini meyakini bahwa proses yang berlangsung selama proses penyampaian pesan dapat diasumsikan sebagai hal yang mengutamakan satu dari dua keumungkian rute persuasi yang jelas. Model ini dikemukakan oleh Richard Petty & John Cacioppo (1986) yang menyatakan bahwa proses perubahan sikap perlu mempertimbangkan faktor pemediasi dari proses persuasi, yaitu bobot (valence) dan jumlah pesan yang berkaitan dengan respon kognitif. Oleh karena itu, proses elaborasi yang berkaitan dengan kesesuaian objek sikap dengan informasi yang sudah dimiliki

5|

oleh individu menjadi langkah yang amat penting. Terdapat dua rute menuju perubahan sikap, yaitu rute sentral dan rute eksternal. Pada rute sentral pemakaiannya ketika penerima secara aktif memproses informasi dan terbujuk oleh rasionalitas argumen yang diberikan. Sedangkan rute eksternal dipakai ketika penerima tidak mencurahkan energy kognitif untuk mengevaluasi argumen dan memproses informasi di dalam pesan da lebih dibimbing oleh isyarat eksternal, diantaranya kredibilitas sumber, gaya dan format pesan, suasana hati penerima dsb.

Rute Persuasi Sentral dan Periperal Rute Sentral. Rute sentral untuk mempersuasi termasuk upaya aktivitas kognitif dimana individu menggambarkan pengalaman dan pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya agar secara hati hati memeriksa seluruh informasi yang relevan untuk memutuskan jasa sentral dari posisi yang diadvokasikan. Penerima pesan yang berada dibawa rute sentral secara aktif menghasilkan pemikiran yang menyenangkan dan atau tidak menyenangkan sebagai respon dari komunikasi yang persuasif. Tujuan dari usaha kognitif ini adalah untuk memutuskan bahwa pesan yang diadvokasikan oleh satu sumber pantas untuk didapatkan. Tidak seluruh pesan yang diterima dari media cukup menarik atau penting untuk dipikirkan. Dan ketika audiens termotivasi dan mampu untuk berada dalam rute sentral, mereka secara hati-hati menaksir informasi yang dihasilkan oleh komunikasi tersebut. Tujuan akhir dari usaha pelibatan proses informasi dalam rute sentral ini adalah sikap yang terartikulasikan dengan baik dan terintegrasi pada struktur keyakinan dari individu. Poin terpentingnya adalah bahwa terkadang perilaku dapat berubah karena adanya proses perenungan yang didatangkan oleh individu secara hati hati terhadap isu yang relevan, informasi yang ditampilkan, serta adanya proses evaluasi terhadap informasi tersebut. Perubahan perilaku oleh rute sentral telah ditampilkan melalui beberapa karakter yang dihoramati. Khususnya, perilaku telah ditemukan bahwa realtif mudah dicapi, tangguh, perilaku yang prediktif, dan menolak perubahan samapi mereka ditantang oleh informasi yang benar berbeda.

6|

Rute Periferal. Berbeda tajam dengan rute sentral dalam mepersuasi, ELM meyakin bahwa perubahan perilaku tidak harus selalu memerlukan evaluasi usaha dari komunikasi yang persuasif. Bahkah, ketika individu memiliki motivasi atau mampu memproses informasi terkait isu yang relevan rendah, persuasi dapat terjadi melalui rute periferal. Rute periferal dalam mempersuasi mengetahui bahwa tidak adaptif dan tidak mungkin untuk masyarakat harus memiliki bobot mental yang baik untuk berfikir mengenai semua media komunikasi yang diekspos. Untuk memfungsikan masyarakat kontemporer, audiens sesekali harus berlaku sebagai oraganisme pemalas atau pelit berfikir dan mengusahakan penyederhaaan evaluasi. Usaha ini akan membuat audiens memiliki pola pikir, jika banyak yang setuju, berarti hal itu pasti benar. Rute periferal ini dapat menjadi teknik yang cukup efektif untuk jangka pendek. Perilaku dapat berubah melalui rute sentral yang condong berdasarkan proses pemikiran aktif yang terintegrasi dengan baik dalam struktur kognitif, tapi perilaku juga dapat berubah melalui rute periferal berdasarkan penerimaan pasif dari isyarat sederhana dengan fondasi yang minimal terartikulasikan dengan baik.

Gambar Penggambaran Model Elaboration Likelihood of Persuasion.

Skema

7|

Alur di atas menunjukkan berbagai titik kemungkinan peristiwa yang terjadi setelah khalayak dihadapkan pada komunikasi persuasive melalui rute sentral maupun rute peripheral yang pada akhirnya menggiring khalayak pada titik akhir berupa perubahan sikap (Petty & Cacioppo, 1986)

Proses Proses Persuasi dalam Model Kemungkinan Elaborasi Variabel mempengaruhi jumlah pemikiran. Variabel mempengaruhi

motivasi umum dari individu untuk berfikir tentang sebuah pesan yang disampaikan. Beberapa variabel memperbesar ketertarikan terhadap pesan pesan media. Ketika, pesan pesan tersebut berisi tentang pronomia yang relevan dengan diri audiens, dan memiliki argumen yang kuat maka pesan itu akan lebih persuasif, dan argumen yang lemah akan kurang persuasif daripada ketika kata ganti orang ketiga digunakan. Meskipun peningkatan keterkaitan penerimaan personal terhadap pesan penting untuk meningkatkan jumlah pikir akan pesan, hal itu tidak menjadi satu satunya kunci utama. Adanya unsur motivasional dan kemampuan individu untuk memproses pesan juga dapat memberi efek yang menarik. Objektif versus Pemikiran bias. Selain mempengaruhi motivasi umum

individu atau kemampuan dalam memproses pesan, juga terdapat indikasi bahwa variabel juga mampu memberi dampak pada persuasi yang dipengaruhi oleh bagaimana cara sebuah pemikiran dapat masuk kedalam pikiran secara alami. Yaitu, adanya fitur yang sama dari pesuasi pesan dari situasi persuasi meningkatkan kemungkinan piiran yang menyenangkan dimunculkan, tapi yang lain juga meningkatkan kemungkinan datangnya pikiran yang tidak menyenangkan masuk ke pikiran. Argumen versus isyarat Periferal. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa , ketika individu memiliki motivasi serta berfikir tentang sebuah isu, mereka akan menyelidiki informasi yang relevan yang ditampilkan, seperti argumen yang disediakan dalam komunikasi. Argumen adalah potongan informasi yang menjelaskan sesuatu tentang kebenaran mengenai kepantasan dari sebuah posisi, namun argumen juga dapat ditampilkan oleh faktor faktor lain. Misalnya adalah jika oran yang berbicara mengenai produk kecantikan adalah orang yang secara fisik cantik, maka orang akan percaya pada argumen tersebut. Isyarat periferal adalah sebuah fitur dalam konteks persuasi yang memperbolehkan perilaku yang menyenangkan dan tidak menyenangkan

8|

bahkan dalam keabsenan usaha pemikiran dari kepantasan akan kebenaran sebuah objek atau isu. BERBAGAI PERAN VARIABEL DALAM ELABORATION LIKELIHOOD MODEL Salah satu prinsip utama dalam ELM ialah bahwa setiap variabel dapat memberikan dampak pada proses persuasi dengan menempati peran-peran tertentu dalam situasi yang berbeda-beda. Sebuah pesan persuasif yang sama dalam konteks tertentu dapat terwujud sebagai argumen utama yang relevan dengan isu, menjadi motivasi sampingan di konteks yang lain, atau mempengaruhi motivasi atau kemampuan untuk berpikir tentang pean tersebut dalam situasi yang berlainan. Sebagai contoh, dalam kajian yang berbeda, daya tarik dan kredibilitas sumber sebagai orang yang mempersuasi dapat dipandang sebagai : (a) peripheral cue atau motivasi sampingan ketika tingkat relevansi pesan dengan penerima rendah dan penerima pesan tidak termotivasi untuk memproses pesan tinggi argumen dan mengenai isu-isu yang disampaikan; (b) message likelihood) argument atau argumen pesan ketika motivasi keterlibatan khalayak terhadap tingkat kemungkinan elaborasi (elaboration terhadap pesan tinggi; dan (c) mempengaruhi sejauh mana khalayak akan berpikir untuk memproses pesan tersebut lebih lanjut mengenai isu tersebut apabila kondisi elaborasi moderat. Karena satu variabel tunggal saja dapat mempengaruhi tingkat persuasi dan efektivitas pesan dalam mengubah sikap penerima pesan, maka diperlukan adanya proses identifikasi kondisi general tentang bagaimana suatu variabel akan bekerja dalam kondisi tertentu yang berbeda-beda. Dalam hal ini, penelitian lanjutan yang dilakukan untuk mengindentifikasi kondisi general perubahan sikap dengan berlandaskan Model Kemungkinan Elaborasi ini berupaya merumuskan suatu analisis deskriptif daripada analisis prediktif. Terkait dengan tingkat persuasi pesan yang dihasilkan, model ELM meyakini bahwa persuasi yang paling efektif dihasilkan ketika pesan tersebut menempuh main route dan disampaikan dalam kondisi high-elaboration karena perubahan sikap yang dihasilkan bersifat leih stabil, laten, persisten, dan bertahan dalam jangka waktu lama. Asumsi dasar model ini ialah semakin tinggi tingkat kemungkinan elaborasi khalayak terhadap pesan, maka semakin tinggi pula motivasi dan kemampuan khalayak untuk memikirkan dan mengevaluasi manfaat dari informasi dan argumen yang disampaikan dalam pesan tersebut. Tingkat intensitas berpikir

9|

dan keterlibatan khalayak terhadap pesan tersebut menghasilkan tendensi perubahan sikap dalam diri khalayak, baik itu perubahan sikap yang positif maupun negatif. Adapun kondisi-kondisi yang mempengaruho tingkat Kemungkinan Elaborasi sendiri antara lain, relevansi personal terhadap pesan, tingkat pengetahuan terhadap pesan, sifat komunikatif pesan yaitu apakah pesan tersebut mudah dipahami, distraksi perhatian terhadap pesan tersebut dll. Berbagai variabel yang mempengaruhi proses persuasi pesan antara lain, multiple roles for source factors, multiple roles for message factors, multiple roles for recipient factors, dan consequences of multiple roles. Source factors atau faktor sumber pesan dalam hal ini termanifestasikan dalam berbagai karakter dan atribut yang melekat dalam diri penyampai pesan seperti msialnya kredibilitas, daya tarik, dan keahlian penyampai pesan. Faktor sumber dipandang sebagai salah satu faktor determinasi persuasi. Akan tetapi sebagai sebuah variable dalam model ELM, sumber pesan memiliki peran yang beragam dalam persuasi bergantung pada tingkat kemungkinan elaborasinya. Berbagai variasi persuasi akibat pengaruh sumber pesan ini diidentifikasikan secara general dapat berlangsung dalam tiga kondisi yang berbeda beradasarkan tingkat elaborasinya antara lain sebagai berikut: (a) Dalam kondisi tingkat kemungkinan elaborasi rendah (EL rendah) maka sumber pesan cenderung memiliki determinasi tinggi atau menjadi faktor menentukan yang dapat meningkatkan tingkat motivasi khalayak untuk berpikir dan memproses informasi yang terdapat dalam pesan tersebut, (b) Dalam kondisi tingkat kemungkinan elaborasi tinggi (EL tinggi), maka sumber pesan cenderung tidak terlalu berpengaruh dalam mempersuasi khalayak karena yang menjadi faktor penentu yang dominan dalam membentuk sikap khalayak adalah karateristik dan substansi argumen yang terkandung dalam pesan tersebut, dan (c) Dalam kondisi tingkat kemungkinan elaborasi sedang (EL moderat), sumber pesan menentukan seberapa jauh tingkat pemikiran khalayak mengenai isi pesan tersebut dan tergantung pada kuatnya argument yang disampaikan. Artinya, sumber pesan yang kredibel dan menarik akan lebih persuasif apabila argumen dalam pesan tersebut kuat, dan sebaliknya. Setelah sumber pesan, terdapat variabel berupa pesan itu sendiri. Dalm model ELM, Pesan dapat berperan sebagai peripheral cue ataupun relevant argument. Determinasi isi pesan terhadap tingkat persuasi ditentukan oleh tingkat motivasi dan pengetahuan khalayak terhadap isu tersebut. Bagaiamana sebuah pesan yang berbeda menghasilkan tingkat persuasi yang berbeda-beda dalam tiga

10 |

kondisi elaborasi general merupakan studi yang pernah dilakukan oleh Pechman & Estaban (1990) yang menguji persuasi iklan dengan menggunakan pesan pembanding berupa upward comparison. Hasil studi mereka menunjukkan bahwa dalam kondisi EL rendah, iklan kompetitor hanya sebagai peripheral cue dan determinasi argumen minimum. Dalam kondisi EL tinggi, argumen yang kuat beisfat lebih persuasif sedangkan iklan yang mengandung perbandingan langsung sama sekali tidak efektif dalam mempersuasi khalayak. Terakhir, dalam kondisi EL moderat, iklan yang mengandung perbandingan langsung cenderung memacu khalayak untuk meningkatkan proses berpikir mengenai argumen pesan dan argumen yang terdapat dalam iklan dengan kompetitior dapat mempengaruhi tingkat persuasi yang ditimbulkan iklan regular. Yang terakhir ialah faktor penerima pesan atau recipient factors yang berkaitan dengan kondisi psikologis penerima pesan. Recipient factors dapat mengacu pada kondisi mood individu, tingkat preferensi, dan pengetahuan khalayak pada saat proses penerimaan pesan. Asumsi dasar model ELM ialah bahwa positive mood dapat meningkatkan tingkat kemampuan dan motivasi khalayak dalam menerima pesan. terhadap pesan. Sementara itu, dalam kondisi EL rendah, positive mood Di sisi lain, apabila tingkat EL tinggi, positive mood menjadi peripheral cue yang menggiring khalayak ke arah pandangan positif mengarahkan khalayak pada pemikiran positif yang bias terhadap pesan. Sedangkan pada tingkat EL yang moderat terdapat tendensi bahwa current mood penerima pesan menentukan apakah ia akan memproses pesan lebih jauh atau tidak. APLIKASI MODEL KEMUNGKINAN ELABORASI DALAM KAJIAN MEDIA PERIKLANAN Penerapan model ELM dalam Ilmu Komunikasi banyak dilakukan di bidang kajian periklanan karena tujuan iklan ialah membentuk preferensi dan menghasilkan perilaku pembelian terhadap suatu produk. Model ELM diterapkan dalam pembentukan brand dan penanaman loyalitas brand dalam diri konsumen. Oleh karena itu, penyampaian pesan-pesan iklan banyak mengadopsi model ELM pada main route sehingga membentuk perilaku loyalitas brand yang persisten dalam jangka waktu yang lama. Model ELM juga menguji bagaimana tingkat keterlibatan konsumen terhadap suatu produk mempengaruhi perilaku konsumsi suatu produk. Merujuk pada model ELM, tingkat elaborasi mengacu pada keterlibatan psikologis khalayak terhadap suatu brand. Perilaku pembelian

11 |

dengan tingkat elaborasi yang rendah terhadap iklan terjadi ketika konsumen dalam pembeliannya tidak begitu terlibat, artinya konsumen tidak terlalu memikirkan merek produk apa yang harus dibelinya, tempat membeli produk tersebut, dan hal-hal lain yang terkait dengan proses pembelian. Dalam model ELM, hal ini menunjukkan kondisi tingkat elaborasi yang rendah dengan argumen yang lemah karena yang menjadi prioritas bagi khalayak iklan produk tersebut ialah terpenuhinya kebutuhan tanpa memedulikan merk. Implikasi tingkat elaborasi terhadap sikap konsumen tersebut ialah konsumen akan mudah mengubah perilaku pembeliannya terhadap merek lain. Kalaupun terjadi pembelian yang berulang terhadap merek tertentu, belum dapat dikatakan bahwa konsumen terlibat dalam pembeliannya, tetapi mungkin hanya karena kebiasaan saja. Oleh karena itu, pembelian habitual dapat menunjukkan pula suatu kondisi di mana konsumen kurang terlibat dalam pembelian. Kepuasan yang didapatkan dari produk tersebut bersifat emosional, tetapi sekilas dan tidak berlangsung lama. Dengan kata lain, menurut model ELM, khalayak iklan produk tersebut tidak menghabiskan banyak waktu untuk berpikir tentang pembelian. Tantangan periklanan di sini cenderung menjadi janji kilat kesenangan, kepuasan, dan persuasi mengenai manfaat yang akan didapat. Posisi yang endorser produk yang kuat dapat membantu, terutama dalam kategori produk yang memiliki banyak apple-to-apple competitior. Hal ini dilakukan karena pada kondisi low involvement, konsumen membentuk kepercayaan terhadap merek bukan karena mencari merek produk itu, tetapi merek produk yang dipercayainya datang sendiri menghampirinya melalui iklaniklan di media massa. Sebagai contohnya ialah sebuah majalah yang ber-genre otomotif. Menurut model ELM, iklan produk ini merupakan penyampaian pesan yang melintasi rute eksternal, yaitu rute yang dipakai ketika penerima tidak mencurahkan energi kognitif untuk mengevaluasi argumen dan memproses informasi didalam pesan dan lebih dipengaruhi oleh isyarat eksternal (peripheral cue). Implikasi psikologis yang muncul dalam diri khalayak iklan ialah mereka tetap perlu berfikir dan mempertimbangkan pembelian produk berjenis seperti ini tapi biasanya tidak perlu berpikir panjang untuk memikirkan untung-ruginya. Khalayak dapat dengan cepat memutuskan pembelian walaupun ada merek merek lain yang serupa dengan melihat secara sekilas headline atau isu yang diangkat dalam majalah edisi tersebut atau karena desain layout yang menarik.

12 |

Kebalikan dari low involvement, dalam pesan iklan high involvement yang paling banyak ditemukan adalah bisnis eksklusif yang sifatnya cenderung mahal, misalnya sesuatu yang berkaitan dengan infrastruktur teknologi, lokasi tempat strategis dan sewa, serta perusahaan asuransi kesehatan. Di sisi konsumen, keterlibatan tinggi rasional pembelian cenderung dikaitkan dengan biaya tinggi. Kategori ini dapat mencakup jasa dan produk keuangan, pembelian rumah atau mobil, serta alat-alat utama dan elektronik. Dikatakan, pembelian konsumen dengan tingkat keterlibatan tinggi dapat bervariasi secara signifikan pada rasional atau emosional skala dari individu ke individu. Konsumen terlebih dulu mencari berbagai informasi tentang merek-merek produk yang diinginkannya, kemudian setelah melakukan pembelian dan merasakan kepuasan, konsumen akan mempercayai merek tersebut. Perbedaan paling mendasar adalah pada low involvement, konsumen tidak melakukan evaluasi terhadap merek produk yang akan dibelinya, sedangkan pada high involvement merek-merek dievaluasi terlebih dulu, baru konsumen memutuskan pembelian. Dalam model ELM hal ini menunjukkan kondisi tingkat elaborasi yang tinggi dengan argumen yang terkonstruksi secara kokoh karena yang menjadi prioritas bagi khalayak iklan produk tersebut ialah terpenuhinya kebutuhan mereka yang diimbangi pertimbangan rasional yang kuat. Contoh produk yang bisa menjadi contohkan adalah produk kaca film ini. Untuk ukuran sebuah kaca film tidak wajar kiranya jika mencapai angka puluhan juta rupiah. Melalui aplikasi model ELM, iklan kaca film dapat menggunakan model seorang eksekutif muda yang memangku sebuah laptop dan sedang menggunakan telepon genggam. Produk ini ingin menyampaikan pesan bahwa dengan memakai kaca film merek ini, Anda akan merasa seperti eksekutif muda dengan segala kemewahannya. Produk ini diharapkan menjadi sebuah gaya hidup para pengguna mobil yang ingin tampil berbeda dengan menggunakan kaca film merek 3M Autofilm ini. Dengan selogan Clearly Stylish, Cleary Cool produk ini ingin menyampaikan bahwa menggunakan kaca film ini bukan hanya mencerminkan kualitas dan gaya hidup Anda saja, tetapi juga mewakili kepribadian Anda. KESIMPULAN Beradasarkan berbagai hasil riset dan kajian yang telah diulas sebelumnya, maka dapat ditarik sebuah pemahaman pokok bahwa Model Kemungkinan Elaborasi (ELM) pada dasarnya berupaya menekankan bahwa perubahan pesan

13 |

setelah penyampaian pesan dipengaruhi oleh faktor psikologis khalayak. Artinya, suatu informasi akan efektif menghasilkan perubahan sikap dan perilaku apabila khalayak penerima termotivasi dan mampu memproses informasi tersebut. Apabila perubahan sikap tersebut diarahkan lebih jauh kepada perubahan perilaku, maka proses perubahan sikap menuju pembentukan perilaku memerlukan keterampilan yang baru dan persepsi self-efficacy atau adanya kesdaran bahwa segala tindakan personal yang dilakukan diri kita dapat mempengaruhi proses yang berlangsung secara keseluruhan dalam sistem di mana kita berada . Secara garis besar, model ELM ini pada dasarnya juga meletakkan fokus pembahasan pada tiga isu terpenting, yaitu : (a) perubahan sikap dapat dihasilkan sebagai implikasi atas penyampaian pesan tertentu yang berlangsung baik melalui central maupun peripheral route, (b) adanya keyakinan bahwa setiap satuan variabel memiliki peran yang berbeda-beda dalam mempengaruhi persuasi bergantung pada kondisi elaborasi dan tingkat kepentingan khalayak terhadap argument yang disampaikan dalam pesan tersebut,serta (c) pemahaman cara perubahan sikap akibat pengaruh pesanpesan media pasti membawa dampak dan konsekuensi tertentu.

REFERENSI Griffin, Emory A. A First Look at Communication Theory. 2003. McGraw-Hill : USA. Petty, R. E., & Priester, J. R. (1986). "Mass Media Attitude Change : Implications of the Elaboration Likelihood Model of Persuasion" dalam Media Effects : Advances in Theory and Research. Bryant & Zillman (Eds). ,2005 : 91-117.

Sumber Gambar : http://www.utwente.nl/cw/theorieenoverzicht/Theory%20clusters/Health %20Communication/Elaboration_Likelihood_Model.doc/Elaboration_Likelihood_Mo del-1.png

14 |

Anda mungkin juga menyukai