Anda di halaman 1dari 9

PENYESUAIAN DIRI PENYANDANG DISABILITAS TUNAGRAHITA DI

LINGKUNGAN MASYARAKAT

Annisa Noviana Ramdhani


NIM 20040564060

Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya
Email: annisanoviana.20060@mhs.unesa.ac.id

Abstrak
Tunagrahita termasuk jenis disabilitas intelektual yaitu mempengaruhi
kemampuan intelektual dan kognitif yang lebih rendah dari orang normal pada
umumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses sosialisasi yang
dijalani oleh penyandang tunagrahita menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 10 informan.
Pengambilan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Data dianalisis melalui tiga tahapan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan
pengambilan kesimpulan. Penyandang disabilitas memiliki keistimewaan
tersendiri meskipun mereka berbeda dari orang pada umumnya. Masing-masing
individu berhak memiliki kesempatan untuk bersosialisasi terhadap
lingkungannya begitu pula dengan penyandang tunagrahita, mereka juga berhak
bersosialisasi dengan cara mereka sendiri.
Kata kunci: sosialisasi, tunagrahita, disabilitas, masyarakat

Abstract
Mental retardation is a type of intellectual disability that affects intellectual and
cognitive abilities that are lower than normal people in general. This study aims
to analyze the socialization process that is undertaken by mentally retarded
persons using a descriptive qualitative approach using a purposive sampling
technique of 10 informants. Data collection is done by observation, interviews,
and documentation. Data were analyzed through three stages, namely data
reduction, data presentation, and drawing conclusions. People with disabilities
have their own privileges even though they are different from people in general.
Each individual has the right to have the opportunity to socialize with their
environment as well as people with mental retardation, they also have the right to
socialize in their own way.
Keywords: socialization, mental retardation, disability, community
PENDAHULUAN

Pada umumnya semua orang ingin hidup secara normal dan memiliki organ tubuh
yang utuh tanpa ada kurangnya dari seluruh bagian tubuhnya. Sehingga dapat
menjalani kehidupan sehari-hari tanpa adanya hambatan. Namun kondisi berbeda
dengan seseorang yang kehilangan salah satu fungsi dari organ tubuhnya, entah
karena kecelakaan ataupun dilahirkan dalam keadaan yang kurang normal.
Mereka inilah yang disebut sebagai penyandang disabilitas. Dengan kekurangan
yang dimiliki menjadi disabilitas bukanlah hal yang mudah. Perbedaan yang
mereka miliki menjadi suatu hambatan tersendiri dalam menjalani akivitas
kehidupannya. Penyandang disabilitas atau yang sering disebut sebagai anak
berkebutuhan khusus (ABK) merupakan seseorang yang memiliki gangguan atau
kelainan secara fisik, mental, emosional, intelektual, dan sosial (Fauth dalam
Rachmawati, 2021). Berbagai jenis disabilitas yaitu tunanetra, tunadaksa,
tunarungu, tunalaras, tunagrahita, kesulitan belajar, gangguan perilaku dan mental.
Pada penelitian ini penulis berfokus pada penyandang disabilitas dengan jenis
tunagrahita, yaitu gangguan intelektual seseorang dengan kondisi kecerdasan yang
berada dibawah rata-rata. Awalia (2016) menegaskan bahwa penyandang
disabilitas tunagrahita dengan kondisi kecerdasan yang dibawah rata-rata
disamping itu juga mengalami ketidakcakapan dalam melakukan interaksi sosial.
interaksi sosial adalah hubungan masyarakat dinamis, tentang hubungan antar
antar individu, antar kelompok, antar kelompok individu dan kelompok. Interaksi
terjadi itu bisa terjadi jika memiliki dua kondisi kontak sosial dan komunikasi
(Soerjono Soekanto 2014: 61). Dalam berinteraksi sosial, tiap individu
memerlukan adaptasi. Merton menyebutkan terdapat pengaruh dari lingkungan
struktural yang menyebabkan seseorang menggunakan bentuk adaptasi khusus
maupun berganti bentuk adaptasi (Fadhilah, et all, 2021). Adaptasi merupakan
suatu bentuk seseorang ketika melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan
sekitarnya. Proses adaptasi sendiri membentuk suatu individu dalam memenuhi
kebutuhan yang ingin dicapai.
Seperti kutipan diatas penyandang tunagrahita memiliki kesulitan dalam
melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Maka dalam beradaptasi
mereka membutuhkan bimbingan khusus agar dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosialnya. Proses sosialisasi kemandirian merupakan sikap individu
dimana individu secara terus menerus belajar mandiri ketika menghadapi berbagai
situasi di lingkungannya, dan akhirnya berpikir mandiri dan bertindak mandiri
x(Fadhilah, et all, 2021).
Peneliti menemui penderita tunagrahita ringan dengan keunikan dan kelebihan
sendiri yang mereka miliki. Melihat kemampuan unik yang dimiliki oleh
penyandang tunagrahita, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
adaptasi atau penyesuaian diri disabilitas tunagrahita di lingkungan masyarakat.
Anak dengan gangguan tunagrahita memiliki beberapa masalah yang diderita
seperti masalah emosional nya, mereka kesulitan dalam berpikir abstrak, memiliki
perilaku yang labil, mudah emosi dan sering mengganggu orang lain.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan meode kualitatif deskriptif, yaitu metode yang
dipakai guna menganalisis suatu kondisi objek ilmiah, instrument utama berada
pada sang peneliti, teknik pengumpulan data memiliki sifat induktif, dan nantinya
hasil penelitian ditekankan lebih pada makna daripada generalisasi (Sugiyono,
2009:1). Lokasi penelitian ini yaitu di kota Surabaya, peneliti mendatangi toko
yang dimiliki orang tua untuk melangsungkan observasi dan wawancara terhadap
penyandang tunagrahita tersebut. Sasaran dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria informan yang
ditentukan oleh peneliti, yaitu penderita tunagrahita, orang-orang terdekat dari
penyandang tunagrahita, dalam penelitian ini yaitu orang tua dan guru dari objek,
kemudian tetangga dan orang sekitar yang mengenal objek. Untuk mendukung
keabsahan data, peneliti menggunakan alat bantu pedoman wawancara,
dokumentasi, dan pencatatan hasil penelitian. Setelah data terkumpul, hasil
penelitian di analisis dengan cara reduksi data, penyajian data, dan menarik
kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil observasi data lapangan dan wawancara dengan informan
penelitian yang diperoleh, peneliti akan menguraikan temuan dan hasil yang
memberikan informasi mendetail mengenai penyesuaian diri disabilitas
tunagrahita di lingkungan masyarakat.
1. Proses Sosialisasi Yang Dialami Disabilitas Tunagrahita di Lingkungan
Masyarakat
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang diperoleh dapat diketahui
bahwa penyandang tunagrahita mengalami disabilitas sejak lahir. Ia memiliki
keterbatasan dalam pembelajaran di sekolah yaitu lambat dalam pembelajaran,
namun keterbatasan yang dialami bukan menjadi hal yang di sesali. Objek
merupakan penyandang disabilitas tunagrahita dengan tingkat keparahan
ringan. Perlu diketahui bahwa objek menduduki kelas 4 sekolah dasar, saat ini
berusia 12 tahun. Dalam proses sosialisasinya masih berada dalam tahap
pembelajaran yang dilakukan secara terus-menerus agar sang anak dapat
membedakan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh
dilakukan.
Dalam prakteknya, objek menjalani kehidupan layaknya orang-orang pada
umumnya, karena jenis tunagrahita ringan ia tidak terlalu kesulitan dalam
proses sosialiasi di lingkungan masyarakat. Seperti anak pada umumnya ketika
pertama bertemu seseorang yang baru dikenal ia malu, namun mereka dapat
dengan baik dalam berinteraksi.
2. Bentuk-Bentuk Penyesuaian Diri Penyandang Disabilitas Tunagrahita di
Lingkungan Masyarakat.
Proses penyesuaian diri individu dengan lingkungannya yang dialami
disabilitas agar dapat diterima di lingkungan masyarakat merupakan sebuah
adaptasi. Tiap individu memerlukan sebuah proses sosialisasi dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sosialisasi terdekat dimulai dari
keluarga, sekolah, ataupun teman sesama penyandang disabilitas. Dalam
prosesnya individu dapat memperoleh ajaran dalam berbagai macam hal
baik secara mental ataupun fisik, hal ini terjadi agar penyandang
disabilitas tunagrahita dapat mengekspresikan diri dan kemampuannya
sehingga dapat beradaptasi atau melakukan penyesuaian diri dengan
lingkungannya.
Sumber cerita dari orang tua anak penyandang tunagrahita mengatakan bahwa
ketika berbicara dengan orang lain, sang anak mengerti dan menangkap
omongan dari orang tersebut. Bentuk penyesuaian diri anak penyandang
tunagrahita ringan terhadap lingkungannya termasuk cepat dalam beradaptasi
dengan orang-orang sekitar, layaknya orang normal ia juga aktif dalam
lingkungan di rumahnya, menjalani aktivitas sehari-hari mulai dari beribadah
di masjid, membantu pekerjaan rumah, dan bersekolah.
Di sekolah ia termasuk anak yang aktif, saat diadakan lomba seperti lomba
kelereng, memasang kaos kaki, dan balap karung ia sangat senang dan aktif,
namun dalam hal pembelajaran seperti membacadan menghitung ia sangat
lambat dan gampang lupa.
Adapula omongan negatif dari orang yang membuat anak merasa sedih dan
minder dengan kemampuannya, artinya anak mengerti dan kemampuan
otaknya menangkap dengan cepat. Anak sebagai penyandang tunagrahita
dengan kekurangannya dalam hal daya ingat dan belajar yang lambat disertai
pengaruh dari masyarakat yang negatif membuat anak tidak menerima
kondisinya sendiri dalam konformitas sang anak.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Penyandang Disabilitas
Tunagrahita
Terdapat empat faktor yang berpengaruh terhadap cara penyesuaian diri anak
tunagrahita, yaitu:
1) Fisiologis
Kebutuhan fisiologis termasuk dalam kebutuhan pokok tiap manusia, dalam
penelitian ini khususnya penyandang disabilitas tunagrahita. Pemenuhan
kebutuhan penyandang yang masih duduk di bangku kelas (empat) 4 sekolah
dasar di bebankan kepada orang tua. Dalam teori hierarki kebutuhan Maslow,
kebutuhan fisiologis saling berhubungan dengan proses penyesuaian diri
penyandang disabilitas tunagrahita. Hal ini berhubungan erat dengan
penyesuaian diri antara msyarakat dengan penyandang dalam proses
penerimaan di masyarakat.
Penyandang disabilitas berusaha untuk berguna di lingkungan masyarakat
dengan segala kekuarangan yang dimiliki dapat mendorong potensinya hingga
menjadi prestasi sendiri bagi penyandang disabilitas. Hal ini muncul menjadi
aktualisasi diri penyandang disabilitas tunagrahita yang tidak kalah dengan
orang normal umumnya, meskipun masih sedikit yang menjadikan mereka
sebagai prioritas.
Orang tua dari penyandang disabilitas tunagrahita ini bekerja di pasar
membuka toko kelontong 22nya sebagai sumber penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan anaknya yang penyandang disabilitas. Sehingga penghasilan
tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis sang anak yang
masih berada di bangku kelas 4 sekolah dasar. Dengan terpenuhinya
kebutuhannya sang anak memiliki bekal untuk mendukung segala kegiatan
yang berkaitan dengan potensi anak. Potensi aan bisa dikembangkan dalam
keunikannya saat berinteraksi dengan orang tuanya, ia mengerti akan apa yang
dibicarakan orang layaknya orang normal dan dapat memberi masukan seperti
orang dewasa jika terdapat kesalahan. Hal tersebut dapat berpotensi aan untuk
pulih dan dapat menjadi orang berintelektual misalnya ia dpt menjadi guru
untuk ke depannya.
2) Rasa aman
Aktivitas anak yang berada di lingkungan sekolah dapat menciptakan rasa
aman dalam diri penyandang disabilitas tunagrahita. Rasa aman hadir karena
terciptanya peran yang dijalankan penyandang disabilitas tunagrahita, bukan
muncul dari adanya ruang kosong. Karena sang anak menciptakan perannya
sendiri, ia merasa mempunyai kesempatan yang sama seperti orang-orang
lainnya untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada dalam
dirinya.
Jadi subjek penelitian ini berada di lingkungan sekolah yang supportif
mendukung program dan pemberdayaan anak disabilitas. Lingkungan sekolah
dengan guru abk yang memperhatikan anak menciptakan rasa aman.
Lingkungan sekolah yang mendukung anak dalam mengembangkan
kemampuan dan potensi yang ada dalam dirinya seperti kegiatan lomba
tersebut anak dapat menciptakan perannya sendiri sehubgga merasa
mempunyai kesempatan yang sama seperti orang-orang lainnya.
3 ) Kasih sayang dari orang sekitar
Proses penyesuaian diri anak memiliki tahap tujuan yang akan dicapai, salah
satunya dengan erpenuhinya kebutuhan kasih sayang dari lingkungan sekitar.
dapat diartikan, bawa penyandang disabilitas tunagrahita juga memiliki rasa
ingin dipandang sama sederajat seperti orang normal. Dengan adanya rasa
aman, kasih sayang, bentuk penghargaan dari masyarakat sekitar dapat
menciptakan semangat dan rasa percaya diri anak disabilitas bahwa dirinya
ternyata mampu dan memiliki kesamaan kemampuan seperti orang-orang pada
umumnya, sehingga mereka merasa bahwa keberadaannya diakui lingkungan
sekitar.

4 ) Penghargaan diri
Penyandang tunagrahita ringan dapat membuktikan bahwa dirinya juga
memiliki kemampuan yang sama dengan orang-orang normal, lantaran hal
tersebut menciptakan rasa percaya diri. Sehingga adanya rasa kepercayaan diri
ini juga harus beriringan dengan penerimaan masyarakat yang berbentuk
sebuah penghargaan entah itu pujian ataupun hadiah agar kebutuhan
penghargaan penyandang disabilitas terpenuhi.

KESIMPULAN
Kesimpulan penelitian adalah sebagai berikut: (1) Selama proses sosialisasi,
penyandang tunagrahita mengalami sikap, nilai, norma, dan perilaku dasar yang
dapat diterapkan dalam kehidupannya sehingga mampu beradaptasi dan
berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat; (2) bentuk-bentuk adaptasi
terhadap lahirnya penyandang tunagrahita (konformitas merupakan upaya
penyesuaian diri penyandang tunagrahita dengan mengikuti arus utama
masyarakat, dan penyandang tunagrahita tidak dapat menerima kondisinya sendiri
(isolasi diri)); (3) pengaruh penyesuaian diri penyandang disabilitas terdapat tiga
faktor 1) kebutuhan fisiologis, seperti makan, minum, dan pakaian, 2) rasa aman,
yaitu menghindari perundungan, 3) kasih sayang dari lingkungan sekitar, 4)
penghargaan seperti prestasi, dihargai, diakui, dll. kebutuhan, dan aktualisasi diri
penyandang tunagrahita yang mampu menunjukkan dan mengembangkan potensi
yang di punya.

DAFTAR PUSTAKA
Fadhilah, dkk. 2021. Adaptasi Penyandang Disabilitas di Lingkungan Masyarakat
(Studi Kasus Penyandang Disabilitas Netra Pertuni Kota Makassar). Phinisi
Integration Review. Vol. 4, No.2, Juni 2021 Hal 301-308.
Permatasari, Dian. dkk. 2020. Persepsi Dan Stigma Penyandang Disabilitas Pada
Siswa-Siswi Sekolah Menengah Atas. Media Husada Journal of Nursing
Science.Vol 1(No1), 73-78 https://ojs.widyagamahusada.ac.id
Ndaumanu, Frichy. 2020. HAK PENYANDANG DISABILITAS: ANTARA
TANGGUNG JAWAB DAN PELAKSANAAN OLEH PEMERINTAH
DAERAH (Disability Rights: Between Responsibility and Implementation
By the Local Government). Jurnal HAM. Vol. 11, No. 1 DOI:
http://dx.doi.org/10.30641/ham.2020.11.131-150
Rachmawati, Mayrizky. 2021. Interaksi Sosial Tunanetra dalam Proses Adaptasi
di Tengah Masyarakat (Studi Kasus : Balai Rehabilitas Sosial Penyandang
Disabilitas Sensorik Netra Tan Miyat, Bekasi). Skripsi. FISIP UIN Syarif
Hidayatullah: Jakarta.
Suprapmanto, Joko. dkk. 2015. Pandangan Masyarakat Terhadap Anak
Penyandang Disabilitas Di Desa Muara Dua. SENAPADMA Seminar
Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah. Vol. 1
Awalia, Hikmah. 2016. Studi Deskriptif Kemampuan Interaksi Sosial Anak
Tunagrahita Ringan. JURNAL PENDIDIKAN KHUSUS. Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Surabaya: Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai