Anda di halaman 1dari 18

INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS

Adelina Christin, Ugama R Hasya, Jefri Silaen

Universitas Jambi

Email: adelinachristine97@gmail.com, ugamaramadhana@gmail.com

ABSTRAK

Abstrak: Penyebutan "anak berkebutuhan khusus" oleh beberapa ahli merujuk pada individu
yang mengalami gangguan yang dapat teridentifikasi sejak usia dini. Istilah ini mencakup
berbagai keterbatasan dalam fungsi kognitif, fisik, dan emosional, seperti kesulitan belajar,
ADHD, retardasi mental, gangguan fisik, sensoris, bicara dan bahasa, autisme, serta gangguan
emosi dan perilaku. Beberapa istilah lain yang sering digunakan sebagai variasi dari kebutuhan
khusus antara lain disability, impairment, dan handicap. Arti masing-masing istilah menurut
World Health Organization (WHO) berkaitan dengan keterbatasan atau kehilangan kemampuan
dalam aktivitas atau fungsi, dan ketidakberuntungan individu yang disebabkan oleh keterbatasan
atau kehilangan tersebut.

Kata Kunci: Anak Berkebutuhan Khusus

Pendahuluan

Beberapa ahli menyebut istilah individu berkebutuhan khusus dengan sebutan anak
berkebutuhan khusus karena gangguan ini dapat teridentifikasi sejak usia dini dan banyak
dialami oleh anak-anak. Menurut santrock dalam Ni’matuzahroh dan Nurhamida (2016:1)
Individu berkebutuhan khusus (IBK) adalah seseorang atau anak yang memiliki keterbatasan
dalam fungsi kognitif, fisik maupun emosi yang meghalangi kemampuan individu untuk
berkembang baik yang terklasifikasi dalam kesulitan belajar, ADHD, retardasi mental, gangguan
fisik, Sensoris, Gangguan bicara dan bahasa, Autisme maupun gangguan emosi dan perilaku.
Mangunsong (2009) menyatakan bahwa individu berkebutuhan khusus adalah anak yang
menyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal: ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan
Sensoris, fisik dan neuromaskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi,
maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas, sejauh mereka memerlukan modifikasi dari
tugas-tugas sekolah, metode belajar atau layanan terkait, yang ditujukan untuk mengembangkan
potensi atau kapasitas secara maksimal.
Omrod dalam Ni’matuzahroh dan Nurhamida (2016:2) mengatakan bahwa beberapa
siswa berkebutuhan khusus dapat tidak terlihat memiliki tanda-tanda hambatan fisik namun
mengalami hambatan kognitif yang mengganggu kemampuan mereka mempelajari materi
pelajaran atau mengerjakan tugas-tugas yang diberikan didalam kelas. Siswa tersebut
terklasifikasi mengalami kesulitan belajar, ADHD (Attention-deficit hyperactivity Disorder),
gangguan bicara dan komunikasi. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari
kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan handicap. Menurut World Health
Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut: Disability yaitu
keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan
aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam
level individu. Impairment yaitu kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau
struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ. Handicap yaitu
ketidakberuntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi
atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.
Menurut Desiningrum (2016:3) Jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia
dari tahun ke tahun terus meningkat. PBB memperkirakan bahwa paling sedikit ada 10 persen
anak usia sekolah yang memiliki kebutuhan khusus. Di Indonesia, jumlah anak usia sekolah,
yaitu 5 - 14 tahun, ada sebanyak 42,8 juta jiwa. Jika mengikuti perkiraan tersebut, maka
diperkirakan ada kurang lebih 4,2 juta anak Indonesia yang berkebutuhan khusus. Di Indonesia
belum ada data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Menurut data terbaru jumlah anak
berkebutuhan khusus di Indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak
(21,42 persen) berada dalam rentang usia 5-18 tahun. Dari jumlah tersebut, hanya 85.737 anak
berkebutuhan khusus yang bersekolah. Artinya, masih terdapat 245.027 anak berkebutuhan
khusus yang belum mengenyam pendidikan di sekolah, baik sekolah khusus ataupun sekolah
inklusi. Sedangkan dari asumsi PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa atau United Nations) yang
memperkirakan bahwa paling sedikit 10% anak usia sekolah menyandang kebutuhan khusus.
Jumlah anak berkebutuhan khusus pada tahun 2011 tercatat sebanyak 356.192 anak, namun yang
mendapat layanan baru 86.645 anak dan hingga tahun ini baru 105.185 anak, tahun 2012
pemerintah mentargetkan minimal 50% anak berkebutuhan khusus sudah terakomodir.
Dalam dunia pendidikan, kata luar biasa merupakan julukan atau sebutan bagi mereka
yang mempunyai kekurangan atau mengalami berbagai kelainan dan peyimpangan yang tidak
dialami oleh orang normal pada umumnya. Kelainan atau kekurangan yang dimiliki oleh mereka
yang disebut luar biasa dapat berupa kelainan dalam segi fisik, psikis, sosial dan moral. Anak
berkebutuhan khusus dikatakan sebagai anak yang memerlukan pendididkan dan layanan khusus
untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna, karena dalam rangka
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka, anak berkebutuhan khusus membutuhkan
bantuan layanan pendidikan, layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling serta berbagai
jenis layanan lainnya yang bersifat khusus. Kondisi masyarakat saat ini masih banyak yang
belum terbuka dengan ABK. Permaslahan ini menunjukkan budaya masyarakat Indonesia yang
masih belum tumbuh menjadi budaya yang inklusif yang ramah dengan ABK Pandangan
masyarakat yang negative terhadap kelompok difabel juga menyebabkan kelompok tersebut sulit
untuk mendapatkan kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama dengan masyarakat lainnya
di segala aspek kehidupan dan penghidupan.

Metode Pelaksanaan
Memberikan materi tentang anak berkebutuhan khusus dengan sumber data yang
diperoleh dari penelitian perpustakaan (library research). Sumber data sekunder dari penelitian
ini adalah jurnal-jurnal serta literatur-literatur kepustakaan yang dapat menunjang analisis atau
berkenaan dengan pembahasan. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan teknik
analisis deksriptif yakni pemaparan secara konseptual berdasarkan hasil dari kajian pustaka.
Materi yang dijelaskan yaitu:
a. Klasifikasi dan karakteristik anak berkebutuhan khusus
b. Faktor penyebab gangguan pada anak berkebutuhan khusus
c. Memahami kebutuhan ABK dalam proses pembelajaran di kelas

Hasil dan Pembahasan

A. Klasifikasi dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus


1. Anak dengan Gangguan Fisik
a. Tunanetra
Tunanetra merupakan salah satu tipe anak berkebutuhan khusus (ABK), yang
mengacu pada hilangnya fungsi indera visual seseorang. Untuk melakukan kegiatan
kehidupan atau berkomunaksi dengan lingkungannya mereka menggunakan indera
non-visual yang masih berfungsi, seperti indera pendengaran, perabaan, pembau, dan
perasa (pengecapan). Menurut Gargiulo dalam Nisa, Mambela & Badiah (2018:34)
mendefinisikan ketunanetraan menjadi 3 kategori yaitu buta buta, buta fungsional dan
low vision. Seseorang disebut mengalami kebutaansecara legal jika kemampuan
penglihatannya berkisar 20/200 atau dibawahnya, atau lantang pandangannya tidak
lebih dari 20 derajat. Seorang anak dikatakan mengalami kebutaan apabila mereka
hanya memiliki sedikit persepsi tentang rangsangan cahaya yang diterima atau
mungkin tidak mempu mengidentifikasi apapun dengan kemampuan penglihatannya
dengan kata lain disebut dengan buta total. Anak-anak pada kategori ini
memanfaatkan indera pendegaran dan perabanya sebagai alat utama untuk
mendapatkan informasi tentang keadaan disekitar. Seorang anak dikatakan
mengalami buta fungsional apabila mereka memiliki sisa penglihatan untuk
mengidentifikasi cahaya disekitar. Anak-anak pada kategori ini masih mampu
mengidentifikasi stimulus cahaya di lingkungan sekitar. Beberapa dari mereka masih
mampu mengidentifikasi pantulan cahaya dari benda-benda disekitar, sehingga
dengan adanya sisa penglihatan ini dapat memudahkan mereka untuk belajar orientasi
mobilitas. Sedangkan anak dikatakan low vision apabila mereka masih memiliki sisa
penglihatan untuk berorientasi dengan lingkungan sekitar. Bahkan, anak-anak low
vision masih mampu mengidentifikasi huruf dan angka dengan kata lain dapat
digunakan untuk membaca meskipun membutuhkan bantuan kaca pembesar.
b. Tunarungu
Menurut Pitaloka, Fakhiratunissa dan Ningrum (2022: 31) Tunarungu adalah
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya
yang dialamai oleh individu, penyebabnya yaitu karena tidak fungsinya sebagian atau
seluruh alat pendengaran, sehingga individu tersebut tidak dapatmenggunakan alat
pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari. Tunarungu sendiri dibagi dalam
beberapa kelompok: Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40 dB), Gangguan
pendengaran ringan (41-55 dB), Gangguan pendengaran sedang (56-70 dB),
Gangguan pendengaran berat (71-90 dB) dan Gangguan pendengaran ekstrem/tuli
(diatas 91 dB). Dampak secara khusus, hilangnya fungsi dengar pada seseorang dapat
mempengaruhi proses komunikasi dengan orang lain. Setiap manusia dapat
berkomunikasi dan berbicara secara verbal dikarenakan otak dapat merekam setiap
informasi yang diterima oleh telinga sejak usia dini. Dengan demikian, hilangnya
fungsi pendengaran sejak usia dini sama saja seorang anak akan mengalami miskin
kosakata karena terhambatnya proses masuknya informasi berupa suara melalui
teling. Telinga atau indera pendengar merupakan organ yang berperan sentral dalam
proses penerimaan informasi berupa suara, yang kemudian diproses oleh otak
sehingga menghasilkan persepsi tertentu, sehingga pada dasarnya anak tunarungu
tidak mengalami hambatan pada perkembangan intelegensi dan aspek-aspek lain,
selain yang berkaitan dengan pendengaran dan komunikasi.
c. Tunadaksa
Menurut Somantri dalam Nisa, Mambela dan Badiah (2018:37) bahwa tunadaksa
merupakan suatu keaadan rusak atau terganggu yang disebabkan karena bentuk
abnormal atau organ tulang, otot, dan sendi tidak dapat berfungsi dengan baik. Pada
hakikatnya, anak tunadaksa memiliki berbagai jenis klasifikasi tergantung pada
bagian anggota gerak mana yang mengalami permasalahan. Adapun beberapa jenis
tunadaksa adalah Club-foot (kaku kai), Club-hand (kaku tangan), Polydactylism (jari
lebih banyak), Syndactylism (jari berselaput), Torticolis (gangguan tulang leher),
Spina Bifida (abnormalitas sumsum tulang belakang), dll. Pendidikan khusus di
Indonesia menggolongkan anak cerebral palsy pada kumpulan anak berkebutuhan
khusus tunadaksa. Meskipun termasuk jenis disabilitas Brain Injury, anak cerebral
palsy digolongkan dalam anak tunadaksa karena mengalami gangguan pada fungsi
gerak terutama pada otot. Anak tundaksa mengalami gangguan pada anggota gerak,
namun pada umumnya anak-anak tunadaksa tidak mengalami permasalahan
kemampuan intelegensi. Secara umum, anak tunadaksa mengalami perkembangan
normal seperti anak- anak pada umumnya
2. Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku
a. Tunalaras
Tunalaras dalam penjelasan Pratiwi (2011:42) adalah individu yang menga,ami
hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Definisi anak tunalaras
atau emotionally handicapped atau behavioral disorder lebih terarah berdasarkan
definsisi dari Eli Bower (1981) yang menyatakan bahwa anak dengan hambatan
emosional atau kelainan perilaku apabila menunjukan adanya satu atau leibih dari
lima komponen berikut ini: (1) tidak mampu belajar bukan disebakan karena faktor
intelektual, sensori atau kesehatan, (2) tidak mampu untuk melakukan hubungan baik
dengan teman-teman atau guru, (3) bertingkah laku atau berperasaan tidak pada
tempatnya, (4) secara umum mereka selalu dalam keadaan tidak gembira atau depresi,
(5) bertendensi ke arah simptom dengan orang atau permasalahan di sekolah. Individu
tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan
norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebakan karena faktor
internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar. Berdasarkan
jenisnya, ada dua golongan anak tunalaras, yaitu: (a) dilihat dari aspek
kepribbadiaanya, ada anak tunalaras emosi dan anak tunalaras sosial. Anak tunalaras
emosi mengalami kelainan perkembangan emosi dan anak tunalaras sosial mengalami
kelainan peyesuaian diri dalam pergaulannya; (b) dilihat dari aspek kesehatan jiwa,
ada anak tunalaras psikopat dan ada anak tunalaras sementara. Anak tunalaras
psikopat adalah anak yang memiliki peyimpangan emosi dan peyesuaian, dipengaruhi
faktor genetik yang tidak dapat disembuhkan, sedangkan anak tunalaras sementara
adalah anak yang memiliki peyimpangan emosi dan penyesuian diri dipengaruhi oleh
faktor lingkungan yang dapat disembuhkan.
b. Tunawicara
Menurut Akhmad Fandi dkk (2021:157) Tunawicara atau gangguan bicara adalah
suatu gangguan bicara yang terjadi pada anak dan mengakibatkan ketidakmampuan
berbicara secara normal, sehingga anak tidak mampu berkomunikasi dengan baik.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, keterampilan linguistik dan lisan kemampuan
menggunakan dialek, logat, sistem lambang ucapan dan bunyi yang penting sebagai
alat komunikasi untuk menjalin hubungan, baik verbal maupun non-lisan. Tahap
perkembangan kemampuan bahasa dan bicara pada anak dari berbagi usia sebagai
berikut ;Pada usia 6 bulan, anak tidak dapat melihat dan melihat suara yang datang
dari belakang atau dari samping, pada usia 10 bulan, tidak bereaksi ketika namanya
dipanggil, pada usia 15 bulan, anak tidak mengerti dan bereaksi terhadap kata-kata
tidak dan lain-lain. Pada usia 18 hulan, tidak dapat mengucapkan sepuluh kata
sederhana, diusia 21 bulan anak tidak merespon perintah, Pada 24 bulan anak tidak
tahu bagaimana menamai tubuh dan belum bisa menemukan ekspresi yang terdiri dari
2 kata, Pada usia 24 tahun anak tidak mngerti bahasa, Pada usia 30 bulan anak tidak
dapat berbicara dan pada usia 36 bulan ucapan anak tidak dipahami oleh orrang asing
keluarganya, Pada usia 3,5 tahun anak kurang bicara dan setelah pada usia tahun,
anak tidak lancar berbicara bahasa dan bicara, pada usia 7 tahun, anak masih memiliki
bahasa dan bicara bermasalah.
c. Hiperaktif
ADHD (Attetion Deficite Hyperactiveity Disorser) menurut Ni’matuzahroh dan
Nurhamida (2016:15) adalah pola yang pervasive dari inattention,impulsivitas, dan
atau hiperaktif-impulsivitas yang berulang-ulang dan berat yang khas terobservasi
dalam diri individu Ketika dibandingkan dengan tingkat perkembangan Colorado
Departement of Education (dalam Freind Marilyn, 2005)menjelaskan ADHD adalah;
1. Gangguan perkembangan yang dimulai sebelum usia 7 tahun, dan hal ini sering
dikenal oleh orangtua ketika anak masih sangat mudah
2. ADHD adalah menahun, lama dan tidak tiba-tiba diperoleh (bukan hasil yang
segera dari suatu kecelakaan atau luka-luka).
3. Perilaku utama adalah tidak mampu untuk diam, ciri ini menandai suatu tingkatan
dan membuat siswa menonjol dari kelompok usia sebayanya.
4. Memiliki tingkat impulsivitas yang tidak sesuai dengan usia mereka, misalnya
mereka bertindak sebelum berfikir.
5. Ketika dibandingkan dengan kelompok seusianya, siswa dengan ADHD sering
terlihat gelisah dan sangat aktif dari siswa lain.
6. ADHD sifatnya menetap. Siswa dengan ADHD mempunyai kekacauan
berlawanan dengan perilaku yang ditentukan dan gejalanya paling nyata di
sekolah karena adanya aturan dan harapan bagi mereka.
7. Siswa dengan ADHD sering terlihat memiliki kinerja yang menurun seperti tidak
mampu menyelesaikan tugasnya.
8. Tidak disebabkan oleh situasi lingkungan atau ketidakmampuan lainnya, tapi
mungkin hadir bersamaan.
3. Anak dengan Gangguan Inteketual
a. Tunagrahita
Pitaloka, Fakhiratunnissa dan Nigrum (2022:33) Anak tunagrahita adalah suatu
kondisi anak yang mengalami kesulitan dan keterbatasan perkembangan mental-
intelektual dan ketidakcakapan dalam komunikasi sosial di bawah rata-rata, sehingga
mengalami hambatan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Seseorang dikatakan
tunagrahita apabila memiliki tiga indikator, yaitu: (1) keterhambatan fungsi
kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata, (2) Ketidakmampuan dalam
perilaku sosial/adaptif, dan (3) Hambatan perilaku sosial/adaptif terjadi pada usia 13
perkembangan yaitu sampai dengan usia 18 tahun.6 Berdasarkan tingkat
kecerdasannya, anak tunagrahita diklasifikasikan menjadi empat, yaitu: 1)
Tunagrahita ringan, yaitu seseorang yang memiliki IQ 55-70 2) Tunagrahita sedang,
seseorang dengan IQ 40-55 3) Tunagrahita berat, seseorang yang memiliki IQ 25-40
4) Tunagrahita berat sekali, yaitu seseorang yang memiliki IQ < 25. Definisi
tunagrahita yang dipubli-kasikan oleh American Association on Mental Retardation
(AAMR). Di awal tahun 60-an, tunagrahita merujuk pada keterbatasan fungsi
intelektual umum dan keterbatasan pada keterampilan adaptif. Keterampilan adaptif
mencakup area : komunikasi, merawat diri, home living, keterampilan sosial,
bermasya-rakat, mengontrol diri, functional academics, waktu luang, dan kerja.
Menurut definisi ini, ketunagrahitaan muncul sebelum usia 18 tahun. Menurut WHO
seorang tunagrahita memiliki dua hal yang esensial yaitu fungsi intelektual secara
nyata di bawah rata-rata dan adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri
dengan norma dan tututan yang berlaku dalam masyarakat
b. Anak lamban belajar
Menurut Ni’matuzahroh dan Nurhamida (2016:39) Anak yang lamban belajar adalah
anak yang memiliki IQ dibawah rata-rata. IQ mereka sekitar 50-70. Karakteristik
yang nampak pada anak ini adalah sulit menangkap pelajaran, kurang mampu
mengikuti pelajaran dikelas bahkan rata-rata atau sebagian besar nilai rendah pernah
atau sering tidak naik kelas. Ormrod (2009) menggunakan istilah untuk anak pada
kategori ini dengan sebutan siswa yang mengalami keterambatan umum dalam fungsi
kognitif dan social karena siswa menunjukkan pola perkembangan yang yang lambat
secara konsisten, mereka terlihat mengalami kesulitan dalam Sebagian besar atau
bahkan semua mata pelajaran.
c. Anak kesulitan belajar khusus (spesific learning disabilities)
Ni’matuzahroh dan Nurhamida (2016:8) mengatakan bahwa Kesulitan belajar khusus
adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar yang mencakup
pemahaman dan penggunaan bahasa, bicara atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin
menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara dan
membaca, menulis, mengeja atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi
seperti gangguan perseptual, luka pada otak, dyslexia, dan perkembangan aphasia
(kehilangan kemampuan memahami kata-kata), tapi tidak mencakup anak-anak yang
memiliki problem belajar yang penyebab utama berasal dari adanya hambatan dalam
penglihatan, pendengaran atau motorik, hambatan karena retardasi mental
(tunagrahita), gangguan emosional atau kemiskinan lingkungan, budaya dan ekonomi
Definisi menurut The National Joint Commitee on Learning Disabilities (NJLD)
kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam
bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan
mendengarkan, bercakapcakap, membaca, menulis, menalar atau kemampuan dalam
bidang matematika. Gangguan tersebut intrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya
disfungsi sistem saraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi
bersamaan dengan adanya kondisi lain yang mengganggu (misalnya gangguan
sensoris, tunagrahita, hambatan sosial dan emosional) atau berbagai pengaruh
lingkungan (misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat, faktor-faktor
psikogenik) berbagai hambatan tersebut bukan penyebab atau pengaruh langsung
d. Anak berbakat
Menurut Milgram, R.M (1991:10), anak berbakat adalah mereka yang mempunyai
skor IQ 140 atau lebih diukur dengan instrument Stanford Binet (Terman),
mempunyai kreativitas tinggi (Guilford), kemampuan memim-pin dan kemampuan
dalam seni drama, seni tari dan seni. Anak berbakat mempunyai empat kategori
menurut Dermawan (2017:391) sebagai berikut:
1. Mempunyai kemampuan intelektual atau intelegensi yang menyeluruh, mengacu
pada kemampuan berpikir secara abstrak dan mampu memecahkan masalah
secara sistematis dan masuk akal.
2. Kemampuan intelektual khusus, mengacu pada kemampuan yang berbeda dalam
matematika, bahasa asing, music, atau ilmu pengetahuan alam.
3. Berpikir kreatif atau berpikir murni menyeluruh. Pada umumnya mampu berpikir
untuk menyelesaikan masalah yang tidak umum dan memerlukan pemikiran
tinggi.
4. Mempunyai bakat kreatif khusus, bersifat orisinil dan berbeda dengan yang lain.

Dari keempat kategori di atas, maka anak berbakat adalah mereka yang mempunyai
kemampuan-kemampuan yang unggul dalam segi intelektual, teknik, estetika, social,
fisik (Freemen), akademik, psikomotor dan psikososial.

e. Autisme
Menurut Pitaloka, Fakhiratunissa dan Ningrum (2022:38) Autisme yaitu gangguan
pada perkembangan neurobiologis yang kompleks dan berlangsung sepanjang hidup
seseorang. Autisme biasanya memiliki masalah dengan interaksi sosial dan
komunikasi, sehingga mereka mengalami kesulitan untuk berbicara, atau mereka
tidak fokus saat berkomunikasi. Terkadang penyitas autisme memiliki perilaku yang
harus mereka lakukan atau yang mereka lakukan berulang-ulang, contohnya
mengatakan kalimat yang sama berulang-ulang. Mereka terkadang juga menggunakan
isyarat atau dengan cara menujuk sesuatu objek untuk menggambarkan isi hati
mereka. Autisme juga terkadang memberikan respon yang berbeda jika mereka
sedang mengalami kesedihan bahkan bisa melukai dirinya sendiri. Ciri – ciri anak
autism yaitu memiliki gangguan sebagai berikut:
1. Gangguan dalam interaksi sosial
2. Gangguan dalam komunikasi
3. Pola perilaku, minat, dan kegiatan yang berulang

f. Anak keterbelakangan mental


Ni’matuzahroh dan Nurhamida (2016:39) mendefinisikan bahwa Anak
keterbelakangan mental ini sering disebut juga down syndrome, merupakan bentuk
keterbelakangan mental yang sangat dikenal oleh banyak orang, disebabkan oleh
adanya bahan kromosom ekstra dalam sel yang biasa disebut trisomy 21 dikarenakan
kromosom yang berlebih yang dipasangkan ke kromosom ke-21. Mereka memiliki
wajah seperti orang mongol. Inilah yang membuat mereka sangat mudah dikenali.
Ciri lain yang khas adalah anak ini sangat pendiam, koordinasi otot mulut, tangan dan
kaki yang bermasalah sehingga sering mengalami keterlambatan bicara dan berjalan.
Mereka juga memperlihatkan keterlambatan yang signifikan disebagian besar aspek
perkembangan kognitif dan sosialnya, menurut Luckasson, dkk. (dalam Ormrod,
2009) mereka memiliki karakteristik intelegensi umum di bawah rata-rata, biasanya
memiliki skor tes intelegensi yang cukup rendah antar 67-70, mereka belajar secara
lambat dan konsisten menunjukkan prestasi yang rendah disemua mata pelajaran.
Perilaku mereka seperti anak-anak, kurang memiliki perilaku adaptif dan mencakup
keterbatasan dalam intelegensi praktis yaitu kurang mampu mengelola aktivitas-
aktivitas biasa sehari-hari dan rendahnya intelegensi sosial yaitu kurang mampu
bertingkahlaku secara tepat dalam berbagai situasi sosial. Karakteristik umum yang
tampak adalah hasrat yang tulus untuk menjadi bagian dari sekolah dan merasa cocok
berada disekolah, kurangnya pengetahuan umum tentang dunia memiliki
keterampilan membaca dan berbahasa yang buruk, tidak memiliki strategi belajar dan
strategi memori yang efektif, sulit melengkapi detail-detail ketika instruksi diberikan
tidak detil dan ambigu, sulit memahami gagasan abstrak, sulit menggeneralisasi
sesuatu yang dipelajari dalam suatu situasi ke situasi baru, memiliki keterampilan
motorik yang rendah, serta perilaku bermain dan keterampilan interpersonal yang
tidak matang
B. Faktor-faktor Penyebab Gangguan pada Anak Berkebutuhan Khusus
Modul Pembelajaran ABK (2010:6-11) mengatakan bahwa penyebab anak berkebutuhan
khusu terjadi dalam beberapa periode kehidupan anak yaitu:
a. Sebelum Kelahiran
Penyebab yang terjadi sebelum proses kelahiran, dalam hal ini berarti ketika anak
dalam kandungan, terkadang tidak disadari oleh ibu hamil. Faktor-faktor tersebut
antara lain:
1. Gangguan genetika: kelainan kromoso, transformasi
Kelainan kromosom kerap diungkap dokter sebagai penyebab keguguran, bayi
meninggal sesaat setelah dilahirkan, maupun bayi yang 7 dilahirkan sindrom
down. Kelainan kromosom ini umumnya terjadi saat pembuahan, yaitu saat sperma
ayah bertemu sel telur ibu. Hal ini hanya dapat diketahui oleh ahlinya saja, tidak
kasat mata sehingga para ibu hamil tidak dapat memprediksikannya. Untuk
mengetahui bahwa proses tansformasi kromosom berjalan normal membutuhkan
dana yang tidak sedikit untuk uji laboratoriumnya.
2. Infeksi kehamilan
Infeksi saat hamil dapat mengakibatkan cacat pada janin. Penyebabnya adalah
parasit golongan protozoa yang terdapat pada binatang seperti kucing, anjing,
burung, dan tikus. Gejala umumnya seperti mengalami gejala berupa demam, flu,
dan pembengkakan kelenjar getah bening. Faktor ini terjadi bisa dikarenakan
makanan atau penyakit. Infeksi kehamilan dapat diketahui jika si ibu rutin
memeriksakan kehamilannya sehingga jika ada indikasi infeksi kehamilan dapat
segera diketahui. Bisa juga infeksi terjadi karena adanya penyakit tertentu dalam
kandungan si ibu hamil.
3. Usia ibu hamil
Ada beberapa hal yang menyebabkan ibu beresiko hamil, antara lain : riwayat
kehamilan dan persalinan yang sebelumnya kurang baik (misalnya, riwayat
keguguran, perdarahan pasca kelahiran, lahir mati); tinggi badan ibu hamil kurang
dari 145 cm; ibu hamil yang kurus/berat badan kurang; usia ibu hamil kurang dari
20 tahun atau lebih dari 35 tahun; sudah memiliki 4 anak atau lebih; jarak antara
dua kehamilan kurang dari 2 tahun; ibu menderita anemia atau kurang darah;
tekanan darah yang meninggi dan sakit kepala hebat dan adanya bengkak pada
tungkai; kelainan letak janin atau bentuk panggul ibu tidak normal; riwayat
penyakit kronik seperti diabetes, darah tinggi,asma dll.

4. Keracunan saat hamil


Keracunan kehamilan sering disebut Preeclampsia (pre-e-klam-sia) atau toxemia
adalah suatu gangguan yang muncul pada masa kehamilan, umumnya terjadi pada
usia kehamilan di atas 20 minggu. 8 Gejala-gejala yang umum adalah tingginya
tekanan darah, pembengkakan yang tak kunjung sembuh dan tingginya jumlah
protein di urin. Keracunan kehamilan sering terjadi pada kehamilan pertama dan
pada wanita yang memiliki sejarah keracunan kehamilan di keluarganya. Resiko
lebih tinggi terjadi pada wanita yang memiliki banyak anak, ibu hamil usia remaja,
dan wanita hamil di atas usia 40 tahun. Selain itu, wanita dengan tekanan darah
tinggi atau memiliki gangguan ginjal sebelum hamil juga beresiko tinggi
mengalami keracunan kehamilan . Penyebab sesungguhnya masih belum
diketahui.
5. Pengguguran
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya
kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian
janin. Secara medis, pengguguran kandungan adalah berakhirnya kehamilan
sebelum fetus dapat hidup sendiri diluar kandungan. Batas umur kandungan 28
minggu dan berat fetus kurang dari 1000 gram. Penyebab penggguran kandungan
antara lain : kelainan ovum (kelainan kromosom); penyakit ibu (Infeksi akut,
kelainan endokrin, trauma, kelainan kandungan); kelainan Plasenta; gangguan
hormonal; dan Abortus buatan/ provokatus (sengaja di gugurkan).
6. Lahir prematur
Menurut dr Suyanto, Sp.OG, Spesialis Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit
Budi Kemuliaan, bayi prematur adalah bayi yang lahir kurang bulan menurut masa
gestasinya (usia kehamilannya). Adapun masa gestasi normal adalah 38-40
minggu. Dengan demikian bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum masa
gestasi si ibu mencapai 38 minggu.
b. Selama Proses Kelahiran
1. Proses kelahiran lama
Tanda-tanda bayi lahir prematur sama seperti bayi lahir normal, hanya saja proses
pelahirannya lebih awal dari seharusnya. Proses melahirkan yang lama dapat
mengakibatkan bayi kekurangan oksigen. Penyebab bayi lahir prematur terbagi
dalam dua hal, dari sang ibu dan bayi itu sendiri. Sebab yang berasal dari ibu
antara lain : pernah mengalami keguguran (abortus) atau pernah melahirkan bayi
prematur pada riwayat kehamilan sebelumnya; kondisi mulut rahim lemah
sehingga rahim akan terbuka sebelum usia kehamilan mencapai 38 minggu; si ibu
menderita beberapa penyakit (semisal penyakit jantung, darah tinggi, kencing
manis, gondok); ibu yang sangat muda (kurang dari 16 tahun) dan terlalu tua (lebih
dari 35 tahun). Sementara sebab yang berasal dari bayi sendiri antara lain : bayi
dalam kandungan berat badannya kurang dari 2,5 kilogram; kurang gizi; posisi
bayi dalam keadaan sungsang.
2. Kelahiran dengan alat bantu (vacum)
Vacum adalah suatu persalinan buatan dengan cara menghisap bayi agar keluar
lebih cepat. Vacum ini dikhawatirkan membuat kepala bayi terjepit sehingga akan
terjadi kecelakaan otak gangguan pada otak.
3. Kehamilan terlalu lama: > 40 minggu
Kehamilan yang terlalu lama dikhawatirkan membuat keadaan bayi di dalam rahim
mengalami kelainan dan keracunan air ketuban. Karenanya jika usia kandungan
sudah melewati masa melahirkan dianjurkan pada ibu hamil untuk segera
melahirkan dengan cara yang memungkinkan sesuai kondisi ibu dan bayi.
c. Setelah Kelahiran
Setelah proses kelahiran pun tidak otomatis bayi aman dari kelainan yang
mengakibatkan nanti anak menjadi berkebutuhan khusus. Berikut beberapa hal yang
menyebabkan anak berkebutuhan khusus tersebut antara lain :
1. Penyakit infeksi bakteri (TBC), virus
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang menyerang paru-paru. Setelah proses kelahiran,
bayi dikhawatirkan teserang bakteri atau virus yang dapat menyebabkan penyakit
tertentu dan menyebabkan kelainan pada anak secara fisik maupun mental.
2. Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi)
Gizi merupakan unsur yang sangat penting di dalam tubuh. Dapat dibayangkan
jika bayi mengalami kekurangan gizi, kelainan apa saja yang dapat dialaminya di
masa kehidupannya mendatang. Kelainan yang akan dialami anak mencakup
kelainan fisik, mental, bahkan prilaku. Karenanya gizi harus dipenuhi setelah anak
lahir, baik dari ASI dan juga nutrisi makanannya.
3. Kecelakaan
Pada bayi, umumnya kecelakaan terjadi karena jatuh, tergores benda tajam,
tersedak, tercekik atau tanpa sengaja menelan obat-obatan dan bahan kimia yang
diletakkan di sembarang tempat. Kecelakaan seperti ini disebabkan kelalaian orang
dewasa di sekitarnya.
4. Keracunan
Bahaya keracunan yang sering terjadi pada anak adalah menelan obat berlebihan
(overdosis) karena orang tua menaruh obat sembarangan. Potensi keracunan
lainnya menelan cairan kosmetik ibunya, cairan pembersih untuk rumah dan cairan
pembasmi serangga, dan bahan beracun lainnya.
C. Memahami Kebutuhan ABK dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Kehadiran anak berkebutuhan khusus dikelas inklusif membawa berbagai harapan bagi
orangtua siswa berkebutuhan khusus maupun guru kelas. Para orangtua siswa berkebutuhan
khusus berharap agar anak mendapatkan pendidikan yang dibutuhkan minimal bakat anak
mereka dapat tergali di sekolah dengan segala keterbatasan yang mereka miliki. Guru
memiliki harapan agar mereka benar-benar dapat mengenali dan menggali potensi siswa
sesuai kemampuan yang dimiliki, meskipun mereka harus bekerja keras memahami
keadaaan siswa berkebutuhan khusus. Ni’matuzahroh dan Nurhamida (2016:81)
mengatakan dalam memahami kebutuhan anak berkebutuhan khusus dalam proses
pembelajaran perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pola perkembangan anak
Untuk memahami kebutuhan siswa berkebutuhan khusus , guru dan orangtua perlu
memahami pola perkembangan yang umum terjadi pada anak-anak normal terutama
variasi individual yang dimiliki anak sebagai bahan pertimbangan pada variasi mana
siswa berkebutuhan khusus butuh pengembangan. Di antara variasi invidual anak
adalah intelegensi, Intelegensi merupakan keterampilan dalam menyelasaikan masalah
dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman kehidupan sehari-hari.
penting bagi orangtua untuk memberikan stimulasi untuk mengembangkan potensi
anak pada beberapa bidang intelegensi anak melalui kelas yang memberikan materi
beragam dan menarik untuk dapat menstimulasi kedelapan intelegensi anak. Anak-anak
juga memiliki intelegensi emosional (emosional Intelegence) yaitu kemampuan anak
dalam merasakan dan mengungkapkan emosinya secara tepat dan adaptif. Anak dengan
intelegensi emosinal yang tinggi akan mampu mengendalikan emosinya sendiri dan
mampu mengekspresikannya dalam situasi yang tepat. Anak inipun mampu untuk
memahami emosi orang lain (Salovey & Mayer, dalam Santrock, 2009).
2. Gaya belajar dan berpikir
Gaya belajar merupakan cara yang dilakukan anak untuk belajar dan memperoleh
informasi. Anak-anak memiliki gaya belajar dan berfikir yang berbeda-beda. Yang
paling umum terdapat dua gaya belajar yaitu:
a. Gaya impulsive VS reflektif, gaya belajar impulsive adalah kecenderungan anak
untuk bertindak dengan cepat dan impulsive, sehingga mereka seringkali melakukan
kesalahan. Sebaliknya anak dengan gaya belajar yang reflektif lebih banyak
menggunakan waktu untuk merespon dan memikirkan ketepatan jawaban. Anak-
anak dengan gaya belajar yang reflektif mampu menginput informasi secara
terstruktur, membaca secara komprehensif dan melakukan interpretasi serta
berorientasi pada menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan.
b. Gaya mendalam vs Permukaan. Gaya belajar mendalam adalah gaya belajar dimana
anak menggunakan cara yang membantu mereka memahami arti dari materi yang
mereka dapatkan sementara gaya belajar permukaan yaitu gaya yang digunakan
anak untuk memahami apa yang mereka perlu ketahui saja sehinggga seringkali
gagal untuk menghubungkan apa yang dipelajari kedalam konseptual yang lebih
besar, cara belajarnya pasif dan cenderung mengingat informasi diluar kepala.
3. Kepribadian dan tempramen
Kepribadian merupakan pemikiran, emosi dan perilaku yang menggambarkan
cara seseorang menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kepribadian dibentuk oleh
lingkungan dimana seseorang tinggal, yang terwakili dalam big five personality
yaitu keterbukaan, kehati-hatian, ekstraversi, kebaikan, dan neurotisme.
Sementara tempramen merupakan gaya perilaku dan cara khas pemberian respon
seseorang. Ada tiga gaya tempramen anak yaitu: 1) anak yang mudah beradaptasi
dan memiliki suasana hati yang positif, 2) anak yang sulit yaitu anak yang
seringkali bereaksi secara negative dan seringkali menangis, dan lamban dalam
menerima perubahan dan 3) anak yang lambat adalah anak yang mrmiliki
intensitas suasana hati yang rendah dan mempunyai tingkat aktivitas yang rendah
dan agak negatif. Dari ketiga variasi individual tersebut, guru dan orangtua dapat
mengindentifikasi variasi individual pada anak berkebutuhan khusus, variasi
mana yang dominan dan mana yang menonjol dari diri siswa berkebutuhan
khusus. Selain itu guru perlu memahami empat ranah yang seharusnya diberikan
dalam proses belajar mengajar, yaitu ranah kognitif, sensorimotorik, soft skill dan
ranah pengembangan karakter. Pada ranah kognitif, pendidikan diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan berfikir anak, kemampuan memecahkan masalah
yang sesuai dengan perkembangan kognitif dan usia anak. Pada anak
berkebutuhan khusus ranah ini diajarkan dari yang paling sederhana yaitu mereka
dapat dididik untuk mampu mendengarkan dan berkonsentrasi dalam menerima
pelajaran di kelas. Guru harus berupaya untuk membuat siswa tertarik agar dapat
memperhatikan pelajaran yang diberikan, barulah diarahkan untuk mengasah
kemampuan mamahami dan menalar dengan memberikan stimulasi melalui
penjelasan dan memberikan pertanyaan untuk merangsang kemampuan
metakognitif anak. Pertanyaan diberikan dari hal yang sangat sederhana dan terus
dikembangkan pada hal-hal yang lebih rumit, sehingga anak terlatih untuk
menemukan alternatif pengambilan keputusan.
DAFTAR PUSTAKA

Akmad Fandi, dkk. 2021. Karakteristik dan Model Bimbinngan atau Pendidikan Islam bagi Tuna
Wicara. Jurnal Pendidikan dan Sains: Universitas Ahmad Dalan, Vol 01 (03).
https://ejournal.yasin-alsys.org/index.php/masaliq
Dermawan, Oki. 2019. Strategi Pembelajaran Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SLB.
(article online). Lampung: Institut Agama Islam Negeri Raden Intan
Desiningrum, D Ratri. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Psikosain
Freidman, Harvey, Youngwirth dan Goldstein. 2007. The Relation Between 3-Year-Old
Children's Skills and Their Hyperactivity, Inattention, and Aggression. Journal of
Educational Psychology, 2007,vol.99, No.3. 671-681.
Mangunsong, F. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jilid 1. Jakarta:
LPSP3UI
Modul Pembelajaran. 2010. Anak Berkebutuhan Khusus: Seri Bahan dan Media Pembelajaran
Kelompok Bermain
University Press
Nisa, Khairun, Mambela, S & Badiah, Lutfi Isni. 2018. Karakteristik dan Kebutuhan Anak
Berkebutuhan Khusus. Jurnal Abadimas Adi Buana: FKIP Universitas PGRI Adi
Buana Surabaya, Vol 02 (01).
Ni’matuzahroh dan Nurhamida, Y. 2016. Individu Berkebutuhan Khusus & Pendidikan Inklusif.
Malang: Universitas Muhammadiyah Malang
Ormrod, J.E. 2009. Psikologi Pendidikan. Membantu Siswa tumbuh dan berkembang. Jilid 1.
Jakarta: Erlangga
Pitaloka, Asyharinur AP, Fakhiratunissa, SA & Ningrum, Tika Kusuma. 2022. Konsep Dasar
Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Pendidikan dan Sains: Universitas Ahmad Dalan,
Vol 02 (01). https://ejournal.yasin-alsys.org/index.php/masaliq
Pratiwi, MM Shinta. 2011. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Semarang: Semarang
World Health Organization. 2023. Special Need Children (Disability). Available from:
https://www.who.int/health-topics/disability#tab=tab_1

Anda mungkin juga menyukai