Pendidikan inklusi adalah layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan
khusus (ABK) belajar bersama anak normal (non-ABK) usia sebayanya dikelas reguler/biasa yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Lalu landasan yuridis adalah seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan Indonesia. Jadi, dalam pendidikan inklusi terdapat konsep peraturan perundang-undangan didalamnya. Secara yuridis, pendidikan inklusif dilaksanakan berdasarkan atas :
1. Landasan Yuris internasional penerapan pendidikan inklusi adalah Deklarasi
Salamanca (UNESCO, 1994) oleh para menteri pendidikan sedunia. Deklarasi ini adalah penegasan kembali atas deklarasi lanjutan yang berujung pada Peraturan Standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu penyandang cacat memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan yang ada. Deklarasi Salamanca menekankan bahwa selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. 2. UUD 1945 (amandemen) Pasal 31 ayat (1) dan (2) berbunyi : (1) “setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”. (2) “setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan tanpa ada diskriminasi baik secara fisik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain sebagainya dan hal tersebut dapat terwujud melalui sistem pendidikan wajib 12 tahun. Penyelenggaraan pendidikan akan dapat dilaksanakan secara maksimal apabila mendapat dukungan sepenuhnya dari pemerintah. 3. UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional a. Pasal 3 yang menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratisserta bertanggung jawab. Pasal 3 tersebut menjelaskan bahwa pendidikan diharapkan dapat menjadi upaya dalam membentuk manusia Indonesia yang memiliki potensi disegala bidang sehingga nantinya dapat menjadi motor penggerak bagi kemajuan bangsa dimasa yang akan datang. Sumber Daya Manusia yang unggul ini nantinya dapat membawa bangsa menuju ke dalam masyarakat yang mampu bersaing di dunia internasional. b. Pasal 5 Ayat (1) : Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan Ayat (2) : Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Ayat (3): Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. Ayat (4): Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Dalam pasal diatas dijelaskan bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara. Pendidikan diselenggarakan tanpa ada diskriminatif baik bagi anak yang berkebutuhan khusus maupun bagi anak normal. Pendidikan tersebut diselenggarakan melalui pendidikan khusus. c. Pasal 32 Ayat (1): Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/ atau memiliki potensi kecerdasan. Ayat (2): Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik didaerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dalam segi ekonomi. Pasal ini menjelaskan bahwa pendidikan khusus adalah suatu bentuk layanan pendidikan bagi semua siswa. Pendidikan khusus bukan hanya diperuntukan bagi siswa yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,sosial, dan/ atau memiliki potensi kecerdasan, namun juga bagi masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. 4. UU Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat UU ini memberikan kesempatan untuk mendapatkan kesamaan kedudukan, hak, dan kewajiban bagi penyandang cacat dapat diwujudkan jika tersedia aksebilitas, yaitu suatu kemudahan bagi penyandang cacat untuk mencapai kesamaan kesempatan dalam memperoleh kesamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sehingga perlu diadakan upaya penyediaan aksebilitas bagi penyandang cacat, termasuk dalam pendidikan. Salah satu pasal mengenai pendidikan bagi penyandang cacat terdapat pada pasal 11 yang berbunyi : “Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.” 5. UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. 6. UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pada pasal 48 Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 tahun untuk semua anak. Pasal 49 Negara, Pemerintah, Keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan. 7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. 8. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen No. 380/C.C6/MN/2003 Tanggal 20 Januari 2003 Perihal Pendidikan Inklusif: Menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari SD, SMP, SMA, dan SMK. 9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Akan tetapi ada yang berbeda yaitu khusus untuk DKI Jakarta, landasan yuridis yang berlaku yaitu: Peraturan Gubernur Nomor 116 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif.
Saputra, Angga. 2016. Kebijakan Pemerintah Terhadap Pendidikan Inklusif. Kebijakan
Pemerintah Terhadap Pendidikan Inklusif. 1(3) : 9-10.