Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

SEJARAH DAN LANDASAN SERTA HAK-HAK ANAK BERKEBUTUHAN


KHUSUS
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusif
Dosen Pengampu: Dr.Mustamar Iqbal Siregar, S.H.I., MH

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:

1.MUHAMMAD RIDHO ALAM /1012020063


2.T.MUHAMMAD IKHLAS /1012020066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap umat manusia tanpa
terkecuali, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan dalam kemampuan (difabel)
seperti yang tertuang pada UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 bahwa warga negara
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak
memperoleh pendidikan khusus, yaitu pendidikan luar biasa. (Damayanti, 2015).

Pendidikan inklusif menjadi alternatif pendidikan bagi anak berkebutuhan


khusus yang mengalami keterbatasan fisik namun masih dapat mengikuti materi yang
diajarkan di sekolah-sekolah umum. Banyak diantara mereka yang bersekolah di
sekolah umum dapat mengikuti pembelajaran dan bahkan mampu mengalahkan
anak-anak yang tumbuh dengan fisik yang utuh dari materi yang diujikan kepada
mereka. Dengan bergabungnya mereka di sekolah reguler (non SLB) memberikan
kesempatan bagi mereka untuk dapat bersosialisasi dengan anak yang tumbuh dengan
normal untuk membantu perkembangan emosional anak tersebut agar tidak menjadi
anak yang minder, dan bahkan menganggap diri mereka sama dengan anak yang lain.
Hal inilah yang mendasari pendidikan inklusif diselenggarakan. (Hafiz, 2017)

2. Rumusan Masalah
a) Bagaimana Sejarah Pendidikan Anak berkebutuhan Khusus?
b) Bagaimana Landasan serta hak-hak anak berkebutuhan Khusus?

3. Tujuan
a) Mengetahui bagaimana Sejarah Pendidikan Anak berkebutuhan Khusus
b) Mengetahui Landasan serta hak-hak anak berkebutuhan Khusus
BAB II

PEMBAHASAN

1. Seajarah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Pendidikan khusus tumbuh dari satu kesadaran awal bahwa beberapa


anak membutuhkan sejenis pendidikan yang berbeda dari pendidikan tipikal atau
biasa agar dapat mencapai potensi mereka. Akar dari kesadaran ini dapat
ditelusuri di Eropa pada tahun 1700-an ketika para pionir tertentu mulai
membuat upaya-upaya terpisah untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Salah satu upaya tersebut dengan mendirikan lembaga-lembaga residensial
yang didirikan di Amerika Serikat untuk mengajar penyandang cacat terbanyak di
awal 1800-an. Hal ini membuat Amerika Serikat menjadi negara yang memimpin
negara-negara lain dalam pengembangan pendidikan khusus di seluruh dunia.
Pengenalan yang perlahan-lahan terhadap pendidikan khusus sebagai sebuah
profesi yang membutuhkan keahlian telah merangsang perkembangan bidang ini.
Sehingga organisasi-organisasi profesi dan kelompok-kelompok pendukung mulai
didirikan dan menjadi kekuatan yang dahsyat di belakang banyaknya perubahan
yang mengakar dan memberikan kekuatan munculnya layanan-layanan pendidikan
khusus. (Delphie, 2006).

Sejarah perkembangan inklusif di dunia pada mulanya diprakarsai dan


diawali dari negara-negara Scandinavia (Denmark, Norwegia, Swedia). Di
Amerika Serikat pada tahun 1960-an oleh Presiden Kennedy mengirimkan pakar-
pakar Pendidikan Luar biasa ke Scandinavia untuk mempelajari mainstreaming
dan Least restrictive environment, yang ternyata cocok untuk diterapkan di
Amerika Serikat. Selanjutnya di Inggris dalam Ed.Act. 1991 mulai
memperkenalkan adanya konsep pendidikan inklusif dengan ditandai adanya
pergeseran model pendidikan untuk anak kebutuhan khusus dari segregatif ke
intergratif.Tuntutan penyelenggaraan pendidikan inklusif di dunia semakin nyata
terutama sejak diadakannya konvensi dunia tentang hak anak pada tahun 1989
dan konferensi dunia tentang pendidikan tahun 1991 di Bangkok yang
menghasilkan deklarasi „Education for All.‟ Implikasi dari statement ini mengikat
bagi semua anggota konferensi agar semua anak tanpa kecuali (termasuk anak
berkebutuhan khusus) mendapatkan layanan pendidikan secara memadai. Sebagai
tindak lanjut deklarasi Bangkok, pada tahun 1994 diselenggarakan konvensi
pendidikan di Salamanca Spanyol yang mencetuskan perlunya pendidikan inklusif
yang selanjutnya dikenal dengan “the Salamanca statement on inclusive
education.” Sejalan dengan kecenderungan tuntutan perkembangan dunia tentang
pendidikan inklusif, Indonesia pada tahun 2004 menyelenggarakan konvensi
nasional dengan menghasilkan Deklarasi Bandung dengan komitmen Indonesia
menuju pendidikan inklusif. (Herawati, 2016)
Untuk memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan belajar, pada
tahun 2005 diadakan simposium internasional di Bukittinggi dengan
menghasilkan Rekomendasi Bukittinggi yang isinya antara lain menekankan
perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusif sebagai salah satu cara
menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan pemeliharaan
yang berkualitas dan layak. Berdasarkan perkembangan sejarah
pendidikan inklusif dunia tersebut, maka Pemerintah Republik Indonesia sejak
awal tahun 2000 mengembangkan program pendidikan inklusif. Program ini
merupakan kelanjutan program pendidikan terpadu yang sesungguhnya pernah
diluncurkan di Indonesia pada tahun 1980-an, tetapi kemudian kurang
berkembang, dan baru mulai tahun 2000 dimunculkan kembali dengan mengikuti
kecenderungan dunia, menggunakan konsep pendidikan inklusif.(Herawati,
2016).

2. Landasan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Landasan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Lahirnya pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus mengalami proses perjalanan yang amat panjang. Bahkan sebelum manusia
memahami hakikat pendidikan, kehadiran ana berkebutuhan khusus secara tegas ditolak oleh
sebagian masyarakat.
Namun, manusia yang hidup pada zaman sekarang jauh lebih memahami hakikat pendidikan
bagi anak berkebutuhan khusus secara luas dan terarah karena perkembangan ilmu pendidikan
itu sendiri dan sikap sosial yang selalu mendasari perilaku manusia.
Pendidikan bagi anak berkebutuhan memiliki landasan hukum yang tegas sebab mereka
memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai manusia untuk mendapatkan pendidikan yang
layak. Ada beberapa hukum yang melandasi pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, antara
lain sebagai berikut:

1. Landasan Pedagogis
Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas menyebutkan bahwa "tujuan pendidikan
nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan
bertakwa Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis dn bertanggung jawab". 
Secara pedagogis, penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada dasarnya
diarahkan agar setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, mampu menjadi
manusia yang bermoral, berbudi luhur dan berakhlak mulia.

2. Landasan Yuridis
a. Landasan Yuridis Nasional

1. UUD19945 (amandemen) pasal 31


2. UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 5 
3. UU No. 23 tahun 2002 tentang prlindungan anak
4. UU No. 4 tahun 1997 pasal 5
5. Permendiknas No. 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif 
6. Surat edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380/C. C6/MN/2003
7. Deklarasi Bandung: Indonesia mampu menuju pendidikan inklusif

b. Landasan Yuridis Internasional

1. Salamca statement and framework for action on special needs education (1994)
2. Deklarasi Bukittinggi tahun 2005
3. Landasan Spiritual
Adapun landasan spiritual yang dapat dijadikan rujukan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus dapat dipahami bahwa manusia pada hakikatnya dilahirkan dalam keadaan
fitrah (berpotensi). 
Selanjutnya terdapat beberapa pesan agama terkait dengan pentingnya pendidikan anak
berkebutuhan khusus sebagai berikut:

 QS. An-Nisa: 9
 QS. Az-Zuhruf: 32
 QS. Al-Alaq: 1-5

4. Landasan Empiris
The National Academy of Science (AS), hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi dan
penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan
diskriminatif. Meyer (2001) juga mengatakan bahwa siswa yang memiliki kecacatan yang cukup
ditemukan untuk memiliki keberhasilan yang lebih besar manakala mereka memperoleh
pendidikan  dalam lingkungan yang menerima merrka khususnya yang berkaitan dengan
hubungan sosial dan persahabatan mereka dengan masyarakatnya.

3. Hak-hak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Semua hak anak di Indonesia di samaratakan, baik itu anak normal maupun anak
berkebutuhan khusus. Mereka masing –masing diberi fasilitas yang serupa untuk menunjang
hidup ataupun pendidikannya. Contohnya pada anak normal yang diberikan buku panduan
untuk belajar, anak penyandang tuna netra juga diberi buku yang sama meskipun dengan
bentuk yang berbeda. Buku yang digunakan untuk penyandang tuna netra didesain tersendiri
supaya dapat dibaca oleh penyandang tuna netra , buku tersebut berhuruf braile. Hurufnya
timbul seperti titik –titik yang membentuk huruf. Bukan hanya di bidang pendidikan, anak
berkebutuhan khusus juga mempunyai hak di bidang kesehatan, politik, sosial, ekonomi dll.
 Hak di bidang kesehatan

Semua orang berhak hidup sehat, begitu pula anak berkebutuhan khusus, mereka berhak
mendapat pengobatan untuk kesembuhan mereka. Dewasa ini juga sudah di teapkan
BPJS untuk membantu pengobatan masyarakat baik orang normal maupun cacat
fisik/mental.

 Hak di Bidang Politik

Anak penyandang cacat juga berhak berpartisipasi dalam dunia politik, misalnya ikut
serta dalam pemilu. Meskipun dibantu, tapi hal itu menunjukan bahwa anak
berkebutuhan khusus juga berhak ikut serta dalam dunia politik.

 Hak di bidang Sosial

Anak normal yang sering berkomunikasi dngan lingkungan sosialnya tentu saja sangat
mudah di terima, namun tak sama dengan anak berkebutuhan khusus, terkadang di
lingkungan sosialnya ia susah berkomunikasi entah karena memang sulit berkomunikasi
atau karena dikucilkan dari lingkungan.

 Hak di Bidang Ekonomi

Penyandang cacat bukan berarti tidak bisa apa-apa di bidang ekonomi, tidak sedikit
penyandang cacat yang mampu bekerja dan menghasilkan uang sendiri seperti layaknya
orang normal.
C.KESIMPULAN

1. Di Indonesia terdapat banyak sekali anak –anak baik yang normal maupun yang tak
normal. Semua anak di Indonesia mempunyai hak yang sama dalam kehidupannya.
Mereka berhak mendapatkan apa yang sudah menjadi hak mereka sejak lahir. Pendidikan
di Indonesia juga sudah mulai menyediakan fasilitas yang bagus untuk anak
berkebutuhan khusus, sudah banyak sekolah luar biasa untuk mendidik mereka yang
kurang dari segi fisik ataupunmental supaya tetap berprestasi seperti anak normal pada
umumnya. Tidak ada pembedaan dalam segi pelayanan bagi anak normal maupun
berkebutuhan khusus, hanya saja alat bantu belajar yang menjadi pembeda untuk sekolah
umum dan sekolah luar biasa untuk anak berkebutuhan khusus.

2. Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang
memiliki kelainan, memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Juga anak tidak
mampu belajar karena sesuatu hal: cacat, autis, keterbelakangan mental, anak
gelandangan, memiliki bakat serta potensi lainnya. Oleh sebab itu negara mendukung
adanya pendidikan bagi mereka yang merupakan anak berkebutuhan khusus. Anak
berkebutuhan khusus memiliki banyak potensi yang bisa dikembangkan. Jika dilihat
secara teori mungkin mereka tidak bisa dibandingkan dengan anak normal lainnya tetapi
dengan dilihat secara potensi anak berkebutuhan khusus sangat perlu diperhatikan. Tidak
hanya guru dan orang tua saja.
DAFTAR PUSTAKA

http:repository.usu.ac.id.bitstream
Aziz, Safrudin.2015. Pendidikan Seks Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Gava Media

Alimin, Z. (2005). Mamahami pendidikan inklusi dan anak berkebutuhan khusus.

Makalah tidak diterbitkan. Bandung: Jurusan PLB FIP UPI.

Bandi Delphie. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting

Pendidikan Inklusi.Bandung: PT. Refika Aditama

Suparno. (2007). Bahan Ajar Cetak , Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. DIREKTORAT
JENDRAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

Anda mungkin juga menyukai