Anda di halaman 1dari 10

Nama : Muhammad Hadi Fauzi

NIM : 18843015
NO. ABSEN : 17
Mata kuliah : Pendidikan Inklusif

RANGKUMAN MATERI PENDIDIKAN INKLUSIF


KELOMPOK 1

1. Pengertian Pendidikan Inklusif


Pendidikan inklusi mempunyai pengertian yang beragam. Stainback dan
Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang
menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program
pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan
setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar
anak-anak berhasil. Staub dan Peck (1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusi
adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di
kelas reguler. Menurut permen 70 Tahun 2009 pasal 1 menyatakan bahwa
Pendidikan Inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran
dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada
umumnya.
2. ELEMEN DASAR PENDIDIKAN INKLUSIF
1) Sikap guru yang positif tehadap keragaman.
2) Interaksi promotif dalam pembelajaran kooperatif.
3) Pengembangan kompetensi akademik yang seimbang dengan kompetensi
sosial.
4) Konsultasi kolaboratif antar professional.
5) Hidup dan belajar dalam masyarakat.
6) Hubungan kemitraan antara sekolah dan keluarga.
7) Belajar dan berfikir independen.
8) Belajar sepanjang hayat.
3. Elemen pendidikan inklusif
Elemen – elemen pendidikan inklusif menurut Ainscow (2003) menganalisis

bahwa pendidikan inklusif mempunyai empat unsur yaitu :

1) Inklusi sebagai sebuah proses.

2) Inklusi sebagai usaha mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan

3) Inklusi sebagai kehadiran, partisipasi dan pencapaian semua siswa.

4) Inklusi memberi penekanan khusus pada kelompok-kelompok siswa yang rentan

marginalisa.

4. Pendidikan Integrasi VS Pendidikan Inklusif

A. Pendidikan Integrasi

Konsep pendidikan integrasi memiliki penafsiran yang bermacam-macam

antara lain:

a) Menempatkan anak dengan disabilitas dengan anak pada umumnya secara penuh.

b) Pendidikan yang berupaya mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi, jasmani,

intuisi.

c) Mengintegrasikan pendidikan anak autis dengan pendidikan pada umumnya.

d) Mengintegrasikan apa yang dipelajari disekolah dengan tugas masa depan.

e) Mengintegrasikan manusia sebagai mahluk individual sekaligus mahluk social.

Istilah yang luas untuk merujuk pada bersekolahnya seorang anak

berkebutuhan khusus pada sekolah regular. Dapat diartikan pada proses memindahkan

seorang siswa pada lingkungan yang tidak terlalu terpisah. Seorang anak

berkebutuhan khusus yang bersekolah pada sekolah regular, tetapi berada pada unit

atau kelas khusus. Meskipun siswa tersebut berada pada kelas khusus, jelas bahwa

apabila kelas tersebut pada sekolah regular, peluang untuk berinteraksi dengan warga
sekolah secara umum jauh lebih besar dari pada anak yang berada pada sekolah

khusus yang terpisah.

Sistem integrasi ini merupakan suatu kemajuan, yaitu:

a) Siswa berkebutuhan khusus dapat bermain bersama-sama dengan siswa pada

umumnya. Ini berarti ada proses sosialisasi sedini mungkin, saling mengenal antara

siswa berkebutuhan khusus dan yang tidak, begitu pula sebaliknya.

b) Siswa berkebutuhan khusus mendapatkan suasana yang lebih kompetitif, karena di

sekolah umum ada lebih banyak siswa dibanding SLB.

c) Siswa berkebutuhan khusus dapat membangun rasa percaya diri yang lebih baik.

d) Siswa berkebutuhan khusus dapat bersekolah di mana saja, bahkan sekolah yang

dekat dengan tempat tinggalnya, asal ia memenuhi persyaratan yang diminta; jadi

tidak perlu terpisah dari keluarga mereka.

Kelemahan dari sistem integrasi ini adalah siswa anak berkebutuhan khusus harus

menyesuaikan diri dengan metode pengajaran dan kurikulum yang ada. Pada saat-saat

tertentu, kondisi ini dapat menyulitkan mereka. Misalnya, saat siswa diwajibkan

mengikuti mata pelajaran ”menggambar.” Karena memiliki hambatan penglihatan,

tentu saja siswa yang merupakan anak berkebutuhan khusus tidak bisa ”menggambar.”

Tapi, karena mata pelajaran ini wajib dengan kurikulum yang ”ketat”, ”tidak

fleksibel,” tidaklah dimungkinkan bagi guru maupun siswa berkebutuhan khusus untuk

melakukan ”adaptasi atau subsitusi” –untuk mata pelajaran ”menggambar” tersebut.

B. Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha

mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang

dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh daam pendidikan.


Inklusi memang mengikut sertakan anak berkebutuhan khusus. Namun, secara

luas inklusif juga berarti melibatkan seluruh peserta didik tanpa terkecuali, seperti:

a) anak yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa pengantar yang

digunakan di dalam kelas.

b) anak yang beresiko putus sekolah karena sakit, kelaparan atau tidak berprestasi

dengan baik.

c) anak yang berasal dari golongan agama atau kasta yang berbeda.

d) anak yang terinfeksi HIV atau AIDS, dan

e) anak yang berusia sekolah tetapi tidak sekolah.

Keuntungan dari pendidikan inklusi anak berkebutuhan khusus maupun anak pada

umumnya dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan

sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuai

potensinya masing-masing.

Sedangkan kelemahan dari pendidikan inklusif adalah minimnya sarana

penunjang sistem pendidikan inklusi, terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan yang

dimiliki oleh para guru sekolah inklusif menunjukkan betapa sistem pendidikan inklusi

belum benar – benar dipersiapkan dengan baik. Apalagi sistem kurikulum pendidikan

umum yang ada sekarang memang belum mengakomodasi keberadaan anak – anak

yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel). Sehingga sepertinya program

pendidikan inklusif hanya terkesan program eksperimental.

PERTANYAAN UNTUK KELOMPOK 1

1. Apa perbedaan secara garis besar antara pendidikan integrasi dan pendidikan
inklusi?
2. Jika ada pinsip dasar pendidikan inklusi, jika pendidikan integrasi prinsip dasar
nya apa saja?
RANGKUMAN SEJARAH PENDIDIKAN INKLUSIF

KELOMPOK 2

1. Perkembangan Pendidikan Inklusif


Pendidikan Inklusif yang dikenal sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan
yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan sekolah secara bersama-sama. Pada
mulanya, pendidikan inklusif diprakarsai oleh negara-negara Skandinavia seperti
Denmark, Norwegia, dan Swedia. Pada tahun 1960-an, Presiden Amerika Serikat,
Presiden Kennedy, mengirimkan pakar-pakar Pendidikan Luar Biasa ke Skandinavia
untuk mempelajari mainstreaming dan Least Restrictive Environment (LRE), yang
ternyata cocok diterapkan di Amerika Serikat. Selanjutnya di Inggris mulai
diperkenalkan adanya konsep pendidikan inklusif yang ditandai adanya pergeseran
model pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dari segregasi (sekolah
khusus) ke integrasi (Sekolah Inklusif).
Penyelenggaran pendidikan inklusif semakin mendapat perhatian di dunia.
Hal tersebut didukung oleh konvensi dunia tentang hak-hak anak pada tahun 1989 dan
konferensi dunia tentang pendidikan tahun 1991 di Bangkok yang menghasilkan
deklarasi “Education for all”. Implikasi tersebut mengikat semua anggota konferensi
agar semua anak (apapun latarbelakangnya) mendapatkan layanan pendidikan secara
memadai. Tindak lanjut deklarasi Bangkok tersebut yaitu diselenggarakannya
konvensi pendidikan di Salamanca Spanyol pada tahun 1994 yang mencetuskan
perlunya penyelenggaraan inklusif yang dikenal dengan “The Salamanca Statement
on Inclusive Education”.

2. Bukti Sejarah Pendidikan Untuk ABK


a. Sejarah Pendidikan ABK
Pendidikan khusus tumbuh dari satu kesadaran awal bahwa beberapa anak
membutuhkan sejenis pendidikan yang berbeda dari pendidikan tipikal atau biasa agar
dapat mencapai potensi mereka. Akar dari kesadaran ini dapat ditelusuri di Eropa
pada tahun 1700-an ketika para pionir tertentu mulai membuat upaya-upaya terpisah
untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Salah satu upaya tersebut dengan mendirikan lembaga-lembaga residensial
yang didirikan di Amerika Serikat untuk mengajar penyandang cacat terbanyak di
awal 1800-an. Hal ini membuat Amerika Serikat menjadi negara yang memimpin
negara-negara lain dalam pengembangan pendidikan khusus di seluruh dunia.
Pengenalan yang perlahan-lahan terhadap pendidikan khusus sebagai sebuah profesi
yang membutuhkan keahlian telah merangsang perkembangan bidang ini. Sehingga
organisasi-organisasi profesi dan kelompok-kelompok pendukung mulai didirikan dan
menjadi kekuatan yang dahsyat di belakang banyaknya perubahan yang mengakar dan
memberikan kekuatan munculnya layanan-layanan pendidikan khusus.

b. Sejarah Perkembangan Pendidikan ABK


Para ahli sejarah pendidikan biasanya menggambarkan mulainya pendidikan
luar biasa pada akhir abad ke 18 atau awal abad ke 19. Di Indonesia di mulai ketika
Belanda masuk ke Indonesia (1596-1942), dimana dengan memperkenalkan system
persekolahan dengan orientasi barat, untuk pendidikan bagi anak penyandang cacat
dibuka lembaga-lembaga khusus. Lembaga pertama untuk anak tunanetra, tunagrahita
tahun 1927 dan untuk tunarungu tahun 1930 yang ketiganya terletak di Kota
Bandung.
Berdasarkan urutan berdirinya SLB pertama untuk masing-masing kategori
kecacatan SLB dikelompokkan menjadi:
1) SLB A untuk anak tunanetra
2) SLB B untuk anak tunarungu
3) SLB C untuk anak tunagrahita
4) SLB D untuk anak tunadaksa
5) SLB E untuk anak tunalaras
6) SLB F untuk anak tunaganda

3. Perkembangan Model Identifikasi ABK


a. Identifikasi dini ABK
Untuk menigkatkan efektifitas penanganan Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK), perlu dilakukan identifikasi dini mulai dari kondisi ibu dan penanganan
selama kehamilan, pola asuh sejak lahir hingga kondisi terakhir dan tumbuh kembang
anak. Keterlambatan identifikasi dini terhadap potensi ABK oleh karena keterbatasan
pengetahuan orang tua terhadap tumbuh kembang anak menjadi sumber permasalahan
lain yang akhirnya membuat penanganan ABK menjadi semakin sulit.
Ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat dikerjakan oleh tenaga
kesehatan di tingkat puskesmas dan jaringannya (Kemenkes 2016), berupa:
1) Deteksi dini gangguan pertumbuhan, yaitu menentukan status gizi anak apakah
gemuk, normal, kurus dan sangat kurus, pendek, atau sangat pendek, makrosefali
atau mikrosefali.
2) Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk mengetahui gangguan
perkembangan anak (keterlambatan), gangguan daya lihat, gangguan daya dengar.
3) Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk mengetahui adanya
masalah mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas

b. Identifikasi Stakholder untuk Identifikasi Dini ABK dan Pendidikan Inklusi


Tantangan utama untuk pendidikan bagi ABK secara garis besar berasal dari
tiga komponen utama yaitu orang tua, penyelenggara pendidikan (dalam hal ini
sekolah dan pemerintah) serta masyarakat.
1) Orang Tua (Keluarga ABK)
Masih banyak orang tua yang menganggap bahwa mempunyai ABK adalah
sebuah aib atau hal yang memalukan bagi keluarga. Alih-alih memberikan
pendidikan (intervensi) yang bisa membuat ABK hidup mandiri dan bersosialisasi
dengan baik di masyarakat, orang tua lebih senang mengucilkan mereka dari dunia
luar. Perlakuan "khusus" dari keluarga dan orang-orang terdekat juga menjadi
tantangan tersendiri dalam pelaksanaan pendidikan bagi ABK di rumah
2) Penyelenggara Pendidikan (Sekolah dan Dinas Pendidikan)
Penyelenggara pendidikan khususnya satuan pendidikan Sekolah Dasar
merupakan stakeholder utama kedua setelah orang tua yang dapat berperan besar
dalam upaya identifikasi dini ABK. Program pembelajaran di SD yang
menyesuaikan tahap perkembangan anak dari sisi motorik, sosial emosi, bahasa
dan komunikasi menjadi referensi yang sangat penting untuk identikasi dini
potensi ABK.
3) Dinas Kesehatan
Dinas kesehatan dengan mengoptimalkan fungsi jaringan dari Rumah sakit
bersalin, Puskesmas dan Posyandu merupakan stakeholder pendukung utama
untuk identifikasi dini ABK. Rekapitulasi catatan pemeriksanaan kesehatan pada
tiap lembaga jejaring dibawah dinas kesehatan dapat menjadi data awal
identifikasi dini ABK. Para tenaga kesehatan dapat berperan utama dalam
tindakan promotif untuk meningkatakan pengetahuan para orang tua hamil untuk
peduli terhadap tumbung kembang anak serta pemahaman terhada pentingnya
proses identifikasi dini ABK.
4) Masyarakat
Kenyataannya masih banyak masyarakat \yang beranggapan bahwa ABK
adalah "manusia aneh" yang menjadi obyek tontonan, bahan pembicaraan, bahkan
obyek bully dan diskriminasi. Paradigma bahwa ABK adalah warga kelas dua
masih melekat cukup kuat di masyarakat. Padahal, penerimaan masyarakat
terhadap ABK mempunyai andil yang cukup besar dalam meningkatkan rasa
percaya diri mereka. Masyarakat perlu memberikan kesempatan yang lebih
banyak kepada ABK untuk menunjukkan kelebihannya. Edukasi bagi masyarakat
terkait dengan ABK saat ini masih diperlukan dan harus terus dilakukan

4. Perkembangan Pendidikan Inklusif di Dunia


Perkembangan pendidikan inklusif di dunia dimulai pada tahun1960-an
dimana Pendidikan integrasi (terutama bagi tunanetra) mulai dipraktekkan di
beberapa negara. Di Amerika Serikat pada tahun1960-an oleh Presiden Kennedy
mengirimkan pakar-pakar Pendidikan Luar Biasake Scandinavia untuk mempelajari
mainstreaming dan Least restrictiveenvironment, yang ternyata cocok untuk
diterapkan di Amerika Serikat.Selanjutnya di Inggris dalam Ed.Act. 1991 mulai
memperkenalkan adanya konsep pendidikan inklusif dengan ditandai adanya
pergeseran model pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus dari segregatif ke
ymposiume.Setelah itu di tahun 1980-an istilah “inclusive education” diperkenalkan
dan dipraktekkan di Canada dan berkembang ke AS dan negara-negara lain. Tuntutan
penyelenggaraan pendidikan inklusif di dunia semakin nyata terutama sejak
diadakannya konvensi dunia tentang hak anak pada tahun 1989 dan konferensi dunia
tentang pendidikan tahun 1991 di Bangkok yang menghasilkan deklarasi ’education
for all’.
5. Perkembangan Pendidikan Inklusif di Indonesia
Perkembangan pendidikan inklusif di Indonesia dimulai pada tahun 1960-an
dimana Integrasi siswa tunanetra di Sekolah Menengah Umum dimulai atas inisiatif
individual. Setelah itu pada tahun 1978-1986 diadakan proyek Pendidikan Terpadu
bagi anak tunanetra dengan bantuanteknis HKI. Pada tahun 1999 pemerintah
memperkenalkan gagasan pendidikan inklusif dengan bantuan teknis dari Universitas
Oslo, melalui seminar dan lokakarya, dan kemudian pada tahun 2002 rintisan sekolah
inklusif mulai berdiri di beberapa kota. Sejalan dengan kecenderungan untuk
perkembangan duniatentang pendidikan inklusif, Indonesia pada tahun 2004
mengaturkonvensi nasional dengan menghasilkan Deklarasi Bandung dengan
komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusif. Untuk memperjuangkan hak-hak
anak dengan hambatan belajar, pada tahun 2005 diadakan ymposium internasional di
Bukittinggi dengan menghasilkan Rekomendasi Bukittinggi yang isinya antara lain
menekankan perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusif sebagai salah
satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan
pemeliharaan yang berkualitas dan layak. Berdasarkan perkembangan sejarah
pendidikan inklusif duniatersebut, maka Pemerintah Republik Indonesia sejak awal
tahun 2000 mengembangkan program pendidikan inklusif. Program ini
merupakankelanjutan program pendidikan terpadu yang sesungguhnya pernah
diluncurkan di Indonesia pada tahun 1980-an, tetapi kemudian kurang berkembang,
dan baru mulai tahun 2000 dimunculkan kembali dengan mengikuti kecenderungan
dunia, menggunakan konsep pendidikan inklusif.

PERTANYAAN UNTUK KELOMPOK 2

1. Hambatan – hambatan apa yang terjadi ketika di masa perkembangan pendidikan


inklusi? Khusus nya di Indonesia
2. Apakah sudah efektif kah penanganan ABK di Indonesia? Terutama di bidang
pendidikan!

Anda mungkin juga menyukai