Anda di halaman 1dari 13

Nama : Muhammad Hadi Fauzi

NIM : 18843015
NO. ABSEN : 17
Mata kuliah : Pendidikan Inklusif

RANGKUMAN MATERI KELOMPOK 5 & 6

Rangkuman Materi Dokumen Dokumen Kebijaksanaan Nasional Sebagai


Landasan Pendidikan Inklusif ( Kelompok 5 )

1. DOKUMEN DOKUMEN NASIONAL


UU nomor 4 /1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 5
UU nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3
Bagian Kesebelas Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan
Khusus Pasal 32, Pasal 36 Ayat 3. Pasal 45 Ayat 1.
Permendiknas Nomor 70/2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi
Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa Pasal 1,Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4,
Pasal 5,Pasal 6. Pasal 7 dan Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal
12 & 13, Pasal 14 & 15

2. UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA


Kebijakan pemerintah sebagai komitmen untuk mewujudkan
penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia, dapat ditandai dengan
lahirnya Undang-undang sebagai berikut:
1. UU No. 4 tahun 1997 tentang pernyandang anak cacat. Dalam UU ini
terdapat beberapa poin penting yang ingin mempertegas dalam hal
pendidikan inklusif
2. Hak dan kewajiban
3. UU No. 23 tahun 2002 pasal 48 dan 49 tentang perlindungan anak. Pasal
48
4. UU No. 20 tahun 2003 pasal 5, ayat 1 sampai dengan 4 tentang system
pendidikan Nasional
3. HAK DAN KEWAJIBAN
Hak dan kewajibanyaitu; pada Pasal 5, Setiap peyandang cacat
mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan
dan penghidupan, Pasal 6,Setiap penyandang cacat berhak memperoleh:
(Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis,dan jenjang pendidikanPasal
7 menyatakan yang berkenaan kewajiban
4. KESAMAAN DAN KESEMPATAN
Pada Pasal 1 Ayat 2 berbunyi, "Kesamaan kesempatan adalah keadaan
yang memberikan peluang dan/atau menyediakan akses kepada
penyandang disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek
penyelenggaraan negara dan masyarakat".
5. UPAYA PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
a) Upaya Pemerintah Dalam Pendidikan Inklusif
Upaya pemerintah untuk melaksanakan pendidikan inklusi ini tuangkan
melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 tahun 1991 tentang pendidikan
Luar Biasa, UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional
tentang pendidikan bagi peserta didik penyandang disabilitas, Permendiknas
nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan Pendidikan Inklusi bagi peserta
didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa, serta Surat Edaran Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah Kemendiknas Nomor 380/C.C6/MN/2003, tanggal 20 Januari
2003, Yakni: “Setiap kabupaten/kota diwajibkan menyelenggarakan dan
mengembangkan pendidikan inkluusif di sekurang-kuranya 4 (empat) sekolah
yang terdiri dari SD, SMP, SMA, SMK”.
Kebijakan pemerintah sebagai komitmen untuk mewujudkan penyelenggaraan
pendidikan inklusif di Indonesia, dapat ditandai dengan lahirnya Undang-undang
sebagai berikut:
1. UU No. 4 tahun 1997 pasal 5 tentang pernyandang anak cacat
2. UU No. 23 tahun 2002 pasal 48 dan 49 tentang perlindungan anak
3. UU No. 20 tahun 2003 pasal 5, ayat 1 sampai dengan 4 tentang system
pendidikan Nasional.
4. Surat Edaran Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Kemendiknas No. 380/C.C6/MN/2003, tanggal 20 Januari 2003.
5. Permendiknas No. 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif
6. PP No. 17 tahun 2010 pasal 127 sampai dengan 142, tentang  Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan.
b) Peran masyarakat
Masyarakat (orang tua, anggota keluarga yang lain, atau semua orang yang
tinggal dilingkungan sekolah) akan memberikan kontribusi penting terhadap
pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam satu lingkungan yang inklusif dan
ramah terhadap pembelajaran (LIRP)... keterlibatan keluarga, tokoh masyarakat
dan anggota masyarakatlainnya sangat penting dalam implementasi pendidikan
kebutuhan khusus. (Wasliman,2009: 138).
Selanjutnya, menurut Wasliman: “Peran Serta Masyarakat (PSM)
sebaiknya juga merupakan hubungan mitra sejajar antara sekolah dengan
masyarakat.”(Wasliman, 2009:139). Peran serta masyarakat bisa melalui wadah
GO atau pun NGO. Oleh karena itu “peran serta orang tua, masyarakat, dan
stakeholders dalam implementasi pendidikan inklusif hendaknya terus ditumbuh
kembangkan dengan baik”. (Wasliman, 2009: 23).

6. KETENTUAN PIDANA DA SANKSI ADMINISTRASI


a) Sanksi administrati
Pasal 38
Lembaga Penyelenggara Pendidikan yang telah mendapatkan fasilitasi
penyediaan Akomodasi yang Layak yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 8
ayat (2) dikenai sanksi administratif.
Pasal 39
Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agama, gubernur, atau bupati/walikota dalam memberikan sanksi administratif
Pasal 40
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3)
dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:sanksi teguran tertulis
Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pemberian sanksi
administratif pada Lembaga Penyelenggara Pendidikan yang berada di bawah
kewenangan
7. SISTEM PENDIDKAN NASIONAL
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujua untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
a. Pengertian Sistem Pendidikan Nasional
Sistem Pendidikan Nasional adalah satu kesatuan yang utuh dan
menyeluruh yang saling bertautan dan berhubungan dalam suatu sistem untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional secara umum.
Menurut UU No.20 tahun 2003, sistem pendidikan nasinal harus
mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu
serta relevasi efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan
sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global
sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah
dan berkesinambungan.
b. Kelembagaan dan Pengelolaan Pendidikan
1. Jalur Pendidikan
Dalam UU no. 20 tahun 2003 pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa
jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, nonformal, dan informal.
2. Jenjang Pendidikan
Menurut UU no. 20 tahun 2003 pasal 14, jenjang pendidikan
formal terdiri dari Pendidikan Dasar (SD dan SMP,MTS), Pendidikan
menengah (SMA,MA,SMK), dan Perguruan Tinggi (Akademi,
Universitas, Politeknik,dll).
3. Jenis Pendidikan
Menurut UU no. 20 tahun 2003 pasal 15, jenis pendidikan mencakup:
a) Pendidikan Umum
Pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan
pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi.
b) Pendidikan Kejuruan
Pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik untuk siap
bekerja di bidang tertentu.
c) Pendidikan Akademik
Pendidikan tinggi yang diarahkan untuk terutama penguasaan disiplin
ilmu pengetahuan tertentu.
d) Pendidikan Profesi
Pendidikan tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik
agar memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
e) Pendidikan Vokasi
Pendidikan tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik
agar memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal
setara dengan program sarjana.
f) Pendidikan Keagamaan
Pendidikan dasar, menengah, tinggi yang mempersiapkan peserta didik
untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut pengasaan ilmu
pengetahuan tentang ajaran agama.
g) Pendidikan Khusus
Pendidikan yang diselenggarakan bagi peserta didik yang berkelainan
atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif.
4. Kurikulum
Ketentuan mengenai kurikulum diatur dalam UU no. 20 tahun 2003 pasal
36, 37 dan 38
Pasal 36
a. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan
dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah dan peserta didik.
c. Kurikulum disusun dengan jenjang pendidikan dalam kerangka NKRI
dengan memperhatikan:
1. Peningkatan Iman dan Taqwa
2. Peningkatan Akhlak Mulia
3. Peningkatan Potensi, kecerdasan dan minat peserta didik
4. Keragaman potensi daerah dan nasional
5. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
6. Tuntutan dunia kerja
7. Perkembangan IPTEK
8. Agama
9. Dinamika perkembangan global
10. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pasal 37:
Kurikulum pendidikan dasar dan enengah wajib memuat Pendidikan
agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, IPA, IPS, seni
dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan atau kejuruan,
muatan lokal.
Pasal 38:
a) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan
menengah ditetapkan oleh pemerintah
b) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai
dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan
komite sekolah di bawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan
atau Kantor Departemen Agama, Kabupaten/Kota untuk pendidikan
dasar dan Provinsi untuk pendidikan menengah
c) Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi
yang bersangkutan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan
untuk setiap program studi
d) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi
dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan
mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk setiap program
studi.
c. Upaya pembangunan Pendidikan
1. Jenis Upaya Pembaruan Pendidikan
2. Pembaruan Landasan Yuridis.
3. Pembaruan Kurikulum
4. Pembaruan Pola Masa Studi
5. Pembaruan Tenaga Kependidikan
6. Dasar dan Aspek Legal Pembangunan Pendidikan
Pemerintah telah menjamin pendidikan bagi ABK dalam undang-undang
tersebut agar mendapatkan pendidikan layaknya anak normal lain. Undang-
undang Ini merupakan landasan yuridis yang memberikan kesamaan hak dalam
memperoleh layanan pendidikan yang layak bagi semua ABK. Tidak akan ada
lagi perbedaan dalam hal pendidikan untuk anak luar biasa.
Paling sedikit ada tiga alasan mengapa ABK memerlukan layanan
pendidikan khusus, yaitu:
a. Individual differences, manusia diciptakan Tuhan berbeda-beda. memiliki
kapasitas intelektual, sosial, fisik, suku, agama yang berbeda, sehingga
memerlukan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhannya.
b. Potensi siswa akan berkembang optimal dengan adanya layanan
pendidikan khusus
c. Siswa ABK akan lebih terbantu dalam melakukan adaptasi sosial.

8. PASAL-PASAL YANG MEMBAHAS TENTANG ABK


Pasal 2
Ketentuan mengenai Perlindungan Khusus bagi Anak Penyandang Disabilitas
berupa program kegiatan tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 3
Perlindungan Khusus bagi Anak Penyandang Disabilitas menjadi acuan bagi
Kementerian/Lembaga terkait dan masyarakat dalam memenuhi hak anak
penyandang disabilitas.
Pasal 4
Pelaksanaan Perlindungan Khusus bagi Anak Penyandang Disabilitas dalam
bentuk program dan kegiatan dari Tahun 2017-2019.
Kegiatan Perlindungan Khusus bagi Anak Penyandang Disabilitas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan sesuai dengan kebutuhan
Anak Penyandang Disabilitas.
Pasal 5
Pelaksanaan Perlindungan Khusus bagi Anak Penyandang Disabilitas
dilakukan melalui layanan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif.
Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus
Ayat (4) : Warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus
Pasal 6
Pelaksanaan program kegiatan perlindungan khusus bagi Anak Penyandang
Disabilitas yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga dilaksanakan secara
bersama-sama atau sendiri.
Pasal 7
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang
berbunyi: “Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai
tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan
kesanggupan anak yang bersangkutan
Pasal 8
Pelaksanaan Perlindungan khusus bagi anak penyandang disabilitas dalam
bentuk program kegiatan menjadi acuan bagi daerah dalam menyusun
rencana aksi yang disesuaikan dengan kondisi, situasi, kebutuhan, dan
kemampu Pasal 9
Pelaksanaan Perlindungan khusus bagi anak penyandang disabilitas dalam
bentuk program kegiatan di daerah dilakukan dengan melibatkan dinas
instansi terkait dan masyarakat di daerah yang disesuaikan dengan tugas
pokok dan fungsi masing-masing.
Pasal 23
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention
on The Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak) yang berbunyi:
“Negara-negara Pihak mengakui bahwa seorang anak yang cacat mental atau
cacat fisik harus menikmati kehidupan yang utuh dan layak, dalam
keadaankeadaan yang menjamin martabat, meningkatkan percaya diri dan
memberikan fasilitas partisipasi aktif si anak dalam masyarakat
Pasal 32
Ayat (1) : Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/ atau memiliki potensi dan bakat
istimewa

9. PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELEBIHAN (ABK) YANG


DI MAKSUD UNDANG-UNDANG
Berdasarkan UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan undang-undang no 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional dapat disimpulkan bahwa negara
memberikan jaminan sepenuhnya pada anak berkebutuhan khusus untuk
mempeloleh layanan pendidikan yang bermutu. Ini menunjukan bahwa anak
berkebutuhan hkusus berhak pula mempeloleh kesempatan yang sama dengan
anak yang lainnya (regular) dalam pendidikan. Layanan pendidikan khusus di
Indonesia di sediakan melalui tiga macam lembaga pendidikan yaitu, sekolah luar
biasa (SLB), Sekolah dasar luar biasa (SDLB), dan pendidikan terpadu.
Rangkuman Materi Konsep Anak Berkebutuhan Khusus Dan Pendidikan
Kebutuhan Khusus ( Kelompok 6 )

A. Tipe Kebutuhan Khusus


Berikut ini adalah beberapa jenis atau tipe anak berkebutuhan khusus yang
membutuhkan penanganan khusus dari orangtuanya :

1. Tunagrahita
Tunagrahita adalah seseorang yang mengalami masalah di dalam
perkembangan mentalnya.
2. Tunanetra
Tunanetra adalah seseorang yang mengalami gangguan pada
penglihatannya, baik itu berupa gangguan total atau bahkan hanya
sebagian penglihatan saja..
3. Tunarungu
Seseorang yang mengalami gangguan pada fungsi pendengaran
disebut tunarungu.
4. Tunalaras
Tunalaras adalah seseorang yang mengalami kesulitan untuk
beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan dan juga orang-orang di
sekitarnya..
5. Tunadaksa
Tunadaksa adalah seseorang yang mengalami masalah / kelainan pada
alat gerak tubuhnya. Kondisi ini bisa saja berupa cacat permanen, terutama
pada anak yang memang mengalami masalah tersebut sejak lahir..

B. Mengapa Terjadi atau hak-hak yang menjadikan Anak Berkebutuhan


Khusus
Banyak faktor penyebab terjadinya anak berkebutuhan khusus menjadi
tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan lain-lain. Banyak para pakar
telah mendapatkan faktor-faktor penyebab terjadinya hambatan/kelainan
sehingga dapat di bagi menjadi tiga fase yaitu: masa pre natal, natal dan post
natal. Dari berbagai kajian pustaka maupun pengalaman lapang, faktor-
faktor penyebab anak menjadi berkebutuhan khusus, dilihat dari waktu
kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga klasifikasi, yaitu kejadian sebelum
kelahiran, saat kelahiran dan penyebab yang terjadi lahir.

1. Peristiwa Pre natal ( sebelum kelahiran )


Ketunaan yang terjadi pada anak ABK yang terjadi sebelum masa
kelahiran dapat disebabkan antara lain oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Karena Penyakit.
 Virus Liptospirosis, virus ini bersumber dari air kencing tikus, yang
masuk ke tubuh ibu yang sedang hamil.
 Virus maternal rubella 
 Penggunaan obat-obatan kontrasepsi yang salah pemakaian, dan
tidak dengan petunjuk ahlinya
 Keracunan darah (Toxaenia) pada ibu-ibu yang sedang hamil
 Infeksi karena penyakit kotor ( penyakit kelamin /sipilis yang
diderita ayah atau ibu sehingga mempengaruhi terhadap janin
sewaktu ibu mengandung), toxoplasmosis( dari virus binatang
seperti bulu kucing ), trachoma dan tumor.

 Kekurangan vitamin atau kelebihan zat besi /timbel

Penyebab Lain
 Faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal,
 Pengalaman traumatic ,
 Percobaan abortus yang gagal, sehingga janin yang dikandungnya
tidak dapat berkembang secara wajar.
 Terjadinya perdarahan pada saat ibu hamil dikarenakan
kecelakaan / jatuh atau kelainan pada kandungan yang
mengakibatkan kerusakan pada otak atau organ lainnya.

 Terjadi kelahiran muda ( premature ) atau bayi lahir kurang


waktu, bayi yang lahir sebelum waktunya

b. Natal ( terjadi saat kelahiran )


 Aranatal noxia yaitu seorang bayi sebelum dilahirkan suplai
oksigen diperoleh dari ibu lewat plasenta dan tali pusar
 Proses kelahiran yang menggunaklan Tang Verlossing (dengan
bantuan Tang).

 Placenta previa (jaringan yang melekat pada segmen bawah rahim

 Proses kelahiran yang lama,

 Disproporsi sefalopelvik 

 Letak bayi sungsang sehingga kesulitan ibu melahirkan yang


mengakibatkan pengaruh perkembangan bayi. otak.
c. Post Natal

Penyebab ketunaan yang terjadi setelah kelahiran diantaranya


adalah :

 Beberapa hari kemudian dari telinga anak tersebut terdapat


cairan yang mengeluarkan bau tidak sedap. Sehingga akibatnya
organ telinga luar ( membrana tympani / gendang telinga rusak )
pada masa kanak-kanak.

 Penyakit radang selaput otak (meningitis) dan radang otak


(Enchepalitis) 

 Terjadi incident (kecelakaan) yang melukai kepala dan menekan


otak bagian dalam sehingga keadaan otak menjadi terganggu.

 Kekurangan gizi /vitamin pada usia balita

 Diabetes Melitus.

 Hipertensi. 

 Penyakit panas tinggi dan kejang-kejang (stuip), radang telinga


(otitis media).

C. Anak Luar Biasa VS Anak Berkebutuhan Khusus


Anak Luar Biasa ialah anak yang dalam proses perkembangan dan
pertumbuhan fisik, mental atau emosi dan sosialnya mengalami
penyimpangan (deviasi) bila dibandingkan dengan anak normal yang sebaya,
sehingga mereka memerlukan pelayanan dan alat-alat kusus sesuai dengan
penyimpangannya atau kelainannya. Atau di Amerika yang dikatakan anak
luar biasa adalah : Those who deviate from what is supposed to be average in
physical, mental, emotional or social characteristics to such an extent. Yaitu
mereka yang menyimpang dari yang seharusnya menjadi rata-rata dalam
karakteristik fisik, mental, emosional atau sosial sedemikian rupa Sedangkan
anak berkebutuhan khusus lebih pada kebutuhan anak untuk mencapai
prestasi sesuai dengan potensinya.

D. Konsep Disabilitas Menurut ICF


ICF menjelaskan bahwa fungsi tubuh adalah fungsi fisiologis pada system
tubuh (termasuk fungsi psikologis); sedangkan yang dimaksud dengan
struktur tubuh adalah bagian-bagian anatomi tubuh seperti organ-organ tubuh,
anggota badan dan komponen-komponennya.

Istilah “disabilitas” ini telah diadopsi dalam Undang-undang RI nomor 8


tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Kelompok tertentu memang lebih menyukai istilah “difabel” yang diserap


dari akronim “diffable” (differently able) yang pertama kali dilontarkan oleh
seseorang dari Thailand dalam the Asian Conference on Blindness di Model
Medis vs Model Sosial

Model Medis

Medical model of disability adalah sebuah model di mana disabilitas


dipandang sebagai akibat dari kondisi kelainan fisik semata-mata, yang
merupakan hakikat dari kondisi individu penyandangnya - yang merupakan
bagian intrinsik dari diri individu yang bersangkutan. Kondisi ini dapat
mengurangi kualitas kehidupan individu, dan jelas mengakibatkan kerugian
bagi individu tersebut. Akibatnya, mengatasi masalah disabilitas itu berkutat
seputar mengidentifikasi disabilitas itu, memahami dan meneliti cara
mengontrol dan mengubah penyebabnya. Potensi dan tanggung jawab profesi
medis dalam bidang ini adalah sentral.
Model Sosial

Social model of disability mengemukakan bahwa hambatan sistemik,


sikap negatifdan eksklusi oleh masyarakat (secara sengaja atau tidak sengaja)
merupakan faktor-faktor utama yang mendefinisikan siapa yang menyandang
disabilitas dan siapa yang tidak di dalam masyarakat tertentu. Model ini
mengakui bahwa sementara orang-orang tertentu mempunyai variasi fisik,
sensori, intelektual, atau psikologis, yang kadang-kadang dapat
mengakibatkan keterbatasan fungsi atau ketunaan pada individu, ini tidak
harus mengakibatkan disabilitas, kalau masyarakat dapat menghargai dan
menginklusikan semua orang tanpa memandang perbedaanperbedaan
individu.

E. Pendidikan Luar Biasa VS Pendidikan Berkebutuhan Khusus


Pendidikan Luar Biasa

Istilah “pendidikan luar biasa” atau “pendidikan khusus” adalah


terjemahan dari “special education”. Hingga awal tahun 1970-an Special
education didefinisikan sebagai profesi yang dimaksudkan untuk mengelola
variabel-variabel pendidikan guna mencegah, mengurangi, atau
menghilangkan kondisi-kondisi yang mengakibatkan gangguan-gangguan
yang signifikan terhadap keberfungsian anak dalam bidang akademik,
komunikasi, lokomotor, atau penyesuaian, dan anak yang menjadi targetnya
disebut “exceptional children” (“anak berkelainan” atau “anak luar biasa”
(Smith et al., 1975).

Pendidikan Berkebutuhan Khusus

Dalam konteks pendidikan inklusif, Pernyataan Salamanca (UNESCO,


1994) memperluas konsep kebutuhan khusus itu sehingga tidak hanya
kebutuhan khusus akibat disabilitas dan keberbakatan tetapi juga mencakup
“anak jalanan dan anak pekerja, anak dari penduduk terpencil ataupun
pengembara, anak dari kelompok linguistik, etnik ataupun kebudayaan
minoritas, serta anak dari daerah atau kelompok lain yang tak beruntung”.

Anda mungkin juga menyukai