Kata “inklusif” berasal Bahasa Inggris, yaitu “Inclusion” yang berarti ‘mengajak masuk’ atau
‘mengikutsertakan’. Sementara itu, lawan kata dari “inklusif” ini adalah “eksklusif” yang berarti
‘mengeluarkan’ atau ‘memisahkan. Apabila melihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), kata ini memiliki definisi berupa ‘termasuk’ dan ‘teritung’. Nah, dapat disimpulkan
bahwa “inklusif” adalah upaya untuk menerima sekaligus berinteraksi dengan orang lain
meskipun orang tersebut memiliki perbedaan dengan diri kita. Singkatnya, hal ini hampir sama
dengan toleransi yang mana harus diterapkan dalam masyarakat multikultural.
Sikap ini secara tidak langsung mengajak kita untuk memahami permasalahan yang dialami oleh
orang lain, sehingga kita tidak asal men-judge saja. Maka dari itu, sikap ini dapat diterapkan di
masyarakat multikultural, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Contoh
sederhana dari sikap ini misalnya menghormati seseorang yang lebih tua, menghargai waktu
ibadah orang lain, dan masih banyak lainnya. Keberadaan sikap inklusif seharusnya diajarkan
oleh keluarga dan sekolah sejak dini, supaya dapat “menempel” hingga dewasa. Sebab nanti
ketika sudah dewasa, kita akan bertemu banyak orang dengan perbedaan etnis, budaya, latar
belakang, status, hingga pola pikir, sehingga kita harus menghargai adanya perbedaan-perbedaan
tersebut.
Penerapan sikap ini sebenarnya sederhana, bahkan mungkin saja Grameds sering melakukannya
tetapi tidak mengetahui bahkan tindakan tersebut adalah termasuk pada sikap inklusif. Berikut
adalah beberapa contoh penerapan dari sikap ini dalam kehidupan sehari-hari.
Manfaat Inklusif
Penerapan sikap ini tentu saja memberikan beragam manfaat kepada kita, terutama yang hidup di
tengah-tengah masyarakat multikultural. Bahkan sebisa mungkin, sikap ini harus diajarkan sejak
dini. Jika Grameds mempunyai anak, adik, maupun keponakan yang umurnya masih kecil,
sangat penting untuk mengajarkan sikap ini kepada mereka ya… Nah, berikut adalah beberapa
manfaat yang dapat diperoleh dari upaya penerapan sikap inklusif dalam kehidupan sehari-hari.
1. Mengurangi adanya sikap diskriminatif, sebab pada dasarnya semua manusia itu
memiliki kedudukan yang sama dan tidak boleh dibeda-bedakan.
2. Dapat menghargai diri sendiri sekaligus orang lain yang memiliki perbedaan dengan kita.
3. Turut mengembangkan masyarakat dengan pola pikir terbuka dan cerdas.
4. Mengembangkan produktivitas guna membangun kehidupan yang lebih baik.
5. Mengetahui adanya hambatan pada masalah sosial.
6. Sebagai sikap menghargai adanya perbedaan budaya dan tradisi yang ada di lingkungan
sekitar.
Konsep Pendidikan
Perlu Grameds ketahui bahwa sikap ini telah diterapkan dalam sebuah konsep pendidikan yang
mana dicanangkan sendiri oleh negara kita. Yap, istilah pendidikan ini sebenarnya dicetuskan
oleh pihak UNESCO yang kemudian dikumandangkan oleh banyak negara-negara di dunia,
salah satunya adalah Indonesia. Pada dasarnya, pendidikan inklusif ini bersifat ramah anak,
sebab sasarannya adalah para anak-anak yang berkebutuhan khusus supaya mereka tetap dapat
belajar di sekolah sama seperti anak-anak lainnya.
Istilah pendidikan inklusif atau pendidikan inklusi ini dicetuskan oleh pihak UNESCO (United
Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) alias Organisasi Pendidikan,
Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa dengan jargonnya berupa Education for
All. Maksudnya, pendidikan ini harus ramah untuk semua orang dan menjangkau semua orang
tanpa terkecuali. Semua orang memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam memperoleh
manfaat yang maksimal dari pendidikan. Hak dan kesempatan tersebut tidak dibedakan-bedakan
berdasarkan fisik, mental, sosial, emosional, bahkan status sosial ekonominya, sehingga semua
orang siapapun itu boleh mengakses pendidikan.
Nah, hal tersebut tentu saja sejalan dengan filosofi pendidikan nasional negara kita ini, yang
mana tidak membatasi akses para peserta didik untuk bersekolah dengan latar belakang apapun.
Istilah “inklusif” pada pendidikan inklusif ini tidak hanya condong pada mereka yang memiliki
kebutuhan khusus saja, melainkan semua anak.
Menurut seorang profesor pendidikan inklusif dari Universitas Syracuse bernama Sapon Shevin
menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan
anak berkebutuhan khusus untuk belajar di sekolah-sekolah terdekat bersama teman-teman
seusianya. Biasanya, lembaga pendidikan sekolah yang menyelenggarakan sekolah ini mampu
menampung semua murid untuk berada di kelas yang sama. Sekolah ini nantinya juga akan
menyediakan program pendidikan yang layak dan menantang, tetapi tetap disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan dari setiap muridnya. Tidak hanya itu saja, sekolah inklusif juga
memberikan bantuan dan dukungan dari para guru supaya anak-anak didiknya berhasil.
Atas dasar itulah, konsep pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang
mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak sebayanya di
sekolah reguler yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Penyelenggaraan sekolah ini
bertujuan supaya semua anak dapat mengakses pendidikan seluas-luasnya tanpa diskriminasi.
Berhubung pendidikan inklusif ini “menyatukan” anak berkebutuhan khusus dan anak reguler,
maka pihak sekolah yang menyelenggarakannya juga harus menyesuaikan kebutuhan peserta
didik, mulai dari kurikulum, sarana pendidikan, hingga sistem pembelajarannya. Untuk tenaga
pendidik, diusahakan adalah mereka yang terlatih dan profesional di bidangnya supaya dapat
menyusun program pendidikan secara objektif.
Kemudian pada tahun 1991, di Inggris mulai memperkenalkan adanya konsep pendidikan
inklusif ini yang awalnya adalah segregatif ke integratif. Segregatif adalah pemisahan kelompok
ras atau etnis secara paksa. Tuntutan akan penyelenggaraan pendidikan inklusif untuk diterapkan
di seluruh dunia ini semakin direalisasikan sejak diadakannya sebuah konferensi dunia mengenai
hak anak pada tahun 1989. Selanjutnya pada tahun 1991 juga, di Bangkok, Thailand, berhasil
mendeklarasikan kampanye “Education for All”. Dalam konferensi dan kampanye tersebut
mengikat semua anggotanya supaya anak-anak tanpa terkecuali (termasuk anak berkebutuhan
khusus) dapat memperoleh pelayanan pendidikan secara memadai dan tanpa diskriminasi.
Sebagai upaya dari tindak lanjut deklarasi kampanye yang diadakan di Bangkok sebelumnya,
pada tahun 1994 pun diselenggarakan sebuah konvensi pendidikan di Salamanca, Spanyol.
Dalam konvensi pendidikan tersebut mencetuskan bahwa pendidikan inklusif sangat diperlukan,
yang selanjutnya dikenal dengan “The Salamanca statement on inclusive education”. Berhubung
negara-negara di dunia telah berusaha mengembangkan pendidikan inklusif, maka Indonesia
juga turut melakukannya.
Pendidikan Inklusif
A. Pengertian
Pendidikan Inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau
bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Pendidikan Inklusif memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anak untuk mendapat
pendidikan tanpa memandang kondisi anak. Hal ini memungkinkan peserta didik berkebutuhan
khusus bersekolah di sekolah reguler.
Tanggung Pada masing-masing Tergantung relasi dan Guru wali kelas, guru
Jawab unit penyelenggara kepedulian masing- bidang studi serta guru
pendidikan. masing guru. pembimbing khusus
bertanggung jawab penuh
pada kelangsungan proses
belajar peserta didik
berkebutuhan khusus.
– Kebijakan Nasional
1. Keputusan Mendikbud RI No. 0306/VI/1995 tentang pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan
Dasar
2. Keputusan Presiden No. 36/1990 tentang pengesahan dari pengakuan akan hak-hak anak.
3. Surat Edaran No. 380/G.06/MN/2003 dikeluarkan oleh Dirjen Dikdasmen, Depdiknas, tanggal
20 Januari 2003 tentang pendidikan inklusi.
4. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
a. Pasal 4 ayat 1: Pendidikan diselenggarakan berdasarkan demokrasi dan berkeadilan dan tanpa
diskriminasi.
b. Pasal 11 ayat 1: Adalah kewajiban pemerintah untuk menyediakan pendidikan yang layak bagi
semua warga negara, tanpa adanya diskriminasi.
c. Pasal 12 ayat 1b: Hak dari murid untuk memiliki pendidikan yang layak berdasarkan bakat,
minat dan kemapuannya.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional. Pasal 41
tentang setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusi harus memiliki tenaga
kependididikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik
dengan kebutuhan khusus.
6. Permendiknas no.70 Tahun 2009
Tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/ bakat istimewa.
Sumber: Hellen Keller International Indonesia, USAID Indonesia dan Direktorat Pembinaan
Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar