Anda di halaman 1dari 6

RESUME

MODEL LAYANAN ABK

“model layanan inklusif”

DISUSUN OLEH

Hamidah Azzahra
A1I021017
VI. A

DOSEN PENGAMPU :

Mona Ardina,S.Psi.M.Si

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERISTAS BENGKULU

2024
1. Konsep inklusi dan pembentukan lingkungan inklusi
Pendidikan inklusi adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan setiap anak
penuh berpartisipasi dalam kegiatan kelas reguler tanpa mempertimbangkan kecacatan
atau karakteristik lainnya. Disamping itu pendidikan inklusi juga melibatkan orangtua
dalam cara yang berarti dalam berbagai kegiatan pendidikan, terutama dalam proses
perencanaan, sedang dalam belajar- mengajar, pendekatan guru berpusat pada anak
(Meita Shanty,2012:64-65).
Pendidikan inklusi oleh Sapon-Sevin (O’Neil, 1994/1995) didefinisikan sebagai
system layanan PLB yang mempersyaratkan agar semua anak luar biasa dilayani di
sekolahsekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Oleh karena itu,
beliau menekankan adanya restrukturisasi di sekolah sehingga menjadi komunitas yang
mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber dan
dukungan dari semua guru dan siswa. Pembentukan lingkungan inklusi melibatkan
beberapa aspek penting, antara lain:
1. Penerimaan dan Pengakuan: Lingkungan inklusi harus menerima dan mengakui
keberagaman individu dalam segala aspek, termasuk kebutuhan khusus. Setiap individu
harus diterima dengan baik dan dihargai tanpa diskriminasi.
2. Pendidikan yang Inklusif: Lingkungan inklusi dalam pendidikan berarti memastikan
bahwa semua siswa, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus, memiliki akses yang
sama terhadap pendidikan yang berkualitas. Ini melibatkan penyesuaian kurikulum,
metode pengajaran, dan penilaian untuk memenuhi kebutuhan individu.
3. Kolaborasi dan Kemitraan: Pembentukan lingkungan inklusi melibatkan kolaborasi
antara guru, siswa, orang tua, dan staf sekolah. Semua pihak harus bekerja sama untuk
menciptakan lingkungan yang mendukung dan mempromosikan inklusi.
4. Dukungan dan Sumber Daya: Lingkungan inklusi harus menyediakan dukungan dan
sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan individu. Ini dapat melibatkan
pendampingan khusus, bahan pembelajaran yang disesuaikan, atau dukungan emosional.
5. Kesadaran dan Pendidikan: Penting untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman
tentang inklusi di kalangan masyarakat, termasuk siswa, guru, orang tua, dan komunitas
sekolah. Pendidikan tentang keberagaman, kesetaraan, dan hak-hak individu dapat
membantu menciptakan lingkungan yang inklusif.
6. Budaya Sekolah yang Positif: Lingkungan inklusi harus menciptakan budaya sekolah
yang positif, di mana semua siswa merasa aman, dihormati, dan didukung. Ini melibatkan
pencegahan dan penanggulangan perilaku diskriminatif atau intimidasi.
7. Penyadaran Fisik dan Aksesibilitas: Lingkungan inklusi juga harus memperhatikan
aksesibilitas fisik bagi individu dengan kebutuhan khusus. Ini melibatkan penyediaan
fasilitas yang ramah disabilitas, seperti aksesibilitas bangunan, fasilitas toilet yang sesuai,
dan aksesibilitas teknologi.
Pembentukan lingkungan inklusi adalah upaya yang berkelanjutan dan melibatkan semua
pihak yang terlibat dalam pendidikan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan
yang adil, inklusif, dan mendukung bagi semua individu, sehingga setiap orang memiliki
kesempatan yang sama untuk belajar, berkembang, dan berpartisipasi sepenuhnya dalam
kehidupan sekolah dan masyarakat.
prinsip dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif, yakni sebagai berikut:
 Prinsip Pemerataan dan Peningkatan Mutu
Dalam prinsip ini menjadi salah satu upaya pemerataan kesempatan guna memperoleh
pendidikan karena melalui sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, sejumlah anak
berkebutuhan khusus tidak terjangkau oleh Sekolah Luar Biasa.
 Prinsip Kebutuhan Individual
Berhubung setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda, maka
pendidikan harus diusahakan untuk menyesuaikan dengan kondisi anak.
 Prinsip Kebermaknaan
Pendidikan inklusif harus menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang ramah,
menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Prinsip ini menghendaki supaya
keberadaan pendidikan inklusif ini tidak ada pihak yang dirugikan.
 Prinsip Keberlanjutan
Pendidikan inklusif harus diselenggarakan secara berkelanjutan pada semua jenjang
pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah akhir.
 Prinsip Keterlibatan
Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, harus melibatkan semua komponen yang
terkait. Terutama dengan berkolaborasi pada sesama guru dan non-guru guna
mendapatkan
kualitas pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

2. Strategi untuk mendukung pertisipasi dakam kelas regular


Model Pendidikan Inklusi Indonesia Pendidikan anak berkebutuhan khusus di sekolah
inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut (Ashman, 1994 dalam
Emawati, 2008):
1) Kelas Reguler (Inklusi Penuh) Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak
non berkebutuhan khusus sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan
kurikulum yang sama.
2) Kelas Reguler dengan Cluster Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak
non berkebutuhan khusus di kelas reguler dalam kelompok khusus.
3) Kelas Reguler dengan Pull Out Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak
non berkebutuhan khusus di kelas reguler namun dalam waktuwaktu tertentu
ditarik dari kelas reguler ke ruang lain untuk belajar dengan guru pembimbing
khusus.
4) Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out Anak berkebutuhan khusus belajar
bersama anak non berkebutuhan khusus di kelas reguler dalam kelompok khusus,
dan dalam waktu-waktu tertentuditarik dari kelas reguler ke ruang lain untuk
belajar dengan guru pembimbing khusus.
5) Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian Anak berkebutuhan khusus
belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidangbidang
tertentu dapat belajar bersama anak non berkebutuhan khusus di kelas reguler.
6) Kelas Khusus Penuh Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus
pada sekolah reguler. (Syafrida Elisa, Aryani Tri Wrastari, 2013:3)

Untuk RPP dan Silabus tidak ada dilakukannya pemodifikasian bagi anak
berkebutuhan khusus (ABK). Untuk itu, baik siswa ABK maupun siswa normal
lainnya menggunakan RPP dan Silabus yang sama, hanya saja nanti dalam
pelaksanaannya yang berbeda, dimana untuk anak berkebutuhan khusus diperlakukan
secara khusus sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, siswa ABK didampingi oleh
guru pendamping khusus pada saat mereka (ABK) sulit untuk memahami &
menerima pelajaran dari guru atau pada saat guru kelas maupun guru mata pelajaran
tidak mampu menangani atau tidak mengerti apa kebutuhan siswa ABK tersebut.
Kurikulum yang dipakai siswa ABK juga kurikulum sekolah yaitu (K13), dimana
kurikulum ini menuntut siswa yang lebih aktif dan guru hanya sebagai fasilitator saja.
Untuk itu sulit bagi mereka (ABK) bisa menyamaratakan kemampuan mereka (ABK)
dengan siswa normal lainnya.

Akibatnya sebagian siswa ABK tidak mampu untuk mencapi nilai hasil belajar
mereka mencapai KKM. Dalam proses pembelajaran berlangsung, setiap guru kelas
maupun guru mata pelajaran menggunakan strategi dan metode pembelajaran
menggunakan strategi dan metode pembelajaran yang berbeda-beda sesuai dengan
kemampuan belajar siswa. Sebagian siswa berkebutuhan khusus mampu memahami
dan menerima materi pembelajaran yang diberikan oleh guru, namun masih terdapat
juga siswa berkebutuhan khusus yang tidak paham sama sekali dengan cara guru
mengajar didalam kelas. Interaksi siswa ABK dengan siswa normal cukup baik,
walaupun sewaktu-waktu siswa normal sering mencemooh siswa ABK “bercanda”,
namun setelah itu siswa normal ini meminta maaf kepada siswa ABK. Lebih
menariknya lagi siswa normal banyak belajar mengenai keterbatasan tertentu dan
saling mengembangkan keterampilan sosial dengan siswa ABK, dan saling berbagi
cerita satu sama lain. Model inklusi yang dgunakan pada saat proses pembelajaran
ialah bentuk kelas reguler (inklusi penuh) dan kelas reguler dengan pull out. Diantara
kedua model tersebut sebenarnya sama-sama efektif, namun lebih efektif lagi jika
siswa berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan berat belajar dikelas inklusi,
karena jika di kelas reguler suasana kelas sangat ribut ditambah lagi dengan siswa
lainnya yang hoby mengganggu teman sebayanya. Maka dari itu agar lebih mudah
bagi siswa ABK ini menerima materi yang diberikan guru kelas maupun guru mata
pelajaran, lebih baik di kelas inklusi agar guru pendamping khusus mudah
memberikan materi kepada siswa ABK ini.(HB & Hazmi, 2018)

Untuk mendukung partisipasi dalam kelas reguler bagi anak dengan kebutuhan
khusus (ABK), berikut adalah beberapa strategi yang dapat digunakan:

1. Penyesuaian Kurikulum: Menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan dan kemampuan


ABK. Ini dapat meliputi menyediakan materi pembelajaran yang lebih visual,
menggunakan alat bantu seperti gambar atau diagram, atau memperpanjang waktu yang
diperlukan untuk memahami materi.
2. Penggunaan Metode Pengajaran yang Beragam: Menggunakan berbagai metode
pengajaran yang dapat menjangkau berbagai gaya belajar. Misalnya, menggunakan
pendekatan kinestetik dengan aktivitas fisik, pendekatan auditori dengan penggunaan
rekaman suara, atau pendekatan visual dengan penggunaan gambar atau video.
3. Pendekatan Individualisasi: Mengidentifikasi kebutuhan individu ABK dan
memberikan dukungan yang sesuai. Ini mungkin melibatkan penyediaan bantuan
tambahan, seperti pendamping khusus atau bahan pembelajaran yang disesuaikan.
4. Kolaborasi dengan Guru dan Orang Tua: Berkomunikasi secara teratur dengan guru
dan orang tua ABK untuk memahami kebutuhan dan kemajuan anak. Melibatkan mereka
dalam proses pembelajaran dan bekerja sama untuk mengidentifikasi strategi yang
efektif.
5. Lingkungan yang Inklusif: Menciptakan lingkungan kelas yang inklusif dan ramah
bagi semua siswa. Menggalang dukungan dan pengertian dari siswa lainnya untuk
memastikan bahwa semua siswa merasa diterima dan didukung.
6. Evaluasi yang Difabel: Menggunakan metode evaluasi yang sesuai dengan
kemampuan ABK. Misalnya, memberikan opsi untuk menjawab lisan daripada tertulis,
atau memberikan waktu tambahan jika diperlukan.
7. Pelatihan Guru: Memberikan pelatihan kepada guru untuk meningkatkan pemahaman
mereka tentang kebutuhan ABK dan strategi pengajaran yang efektif. Ini dapat dilakukan
melalui pelatihan khusus, workshop, atau kolaborasi dengan ahli pendidikan khusus.
8. Pemberian Dukungan Emosional: Memberikan dukungan emosional kepada ABK
untuk membantu mereka mengatasi tantangan dan membangun rasa percaya diri. Ini
dapat melibatkan memberikan pujian, memotivasi mereka, atau menyediakan ruang aman
untuk berbagi pengalaman.

Strategi-strategi ini dapat membantu menciptakan lingkungan yang inklusif dan


mendukung partisipasi aktif ABK dalam kelas reguler. Namun, penting juga untuk selalu
mengkonsultasikan dengan ahli pendidikan khusus dan melibatkan semua pihak yang
terlibat dalam pendidikan ABK untuk memastikan pendekatan yang terbaik.
Referensi : HB, S. M., & Hazmi, N. (2018). Model Pembelajaran Inklusi Pada Mata Pelajaran
Ips Terpadu Di Smp Negeri 4 Payakumbuh. HISTORIA Jurnal Program Studi Pendidikan
Sejarah, 6(2), 161. https://doi.org/10.24127/hj.v6i2.1530

Anda mungkin juga menyukai