Anda di halaman 1dari 43

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN ANAK DENGAN GANGGUAN SPEKTRUM AUTIS

LAPORAN

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Anak Dengan Gangguan
Spektrum Autis diampu oleh Ibu Dr. Hj. Oom Sitti Homdijah, M.Pd. dan Ibu dr. Euis
Heryati, M.Kes.

Disusun oleh:

Kelompok 2

Asri Rahmawati 2008972

Hilmi Maulid Datul H. 2008712

Lia Mardhiyana 2009910

Putri Rohanah N. 2006476

Sylvi Marcella A. 2006394

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’aalamiin, puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa berkat
rahmat-Nya kami sebagai penyusun dapat menyelesaikan laporan ini. Atas petunjuk dan
kasih sayang-Nya penyusun dapat merampungkan laporan yang berjudul “Identifikasi dan
Asesmen Anak Dengan Gangguan Spektrum Autis” dengan tepat waktu.

Laporan ini disusun guna memenuhi tugas Ibu Dr. Hj. Oom Sitti Homdijah, M.Pd. dan
Ibu dr. Euis Heryati, M.Kes. pada mata kuliah Pendidikan Anak dengan Gangguan Spektrum
Autis, program studi Pendidikan Khusus di Universitas Pendidikan Indonesia.

Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Hj. Oom Sitti
Homdijah, M.Pd. dan Ibu dr. Euis Heryati, M.Kes. selaku dosen mata kuliah Pendidikan
Anak dengan Gangguan Spektrum Autis yang telah membimbing penyusun dalam
menyelami ilmu-Nya.

Kami sebagai penyusun menyadari laporan ini masih jauh dari kata sempurna, namun
begitu penyusun berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan
bagi penyusun khususnya. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat penyusun
harapkan adanya demi laporan yang lebih baik ke depannya.

Bandung, Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................................ii

TIMELINE PELAKSANAAN...................................................................................................iii

BAB I ..........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN........................................................................................................................1

A..Latar Belakang...................................................................................................................1
B..Rumusan Masalah..............................................................................................................2
C..Tujuan Penelitian...............................................................................................................2

BAB II .........................................................................................................................................3

KAJIAN TEORI ........................................................................................................................3

A..Konsep Identifikasi dan Asesmen......................................................................................3


B..Konsep Anak dengan Gangguan Spektrum Autis..............................................................5
C..Instrumen Identifikasi dan Asesmen Anak dengan GSA...................................................9

BAB III ........................................................................................................................................17

PEMBAHASAN .........................................................................................................................17

A. Hasil Identifikasi ...............................................................................................................17


B. Kesimpulan Identifikasi ....................................................................................................32

BAB IV ........................................................................................................................................33

PENUTUP....................................................................................................................................33

A..Kesimpulan........................................................................................................................33
B..Saran...................................................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................33

ii
TIMELINE PELAKSANAAN
No. Kegiatan Waktu Target Capaian
Februari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Perkuliahan Memahami materi Terlaksana
yang disampaikan oleh
dosen
2. Membuat Menentukan timeline Terlaksana
timeline kegiatan yang akan
dilakukan
3. Menyusun Menyusun rencana Terlaksana
Rencana kerja yang akan
Kerja dilakukan dari awal
sampai akhir kegiatan
4. Mencari teori Mencari, memahami, Terlaksana
berisi konsep dan menyusun teori
terkait anak konsep anak dengan
dengan GSA GSA
5. Menyusun Menyusun kisi-kisi Terlaksana
kisi-kisi dan instrumen terkait
butir-butir identifikasi dan
instrumen asesmen anak dengan
GSA. Selanjutnya
dibuat menjadi butir
instrumen.
6. Presentasi Mempresentasikan Sedang
Rencana rencana kerja berisi dilakukan
Kerja instrumen serta
mencatat kritik & saran
7. Revisi Melakukan revisi dari Belum
Rencana feedback yang Terlaksana
Kerja diberikan
8. Fiksasi Penyusunan instrumen Belum
instrumen secara menyeluruh Terlaksana
identifikasi dengan dasar hasil
dan asesmen revisi.
9. Mencari anak Bertanya-tanya kepada Belum
yang dapat orang terdekat yang Terlaksana
diidentifikasi sekiranya dapat
diidentifikasi sebagai
anak dengan GSA
10. Observasi Melakukan wawancara Belum
terhadap guru, orang Terlaksana
tua, dan anak.
Selanjutnya dilakukan
observasi identifikasi
dan asesmen anak

iii
dengan GSA
11. Pembuatan Membuat laporan hasil Belum
laporan observasi dan asesmen Terlaksana
observasi dan berisi profil anak
asesmen
12. Presentasi Mempresentasikan Belum
hasil laporan dan mencatat Terlaksana
observasi dan revisi
asesmen
13. Revisi hasil Melakukan revisi dari Belum
observasi dan feedback yang Terlaksana
asesmen diberikan
14. Laporan akhir Menyusun laporan Belum
(UAS) akhir berupa produk Terlaksana
hasil observasi

iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak sebagai regenerasi orang tua tentunya menjadi harapan yang dapat menciptakan
hal-hal baik dalam kehidupan bermasyarakat. Semua anak memiliki ciri khasnya masing-
masing, termasuk anak berkebutuhan khusus. Bukan hanya hal negatif, namun anak
berkebutuhan khusus juga memiliki kelebihan dan kemampuan yang dapat
dikembangkan, di antaranya anak dengan gangguan spektrum autis.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia
memperkirakan penyandang autisme di Indonesia pada Tahun 2018 mencapai 2,4 juta
penduduk dengan pertumbuhan kasus baru 500 orang per tahun. Secara umum, prevalensi
ASD diperkirakan 0,19-11,6 per 1.000 penduduk.
Menurut data dari Unesco pada tahun 2011, terdapat 35 juta orang penyandang
autisme di seluruh dunia. Rata-rata, 6 dari 1000 orang di dunia telah mengidap autisme.
Di Amerika Serikat, autisme dimiliki oleh 11 dari 1000 orang. Sedangkan di Indonesia,
perbandingannya 8 dari setiap 1000 orang. Angka ini terhitung cukup tinggi mengingat
pada tahun 1989, hanya 2 orang yang diketahui mengidap autism.
Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang berhubungan
dengan komunikasi , interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya tampak pada
sebelum usia 3 tahun. Bahkan apabila autis infantile gejalanya sudah ada sejak bayi. Autis
juga merupakan suatu konsekuensi dalam kehidupan mental dari kesulitan perkembangan
otak yang kompleks yang mempengaruhi banyak fungsi-fungsi : persepsi (perceiving),
intending, imajinasi (imagining), dan perasaan (feeling).
Penerimaan orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak autis dikemudian
hari. Sikap orang tua yang tidak dapat menerima kenyataan bahwa anaknya memiliki
gangguan autis akan sangat buruk dampaknya. Bagaimanapun juga anak dengan
gangguan autis tetaplah seorang anak yang membutuhkan kasih sayang, perhatian dan
cinta dari orang tua, saudara dan keluarganya.
Perkembangan anak dengan gangguan spektrum autis sangat dipengaruhi oleh respon
lingkungan sekitarnya. Maka dari itu lingkungan sekitar anak seperti orang tua, keluarga,
dan guru hendaknya menerima dan memfasilitasi anak sesuai dengan kebutuhannya.
Untuk mengenali kebutuhan anak maka diperlukan proses identifikasi dan asesmen,
sehingga dapat diketahui kelebihan, hambatan, dan kebutuhan anak. Berdasarkan hal

1
tersebut, kami tertarik untuk mengangkat pembahasan terkait “Identifikasi dan Asesmen
Anak Dengan Gangguan Spektrum Autis”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep identifikasi dan asesmen?
2. Bagaimana konsep anak dengan gangguan spektrum autis?
3. Bagaimana instrument identifikasi dan asesmen?
C. Tujuan Penilitian
Adapun tujuan penilitian dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep identifikasi dan asesmen
2. Untuk mengetahui konsep anak dengan gangguan spektrum autis?
3. Untuk mengetahui instrument identifikasi dan asesmen?

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Konsep Identifikasi dan Asesmen


1. Definisi Identifikasi
Identifikasi merupakan kegiatan awal yang mendahului proses asesmen. Identifikasi
adalah kegiatan mengenal atau menandai sesuatu, yang dimaknai sebagai proses
penjaringan atau proses menemukan kasus yaitu menemukan anak yang mempunyai
kelainan/masalah, atau proses pendeteksian dini terhadap anak berkebutuhan khusus.
(Yuwono, 2015)
Menurut Swassing (1985), identifikasi mempunyai dua konsep yaitu konsep
penyaringan (screening) dan identifikasi aktual (actual identifikcation). Menurut Wardani
(1995) dalam Munawir Yusuf,M,Psi) , identifikasi merupakan langkah awal dan sangat
penting untuk menandai munculnya kelainan atau kesulitan pada anak berkebutuhan
khusus.
Istilah identifikasi anak dengan kebutuhan khusus dimaksudkan sebagai usaha orang
tua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya untuk mengetahui apakah seorang anak
mengalami kelainan/penyimpangan pertumbuhan/ perkembangan (fisik, intelektual,
sosial, emosional/tingkah laku) dibandingkan dengan anak normal seusianya.
Mengidentifikasi masalah berarti mengidentifikasi suatu kondisi atau hal yang dirasa
kurang baik. Masalah pada anak ini diperoleh dari keluhan-keluhan orang tua dan
keluarganya, keluhan guru, dan bisa didapat dari pengalaman-pengalaman lapangan,
Seperti dikatakan oleh Norman D.Sundberg (2002) dalam Tin Suharmini
( 2005).”Gathering informastion to be used for treatment (parents teachers,and
physician) provide data on the childs functioning”. (Yuwono, 2015)
Identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering
berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti orang tuanya, pengasuhnya, gurunya, dan
pihak-pihak lain. Sedangkan langkah berikutnya, adalah asesmen. Bila diperlukan
asesmen dapat dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog,
orthopedagog, therapis, dan lain-lain.
Tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak
mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau sensoris
neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain

3
seusianya (anak-anak normal), yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk penyusunan
program pembelajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. (Yuwono, 2015)
2. Definisi Asesmen
Asesmen merupakan kegiatan profesional yang dilakukan secara khusus menentukan
diagnosa dari gangguan atau kelainan yang dialami seseorang. Menurut Lenner (1988 )
asesmen didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi tentang seseorang anak
yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan
dengan keadaan anak. Dalam konteks pendidikan , Hargrove dan Poteet ( 1984 )
menempatkan asesmen sebagai salah satu dari tiga aktivitas penting di bidang pendidikan
bahkan mengawali dari aktivitas yang lain, ialah (1) asesmen (2) diagnostik (3)
preskriptif. Dengan demikian maka asesmen dilakukan untuk menegakkan diagnosis, dan
berdasarkan diagnosis tersebut dilakukan langkah berikutnya ialah preskripsi, yakni
perencanaan program pendidikan. (Yuwono, 2015)
Asesmen merupakan proses memperoleh informasi yang relevan untuk membantu
anak dalam membuat keputusan pendidikannya. Dikatakan sebagai proses karena
kegiatannya berlangsung secara terus menerus dan berkelanjutan. Istilah asesmen banyak
digunakan dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang pendidikan asesmen diartikan
sebagai suatu proses pengumpulan informasi.
Taylor (2000) menyatakan bahwa asesmen dalam bidang ilmu pendidikan anak
berkebutuhan khusus lebih difokuskan kepada proses pencarian informasi yang relevan
dalam membuat keputusan pendidikan yang meliputi sasaran dan tujuan, strategi
pembelajaran dan program penempatan.
Dalam bidang pendidikan pengertian asesmen dapat dinyatakan melalui 10 macam
kecenderungan berikut:
a. Menilai anak berkebutuhan khusus secara individual.
b. Menggunakan berbagai prosedur, tidak hanya tes yang sudah terstandar.
c. Mengembangkan tes baru dan prosedur lain untuk mengasesmen kemampuan
akademik, bahasa dan keterampilan lain.
d. Mengidentifikasi informasi lain yang relevan dengan pendidikan, sehingga tercapai
tujuan instruksional dan pendidikan.
e. Menilai lingkungan anak melalui beberapa pertanyaan dan tugas.
f. Mengevaluasi secara berkelanjutan atau memonitor program.
g. Mengembangkan prosedur asesmen nondiskriminasi.
h. Menggunakan pendekatan tim dalam asesmen.

4
i. Mengembangkan peran guru pendidikan khusus dalam asesmen.
j. Menggunakan data asesmen untuk membuat keputusan legal dan pembelajaran yang
sesuai dengan kondisi anak.
B. Konsep Anak Dengan Gangguan Spektrum Autis
1. Definisi Anak dengan GSA
Autis berasal dari bahasa Yunani yaitu “auto” yang berarti sendiri, yang jika dilihat
anak autis seakan-akan memiliki dunianya sendiri, tidak peduli dengan lingkungan
sekitar. Istilah autis pertama kali dikenalkan oleh seorang psikiater dari Harvard yang
bernama Leo Kanner pada tahun 1943. Danuatmaja (2003:2) mengemukakan bahwa autis
adalah suatu kumpulan sindrom akibat rusaknya syaraf yang mengganggu perkembangan
anak. Pendapat yang selaras juga disampaikan oleh Prasetyo (dalam Artanti, 2012:45)
bahwa autis merupakan sekumpulan sindrom yang mengganggu saraf, sehingga keadaan
ini mengganggu perkembangan anak. Keadaan ini dapat diketahui melalui gejala-gejala
yang terlihat dan ditunjukkan dengan adanya penyimpangan pada perkembangan anak.
Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah kelainan dalam perkembangan sistem saraf
pada seseorang yang sudah dialami sejak lahir ataupun saat masa balita. karakteristik
yang menonjol dari anak dengan gangguan ASD adalah anak kesulitan dalam membina
hubungan sosialnya. hal ini terlihat dari cara komunikasi anak yang sulit dipahami oleh
orang lain (verbal dan non verbal), anak yang bersangkutan kesulitan dalam hal
memahami emosi dan perasaan orang lain. Pada anak dengan gangguan ASD terdapat
suatu bentuk perilaku yang khas yaitu tidak dapat mengendalikan luapan emosi yang
berkaitan dengan perasaan atau dikenal dengan perilaku tantrum. Segala kekurangan
tersebut kerap kali membatasi anak dalam melakukan suatu kegiatan (klin dkk, 2002).
2. Kriteria Anak Dengan GSA
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (2013) muncul istilah
baru untuk autis yaitu autism spectrum disorder (ASD). Kriteria diagnostic gangguan
spectrum autism (ASD berdasarkan DSM V, yaitu:
a. Defisiensi persisten dalam ranah komunikasi sosial dan interaksi sosil dalam banyak
konteks, seperti yang dituturkan berikut ini, baik dewasa ini maupun berdasarkan
sejarah (contoh di bawah ini bersifat ilustrasi, tidak mendalam):
1) Defisiensi dalam timbal balik sosial & emosional, berkisar, misalnya dari
pendekatan sosial tidak lazim dan gagalnya percakapan normal, berkurangnya
perhatian, emosi atau kepura-puraan hingga gagal dalam memulai interaksi sosial.

5
2) Defisiensi dalam perilaku komunikasi verbal dan non verbal, kurangnya kontak
mata, bahasa tubuh dan kurangnya pemahaman serta gestur tubuh.
3) Defisiensi dalam mengembangkan, memelihara dan memahami suatu hubungan,
berkisar, misalnya dari kesulitan mengatur tindakan untuk menyesuaikan keadaan
sosial, menuju kesulitan untuk sharing imaginative play; hingga hilangnya minat
pada teman sebaya.
b. Terbatas, pola berulang pada perilaku, perhatian atau aktivitas sebagaimana yang
dituturkan oleh setidaknya dua hal berikut ini, saat ini atau berdasarkan sejarah
(contoh bersifat ilustratif, tidak mendalam):
1) Stereotip atau gerakan motorik berulang, penggunaan benda-benda, atau tutur kata
(misalnya, stereotype motorik sederhana, membariskan mainan atau melemparkan
benda-benda, echolalia, dan kata-kata yang bersifat idiosinkratik (idioxyncratic).
2) Bersikeras terhadap kesamaan, kebiasaan mutlak yang melekat, perialku berualng-
ulang atau perilaku nonverbal dan verbal (misalnya, tekanan hebat terhadap
perubahan-perubahan kecil, kesulitan terhadap transisi, pola pemikiran yang kaku,
greeting ritual, kebutuhan untuk mengambil rute atau makanan yang sama setiap
hari).
3) Keterbatasan tinggi, minat yang tidak wajar pada intensitas dan fokusnya
(misalnya ketertarikan kuat pada atau kegemaran terhadap objek yang tidak biasa,
berlihan terhadap minat yang terbatas atau preserfatif).
4) Hyper/Hyporeactivity untuk input sensorik atau minat yang tidak biasa pada aspek
sensorik dari lingkungan (misalnya, ketidakpedulian terhadap rasa
sakit/temperature, respon negative terhadap suara atau tekstur, berlebihan dalam
membaui/menyentuh. suatu objek, terpesona secara visual oelh adanya cahaya
atau gerakan).
Gejala menyebabkan gangguan klinis yang signifikan pada bidang sosial, pekerjaan
atau wilayah penting dari fungsi saat ini.gangguan semacam ini tidak dijelaskan secara
lebih baik oleh kecacatan intelektual (Gangguan perkembvangan intelektual) atau
keterlambatan perkembangan global. Kecacatan intelektual dan gangguan spectrum
autism sering terjadi disaat yang sama, untuk membuat diagnose komorbiditas gangguan
spectrum autism dan kecacatan intelektual, komunikasi social harus dibawah yang
diharapkan untuk level perkembangan umum.

6
Individu dapat dikatakan autis bila memenuhi kriteria gangguan hubungan interaksi
komunikasi dan pola aktivitas yang berulang berdasarkan DSM-V. Dengan kriteria
sebagai berikut:
a. Defisit yang terus-menerus dalam komunikasi dan interaksi sosial di berbagai
konteks, seperti yang dimanifestasikan berikut ini:
1) Defisit dalam hubungan timbal balik sosial-emosi, misalnya, dari sosial yang
abnormal, kesulitan dalam percakapan dua arah yang pada umumnya; kesulitan
untuk memulai atau menanggapi interaksi sosial.
2) Defisit dalam perilaku komunikatif nonverbal yang digunakan untuk interaksi
sosial, misalnya, dari komunikasi verbal dan nonverbal yang tidak terintegrasi
dengan baik; kesulitan dalam kontak mata dan bahasa tubuh atau defisit dalam
pemahaman dan penggunaan gerak tubuh: kurangnya ekspresi wajah dan
komunikasi nonverbal.
3) Defisit dalam mengembangkan, memelihara, dan memahami hubungan, mulai
dari, misalnya, dari kesulitan menyesuaikan perilaku agar sesuai dengan berbagai
konteks sosial; kesulitan dalam berbagi permainan imajinatif atau dalam
berteman; tidak adanya minat dengan temannya.
b. Pola perilaku, minat, atau aktivitas yang terbatas dan berulang, seperti:
1) Gerakan motorik yang stereotip atau berulang, penggunaan objek, atau ucapan
(misalnya, gerakan motorik yang stereotip, mengantre mainan atau membalik
benda, echolalia).
2) Bersikeras pada kesamaan, kepatuhan yang tidak fleksibel terhadap rutinitas, atau
pola perilaku verbal atau nonverbal (misalnya, tekanan ekstrim pada perubahan
kecil, kesulitan) dengan transisi, pola pikir kaku, ritual salam, perlu mengambil
rute yang sama atau makan makanan yang sama setiap hari).
3) Minat yang sangat terbatas dan terfiksasi yang tidak normal dalam intensitas atau
fokus (misalnya, keterikatan yang kuat atau keasyikan dengan objek yang tidak
biasa, minat yang terlalu dibatasi atau gigih).
4) Hiper atau hiporeaktivitas terhadap input sensorik atau minat yang tidak biasa
pada aspek sensorik lingkungan (misalnya, ketidakpedulian yang nyata terhadap
rasa sakit/suhu, respons yang merugikan terhadap suara atau tekstur tertentu,
penciuman atau sentuhan objek yang berlebihan, daya tarik visual dengan cahaya
atau gerakan).
3. Klasifikasi Anak Dengan GSA

7
a. Ditinjau dari tingkat kebutuhan pendampingan
Cohen & Bolton (dalam Mujiyanti, Dwi.,2011) klasifikasi dapat diberikan melalui
Childhood Autism Rating Scale (CARS). Skala ini digunakan untuk menilai derajat
kemampuan anak dalam bagaimana cara berinteraksi dengan orang lain, melakukan
imitasi, memberi respon emosi, penggunaan tubuh dan objek, adaptasi terhadap
perubahan, memberikan respon visual, pendengaran, pengecap, penciuman dan
sentuhan. Adapun klasifikasi nya sebagai berikut.
1) Autis Ringan
Pada kondisi ini, anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata
walaupun dalam waktu yang singkat. Anak autis ini sedikit memberikan respon
ketika dipanggil namanya, dapat menunjukkan ekspresi-ekspresi wajah, dan
dalam berkomunikasi pun masih bisa dilakukan secara dua arah meskipun hanya
terjadi sesekali. Tindakan-tindakan yang dilakukan, seperti memukulkan
kepalanya sendiri, mengigit kuku, gerakan tangan yang sterotipik dan sebagainya,
masih bisa dikendalikan dan dikontrol dengan mudah. Karena biasanya perilaku
ini dilakukan masih sesekali saja, sehingga masih bisa dengan mudah untuk
mengendalikannya.
2) Autis Sedang
Pada kondisi ini, anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata, namun
ia tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau
hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereotipik
cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan
3) Autis Berat
Pada kondisi ini, anak autis menunjukkan tindakan-tindakan yang sangat tidak
terkendali. Biasanya anak akan memukul-mukulkan kepalanya ke tembok secara
berulang-ulang dan terus-menerus tanpa henti. Ketika orang tua berusaha
mencegah, anak tidak memberikan respon dan tetap melakukannya, bahkan dalam
kondisi berada dipelukan orang tuanya, anak autisme tetap memukul-mukulkan
kepalanya. Ia baru berhenti setelah merasa kelelahandan kemudian langsung
tertidur.
b. Ditinjau dari interaksi sosial
1) Aloof
Gangguan spektrum autis dengan tipe aloof merupakan tipe anak autis yang
berusaha menarik diri dari kontak sosial,dan lebih suka menyendiri. Anak-anak

8
dari kelompok anak dengan gangguan spektrum autis yang menyendiri atau aloof
biasanya jarang menggunakan kata-kata dan hanya bisa mengucapkan beberapa
patah kata yang sederhana.
b. Active but Odd
Tipe anak autis active but odd biasanya melakukan pendekatan hanya satu sisi
yang bersifat repetitive dan aneh. Anak-anak dari kelompok ini cepat dalam
berbicara dan memiliki pembendaharaan kata yang banyak, walaupun terkadang
masih terselip kata-kata yang tidak bisa dimengerti (Yatim, 2002).
c. Passive
Anak dengan gangguan spektrum autis tipe pasif ini tidak berusaha
mengadakan kontak sosial melainkan hanya menerima saja lalu biasanya mereka
mempunyai ciri-ciri seperti memiliki pembendaharaan kata yang lebih banyak
meskipun masih mengalami keterlambatan dalam berbicara dibandingkan anak
lain yang sebaya.
C. Instrumen Identifikasi dan Asesmen Anak Dengan GSA

INSTRUMEN IDENTIFIKASI DAN ASESMEN ANAK DENGAN GSA

No. Aspek Sub Aspek Indikator Penilaian Ket.


Ya Tida
k
1. Komunikasi Kekurangan dalam Anak tidak tertarik untuk
Sosial hubungan timbal bermain bersama teman
balik sosial Anak tidak ada respon
ketika diajak bicara
Anak tidak menoleh saat
dipanggil
Kekurangan dalam Anak tidak ada kontak mata
perilaku komunikasi dengan orang lain
verbal dan non Anak kurang bisa membaca
verbal gestur tubuh yang
diungkapkan orang lain
Anak tidak mengerti bahasa
tubuh
Kekurangan dalam Anak kesulitan mengatur
mengembangkan, tindakan untuk
memelihara dan menyesuaikan keadaan
memahami suatu sosial
hubungan, berkisar Anak tersenyum atau
tertawa tidak sesuai
keadaan
Anak kekurangan terhadap

9
minat teman sebaya
2. Pola Gerakan motorik Anak memainkan benda
perilaku, yang stereotip atau dengan cara yang sama
minat, atau berulang, Anak membariskan sesuatu
aktivitas penggunaan objek, atau melemparkan benda-
yang atau ucapan. benda
terbatas dan Anak melakukan kegiatan
berulang. berulang
Anak melakukan echolalia
Bersikeras pada Anak tidak meyukai
kesamaan, kepatuhan perubahan yang terjadi
yang tidak fleksibel disekitarnya
terhadap rutinitas, Anak mengambil rute atau
atau pola perilaku makanan yang sama setiap
verbal atau hari
nonverbal. Anak kesulitan terhadap
transisi atau beradaptasi di
tempat baru
Minat yang sangat Anak bersikap posesif
terbatas dan terhadap benda yang ia suka
terfiksasi yang tidak Anak menggunakan benda
normal dalam tidak sesuai dengan
intensitas atau fokus. fungsinya
Anak terpaku dengan suatu
benda atau mainan
Hiper atau Anak tidak peduli terhadap
hiporeaktivitas rasa sakit
terhadap input Anak merespon negatif
sensorik atau minat terhadap suatu rasa yang
yang tidak biasa asing
pada aspel sensorik Anak berlebihan dalam
lingkungan. membaui/meyentuh sesuatu

10
11
INSTRUMEN IDENTIFIKASI ANAK DENGAN GANGGUAN SPEKTRUM AUTISTIK

Berikan tanda cek (√) pada pilihan (Ya) apabila indikator yang diamati muncul/tampak dan (Tidak) apabila indikator yang diamati tidak
muncul/tidak tampak.

No Aspek Sub Aspek Indikator Butir Instrumen Penilaian Ket.


Ya Tidak
1. Komunikasi 1. Kekurangan 1.1. Pendekatan 1.1.1. Anak tidak menanggapi ketika disapa (Misalnya
sosial dalam hubungan sosial yang menggunakan kata sapaan: “Hallo? Apa kabar?”).
timbal balik abnormal dan 1.1.2. Anak tidak menanggapi ketika dipanggil
sosial. kegagalan dalam namanya.
menjalin 1.1.3. Anak tidak tertarik untuk bermain bersama
komunikasi teman
timbal balik.

1.2. Kurangnya 1.2.1. Anak tidak dapat mengungkapkan secara verbal


kemampuan ketika ditanya kesukaannya.
untuk berbagi 1.2.2. Anak tidak mengucapkan terima kasih ketika
minat, emosi, atau diberikan suatu objek (misalnya: makanan ringan,
perasaan. permen).
1.2.3. Anak tidak menunjukkan ekspresi ketika diberi
senyuman.

1.3. Kurang 1.3.1.Anak tidak dapat memulai percakapan, misalnya


adanya inisiatif menyapa terlebih dahulu.
dalam interaksi 1.3.2.Anak tidak ada inisiatif untuk mengajak bermain
sosial. temannya.

2. Kekurangan 2.1. Kesulitan 2.1.1. Anak kurang melakukan kontak mata Ketika
dalam perilaku dalam diajak bicara.

12
komunikasi penggunaan
verbal dan non kontak mata
verbal secara sosial.
2.2. Komunikasi 2.2.1. Volume, intonasi, atau nada bicara anak tidak
verbal dan non terkontrol ketika berbicara.
verbal yang tidak
terintegrasi
dengan baik.

2.3. Kesulitan 2.3.1. Anak kesulitan memahami atau mengetahui arti


memahami dan ketika asesor menganggukkan kepala.
menggunakan 2.3.2. Anak kesulitan mengenali ekspresi ketika diberi
gestur tubuh atau gambar emoticon dengan ekspresi senyum,
ekspresi menangis, dan marah.
2.3.3. Anak kurang menunjukkan ekspresi gembira dan
bersahabat.

3. Kekurangan 3.1. Kesulitan 3.1.1. Anak tidak memperhatikan orang di sekitarnya.


dalam dalam 3.1.2. Tidak tepat mengekspresikan emosi (misalnya :
mengembangka menyesuaikan tertawa di saat yang tidak tepat).
n hubungan perilaku sesuai. 3.1.3. Anak tidak peka terhadap perasaan orang lain.
sosial
3.2. Kesulitan 3.2.1. Anak sulit didekati
dalam berteman. 3.2.2. Anak tidak mempunyai teman yang
disukai/paling dekat.
3.2.3. Anak tidak bermain dengan anak seusianya.

3.3. Tidak 3.3.1. Anak terbatas dalam berinteraksi komunikasi


menunjukkan dengan orang lain.
minat dengan 3.3.2. Anak lebih suka bermain sendiri daripada
orang sekitarnya / bermain dengan banyak teman seusianya.
teman sebaya.

13
3.3.3. Anak kurang bekerja sama dalam menyelesaikan
tugas dengan teman sebayanya.

2. Perilaku 1. Gerakan 1.1. Penggunaan 1.1.1. Anak sering mengulangi kata-kata yang baru saja
motoric ucapan yang atau pernah mereka dengar, tanpa maksud
stereotip/ berulang berkomunikasi.
berulang 1.1.2. Anak sering mengulang suara atau bahasa yang
tidak dapat dimengerti.
1.1.3. Anak sering menggunakan kata ganti yang
terbalik, seperti ‘kamu’ untuk ‘saya’.

1.2. Memainkan 1.2.1. Anak sering mondar mandir tanpa tujuan


objek secara 1.2.2. Anak tidak memainkan mainan sesuai dengan
berulang fungsinya, misalnya ketika anak diberi mainan
mobil-mobilan, anak hanya menjatuhkan atau
membariskannya
1.2.3. Anak sering menghidupkan lampu secara berulang

1.3. Melakukan 1.3.1. Anak melakukan gerakan berulang seperti


gerakan berulang bertepuk tangan atau memutar telapak tangan.
1.3.2. Anak menggerakkan kakinya saat duduk dikursi.
1.3.3. Anak menggeretakkan giginya secara berulang

2. Kepatuhan yang 2.1. Melakukan 2.1.1. Anak mempunyai kebiasaan atau aktivitas khas
berlebihan pada aktivitas yang yang dilakukan setiap hari
rutinitas sama setiap hari

2.2. Tekanan 2.2.1. Waktu makan anak harus sesuai dengan biasanya,
ekstrim pada apabila tidak sesuai anak akan stres atau bahkan
perubahan kecil tantrum.
2.2.2. Anak tidak suka ketika ada benda yang

14
dipindahkan dari tempat biasanya.
2.2.3. Jalan pulang yang dilalui anak harus sama seperti
biasanya
2.3. Pemikiran 2.3.1. Anak melakukan aktivitas harus selalu sesuai
yang kaku dengan aturan atau urutan

3. Minat yang 3.1. Ketertarikan 3.1.1. Anak obsesif ketika menyukai mainan atau suatu
sangat terbatas yang kuat benda tertentu
terhadap suatu 3.1.2. Anak memiliki kesukaan yang berlebihan
objek yang tidak terhadap suatu angka, warna atau simbol tertentu
biasa

3.2. Dibatasi 3.2.1. Anak bermain secara terbatas hanya terpaku


secara berlebihan kepada suatu mainan

4. Hiper atau 4.1. Aktivitas 4.1.1. Anak menatap secara terus menerus terhadap
hiporeaktivitas visual yang tidak benda bergerak, contohnya kipas angin listrik
terhadap biasa 4.1.2. Anak tidak bereaksi berlebih saat menatap
masukan matahari dan/atau senter diarahkan ke matanya
sensorik selama 5 detik
4.1.3. Anak bereaksi berlebih terhadap intensitas
cahaya normal
4.2. Eksplorasi 4.2.1. Anak senang membaui atau menjilati mainan
sensorik yang atau benda yang menarik perhatiannya.
tidak biasa 4.2.2. Anak tidak peka terhadap bunyi
dengan objek 4.2.3. Anak bereaksi berlebih terhadap bunyi dengan
intensitas normal
4.3. Tidak 4.3.1. Anak tidak bereaksi ketika dirinya tersakiti.
pedulian terhadap 4.3.2. Anak bereaksi berlebihan ketika air hangat/panas
sakit/panas/dingin biasa dikenakan ke kulitnya selama 5 detik
(hipersensitif)
4.3.3. Anak tidak bereaksi ketika air dingin dikenakan

15
ke kulitnya selama 5 detik (hiposensitif)

16
PENILAIAN

Tingkatan Aspek Interaksi Komunikasi Aspek Perilaku Berulang dan Minat


terbatas
Level 1 a. Tanpa dukungan di tempat, defisit a. Ritual dan perilaku berulang
dalam komunikasi sosial menyebabkan gangguan signifikan
menyebabkan gangguan yang nyata. pada fungsi dalam satu atau lebih
b. Memiliki kesulitan untuk memulai konteks.
interaksi sosial dan menunjukkan b. Menolak upaya orang lain untuk
contoh yang jelas dari perilaku menginterupsi ritual dan perilaku
atipikal atau tanggapan yang gagal berulang atau dialihkan dari minat
terhadap tawaran sosial orang lain. yang terpaku.
c. Mungkin tampak mengalami
penurunan minat dalam interaksi
sosial.
Level 2 a. Defisit yang nyata dalam a. Ritual dan perilaku berulang
keterampilan komunikasi sosial dan/atau keasyikan atau minat
verbal dan nonverbal; yang terpaku cukup sering tampak
b. Gangguan sosial terlihat bahkan jelas bagi pengamat biasa dan
dengan dukungan di tempat; mengganggu fungsi dalam
c. Inisiasi interaksi sosial yang terbatas berbagai konteks.
dan respons yang berkurang atau b. Distress atau frustrasi terlihat
abnormal terhadap tawaran sosial ketika ritual dan perilaku berulang
dari orang lain. terganggu; sulit untuk dialihkan
dari minat tetap.
Level 3 a. Defisit parah dalam keterampilan a. Keasyikan, ritual terpaku dan/atau
komunikasi sosial verbal dan perilaku berulang sangat
nonverbal menyebabkan gangguan mengganggu fungsi di semua
parah dalam fungsi; bidang.
b. Inisiasi interaksi sosial yang sangat b. Distress yang nyata ketika ritual
terbatas dan respons yang minimal atau rutinitas terganggu;
terhadap interaksi sosial tawaran dari c. Sangat sulit untuk mengalihkan
orang lain. dari minat tetap atau kembali ke
hal yang diminati dengan cepat.

17
BAB III
PEMBAHASAN

A. Hasil Identifikasi
1. Pedoman Wawancara Guru

Pertanyaan Tanggapan
Apakah ada anak yang terlambat dalam perkembangannyaa? Ada yaitu Rafa. Perkembangan anak terlambat atau susah belajar. Jika
disuruh belajar atau disuruh untuk menulis susah kebanyakan diam
saja. Kalau di perintah baru beraksi, tetapi itu juga tetap agak sulit,
ketika di lihat masih aja diam pekerjaan nya tidak maju-maju. Jadi
diam saja begitu disuruh baru menulis tetapi muka nya kemana saja
seperti tidak fokus. Selain Rafa yang terlambat ada yaitu Rosid, kalau
dia menulis mau tetapi kalo misalkan harus ada yang di isi, punya
temen nya di ambil. Lalu teman nya marah. Namun ketika di beritahu
muka nya seperti tidak punya masalah
Apakah dikelas ini ada anak yang sering tertinggal ketika sedang Ada yaitu Rafa, dalam mengerjakan tugas nya pun tertinggal. Suka di
mengerjakan tugas? bantu dan dituntun menulis nya oleh guru agar datang ke rumah itu ada
hasilnya. Bisa dilakukan pembelajaran tetapi harus individual.
Jika ada, biasanya terjadi di pelajaran apa saja bu? Untuk Rafa sendiri ia tertinggal di semua mata pelajaran.

Jika 1 atau lebih dimata pelajaran bagaimana interpretasinya bu? Anak jadi memiliki prestasi belajar yang kurang dan tertinggal dari
teman-temannya. Menulisnya susah, membaca nya belum bisa,
berhitung nya sama belum bisa apalagi kelas 3 itu sudah tinggi
pelajaran nya. Tidak ada mata pelajaran yang menonjol.
Bagaimana interaksi dan komunikasi anak dengan guru dan teman- Anaknya jarang birinteraksi, ya diem aja ngga kemana mana tapi kalo
temannya? misalkan di ganggu sama temen nya pasti marah. Seperti melempar
buku, atau sobek buku. Tetapi tidak lama anak bisa ditenangkan.
Jarang ngobrol, tidak akan memulai percakapan. Ya kalau ngga ditanya
ngga akan ngomong jadi harus ditanya dulu baru menjawab. Kalau

18
biasanya kan anak banyak ngomong kalo ini ngga. Kalau nulis juga
ngga di suruh ngga akan nulis.
Apakah anak dapat berkomunikasi secara verbal dan non verbal? Bisa, namun anak harus di ajak berkomunikasi duluan karena jarang
memulai atau membuka percakapan.
Apakah sekolah pernah melakukan identifikasi anak berkebutuhan Dulu ada beberapa kali, tetapi disini tidak ada anak berkebutuhan
khusus? khusus. Pembimbing nya juga harus khusus kan karena repot jadi
disamakan aja semua murid nya.
Apakah guru mengetahui keberadaan anak autis di sini? Kurang tau, karena mungkin disini tidak aja guru khusus juga.
Indikasi atau masalah awal yang timbul? Sebenarnya dari awal masuk sekolah pun sudah telat. Masuk sekolah
jam 7 anak suka datang jam 8, jadi ya pembelajaran otomatis sudah
ketinggalan. Anak kebanyakan diam, ketika guru menjelaskan jarang
fokus memerhatikan penjelasan guru. Disuruh menulis nyalin dari
buku paket, ketika di liat ngga ada tulisan nya. Tetapi agar pulang ada
hasilnya suka dituntun secara individual
Pendapat orang tua? Sepertinya orang tua nya kerja, dia anak pindahan karena pekerjaan
orang tuanya pindah dari Jakarta. Nah yang mindahin nya teman orang
tua nya kesini. Ia murid pindahan dari kelas 3.

19
1. Profil Anak 1
Nama : Rafa
2. Kriteria Penilaian
Anak dapat dikatakan terindikasi mengalami gangguan spectrum autis, apabila memenuhi setidaknya 3 sub aspek pada aspek
komunikasi sosial, dan memenuhi setidaknya 2 sub aspek perilaku.
3. Hasil
No Aspek Sub Aspek Indikator Butir Instrumen Penilaian Ket.
Ya Tidak
1. Komunikasi 3. Kekurangan 3.1. Pendekatan 1.1.4. Anak tidak menanggapi ketika disapa V
sosial dalam hubungan sosial yang (Misalnya menggunakan kata sapaan: “Hallo?
timbal balik abnormal dan Apa kabar?”).
sosial. kegagalan dalam
menjalin 1.1.5. Anak tidak menanggapi ketika dipanggil V
komunikasi namanya.
timbal balik.
1.1.6. Anak tidak tertarik untuk bermain bersama V
teman

5.2. Kurangnya 1.2.4. Anak tidak dapat mengungkapkan secara V


kemampuan verbal ketika ditanya kesukaannya.
untuk berbagi
minat, emosi, atau 1.2.5. Anak tidak mengucapkan terima kasih ketika
perasaan. diberikan suatu objek (misalnya: makanan V
ringan, permen).

1.2.6. Anak tidak menunjukkan ekspresi ketika V


diberi senyuman.

20
5.5. Kurang 1.3.3.Anak tidak dapat memulai percakapan, V
adanya inisiatif misalnya menyapa terlebih dahulu.
dalam interaksi
sosial. 1.3.4.Anak tidak ada inisiatif untuk mengajak
bermain temannya. V

6. Kekurangan 2.3. Kesulitan 6.1.1. Anak kurang melakukan kontak mata Ketika V
dalam perilaku dalam diajak bicara.
komunikasi penggunaan
verbal dan non kontak mata
verbal secara sosial.
2.4. Komunikasi 2.2.2. Volume, intonasi, atau nada bicara anak tidak V
verbal dan non terkontrol ketika berbicara.
verbal yang tidak
terintegrasi
dengan baik.

3.3. Kesulitan 2.3.4. Anak tidak menganggukkan kepala tanda V


memahami dan setuju atau paham.
menggunakan
gestur tubuh atau 2.3.5. Anak kesulitan mengenali ekspresi ketika V
ekspresi diberi gambar emoticon dengan ekspresi
senyum, menangis, dan marah.

2.3.6. Anak kurang menunjukkan ekspresi gembira V


dan bersahabat.

4. Kekurangan 3.4. Kesulitan 3.1.4. Anak tidak memperhatikan orang di sekitarnya. V


dalam dalam
mengembangkan menyesuaikan 3.1.5. Tidak tepat mengekspresikan emosi (misalnya: V
hubungan sosial perilaku sesuai. tertawa di saat yang tidak tepat).

21
3.1.6. Anak tidak menunjukkan rasa peduli terhadap V
perasaan orang lain.

3.7. Kesulitan 3.2.4. Anak sulit didekati V


dalam berteman.
3.2.5. Anak tidak mempunyai teman yang V
disukai/paling dekat.

3.2.6. Anak tidak bermain dengan anak seusianya. V

3.10. Tidak 3.3.4. Anak terbatas dalam berinteraksi komunikasi V


menunjukkan dengan orang lain.
minat dengan
orang sekitarnya / 3.3.5. Anak lebih suka bermain sendiri daripada V
teman sebaya. bermain dengan banyak teman seusianya.

3.3.6. Anak kurang bekerja sama dalam V


menyelesaikan tugas dengan teman sebayanya.

2. Perilaku 4. Gerakan motoric 1.4. Penggunaan 1.1.4. Anak sering mengulangi kata-kata yang baru V
stereotip/ ucapan yang saja atau pernah mereka dengar, tanpa maksud
berulang berulang berkomunikasi.

1.1.5. Anak sering mengulang suara atau bahasa yang V


tidak dapat dimengerti.

1.1.6. Anak sering menggunakan kata ganti yang V


terbalik, seperti ‘kamu’ untuk ‘saya’.

22
1.7. Memainkan 1.2.4. Anak sering mondar mandir tanpa tujuan V
objek secara
berulang 1.2.5. Anak memainkan alat tulis berulang kali saat V
tidak diperlukan

1.2.6. Anak sering memainkan kursi meja atau benda V


yang ada disekitarnya terus menerus

1.2.7. Anak sering menghidupkan lampu secara V


berulang

1.11. Melakukan 1.3.4. Anak melakukan gerakan berulang seperti V


gerakan berulang bertepuk tangan atau memutar telapak tangan.

1.3.5. Anak menggerakkan kakinya saat duduk V


dikursi.

1.3.6. Anak menggeretakkan giginya secara berulang V

7. Kepatuhan yang 2.4. Melakukan 2.1.2. Anak melakukan aktivitas yang sama di kelas V
berlebihan pada aktivitas yang setiap hari (minim perubahan)
rutinitas sama setiap hari
2.1.3. Anak melakukan runtutan aktivitas yang sama V
dilakukan setiap hari secara teratur

2.6. Tekanan 2.2.4. Anak akan protes ataupun mengamuk ketika V


ekstrim pada waktu makan anak berubah
perubahan kecil 2.2.5. Anak tidak suka ketika ada benda yang V
dipindahkan dari tempat biasanya.
2.2.6. Jalan pulang yang dilalui anak harus sama
seperti biasanya V

23
2.9. Pemikiran 2.3.2. Anak melakukan aktivitas harus selalu sesuai V
yang kaku dengan aturan atau urutan

2.3.3. Anak mengerjakan tugas harus sesuai instruksi V


guru ataupun buku

9. Minat yang 4.4. Ketertarikan 3.1.3. Anak obsesif ketika menyukai mainan atau V
sangat terbatas yang kuat suatu benda tertentu
terhadap suatu 3.1.4. Anak memiliki kesukaan yang berlebihan V
objek yang tidak terhadap suatu angka, warna atau simbol
biasa tertentu

4.6. Dibatasi 3.2.2. Anak bermain secara terbatas hanya terpaku V


secara berlebihan kepada suatu mainan
3.2.3. Anak terikat pada objek tertentu V
5. Hiper atau 5.1. Aktivitas 5.1.1. Anak menatap secara terus menerus terhadap V
hiporeaktivitas visual yang tidak benda bergerak, contohnya kipas angin listrik
terhadap biasa 6.1.1. Anak tidak bereaksi berlebih saat menatap
masukan matahari dan/atau senter diarahkan ke V
sensorik matanya selama 5 detik
7.1.1. Anak bereaksi berlebih terhadap intensitas V
cahaya normal
7.2. Eksplorasi 7.2.1. Anak senang membaui atau menjilati mainan V
sensorik yang atau benda yang menarik perhatiannya.
tidak biasa 7.3.1. Anak tidak peka terhadap bunyi V
dengan objek 7.4.1. Anak bereaksi berlebih terhadap bunyi V
dengan intensitas normal
7.5. Tidak 7.5.1. Anak tidak bereaksi ketika dirinya tersakiti. V
pedulian terhadap 7.6.1. Anak bereaksi berlebihan ketika air V
hangat/panas biasa dikenakan ke kulitnya

24
sakit/panas/dingin selama 5 detik (hipersensitif)
7.7.1. Anak tidak bereaksi ketika air dingin V
dikenakan ke kulitnya selama 5 detik
(hiposensitif)

25
4. Analisis Hasil Identifikasi
1. Aspek Komunikasi Sosial
Di dalam aspek komunikasi terdapat tiga sub aspek yang masing-masingnya memiliki
tiga indicator, sehingga total indicator dalam aspek komunikasi berjumlah Sembilan. Anak
dapat dikatakan terindikasi mengalami gangguan spectrum autis, apabila memenuhi
setidaknya 3 sub aspek pada aspek komunikasi sosial dan memenuhi setidaknya 2 sub aspek
perilaku. Berdasarkan hal tersebut maka indikasi anak R mengalami gejala autis adalah
sebagai berikut:
gejala yang muncul 8
=
jumlah minimal gejala 9
Anak memenuhi delapan indicator dari Sembilan indicator, dengan jumlah butir
instrument yang terpenuhi adalah 11 dari 22 butir. Maka R tidak memenuhi kriteria pada
aspek komunikasi.
2. Aspek Perilaku
Di dalam aspek perilaku terdapat empat sub aspek yang terdiri dari masing-masing
indicator dan bila dijumlah total indicator dalam aspek perilaku berjumlah 11. Anak dapat
dikatakan terindikasi mengalami gangguan spectrum autis, apabila memenuhi setidaknya 3
sub aspek pada aspek komunikasi sosial dan memenuhi setidaknya 2 sub aspek perilaku.
Berdasarkan hal tersebut maka indikasi anak R mengalami gejala autis adalah sebagai
berikut:
gejala yang muncul 0
=
jumlah minimal gejala 11
Anak tidak memenuhi satu pun indicator dari 11 indikator dengan 30 butir instrumen,
Maka R tidak memenuhi kriteria pada aspek perilaku.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, maka didapatkan data yang telah
diuraikan sebelumnya. Selanjutnya, mengacu pada kriteria penilaian DSM V yaitu Anak
dapat dikatakan terindikasi mengalami gangguan spectrum autis, apabila memenuhi
setidaknya 3 sub aspek pada aspek komunikasi sosial, dan memenuhi setidaknya 2 sub aspek
perilaku. Didapati anak hanya memunculkan delapan gejala dari minimal Sembilan gejala
dalam 3 sub aspek komunikasi sosial, kemudian tidak memenuhi satu pun gejala dari minimal
11 gejala dalam 2 sub aspek perilaku, maka dapat disimpulkan anak tidak mengalami
gangguan spektrum autistik. Namun, dalam hal komunikasi, anak terlihat cukup tertinggal
dari pada anak lainnya sehingga memengaruhi aspek akademiknya. Hal tersebut menjadi
masukan agar anak dapat diidentifikasi dan diasesmen lebih lanjut sehingga dapat
mengetahui kebutuhannya.

26
27
1. Profil Anak 2
Nama : Bunga
2. Kriteria Penilaian
Anak dapat dikatakan terindikasi mengalami gangguan spectrum autis, apabila memenuhi setidaknya 3 sub aspek pada aspek komunikasi
sosial, dan memenuhi setidaknya 2 sub aspek perilaku.
3. Hasil
Butir Instrumen Penilaian Ket.
Ya Tida
k
1.1.7. Anak tidak menanggapi ketika disapa V
(Misalnya menggunakan kata sapaan: “Hallo?
Apa kabar?”).
V Anak menanggapi dengan bergumam dan gerak
1.1.8. Anak tidak menanggapi ketika dipanggil tubuh yang ekspresif (loncat-loncat)
namanya. V Anak tidak mau berinteraksi dengan orang lain,
anak tidak mempunyai teman
1.1.9. Anak tidak tertarik untuk bermain bersama
teman

1.2.7. Anak tidak dapat mengungkapkan secara V Anak hanya bergumam, berteriak tidak jelas,
verbal ketika ditanya kesukaannya. menunjuk-nunjuk objek yang disukai
V Anak tidak bisa mengungkapkan secara verbal
1.2.8. Anak tidak mengucapkan terima kasih ketika
diberikan suatu objek (misalnya: makanan
ringan, permen). V Anak hanya fokus pada diri sendiri sehingga tidak
memerhatikan ekspresi asesor
1.2.9. Anak tidak menunjukkan ekspresi ketika
diberi senyuman.

28
1.3.5.Anak tidak dapat memulai percakapan, V Anak hanya diam mengamati asesor dan tampak
misalnya menyapa terlebih dahulu. sedikit takut
1.3.6.Anak tidak ada inisiatif untuk mengajak V Anak tidak mau berinteraksi dengan orang lain,
bermain temannya. anak tidak mempunyai teman, anak tidak mau
keluar rumah
6.1.2. Anak kurang melakukan kontak mata Ketika V Anak tidak bisa melakukan kontak mata dengan
diajak bicara. asesor bahkan ketika diminta

2.2.3. Volume, intonasi, atau nada bicara anak tidak V Anak sering teriak-teriak tidak jelas padahal
terkontrol ketika berbicara. keberadaan asesor ada didekatnya

2.3.7. Anak tidak menganggukkan kepala tanda V Anak mampu memahami bahasa reseptif seperti
setuju atau paham. saat ditanya asesor terkait benda yang anak
inginkan. Namun anggukannya berulang kali dan
berlebihan.
V Anak tidak dapat mengenali dan mengungkapkan
2.3.8. Anak kesulitan mengenali ekspresi ketika
diberi gambar emoticon dengan ekspresi gambar emoticon ekspresi yang ditunjukkan
senyum, menangis, dan marah. V
2.3.9. Anak kurang menunjukkan ekspresi gembira Anak sangat menunjukkan ekspresi gembira dengan
dan bersahabat. tertawa-tawa dan melompat-lompat sekuat tenaga
dan cenderung berlebihan. Namun, ekspresi anak
kurang bersahabat

29
3.1.7. Anak tidak memperhatikan orang di sekitarnya. V Anak sibuk dengan barang kesukaannya sendiri.
Ketika asesor mulai mengajak anak untuk
mengobrol, anak acuh.

3.1.8. Tidak tepat mengekspresikan emosi V Anak sering kali tiba-tiba tertawa, berteriak-teriak,
(misalnya : tertawa di saat yang tidak tepat). lalu nampak merajuk.
V Anak paham akan perasaan ibunya ketika marah
3.1.9. Anak tidak menunjukkan rasa peduli terhadap
perasaan orang lain. atau sedih

3.2.7. Anak sulit didekati V Anak sulit didekati orang lain dengan menunjukkan
ekspresi marah dan mengamuk. Namun, pada
beberapa orang anak masih dapat didekati.

3.2.8. Anak tidak mempunyai teman yang V Anak tidak mau berinteraksi dengan orang lain,
disukai/paling dekat. anak tidak mempunyai teman, anak tidak mau
keluar rumah

Anak tidak mau berinteraksi dengan orang lain,


V anak tidak mempunyai teman, anak tidak mau
3.2.9. Anak tidak bermain dengan anak seusianya.
keluar rumah
3.3.7. Anak terbatas dalam berinteraksi komunikasi V Anak tidak mau berinteraksi dengan orang lain,
dengan orang lain. anak tidak dapat berkomunikasi dengan bahasa
verbal
3.3.8. Anak lebih suka bermain sendiri daripada V Anak tidak mau berinteraksi dengan orang lain,
bermain dengan banyak teman seusianya anak tidak mempunyai teman, anak tidak mau
V keluar rumah
3.3.9. Anak kurang bekerja sama dalam Anak tidak mau berinteraksi dengan orang lain,
menyelesaikan tugas dengan teman sebayanya. anak tidak mempunyai teman, anak tidak mau
keluar rumah, anak tidak bersekolah
1.1.7. Anak sering mengulangi kata-kata yang baru V Anak tidak bisa mengungkapkan bahasa verbal
saja atau pernah mereka dengar, tanpa maksud
berkomunikasi.

30
V Anak tidak bisa mengungkapkan bahasa verbal
1.1.8. Anak sering mengulang suara atau bahasa yang (hanya bergumam) sehingga suara dan bahasanya
tidak dapat dimengerti. V sulit dimengerti
Anak tidak bisa mengungkapkan bahasa verbal
1.1.9. Anak sering menggunakan kata ganti yang
terbalik, seperti ‘kamu’ untuk ‘saya’.

1.2.8. Anak sering mondar mandir tanpa tujuan V Anak sering mondar-mandir dengan berjalan,
berlari-lari dan melompat seperti tidak ada rasa
Lelah

1.2.9. Anak memainkan alat tulis berulang kali saat V Anak jarang berinteraksi dengan alat tulis karena
tidak diperlukan tidak sekolah
V Anak seringkali menarik-narik tv kemudian dia
1.2.10. Anak sering memainkan kursi meja atau lempar sampai rusak
V
benda yang ada disekitarnya terus menerus Anak tidak terlihat berinteraksi dengan stop kontak
atau lampu
1.2.11. Anak sering menghidupkan lampu secara
berulang

1.3.7. Anak melakukan gerakan berulang seperti V Anak sering bertepuk tangan, menggoyang-
bertepuk tangan atau memutar telapak tangan. goyangkan tangan asesor dengan tenaga yang kuat
V Anak menggerak-gerakkan kakinya saat duduk
1.3.8. Anak menggerakkan kakinya saat duduk
dikursi. V Anak sangat sering menggertakkan gigi

1.3.9. Anak menggeretakkan giginya secara berulang

2.1.4. Anak melakukan aktivitas yang sama di kelas V Anak tidak sekolah
setiap hari (minim perubahan)
V Anak paham rutinitas ibunya sehingga ketika
ibujnya tidak sesuai dengan rutinitas, anak

31
melakukan protes dan memaksa ibunya agar
2.1.5. Anak melakukan runtutan aktivitas yang sama melakukan rutinitas tersebut
dilakukan setiap hari secara teratur

2.2.7. Anak akan protes ataupun mengamuk ketika V Anak tidak protes ketika waktu makan berubah,
waktu makan anak berubah tapi anak protes ketika makanannya tidak sesuai
denga napa yang dia inginkan
2.2.8. Anak tidak suka ketika ada benda yang V Anak akan memindahkan kembali benda tersebut
dipindahkan dari tempat biasanya. ke tempat semula
2.2.9. Jalan pulang yang dilalui anak harus sama V Anak tidak mau keluar rumah
seperti biasanya
2.3.4. Anak melakukan aktivitas harus selalu sesuai V Anak harus mengurutkan benda sesuai urutan yang
dengan aturan atau urutan dia inginkan, anak harus jajan pada waktu-waktu
V tertentu dan rutin berulang
2.3.5. Anak tidak sekolah

2.3.6. Anak mengerjakan tugas harus sesuai instruksi


guru ataupun buku

3.1.5. Anak obsesif ketika menyukai mainan atau V Anak sangat tertarik pada wangi-wangian dan
suatu benda tertentu benda yang menarik perhatiannya, anak akan
membaui, dan mencoba benda tersebut (bedak)
3.1.6. Anak memiliki kesukaan yang berlebihan V Anak sangat suka terhadap wangi-wangian dan
terhadap suatu angka, warna atau simbol minuman berasa
tertentu
3.2.4. Anak bermain secara terbatas hanya terpaku V
kepada suatu mainan
3.2.5. Anak terikat pada objek tertentu V Anak sangat tertarik pada wangi-wangian dan
benda yang menarik perhatiannya, anak akan
membaui, dan mencoba benda tersebut (bedak)
7.7.2. Anak menatap secara terus menerus terhadap V Anak menatap barang yang menarik perhatiannya
benda bergerak, contohnya kipas angin listrik terus menerus

32
7.7.3. Anak tidak bereaksi berlebih saat menatap
matahari dan/atau senter diarahkan ke V Anak menyipitkan mata ketika matahari masuk
matanya selama 5 detik
7.7.4. Anak bereaksi berlebih terhadap intensitas V Anak bereaksi biasa terhadap cahaya normal
cahaya normal
7.7.5. Anak senang membaui atau menjilati mainan V Anak sangat tertarik pada wangi-wangian dan
atau benda yang menarik perhatiannya. benda yang menarik perhatiannya, anak akan
membaui, dan mencoba benda tersebut (bedak)
7.7.6. Anak tidak peka terhadap bunyi V Anak peka terhadap bunyi
7.7.7. Anak bereaksi berlebih terhadap bunyi V Anak bereaksi biasa terhadap bunyi normal
dengan intensitas normal
7.7.8. Anak tidak bereaksi ketika dirinya tersakiti. V Anak sering kali memukul-mukulkan kepalanya ke
tembok tanpa merasa sakit. Anak pernah terluka
sampai berdarah namun tidak bereaksi. Kemudian
anak pernah terjatuh dari motor namun tidak
menangis
7.7.9. Anak bereaksi berlebihan ketika air V
hangat/panas biasa dikenakan ke kulitnya
selama 5 detik (hipersensitif)
7.7.10. Anak tidak bereaksi ketika air dingin V
dikenakan ke kulitnya selama 5 detik
(hiposensitif)

33
34
4. Analisis hasil identifikasi
1. Aspek Komunikasi Sosial
Di dalam aspek komunikasi terdapat tiga sub aspek yang masing-masingnya memiliki
tiga indikator, sehingga total indikator dalam aspek komunikasi berjumlah sembilan. Anak
dapat dikatakan terindikasi mengalami gangguan spectrum autis, apabila memenuhi
setidaknya 3 sub aspek pada aspek komunikasi sosial dan memenuhi setidaknya 2 sub aspek
perilaku. Berdasarkan hal tersebut maka indikasi anak B mengalami gejala autis adalah
sebagai berikut:
gejala yang muncul 9
=
jumlah minimal gejala 9
Anak memenuhi semua indicator, dengan jumlah butir instrument yang terpenuhi adalah
18 dari 22 butir instrumen. Maka B memenuhi kriteria pada aspek komunikasi.

2. Aspek Perilaku
Di dalam aspek perilaku terdapat empat sub aspek yang terdiri dari masing-masing
indikator dan bila dijumlah total indikator dalam aspek perilaku berjumlah 11. Anak dapat
dikatakan terindikasi mengalami gangguan spectrum autis, apabila memenuhi setidaknya 3
sub aspek pada aspek komunikasi sosial dan memenuhi setidaknya 2 sub aspek perilaku.
Berdasarkan hal tersebut maka indikasi anak B mengalami gejala autis adalah sebagai
berikut:
gejala yang muncul 11
=
jumlah minimal gejala 11
Anak memenuhi semua indikator, dengan jumlah butir instrument yang terpenuhi
adalah 16 dari 30 butir instrumen, Maka B memenuhi kriteria pada aspek perilaku.

5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, maka didapatkan data yang telah
diuraikan sebelumnya. Selanjutnya, mengacu pada kriteria penilaian DSM V yaitu Anak
dapat dikatakan terindikasi mengalami gangguan spectrum autis, apabila memenuhi
setidaknya 3 sub aspek pada aspek komunikasi sosial, dan memenuhi setidaknya 2 sub aspek
perilaku. Didapati anak memunculkan seluruh gejala yang ada dalam 3 sub aspek komunikasi
sosial, kemudian juga memenuhi seluruh gejala dari minimal 11 gejala dalam 2 sub aspek
perilaku, yang mana seperti kriteria yang telah disebutkan maka dapat disimpulkan bahwa
anak terindikasi mengalami gangguan spektrum autistik.

35
B. Kesimpulan Identifikasi

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan anak yang teridentifikasi gangguan


spectrum autis adalah Bunga.

36
BAB VI
PENUTUP

1. Kesimpulan
Identifikasi adalah kegiatan mengenal atau menandai sesuatu, yang dimaknai sebagai
proses penjaringan atau proses menemukan kasus yaitu menemukan anak yang
mempunyai kelainan/masalah, atau proses pendeteksian dini terhadap anak berkebutuhan
khusus.
Asesmen didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi tentang seseorang anak
yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan
dengan keadaan anak.
Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah kelainan dalam perkembangan sistem saraf
pada seseorang yang sudah dialami sejak lahir ataupun saat masa balita. karakteristik
yang menonjol dari anak dengan gangguan ASD adalah anak kesulitan dalam membina
hubungan sosialnya. hal ini terlihat dari cara komunikasi anak yang sulit dipahami oleh
orang lain (verbal dan non verbal), anak yang bersangkutan kesulitan dalam hal
memahami emosi dan perasaan orang lain.
2. Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan adalah sebagai berikut:
1. Untuk peneliti kedepannya lebih menggali teori yang ada
2. Untuk lembaga pendidikan agar dapat memfasilitasi keharusan pemahaman
masyarakat terhadap anak dengan gangguan spektrum autis

37
DAFTAR PUSTAKA

Yuwono, I., 2015. Identifikasi dan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus Setting Pendidikan
Inklusif. Banjarmasin: Pustaka Banua.
SIREGAR, Y. B. D. (2018). PENERAPAN SOCIAL STORY UNTUK MENURUNKAN
PERILAKU TANTRUM PADA ANAK AUTISM SPECTRUM DISORDER (Doctoral
dissertation, Unika Soegijapranata Semarang). Di akses dari
http://repository.unika.ac.id/id/eprint/16640

Azizah, I. N., & Amalia, T. (2019). Jenis, Tingkatan, dan Strategi Membaca.[Daring].
Diakses dari
https://www.academia.edu/41430146/JENIS_TINGKATAN_DAN_STRATEGI_ME
MBACA

38

Anda mungkin juga menyukai