Anda di halaman 1dari 46

SISTEM PENDIDIKAN

DI SEKOLAH INKLUSI
DAN SLB
PERBEDAAN SEKOLAH INKLUSI DAN
SLB

PERBEDAAN PENDIDIKAN SEGREGASI,


INTEGRASI DAN INKLUSI

KURIKULUM PENDIDIKAN INKLUSI

BENTUK PENDIDIKAN INKLUSI


MODERAT
Add an image

PERBEDAAN SEGREGASI (SLB)


DAN INKLUSI
SLB (SEKOLAH LUAR BIASA)

Sekolah luar biasa adalah sistem penyelenggaraan pendidikan khusus yang


terpisah dengan anak umum lainnya dimana anak – anak berkebutuhan
khusus di tempatkan secara khusus sesuai dengan kebutuhannya.
Kategori kecacatan SLB itu di kelompokkan menjadi :
A. SLB bagian A untuk anak tuna netra
B. SLB bagian B untuk anak tuna rungu
C. SLB bagian C untuk anak tuna Grahita
D. SLB bagian D untuk anak tuna daksa
E. SLB bagian E untuk anak tuna laras
F. SLB bagian F untuk anak cacat ganda
INKLUSI

Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang menyertakan semua anak


secara bersama-sama dalam suatu iklim dan proses pembelajaran
dengan layanan pendidikan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan
individu peserta didik tanpa membeda-bedakan anak yang berasal dari
latar suku, kondisi sosial, kemampuan ekonomi, politik, keluarga,
bahasa, geografis (keterpencilan) tempat tinggal, jenis kelamin, agama,
dan perbedaan kondisi fisik atau mental.
KELEBIHAN SISTEM PENDIDIKAN
SLB INKLUSI
Rasa ketenangan pada anak luar biasa Keberadaan ABK diakui sejajar dengan anak normal
Metode pembelajaran yang khusus sesuai Lingkungan mengajarkan kebersamaan dan menghilangkan
dengan kondisi dan kemampuan anak. diskriminasi

Komunikasi yang mudah dan lancar ABK memiliki kesempatan untuk beraktivitas (yang
mungkin dapat diikutinya) dan berpartisipasi sehingga dapat
menunjukkan kemampuannya di lingkungan anak normal

Guru dengan latar belakang pendidikan Membutuhkan pegangan diri yaitu dengan belajar secara
luar biasa kompetitif, eksistensi ABK akan teruji dalam persaingan
secara sehat dengan anak pada umumnya.

Sarana dan prasarana yang sesuai. Anak yang berkelainan akan belajar menerima dirinya
sebagaimana adanya dan juga tidak menjadi asing lagi di
lingkungannya

Dapat mengembangakan bakat ,minta dan Memberi kesan pada orang tua dan masyarakat bahwa ABK
kemampuan secara optimal pun mampu seperti anak pada umumnya 6
KEKURANGAN PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN DI SEKOLAH INKLUSI DAN SLB
SLB INKLUSI
Siswa hanya mengenal lingkungan yang Masih kurangnya aksesibilitas dan sarana yang memadai bagi siswa
sama dengan kondisinya, kurang meluas berkebutuhan khusus seperti tuna netra dan tuna daksa dalam mendapatkan
dalam interaksi dan bermasyarakat aksesibilitas di sekolah

Terkadang karena kekurangan guru, Masih banyak sekolah inklusi yang membutuhkan guru pendamping khusus
dalam satu kelas masih ada bermacam- yang lulusan pendidikan luar biasa namun realitasnya banyak diisi dengan
macam kemampuan sehingga siswa lulusan di luar pendidikan luar biasa
harus beradaptasi dengan semuanya
Kurangnya pemantauan pemerintah Masih banyak sekolah inklusi yang hanya sekedar menerima siswa
dalam mengevaluasi hasil pembelajaran berkebutuhan khusus tanpa memberikan fasilitas sarana, prasarana dan
di sekolahan mengakomodasi pembelajaran

Sosialisasi terbatas Masih belum akuratnya dalam adanya standarisasi dalam pengelolaan dan
pembukaan pendidikan khusus di sekolah reguler

Bebas persaingan antar siswa Seringnya terjadi ketumpang tindihan anatar guru, GPK dan orang tua
siswa, disamping orang tua terkadang memiliki harapan besar yang kurang
7
sesuai, atau guru yang belum memahami kondisi siswa
PERBEDAAN SEKOLAH SLB DENGAN
INDIKATOR SEKOLAH INKLUSI
INKLUSI SEKOLAH LUAR BIASA
Siswa ATBK dan ABK ABK
Pengajar Guru dan guru pendamping khusus Guru SLB
Kurikulum Kurikulum reguler Kurikulum pendidikan khusus
Kurikulum reguler dengan modifikasi
Kurikulum Program Pembelajaran
Individual
Sistem Sistem pendidikan reguler Segregasi
pendidikan
Tujuan Berkembangnya kemandirian dan Agar anak mampu berkembang secara
kepercayaan diri anak optimal dan mandiri
Anak mampu berinteraksi secara aktif
dengan anak tanpa berkebutuhaan khusus
Anak dapat menerima adanya perbedaan
Add an image

PERBEDAAN PENDIDIKAN
SEGREGASI (SLB), INTEGRASI
(TERPADU), DAN INKLUSI
SEGREGASI (SLB)

Sekolah segregasi adalah sekolah yang memisahkan anak berkebutuhan


khusus dari sistem persekolahan reguler. Di Indonesia bentuk sekolah
segregasi ini berupa satuan pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa
sesuai dengan jenis kelainan peserta didik. Sebagai satuan pendidikan
khusus, maka sistem pendidikan yang digunakan terpisah sama sekali dari
sistem pendidikan di sekolah reguler, baik kurikulum, tenaga pendidik dan
kependidikan, sarana prasarana, sampai pada sistem pembelajaran dan
evaluasinya. Kelemahan dari sekolah segregasi ini antara lain aspek
perkembangan emosi dan sosial anak kurang luas karena lingkungan
pergaulan yang terbatas.
INKLUSI
Sekolah inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu.
Pada sekolah inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya. Semua
diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai
modifikasi atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga
pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem
penilaiannya. Dengan kata lain pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah
yang harus menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik,
bukan peserta didik yang menyesuaikan dengan sistem persekolahan.
Keuntungan dari pendidikan inklusif anak berkebutuhan khusus maupun
anak biasa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan
kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat
terpenuhi sesuai potensinya masing-masing. Konsekuensi penyelenggaraan
pendidikan inklusif adalah pihak sekolah dituntut melakukaan berbagai
perubahan, mulai cara pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan yang 11

berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi.


DIMENSI SEGREGASI INTEGRASI INKLUSI
(SLB) (TERPADU)

Pengertian Sekolah segregasi Sekolah terpadu adalah Sekolah inklusif merupakan


(SLB) adalah sekolah sekolah yang memberikan perkembangan baru dari pendidikan
yang memisahkan anak kesempatan kepada peserta terpadu. Pada sekolah inklusif setiap
berkebutuhan khusus didik berkebutuhan khusus anak sesuai dengan kebutuhan
dari sistem untuk mengikuti pendidikan di khususnya. Semua diusahakan dapat
persekolahan reguler. sekolah reguler tanpa adanya dilayani secara optimal dengan
perlakuan khusus yang melakukan berbagai modifikasi atau
disesuaikan dengan kebutuhan penyesuaian
individual anak

12
DIMENSI SEGREGASI INTEGRASI INKLUSI
(SLB) (TERPADU)

Kurikulum Kurikulum terpisah Mengikuti kurikulum Kurikulum dirancang


yang berlaku di dan diajarkan
sekolah berdasarkan kebutuhan
ABK

Partisipasi dalam KBM Belum ada partisipasi Partisipasi penuh belum Partisipasi penuh sudah
dalam KBM. Kalaupun terjadi atau bahkan tidak mulai terbentuk dan
ada, hanya sebatas pada ada. merupakan faktor kunci
kelompok tertentu saja.   dalam keberhasilan
  pelaksanaan pendidikan
inklusi
13
DIMENSI SEGREGASI INTEGRASI INKLUSI
(SLB) (TERPADU)

Sistem Pendidikan Pendidikan untuk anak Pendidikan untuk anak Ada di dalam sistem
berkebutuhan khusus berkebutuhan khusus sekolah umum, dimana
terpisah dari sekolah menjadi bagian dari pelaksanaan pendidikan,
umum. sekolah umum. pengelolaan kelas dapat
menjamin peningkatan
pendidikan dan akses
untuk semua anak,
termasuk anak
berkebutuhan khusus.
DIMENSI SEGREGASI INTEGRASI INKLUSI
(SLB) (TERPADU)

Tanggung jawab Tanggung jawab ada pada Tanggung jawab Guru wali kelas, guru
masing-masing unit tergantung relasi dan bidang studi serta guru
penyelenggara kepedulian masing- pembimbing khusus
pendidikan. masing guru. bertanggung jawab penuh
pada kelangsungan proses
belajar anak
berkebutuhan khusus.
Add an image

KURIKULUM PENDIDIKAN
INKLUSI
MODEL KURIKULUM BAGI ABK
Dalam pembelajaran inklusif, model kurikulum bagi ABK dapat dikelompokan
menjadi empat, yakni:
1) Duplikasi Kurikulum
Yakni ABK menggunakan kurikulum yang tingkat kesulitannya sama dengan
siswa rata-rata atau regular. Model kurikulum ini cocok untuk peserta didik
tunanetra, tunarungu wicara, tunadaksa, dan tunalaras. Alasannya peserta didik
tersebut tidak mengalami hambatan intelegensi. Namun demikian perlu memodifikasi
proses, yakni peserta didik tunanetra menggunkan huruf Braille, dan tunarungu
wicara menggunakan bahasa isyarat dalam penyampaiannya 17
2) Modifikasi kurikulum
Yakni kurikulum siswa rata-rata atau regular disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan
atau potensi ABK. Modifikasi kurikulum ke bawah diberikan kepada peserta didik tunagrahita
(menyesuaikan) dan modifikasi kurikulum ke atas (eskalasi) untuk peserta didik gifted and
talented.
3) Substitusi kurikulum
Yakni beberapa bagian kurikulum anak rata-rata ditiadakan dan diganti dengan yang kurang
lebih setara. Model kurikulum ini untuk ABK dengan melihat situasi dan kondisinya.
4) Omisi kurikulum
Yaitu bagian dari kurikulum umum untuk mata pelajaran tertentu ditiadakan total, karena tidak
memungkinkan bagi ABK untuk dapat berfikir setara dengan anak rata-rata. 18
MODEL PENDIDIKAN INKLUSI
Terdapat DUA MODEL pendidikan inklusi:
1) Model inklusi penuh (full inclusion
Model ini menyertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk menerima pembelajaran
individual dalam kelas reguler.Kedua yaitu model inklusif parsial (partial inclusion). Model parsial ini
mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus dalam sebagian pembelajaran yang berlangsung
di kelas reguler dan sebagian lagi dalam kelas-kelas pull out dengan bantuan guru pendamping khusus.
2) Inklusif terbalik (reverse inclusive)
Model ini dikemukakan oleh brent hardin dan marie hardin. Dalam model ini, peserta didik
normal dimasukkan ke dalam kelas yang berisi peserta didik berkebutuhan khusus. Model ini
berkebalikan dengan model yang pada umumnya memasukkan peserta didik berkebutuhan khusus ke
dalam kelas yang berisi peserta didik normal. 19
MODEL KURIKULUM PADA PENDIDIKAN
INKLUSI
 Model kurikulum pada pendidikan inklusi dapat dibagi tiga, yaitu :
1) Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan peserta didik
berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-
kawan lainnya di dalam kelas yang sama.
2) Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi
oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program
tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik
berkebutuhan khusus. Di dalam model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan
khusus yang memiliki PPI. 20
3) Model kurikulum PPI yaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI yang
dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru
pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang
terkait.Kurikulum PPI atau dalam bahasa inggris individualized education
program (IEP) merupakan karakteristik paling kentara dari pendidikan inklusif.
Konsep pendidikan inklusif yang berprinsip adanya persamaan mensyaratkan adanya
penyesuaian model pembelajaran yang tanggap terhadap perbedaan individu. Maka
PPI atau IEP menjadi hal yang perlu mendapat penekanan lebih. Thomas M. Stephens
menyatakan bahwa IEP merupakan pengelolaan yang melayani kebutuhan unik
peserta didik dan merupakan layanan yang disediakan dalam rangka pencapaian
21

tujuan yang diinginkan serta bagaimana efektivitas program tersebut akan ditentukan.
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN

MODEL KEUNGGULAN KELEMAHAN

Kurikulum Regular Peserta didik Peserta didik berkebutuhan khusus harus


Penuh berkebutuhan khusus menyesuaikan diri dengan metode pengajaran dan
dapat mengoptimalkan kurikulum yang ada. Pada saat-saat tertentu kondisi ini
potensi yang dapat menyulitkan mereka. Misalnya saat siswa
dimilikinya. (Freiberg, diwajibkan mengikuti mata pelajaran menggambar.
1995) Karena memiliki hambatan penglihatan, tentu saja
siswa disability tidak bisa menggambar. Tapi karena
mata pelajaran ini wajib dengan kurikulum yang ketat,
tidak fleksibel, tidaklah dimungkinkan bagi guru
maupun siswa disability untuk melakukan adaptasi
atau subsitusi untuk mata pelajaran menggambar
tersebut.
MODEL KEUNGGULAN KELEMAHAN
Kurikulum Regular Peserta didik Tidak semua guru di sekolah regular paham
Dengan Modifikasi berkebutuhan tentang ABK. Untuk itu perlu adanya
khusus dapat diberi sosialisasi mengenai ABK dan kebutuhannya.
pendidikan yang
sesuai dengan
kebutuhannya.
Kurikulum PPI Peserta didik Guru kesulitan dalam menyusun IEP dan
mendapatkan sangat membutuhkan waktu yang banyak.
layanan pendidikan
yang sesuai dengan
kebutuhan.
Add an image

BENTUK PENDIDIKAN INKLUSI


MODERAT
MODEL PEMBELAJARAN INKLUSI
MODERAT
Model pendidikan inklusif yang diselenggarakan pemerintah Indonesia yaitu model
pendidikan inklusif moderat.
Pendidikan inklusif moderat yang dimaksud yaitu:
1.Pendidikan inklusif yang memadukan antara pendidikan terpadu dan inklusi penuh.
2.Model moderat ini dikenal dengan model mainstreaming
Model pendidikan mainstreaming merupakan model yang memadukan antara pendidikan
untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah Luar Biasa) dengan pendidikan reguler. Peserta
didik berkebutuhan khusus digabungkan ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa waktu
saja.
Filosofinya tetap pendidikan inklusif, tetapi dalam praktiknya anak berkebutuhan khusus
disediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAPAT BERPINDAH DARI SATU
BENTUK LAYANAN KE BENTUK LAYANAN YANG LAIN, SEPERTI:

BENTUK KELAS REGULER BENTUK KELAS REGULER BENTUK KELAS REGULER


PENUH DENGAN CLUSTER DENGAN PULL OUT

Anak berkelainan belajar Anak berkelainan belajar Anak berkelainan belajar

bersama anak lain (normal) bersama anak lain (normal) di bersama anak lain (normal) di
kelas reguler dalam kelompok kelas reguler namun dalam
sepanjang hari di kelas
khusus waktu-waktu tertentu ditarik
reguler dengan
dari kelas reguler ke ruang
menggunakan kurikulum
sumber untuk belajar dengan
yang sama
guru pembimbing khusus
BENTUK KELAS REGULER BENTUK KELAS KHUSUS BENTUK KELAS KHUSUS
DENGAN CLUSTER DAN PU DENGAN BERBAGAI PENUH DI SEKOLAH
LL OUT PENGINTEGRASIAN REGULER

Anak berkelainan belajar Anak berkelainan belajar di Anak berkelainan belajar di


bersama anak lain (normal) di kelas khusus pada sekolah dalam kelas khusus pada
kelas reguler dalam kelompok reguler, namun dalam bidang- sekolah reguler
khusus, dan dalam waktu- bidang tertentu dapat belajar
waktu tertentu ditarik dari bersama anak lain (normal) di
kelas reguler ke ruang sumber kelas reguler
untuk belajar bersama dengan
guru pembimbing khusus
Dengan demikian, pendidikan inklusif seperti pada model di tersebut
tidak mengharuskan semua anak berkelainan berada di kelas reguler setiap saat
dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal ini dikarenakan sebagian
anak berkelainan dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi dengan gradasi
kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkelainan yang gradasi
kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus
pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya
sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat
disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit).
Add an image

SEJAUH MANA PEMERINTAH


MEMANTAU SLB DAN SEKOLAH
INKLUSIF
Sekolah SLB
menurut Prof. Suyanto, PhD. 2010
Jumlah total SekoLah Luar Biasa (SLB) ada 1.311 sekolah
dengan status negeri 23 persen, atau 301 sekolah.
Dan swasta 77 persen, atau 1.010 sekolah.
Ini menunjukkan bahwa dalam penyelenggaraan Pendidikan
bagi ABK (anak berkebutuhan khusus), masih belum
dominan.
Sebarannya juga belum merata, cenderung terpusat di Jawa
saja. Jatim (302), Jabar (203). dan Jateng (109).
beberapa langkah berikut dilakukan pemerintah agar dapat
membantu anak dengan kebutuhan khusus untuk lebih cepat
mengakses layanan pendidikan

1. Membuat UU yang terkait dengan penyediaan layanan bagi anak-anak


berkebutuhan khusus
2. Menganggarkan dana khusus dari APBN ataupun APBD untuk pendidikan
anak berkebutuhan khusus
3. Memberikan dukungan dan sarana layanan secara lebih luas berbagai
informasi untuk para penyandang cacat
• tuna netra seperti jasa layanan yang lebih diperluas dalam bentuk naskah
berhuruf braile, kaset audio, computer suara, penyediaan jasa layanan
pembacaan,
• tuna rungu, dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi
dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh pada 31

lembaga-lembaga pendidikannya,
4. Penyediaan sarana umum pendidikan yang dapat
diakses secara mandiri oleh anak berkubutuhan
khusus misalnya perpustakaan dan gedung kualiah
5. Mendorong adanya empati bagi para pembuat
kebijakan terhadap mereka yang berkebutuhan
khusus.
6. Mendorong peran swasta untuk ikut serta membantu
pemberdayaan anak berkebutuhan khusus, untuk
membuat mereka (ABK) semakin mandiri

32
Program penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa (PLB) yang
telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh Direktorat Pendidikan
Luar Biasa (PLB ) antara lain

1. Upaya Penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun.


2. Peningkatan Mutu PLB Upaya peningkatan mutu Pendidikan Luar Biasa melalui :
a. Peningkatan mutu dan kualifikasi guru sekolah luar biasa
b. Penyediaan buku-buku teks, penyediaan sarana dan prasarana PLB, dan
pelaksanaan EBTA SLB Khusus secara nasional.
c. Pembinaan dan pengembangan center percetakan Braille
3. Pengembangan Pendidikan untuk Anak Autisme Autisme.
anak autisme memerlukan cara atau metode khusus sehingga mereka mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya. Berdasarkan pemikiran tersebut
maka Direktorat PLB perlu memfasilitasi agar anak-anak autisme mendapat pelayanan
pendidikan sesuai dengan kebutuhannya. 33
4. Resource Center.
Resource Center dalam implementasinya adalah SLB-A Negeri dan Swasta untuk menjadi pusat pencetakan
buku bagi siswa dan kaum tuna netra di masyarakat dalam huruf Braille.
5. Sheltered Workshop
Life Skills merupakan salah satu fokus analisis dalam pengembangan kurikulum pendidikan sekolah yang
menekankan pada kecakapan atau keterampilan hidup atau bekerja.
6. Pendidikan Keterampilan bagi Lulusan SLTPLB dan SMLB
Pendidikan keterampilan bagi para lulusan SLTPLB dan SMLB yang diberikan, sesuai dengan kemampuan
fisik dan minat anak yang mengacu pada kurikulum PLB.
7. Program Percepatan Belajar (akselerasi)
Program percepatan belajar merupakan salah satu model pelayanan pendidikan bagi peserta didik yanng
memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa (Gifted dan Talented).
8. Pemberian Beasiswa
Direktorat PLB memberikan bantuan beasiswa kepada siswa SLB/SDLB dengan tujuan:
a. meringankan beban orang tua siswa
b. memberi motivasi kepada siswa untuk lebih giat belajar
34
c. memberi motivasi kepada orangtua untuk lebih memperhatikan pendidikan anaknya
d. mendorong sekolah untuk lebih memberikan pelayanan pendidikan.
Landasan Pemerintah Dalam Pendidikan Inklusi

Di Indonesia telah melaksanakan pendidikan inklusi di sekolah


serta memiliki landasan baik filosofi maupun yuridis dan
empiris, landasan secara filosofis yaitu :
1. Pendidikan adalah hak mendasar bagi setiap anak,
termaksud anak berkebutuhan khusus
2. Anak adalah pribadi yang unik yang memiliki karakteristik,
minat, kemampuan, dan kebutuhan belajar yang berbeda.
3. Penyelenggaraan pendidikan menjadi tanggung jawab
bersama antara orangtua, masyarakat dan pemerintah
4. Setiap anak berhak mendapat pendidikan yang layak
5. Setiap anak berhak memperoleh akses pendidikan yang ada
35
dilingkungan sekitarnya.
Sedangkan landasan secara yuridis dan empiris mengacu pada :
1.   UUSPN No 20 Tahun 2003, Pasal 5 Ayat (1), (2)
(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak
memperoleh pendidikan khusus.
2.   UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1),(2) dan (3)
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa yang diatur dengan undang-undang.
3.   Peraturan Pemerintah No 17 Tahun (2010), Tentang Pengelolaan dan Pelaksanaan Pendidikan
4.   Permen No 70 Tahun (2009), Tentang Pendidikan Inklusif
5. Deklarasi Hak Asasi Manusia (1948)
6.        Konfeksi Hak Anak (1989)
7.        Konferensi Pendidikan untuk Semua Tahun (1990)
8.        Pernyataan Salamanca (1994) tentang pendidikan Inklusi Komitmen Dakar (2000) Mengenai
pendidikan untuk Semua Deklarasi Bandung (2004) dan Rekomendasi Bukit Tinggi (2005) “Komitmen
Pendidikan Inklusi” 36
Implementasi Pendidikan Inklusi di Indonesia

Indonesia, pada dasarnya peraturan perundangan yang ada secara umum sudah sejalan dengan semangat yang

direkomendasikan pada tingkat internasional, di antaranya UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

UU No. 4/1997 tentang Penyandang Cacat, UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 23/2002

tentang Perlindungan Anak.

Hal ini menunjukkan bahwa adanya peran pemerintah dalam penyelenggaraannya sehingga tanggung jawab tidak

semata-mata dibebankan pada sekolah penyelenggara, karena peraturan –peraturan dan kebijakan mewajibkan

pemerintah kabupaten/kota menunjuk minimal satu SD dan SMP di tingkat kecamatan dan satu SMA di tingkat

kabupaten/kota.

Pemerintah kabupaten/kota juga wajib menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif serta tersedia sumber daya

pendidikan inklusif pada satuan pendidikan yang ditunjuk, melalui peningkatkan kompetensi di bidang pendidikan

khusus bagi pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif.
Penyelenggaraan pendidikan iklusif melibatkan perubahan dan modifikasi,
pendekatan, struktur dan strategi, dengan satu visi bersama yang
meliputi semua anak yang berbeda pada rentangan usia yang sama dan
satu keyakinan bahwa pendidikan inklusif adalah tanggung jawab
pendidikan sistem regular yang mendidik semua peserta didik Konsep
pendidikan inklusif sebagai penciptaan masyarakat pembelajar, dimana
pembelajaran dirancang secara khusus dann merespon kebutuhan siswa,
oleh karena itu keberhasilan penyelenggaraan pendidikan inklusif akan
bergantung pada pekerjaan guru dan orang tua secara bersama-sama 38
Meskipun demikian, implementasi pendidikan inklusif di Indonesia dapat dikatakan belum
optimal. Hal itu berkaitan dengan berbagai permasalahan seperti banyaknya anak
berkebutuhan khusus yang belum mendapat hak pendidikan, sumber daya guru dan
persoalan kurikulum serta persepsi masyarakat. Pelaksanaan pembelajaran dalam kelas
inklusif sama dengan pelaksanaan pembelajaran di kelas reguler. Namun anak berkebutuhan
khusus memerlukan perlakuan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan anak
berkebutuhan khusus. Untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus
diperlukan proses skrinning dan assement. Assement yang dimaksud adalah proses kegiatan
untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan setiap peserta didik dalam segi perkembangan
kognitif dan perkembangan social melalui pengamatan yang sensitive.
Add an image

PENILAIAN UNTUK ANAK ABK


TEKNIK PENILAIAN UNTUK ABK
TEKNIK PENILAIAN BENTUK INSTRUMEN JENIS ABK

1. Tes tertulis Tes objektif: pilihan ganda, Semua ABK kecuali


benar-salah,  menjodohkan. tunagrahita sedang dan berat,
Tes uraian: isian singkat dan serta tunadaksa berat.
uraian.

2. Tes kinerja Tes keterampilan menulis Semua ABK


Tes simulasi
Tes petik kerja: tes petik kerja
prosedur dan/atau tes petik
41
kerja produk
TEKNIK BENTUK JENIS ABK
PENILAIAN INSTRUMEN
3. Observasi Pedoman observasi Semua ABK
4. Penugasan individual atau Tugas rumah Semua ABK
kelompok Projek
5. Tes lisan Daftar pertanyaan Semua ABK kecuali tunagrahita
sedang dan berat, tunadaksa
berat, serta autis yang belum
dapat berbicara.

6. Penilaian Portofolio Lembar penilaian portofolio Semua ABK

42

7. Jurnal Buku cacatan jurnal Semua ABK


TEKNIK BENTUK JENIS ABK
PENILAIAN INSTRUMEN
8. Inventori Pedoman inventori Semua ABK
9. Penilaian diri Kuesioner/lembar penilaian diri Semua ABK kecuali tunagrahita
berat, tunadaksa berat, dan autis

 10. Penilaian antar    teman Lembar penilaian antarteman Semua ABK kecuali tunagrahita
berat, tunadaksa berat, dan autis.

43
KETERANGAN TEKNIK PENILAIAN
ABK
1. Tes Tertulis
tes tertulis adalah teknik penilaian yang menuntut jawaban secara tertulis, baik berupa tes objektif dan uraian.
2. Observasi
observasi adalah teknik penilaian yang dilakukan dengan cara mencatat hasil pengamatan terhadap objek tertentu.
3. Tes Kinerja  
tes kinerja adalah teknik penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan kemahirannya dalam melakukan
kegiatan sehari-hari
4. Penugasan

penugasan adalah suatu teknik penilaian yang menuntut peserta didik menyelesaikan tugas di luar kegiatan
pembelajaran di kelas/laboratorium
5. Tes Lisan
tes lisan dilaksanakan melalui komunikasi langsung tatap muka antara peserta didik dengan seorang guru atau beberapa
44
guru. pertanyaan dan jawaban diberikan secara lisan dan spontan
6. PENILAIAN PORTOFOLIO
Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai hasil karya peserta didik.
7. JURNAL
Jurnal merupakan catatan pendidik selama proses pembelajaran yang berisi informasi kekuatan dan kelemahan peserta
didik yang berkait dengan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang dipaparkan secara deskriptif. 
8. INVENTORI
Inventori merupakan skala psikologis yang dipakai untuk mengungkapkan sikap,  minat, emosi, motivasi, hubungan
antar pribadi dan persepsi peserta didik terhadap suatu objek psikologis yang dapat dilakukan melalui wawancara
dan pemberian angket.
9. PENILAIAN DIRI 
Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan
kekurangan dirinya dalam berbagai hal. 
10. PENILAIAN ANTARTEMAN
Penilaian antarteman merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan
45

dan kekurangan temannya dalam hal tertentu.


THANK YOU FOR YOUR
ATTENTION!

Anda mungkin juga menyukai