Anda di halaman 1dari 15

FONEM DAN MORFOLOGI

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas matakuliah bahsa Indonesia

Dosen pengampu :

Syamsul Amri Siregar, M.Sos

Di Susun Oleh:

Balqis Mawadda Dwi nova ardani


Nim. 0403222236 Nim. 0403221031

Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir


Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
2022
KATA PENGANTAR
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬
Alhamdulillah, segala puja serta syukur atas segala nikmat yang tercurahkan kepada kita sebagai
hamba Tuhan yang memberi kita kesempatan untuk menghirup kembali udara yang bebas. Yang
memberi kita kemampuan untuk membaca, yang mengajarkan kita lewat perantara-perantara-
Nya seperti al-qolam.

Tak lupa dan luput pula, shalawat bertangkaikan salam, saya haturkan dan bingkiskan khusus
kepada baginda kita, Nabi Muhammad saw., sang pembawa rahmat untuk seluruh alam. Makalah
ilmiah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “FENOM DAN MORFOLOGI”

dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar belakang .................................................................................... 1


B. Rumusan masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan masalah ................................................................................... 1

BAB II PEMNAHASAN .............................................................................. 2

1. FONEM .............................................................................................. 2
A. Pengertian fonem ................................................................................... 2
B. Klasifikasi fonem ................................................................................... 2
C. Gejala fonologi bahsa Indonesia ............................................................ 3
D. Tujuan fonemisasi .................................................................................. 7
2. MORFOLOGI .................................................................................... 8
A. Pengertian morfologi .......................................................................... 8
B. Morfofenemik ..................................................................................... 10

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 11

A. Kesimpulan .......................................................................................... 11
B. Saran .................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... iii


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dengan bahasa, manusia
dapat menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada orang lain. Karena demikian
pentingnya arti suatu bahasa, sehingga hampir setiap proses komunikasi manusia selalu
menggunakan bahasa. Kridalaksana (1984:19) mengatakan bahwa bahasa dipergunakan
oleh para anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasi dirinya.
Ramlan (1980) mengemukakan bahwa Ilmu bahasa jika dilihat dari struktur
interennya dapat dibedakan menjadi fonetik, fonologi, sintaksis, semantik. Fonetik
mempelajari bunyi bahasa terlepas dari fungsinya sebagai pembeda arti ; morfologi
mempelajari struktur frase, kalimat dan wacana ; semantik mempelajari seluk beluk arti.
Dewasa ini, kajian terhadap satuan-satuan bahasa Indonesia terus dilakukan baik
kajian terhadap bahasa Indonesia maupun kajian terhadap bahasa daerah sebagai
pendukung bahasa Indonesia. Kajian terhadap bahasa daerah dilakukan dalam usaha
pembinaan dan pengembangan bahasa daerah sebagai asset budaya nasional.
Maka dari itu pada makalah ini kami akan membahas tentang “FONEM DAN
MORFOLOGI”

B. Rumusan masalah
1. Apa itu fonem ?
2. Fonem diklasifikasikan menjadi berapa bagian?
3. Apa itu morflogi?
4. Apa itu morfofonemik?

C. Tujuan masalah
 Mengetahui apa yangdimaksud dengan fonem
 Memahami macam macam fonem
 Mengetahui tetang morfologi dan morfofonemik
BAB II
PEMBAHASAN
1. FONEM
A. Pengertian fonem
Fonem adalah satuan bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna.
Sebagai bentuk linguistik terkecil yang membedakan makna, wujud fonem tidak hanya
berupa bunyi-bunyi segmental (baik vokal maupun konsonan), tetapi bisa juga berupa
unsur-unsur suprasegmental (baik tekanan, nada, durasi maupun jeda). Walaupun
kehadiran unsur suprasegmental ini tidak bisa dipisahkan dengan bunyibunyi segmental,
selama ia bisa dibuktikan secara empiris sebagai unsur yang membedakan makna, ia
disebut fonem (Muslich, 2008:77).
“Fonem adalah bunyi terkecil yang dapat membedakan arti”
Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil yang bersifat
fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk membedakan makna.
Fonem dalam bahasa mempunyai beberapa macam lafal yang bergantung pada tempatnya
dalam kata atau suku kata. Contoh fonem /t/ jika berada di awal kata atau suku kata,
dilafalkan secara lepas. Pada kata /topi/, fonem /t/ dilafalkan lepas. Namun jika berada di
akhir kata, fonem /t/ tidak diucapkan lepas. Bibir kita masih tetap rapat tertutup saat
mengucapkan bunyi, misal pada kata /buat/.
Menurut (alwi 1993 :27 ) fonem adalah bunyi bahasa yang minimal yang membedakan
bentuk dan makna kata.

Menurut ( dunis iper,dkk 2002:4) fonem adalah suatu bunyi yang secara fenotis mirip dan
memperlihatkan pada distribusi yang khas.

Misalkan dalm bhs Indonesia bunyi (k) dan (g) merupakan 2 fenom yang berbeda.
Misalkan dalam kata "cagar" dan "cakar".
Fonem yang berupa bunyi yang didapat dari hasil segmentasi terhadap arus ujaran disebut
fenom segmental . Sebaliknya fenom yang berupa unsur suprasegmental disebut fenom
suprasegmental atau fenom non segmental
Dalam sumber lain juga mengatakan :
Fonem sebuah istilah linguistik dalam sebuah bahasa yang masih bisa menunjukkan
perbedaan makna. Fonem berbentuk bunyi. Misalkan dalam bahasa Indonesia bunyi [k]
dan [g] merupakan dua fonem yang berbeda, misalkan dalam kata "cagar" dan "cakar".
Tetapi dalam bahasa Arab hal ini tidaklah begitu.(Wikipedia)

B. Kasifikasi Fonem
Berdasarkan posisi lidah :
1. Vertikal
 Vokal tinggi : misalnya bunyi [i] dan [u]
 Vokal tengah : misalnya bunyi [e] dan [é]
 Vokal rendah : misalnya bunyi [a]

2. Horizontal
 Vokal depan : misalnya bunyi [i] dan [e]
 Vokal pusat : misalnya bunyi [é]
 Vocal belakang : misalnya bunyi [u] dan [o]

Berdasarkan bentuk mulut :

o Vokal Bundar : di sebut vocal bunar karena bentuk mulut membundar ketika
mengucapkan. Misalnya : [u] dan [o]
o Vokal tak bundar : disebut vocal tak bundar karena bentuk mulut tidak
membundar melainkan melebar ketika mengucapkan . misalnya : [i] dan [e]
o Vokal kardinal : pembentukan vocal ini di dasarkan pada posisi bibir , tinggi
rendahnya lidah, dan maju mundurnya lidah. Adapun vocal dalam bahsa
Indonesia ada yaitu : [ a, i, u, e, o, é]
C. Gejala fonologi bahasa Indonesia
1. Penambahan Fonem
Penambahan fonem pada suatu kata pada umumnya berupa penambahan bunyi vokal.
Penambahan ini dilakukan untuk kelancaran ucapan.

2. Penghilangan Fonem
Penghilangan fonem adalah hilangnya bunyi atau fonem pada awal, tengah dan akhir
sebuah kata tanpa mengubah makna. Penghilangan ini biasanya berupa pemendekan kata.
3. Perubahan Fonem
Perubahan fonem adalah berubahnya bunyi atau fonem pada sebuah kataagar kata
menjadi terdengar dengan jelas atau untuk tujuan tertentu.
4. Kontraksi
Kontraksi adalah gejala yang memperlihatkan adanya satu atau lebih fonem yang
dihilangkan. Kadangkadang ada perubahan atau penggantian fonem.
5. Analogi
Analogi adalah pembentukan suatu kata baru berdasarkan suatu contoh yang sudah ada
(Keraf,
1987:133).
6. Fonem Suprasegmental
Fonem vokal dan konsonan merupakan fonem segmental karena dapat diruas-ruas.
Fonem tersebut
biasanya terwujud bersama-sama dengan ciri suprasegmentalseperti tekanan, jangka dan
nada.
Disamping ketiga ciri itu, pada untaian terdengar pula ciri suprasegmental lain, yakni
intonasi dan ritme.
 Jangka, yaitu panjang pendeknya bunyi yang di ucapkan. Tanda […]
 Tekanan, yaitu penonjolan suku kata dengan memperpanjang pengucapan,
meninggikan nada dan memperbesar intensitas tenaga dalam pengucapan suku
kata tersebut.
 Jeda atau sendi, yaitu cirri berhentinya pengucapan bunyi
 Intonasi, adalah cirri suprasegmental yang berhubungan dengan naik turunnya
nada dalam pelafalan kalimat.
 Ritme, adalah ciri suprasegmental yang berhubungan dengan pola pemberian
tekanan pada kata dalam kalimat.Pada tataran kata, tekanan, jangka, dan nada
dalam bahasa Indonesia tidak membedakan makna.
Namun, pelafalan kata yang menyimpang dalam hal tekanan, dan nada kan terasa
janggal.Jenis-jenis perubahan fonem bunyi tersebut berupa asimilasi, disimilasi,
modifikasi vokal, netralisasi, zeroisasi, metatesis, diftongisasi, monoftongisasi, dan
anaptiksis, sebagaimana uraian berikut.
a) Asimilasi
Asimilasi adalah perubahan bunyi dari dua hal bunyi yang tidak sama menjadi bunyi
yang sama atau hampir sama. Hal ini terjadi karena bunyi-bunyi bahasa itu diucapkan
secara berurutan sehingga berpotensi untuk saling mempengaruhi atau dipengaruhi.
Dalam bahasa Indonesia, asimilasi fonetis terjadi pada bunyi nasal pada kata tentang dan
tendang. Bunyi nasal pada tentangdiucapkan apiko-dental karena bunyi yang
mengikutinya, yaitu [t], juga apiko-dental. Bunyi nasal pada tendang diucapkan apiko-
alveolar karena bunyi yang mengikutinya, yaitu [d], juga apiko-alveolar. Perubahan
bunyi nasal tersebut masih dalam lingkup alofon dari fonem yang sama.
b) Disimilasi
Disimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi
yang tidak sama atau berbeda. Contoh :Kata bahasa Indonesia belajar [bǝlajar] berasal
dari penggabungan prefix ber [bǝr] dan bentuk dasar ajar [ajar]. Mestinya, kalau tidak ada
perubahan menjadi berajar [bǝrajar]. Tetapi, karena ada dua bunyi [r], maka [r] yang
pertama diperbedakan atau didisimilasikan menjadi [l] sehingga menjadi [bǝlajar].
Karena perubahan tersebut sudah menembus batas fonem, yaitu [r] merupakan alofon
dari fonem /r/ dan [l] merupakan alofon dari fonem /l/, maka disebut disimilasi fonemis.
c) Modifikasi vokal
Modifikasi vokal adalah perubahan bunyi vokal sebagai akibat dari pengaruh bunyi lain
yang mengikutinya. Perubahan ini sebenarnya bisa dimasukkan kedalam peristiwa
asimilasi, tetapi karena kasus ini tergolong khas, maka perlu disendirikan.
d) Netralisasi

Netralisasi adalah perubahan bunyi fonemis sebagai akibat pengaruh lingkungan. Untk
mejelaskann kasus ini bisa dicermati ilustrasi berikut. Dengan cara pasangan minimal
[baraƞ] „barang‟−[parang] „paraƞ‟ bisa disimpulkan bahwa dalam bahasa Indonesia ada
fonem /b/ dan /p/.Tetapi dalam kondisi tertentu, fungsi pembeda antara /b/ dan /p/ bisa
batal setidak-tidaknya bermasalah karena dijumpai yang sama. Minsalnya, fonem /b/
pada silaba akhir pada kata adab dan sebab diucapkan [p‟]: [adap] dan
[sǝbab‟], yang persis sama dengan pengucapan fonem /p/ pada atap dan usap: [atap‟] dan
[usap‟]. Mengapa terjadi demikian? Karena konsonan hambatan letup bersuara [b] tidak
mungkin terjadi pada posisi koda. Ketika dinetralisasikan menjadi hambatan tidak
bersuara, yaitu [p‟], sama dengan realisasi yang biasa terdapat dalam fonem /p/.
e) Zeroisasi
Zeroisasi adalah penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan atau
ekonomisasi pengucapan. Peristiwa ini biasa terjadi pada penuturan bahasa-bahasa di
dunia, termasuk bahasa Indonesia, asal saja tidak menggangu proses dan tujuan
komunikasi. Peristiwa ini terus dikembangkan karena secara diam-diam telah didukung
dan disepakti oleh komunitas penuturnya.Dalam bahasa Indonesia sering dijumpai
pemakaian katatak ataundak untuk tidak, tiada untuk tidak ada, gimana untuk bagaimana,
tapi untuk tetapi. Padahal, penghilangan beberapa fonem tersebut dianggap tidak baku
oleh tatabahasa baku bahasa Indonesia. Tetapi, karena demi kemudahan dan kehematan,
gejala itu terus berlangsung. Zeroisasi dengan model penyingkatan ini biasa disebut
kontraksi. Apabila diklasifikasikan, zeroisasi ini paling tidak ada tiga jenis, yaitu :
aferesis, apokop, dan sinkop.
f) Metatesis
Metatesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga menjadi dua
bentuk kata yang bersaing. Dalam bahasa Indonesia, kata-kata yang mengalami metatesis
ini tidak banyak.
g) Diftongisasi

Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal (monoftong) menjadi dua bunyi vokal
atau vokal rangkap (diftong) secara berurutan. Perubahan dari vokal tunggal ke vokal
rangkap ini masih diucapkan dalam satu puncak kenyaringan sehingga tetap dalam satu
silaba.
h) Monoftongisasi
Monoftongisasi yaitu perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) menjadi
vokal (monoftong) . (Muslich 2012 : 126). Peristiwa penunggalan vokal ini banyak
terjadi dalam bahasa Indonesia sebagai sikap pemudahan pengucapan terhadap bunyi-
bunyi diftong.Monoftongisasi adalah proses perubahan dua buah vokal atau gugus vokal
menjadi sebuah vokal. Poses ini banyak terjadi dalam bahasa Indonesia akibat dari ingin
memudahkan ucapan. (Chaer 2009 : 104).
Monoftongisasi adalah proses perubahan bentuk kata yang berujud sebuah diftong
berubah menjadi sebuah monoftong. Jadi, monoftongisasi adalah proses perubahan dua
bunyi vokal menjadi sebuah vokal.
Contoh:
Ramai menjadi (rame)
Kalao menjadi (kalo)
Danau menjadi (danau)
Satai menjadi (sate)
Damai menjadi (dame)
Sungai menjadi (sunge)
i) Anaptiksis
Anaptiksis atau suara bakti adalah perubahan bunyi dengan jalan menambahkan bunyi
vokal tertentu di antara dua konsonan untuk memperlancar ucapan. Bunyi yang biasa
ditambahkan adalah bunyi vokal lemah. Dalam bahasa Indonesia, penambahan bunyi
vokal lemah ini biasa terdapat dalam kluster. (Muslich 2012 : 126).
Anaptiksis adalah proses penambahan bunyi vokal di antara dua konsoan dalam sebuah
kata; atau penambahan sebuah konsonan pada sebuah kata tertentu. (Chaer 2009 : 105).
Anaptiksis (suara bakti) adalah proses perubahan bentuk kata yang berujud penambahan
satu bunyi antara dua fonem dalam sebuah kata guna melancarkan ucapan.
Jadi, anaptikis adalah perubahan bentuk kata dengan menambahkan bunyi vokal tertentu
di antara dua konsonan.

Contoh:
Putra menjadi putera
Putri menjadi puteri
Bahtra menjadi bahtera
Srigala menjadi serigala
Sloka menjadi seloka
Anaptikis ada tiga yaitu:
Protesis adalah proses penambhan bunyi ada awal kata. Misalnya:
Mas menjadi emas
Mpu menjadi empu
Tik menjadi ketik
Lang menjadi elang
Epentesis adalah proses penambahan bunyi pada tengah kata. Misalnya:
Kapak menjadi kampak
Sajak menjadi sanjak
Upama menjadi umpama
Beteng menjadi benteng
Paragog adalah proses penambahan bunyi pada posisi akhir kata. Misalnya:
Huubala menjadi hulubalang

.D. Tujuan Fonemisasi

1. Menentukan struktur fonemis sebuah bahasa, dan

2. Membuat ortografi yang praktis atau ejaan sebuah bahasa.Untuk mengenal dan menentukan
bunyi-bunyi bahasa yang bersifat fungsional atau fonem, biasanya dilakukan melalui “ kontras
pasangan minimal”.
Dalam hal ini pasangan minimal ialah pasangan bentuk-bentuk bahasa yang terkecil dan
bermakna dalam sebuah bahasa (biasanya berupa kata tunggal) yang secara ideal sama, kecuali
satu bunyi berbeda. Sekurang-kurangnya ada empat premis untuk mengenali sebuah fonem,
yakni

o Bunyi bahasa dipengaruhi lingkungannya


o Bunyi bahasa itu simetris,
o bunyi bahasa yang secara fonetis mirip, harus digolongkan ke dalam kelas fonem
yang berbeda;
o bunyi bahasa yang bersifat komplementer harus dimasukkan ke dalam kelas
fonem yang sama.

2. MORFOLOGI
A. Pengertian Morfologi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cabang linguistic tentang
morfem dan kombinasinya.
Pengertian Morfologi Menurut Para Ahli
Berikutnya, untuk memastikan kembali kesahihan dari morfologi itu sendiri, berikut ini
adalah beberapa pengertian morfologi menurut para ahli.

1. Tarigan
Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membahas mengenai seluk-beluk bentuk
kata dan pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata.

2. O‟Grady
Menurut O‟Grady, “Morphology is the system of categories and rules involved in word
formation and interpretation“. Artinya, morfologi merupakan sebuah sistem kategori dan
juga aturan yang digunakan dalam pembentukan sebuah kata dan interpretasinya.
3. Bloomfield
Bloomfield berpendapat mengenai pengertian morfologi, yaitu “By the morphology of a
language we mean the constructions in which bound forms or words, but never phrases.
Accordingly, we may say that morphology includes the constructions of words and parts of
words,…“. Artinya, morfologi yang ada di dalam ilmu bahasa adalah pembentukan kata
yang menghasilkan morfem namun bukan frasa. Lalu, bisa dikatakan bahwa ruang lingkup
morfologi juga akan menjamah pada bagian konstruksi dan bagian-bagian dari kata.

4. Verhaar
Morfologi ataupun kata bentuk merupakan bidang linguistik yang membahas mengenai
susunan bagian-bagian kata secara gramatikal.

5. Alwasilah
Di dalam bahasa linguistik Bahasa Arab, morfologi disebut dengan tasrif, yaitu sebuah
perubahan suatu bentuk asal kata menjadi bermacam-macam bentuk untuk memperoleh
makna yang berbeda. Tanpa adanya perubahan bentuk ini, maka yang berbeda tidak akan
terbentuk.

Dari beberapa pendapat ahli di atas tentang definisi morfologi, bisa kita simpulkan bahwa
morfologi merupakan cabang linguistik yang membahas mengenai seluk-beluk bentuk serta
pembentukan kata hingga berbagai macam fungsi perubahan bentuk kata tersebut untuk
memperoleh makna yang berbeda.

B. Morfofenemik

Morfofonemik adalah cabang linguistik yang mempelajari perubahan bunyi diakibatkan


adanya pengelompokkan morfem. Morfofonemik adalah suatu proses morfologis berupa proses
pergeseran fonem akibat pertemuan morfem dengan morfem lainnya

Misalnya : perubahan meng- menjadi men- jika kata dasarnya dimulai dengan fonem /d/
atau /t/: meng- dan duga menjadi menduga dan bukan mengduga.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari semua penjelasan di atas dapat disimpukan bahwa Fonem adalah bunyi
terkecil yang dapat membedakan arti . sehingga jika kita salah menyebutkan bunyi
huruf pada suatu kata , maka hal tersebut akan merubah makna nya. Sehingga sangat
di butuhkan kefasihan dalam berbahasa.

Kemudian morfologi adalah cabang linguistik yang membahas mengenai seluk-


beluk bentuk serta pembentukan kata hingga berbagai macam fungsi perubahan
bentuk kata tersebut untuk memperoleh makna yang berbeda.

Sedangkan untuk morfofenemik adalah adalah suatu proses morfologis berupa


proses pergeseran fonem akibat pertemuan morfem dengan morfem lainnya

B. Saran
Di dalam berbahasa hendaknya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar , serta pengucapan vocal yang jelas . karena jika kita salah mengucapkan vocal
dalam berbahasa, maka kata yang kita ucapkan bisa berbeda maknanya.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org

http://eprinst.unm.ac.id

https://jagokata.com

Anda mungkin juga menyukai