Anda di halaman 1dari 17

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

MAKALAH FILSAFAT UMUM

SEJARAH FILSAFAT ISLAM

DI SUSUN
O
L
E
H

 IRPAN ROPANI

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KENDARI
2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat taufik dan
hidayahnya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami yang berjudul “SEJARAH FILSAFAT
ISLAM” ini dapat kami selesaikan dengan tepat waktu. Tidak lupa juga shalawat serta salam kami
panjatkan kepada Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬yang telah membawa kami dari jalan kegelapan menuju jalan
yang terang yakni agama islam.Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada ibu selaku
dosen mata kuliah yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan, sehingga makalah ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI.... ..............................................................................................................................ii

BAB 1 : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................................iii
B. Rumusan masalah………………………………………………………………………………..iii
C. Tujuan Pembahasan.............................................................................................................iv

BAB 2 : PEMBAHASAN
A. Sejarah lahirnya filsafat islam…..................................................................................................iv
B. hubungan filsafat islam dengamn filsafat yunani.................................................................vii
C. Pandangan orientalis dan pandangan sejarah islam tentang filsafat islam orientalis………...…xi
D.Sumber-sumber filsafat islam………………………………………………………………..…..xiv

BAB 3 : PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................................xv
B.Saran………………………………………………………...…………………………………..xvi
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam sejarah pemikiran Islam, filsafat digunakan dalam berbagai kepentingan. Para teolog
rasional (mutakallimûn) menggunakan filsafat untuk membela iman khususnya dari para cendekiawan
Yahudi dan Kristiani, yang saat itu sudah lebih maju secara intelektual. Sedangkan para filosof
mencoba membuktikan bahwa kesimpulan-kesimpulan filsafat yang diambil dari gagasan filsafat
Yunani tidak bertentangan dengan iman. Para filosof berusaha memadukan ketegangan antara dasar-
dasar keagamaan Islam (Syari’ah) dengan filsafat, atau antara akal dengan wahyu.
Para filosof Muslim banyak mengambil pemikiran Aristoteles, Plato, maupun Plotinus,
sehingga banyak teori-teori filosof Yunani diambil oleh filosof Muslim. Pengaruh filsafat Yunani inilah
yang menjadi pangkal kontrafersi sekitar masalah filsafat dalam Islam. Sejauh mana Islam mengizinkan
masukan dari luar, khususnya jika datang dari kalangan yang bukan saja Ahl al-kitab seperti Yahudi
dan Kristen, tetapi juga dari orang-orang Yunani yang “pagan” atau musyrik (penyembah bintang).
Dengan demikian filsafat Islam dalam perkembangannya menjadi lebih mandiri dalam berfikir
tentang sesuatu, ia dapat berkembang dengan subur, memiliki ciri khas dan tidak bertentangan dengan
ajaran-ajaran pokok Islam, walaupun secara umum disadari pula bahwa kebanyakan obyek
pembahasannya sama, yaitu soal Tuhan, manusia (mikro kosmos), dan alam (makro kosmos)

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terkandung dalam pembahasan ini meliputi :
a. Bagaimana sejarah lahirnya filsafat Islam ?

b . Bagaimana hubungan filsafat Islam dengan filsafat Yunani ?.

iii
c Bagaimana pandangan orientalis dan pandangan sejarah Islam tentang filsafat Islam ?

d Apa saja sumber-sumber filsafat Islam ?

C. Tujuan Pembahasan

Adapaun tujuan pembahasan yang akan dikaji dalam makalah ini menjelaskan :
1. Materi tentang sejarah lahirnya filsafat Islam
2. Materi tentang hubungan filsafat Islam dengan filsafat Yunani
3. Materi tentang pandangan orientalis dan pandangan sejarah Islam tentang filsafat Islam
4. Materi tentang sumber-sumber filsafat Islam

BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH LAHIRNYA FILSAFAT ISLAM


Sebelum mengkaji lebih jauh mengenai filsafat Islam, memaparkan sejarah lahirnya filsafat
islam merupakan suatu tindakan yang sangat penting, tujuannya untuk mencari bukti-bukti yang valid
seputar persoalan sejarah pemikiran umat islam pada umumnya. Secara historis, tarik-menarik
kepentingan bahwa filsafat itu murni atau tidak murni dari Islam adalah fakta yang tak bisa dihindari.
Saling mengklaim antar ilmuwan Barat dan Islam menjadi lembaran panjang dalam perjalanan
filsafat, misalnya Oliver Leaman yang berpendapat bahwa “filsafat Yunani sebenarnya pertama kali
diperkenalkan kepada dunia lewat karya-karya terjemahan berbahasa Arab, lalu kedalam bahasa
Yahudi, dan baru kemudian kedalam bahasa Latin atau langsung dari bahasa Arab ke bahasa Latin”.
Berbeda dengan Al-Farabi yang berpendapat bahwa “filsafat berasal dari Irak terus Mesir dan ke
Yunani, kemudian diteruskan ke Syiria dan sampai ketangan orang-orang Arab.”[1]
Namun pada dasarnya, sebagian kalangan menganggap bahwa awalnya filsafat berkembang di
Yunani dengan 3 tokoh yang sangat terkenal yaitu: Sokrates, Plato dan Aristoteles. Yang mana

iv
ditangan mereka filsafat tidak hanya membicarakan kosmosentris(pemikiran yang terpusat pada alam)
namun pengetahuan tentang keyakinan agama dan ke-Tuhanan mulai dibicarakan.
Sesudah abad ke-3 SM (sesudah masa Plato dan Aristoteles) tidak muncul pemikiran yang
benar-benar baru dalam filsafat Yunani sampai akhirnya tampil kaum Neo Platonis kurun abad ke-3 M.
Jika membuka ulang sejarah peradaban dunia, masa setelah Aristoteles adalah masa kejayaan
Alexander Agung (Raja Iskandar Zulkarnain), kaisar Romawi yang pernah menjadi murid Aristoteles.
Alexander menaklukan Asia kecil, Syiria, Mesir, Babilonia, Persia, Samarkand, dan Punjab. Tiap kali
berhasil memenangkan ekspansi militer, Alexander mendirikan kota-kota yang bercita rasa Yunani.
Namun ketika kekuasaannya semakin meluas, Alexander terpaksa menganjurkan pembaruan antara
budaya Yunani dan budaya bangsa jajahan. Inilah Hellenisme, yaitu suatu peristiwa menyatunya
kebudayaan Yunani disegala bangsa jajahan Romawi.
Setelah Alexander meninggal, kerajaannya yang besar itu terbagi tiga: Macedonia di eropa,
kerajaan Ptolemeus di mesir, dan kerajaan Seleucid di asia. Petolemeus dan seleucus berusaha
meneruskan politk alexander untuk menyatukan peradaban yunani dan iran sungguh pun usaha itu tak
berhasil kebudayaan dan peradaban yunani meninggalkanbekas besar di daerah-daerah ini. Bahasa
administrasi yang di pakai di sana ialah bahsa yunani. Di mesir dan syiria bahasa ini tetap di pakai
sesudah mauknya islam kedalam dua daerah itu dan hanya baru ditukar dengan bahasa arab di abad ke
7 M oleh khalifah bani umayah A. malik Ibnu Marwan (685-705M), khalifahke 5 dari bani umayah.
Alexanderia, Antiocah, dan Bactra kemudian menjadi pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yunani.
Di abad ke 3 M pusat-pusat kebudyaan yunani ini di tambah dengan kota jundis hapur yang
letaknya tidak jauh dari Baghdad (di dirikan pada tahu 762 M). disana sewaktu kota itu masuk kebawah
kekuasaan Islam, telah terdapat suatu akademi dan rumah sakit.
Harun al-Rasyid menjadi khalifah ditahun 786 M, dan sebelumnya ia belajar di Persia dibawah
asuhan Yahya ibnu Khalid ibnu Barmak dan dengan demikian banyak dipengaruhi oleh kegemaran
keluarga barmak pada ilmu pengetahuan dan falsafat. Keluarga Barmak dikenal sebagai keluarga yang
gemar pada ilmu penegtahuan serta falsafat dan condong pada paham Muktazilah. Dibawah
pemerintahan Harun al_rasyid, penerjemahan buku-buku ilmu pengertahuan Yunani kedalam bahasa
Arabpun dimulai. Pada mulanya yang dipentingkan ialah buku-buku mengenai kedikteran, tetapi
kemudian juga mengenai ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan lain dan falsafat. Buku-buku itu
diterjemahkan terlebih dahulu kedalam bahasa siria, bahasa ilmu pengetahuan di Mesopotamia di waktu

v
itu, kemudian baru kedalam bahasa Arab. Akhirnya penerjemahan diadakan langsung kedalam bahasa
Arab.
Dengan kegiatan penerjemahan inilah sebagian besar dari karangan-karangan Aristoteles, Plato,
Galen, serta karangan-karangan mengenai neoplatonisme dan ilmu kedokteran dan juga karangan-
karangan mengenai ilmu pengetahuan Yunani lainnya dapatlah dibaca oleh alim ulama Islam.
Karangan-karangan tentang filsafat banyak menarik perhatian kaum Muktazilah, sehingga banyak
dipengaruhi oleh pemujaan daya akal yang terdapat dalam filsafat yunani. Abu al-Huzail al-Allaf,
Ibrahim al-Nazzam, Bisr ibnu al-Mu’tamir dan lain-lain banyak membaca buku-buku falsafat. Dalam
pembahasan mereka mengenai teologi islam, daya akal atau logika yang mereka jumpai dalam filsafat
Yunani banyak mereka pakai. Tidak mengherankan kalau teologi kaum Muktazilah mempunyai corak
rasional dan liberal.[2]
Tidak lama kemudian timbullah dikalangan umat islam sendiri filosof-filosof dan ahli-ahli ilmu
pengetahuan, seperti:
a. Al-Kindi (801-866).
b. Al-Razi (864-926).
c. Al-Farabi (870-950).
d. Ibn Sina (980-1037).
e. Ibn Maskawaih (W. 1030).
f. Al-Ghazali (1058-1111).
g. Ibn Bajjah (w. 1138).
h. Ibn Tufail (1110-1185).
i. Ibn Rasyd (1126-1198).
Dalam ilmu pengetahuan dikenal beberapa ahli seperti :
1. Abu Abbas al-Syarkasyi pada abad ke 9 M dibidang kedokteran.
2. Muhammad, Ahmad dan Hasan dibidang Matematika.
3. Al-Asma (740-828 M) dibidang Ilmu alam.
4. Jabir dibidang Kimia.
5. Al-Biruni dibidang Astronomi, sejarah, geografi dan Matematika
6. Ibnu Haitam dibidang Optika.

vi
B. HUBUNGAN FILSAFAT ISLAM DENGAN FILSAFAT YUNANI
Mengkaji hubungan filsafat Islam dengan filsafat Yunani dapat diakatakan “gampang-gampang
susah”. Kesulitannya terletak pada titik perbedaan yang nyata, yaitu doktrin keimanan. Kemudahannya
dapat ditelusuri dari aspek sejarah kelahiran kedua ilmu tersebut.
1. Hubungan Filsafat Islam dengan Filsafat Yunani: Kajian Historis
Dilihat dari aspek sejarah, kelahiran ilmu filsafat Islam dilatarbelakangi oleh adanya usaha
penerjemahan naskah-naskahilmu filsafat ke dalam bahasa Arab yang telah dilakukan sejak masa klasik
islam.
Usaha ini melahirkan sejumlah filsuf besar muslim. Dunia Islam belahan timur yang berpusat di
Bagdad, Irak lebih dahulu melahirkan filsuf muslim daripada dunia Islam belahan barat yang berpusat
di Cordoba, Spanyol.
Memperkuat pernyataan di atas, Ahmad Salabi dan Louis Ma’luf menguraikan bahwa swjarah
kebudayaan Islam mencatat, ilmu filsafat tidak diketahui oleh orang-orang Islam, kecuali setelah masa
daulah Abbasiah pertama (132-232 H/750-847 M). ilmu ini ditransfer kedunia Islam melalui
penerjemahan dari buku-buku filsafat Yunani yang telah tersebar di daerah-daerah Laut Puith seperti ;
Iskandariah, Anthakiah, dan Harran. Terlebih pada masa Al-makmun yang dikenal sangat tertarik pada
kemerdekaan berfikir, yang berkuasa antara 198-218 H/813-833 M dan mengadakan hubungan
kenegaraan dengan raja-raja Romawi Byzantium yang beribukota di konstantinopel, yang juga dikenal
sebagai kota “Al-Hikmah”, pusat ilmu filsafat.
Para cendikiawan ketika itu berusaha memasukan filsafat Yunani sebagai bagian dari
metodologi dalam menjelaskan Islam terutam aqidah, untuk memelihara peluasan antara wahyu dan
akal.
Tentu saja aktivitas para filsuf Muslim diatas bersentuhan dngan penafsiran Al-qur’an. Al-
Qur’an secara filosofis besar sekali. Al-kindi misalnya, yang dikenal sebagai bapak filsuf Arab dan
Muslim, berpendapat bahwa untuk memahamo al_qur’an denganbenar, isinya harus di tafsirkan secara
Rasional, bahkan filosofis. Al-Kindi berpendapat bahwa Al-Qur’an mengandung ayat-ayat yang
mengajak manusia untuk merenungkan peristiwa-peristiwa alam dan menyingkapkan makna yang lebih
dalam dibalik terbit-tenggelamnya matahari, berkembang-menyudutnya bulan, pasang surutnya air laut

vii
dan seterusnya. Ajakan ini merupakan seruan untuk berfilsafat. Seperti halnya Al-Kindi, Ibn Rusyd pun
berpendapat demikian. Lebih jauh Ibn Rusyd nmenyatakan bahwa tujuan dasar filsafat adalah
memperoleh pengetahuan yang benar dan berbuat benar.
Dalam hal ini fislafat sesuai dengan agama sebab tujuan agama pun tidak lain adalah menjamin
pengetahuan yang benar bagi umat Manusia dan menunjukkan jalan yang benar bagi kehidupan yang
praktis.
Itulah sebabnya, Nurcholish Madjid menyatakan bahwa sumber dan pangkal tolak filsafat dalam
islam adalah ajaran islam sendiri sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Meskipun
memiliki dasar yang kokoh dalam sumber-sumber ajaran Islam sendiri, filsafat banyak mengandung
unsur-unsur dari luar, terutama Hellenisme atau dunia pemikiran Yunani.
Uraian di atas terlihat jelas bahwa di satu sisi, filsafat Islam berkembang setelah umat Islam
memiliki hubungan interaksi dengan dunia Yunani. Pemakaian kata “filsafat” di dunia Islam digunakan
untuk menerjemahkan kata “hikmah” yang ada dalam teks-teks kegamaan Islam, seperti dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Para filsuf Muslim juga membahas masalah baik dan buruk, pahala dan dosa,
tanggung jawab pribadi dihadapan Allah, kebebasan dan keterpaksaan (determinisme), asal-usul
penciptaan dan seterusnya, yang semua itu merupakan bagian integral dari ajaran Islam, dan sedikit
sekali terdapat hal serupa dalam Hellenisme.
Tampak jelas terlihat adanya hubungan yang bersifat akomodatif bahwa filsafat Yunani member
modal dasar dalam pelurusan berfikir yang ditopang sejatinya oleh Al-Qur’an sejak dulu. Secara teologi
dapat dikatakan bahwa sumber Al-Qur’an secara azali telah ada maka filsafat Yunani hanya sebagai
desain besar Allah SWT. Akan tetapi, persoalan yang muncul adalah orisnaitas filsafat Islam, apakah ia
mengekor atau pelopor.
Nurcholis madjid, yang mengutip pendapat Bertrand Russel, menyatakan bahwa memang disatu
pihak filsafat Islam merupakan “barang baru” di dunia Islam. Namun, di pihak lain dalam
pengembangan ilmu ini terdapat yang original, yang bukan milik Barat. Bahkan, Barat meminjamnya
dari Islam, seperti ilmu matematika dan kimia. Tidak adanya orisinilitas yang mengesankan pada
pemikiran kefilsafatan Islam klasik. Sebab, para filsuf klasikmIslam, betapa pun pengembaraan
intelektualnya adalah orang-orang yang religious. Mungkin, tafsiran mereka atas beberapa noktah
ajaran agama tidak dapat diterima oleh para ulama ortodoks.
Karena religiusitas mereka, pemikiran spekulatif kefilsafatan terjadi hanya dalam batas-batas
yang masih dibenarkan oleh agama, yang agama itu sendiri bagi mereka telah cukup rasionalitas

viii
sebagaimana yang telah dituntut oleh filsafat. Abdul Mun’im mengatakan bahwa Islam adalah agama
yang memberikan kebebasan dalam membicarakan filsafat, berbeda dengan Kristen. Dengan demikian,
orang Arablah yang memberikan keutamaan dalam menyebarkan filsafat Yunani dan menyiarkannya
kepenjuru dunia. Dapat dinyatakan bahwa hubungan filsafat Yunani adalah sebagai pengembang dan
penerus sekaligus pelopor filsafat yang bercorak Islam yang disebarkan keberbagai dunia Barat.
2. Hubungan Filsafat Islam dengan Filsafat Yunani: Kajian Doktrin
Dalam ajaran Islam, akal mempunyai kedudukan yang tinggi dan banyak dipakai, bukan dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, tetaoi juga dalam perekembangan ajaran-ajaran
keagamaan Islam itu sendiri. Hanya yang menjadi masalah di sini adalah apakah penggunaan akal,
seperti yang munculdalam istilah Islam rasionalis atau rasionalis dalam Islam itu percaya kepada rasio
semata-mata dan tidak mengindahkan wahyu? Atau membuat akal lebih tinggi daripada wahyu
sehingga wahyu dapat dibatalkan oleh akal? Dalam pemikira Islam , baik dalam filsafat atau ilmu
kalam, apalagi dalam bidang ilmu fiqih, akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akal tetap tunduk pada
teks wahyu. Teks wahyu tetap dianggap mutlak benar. Akal dipakai hanya untuk memahami teks
wahyu dan sekali-kali tidak untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi interpretasi terhadap teks
wahyu sesuai dengan kecenderungan dan kesanggupan member interpretasi.
Menurut Harun Nasution, yang dipertentangkan dalam sejarah pemikiran Islam sebenarnya
bukan akal dan wahyu, baik oleh kaum Mutazilah maupun oleh kaum filsuf Islam. Yang
dipertentangkan hanyalah penafsiran dari teks wahyu dengan penafsiran lain dari teks wahyu itu juga.
Jadi, yang bertentangan sebenarnya dalam Islam adalah pendapat akal ulama tertentu dengan pendapat
akal ulama lain tentang penafisran wahyu. Dengan kata ijtihad ulama yang satu dengan yang lain.
Dalam ajaran islam, pemakaian akal memang tidak diberi kebebasan mutlak sehingga pemikir
islam dapat melanggar garis-garis yang telah ditentukan oleh Quran dan hadits, tetapi tidak pula diikat
dengat ketat. Perlu ditegaskan di sini bahwa pemakaian akal yang diperintahkan Al-Quran, seperti yang
terdapat dalam ayat-ayat kauniyah, mendorong manusia untuk meneliti alam-alam sekitarnya, dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Penggunaan akal yang maksimal dalam rangka memahami hakikat
wujud atas sesuatu itulah sesungguhnya dunia filsafat. Namun demikian, peranan akal yang maksimal
dalam pembahsan masalah-masalah keagamaan islam itu dijumpai bukan hanya dalam filsafat,
tetapijuga dalam bidang teologi, dan bahkan dalam fiqih dan tafsir Al-Quran sendiri. Hanya saja
perbedaan jika dalam bidang fiqih dan teologi, akal banyak dipakai dalam memahami teks-teks
keagamaan dalam Al-Quran dan hadits, sedangkan dalam filsafat islam, sebagai bentuk pemikiran yang

ix
sedalam-dalamnya, tentang wujud akal yang banyak dipakai dan berguna pemakaiannya dalam ilmu
fiqih dan teologi.
Ringkasnya, dapat dikatakan bahwa hubungan filsafat Islam dengan filsafat Yunani, secara
doctrinal memiliki hubungan bahwa islam memiliki ajaran untuk mencari pengetahuan dan alatnya
adalah akal untuk menggali pemikiran yang benar. Begitu pula, dalam filsafat yunani akal menjadi
pusat pemikiran yang begitu bebas, sementara dalam filsafat islam diberikan kelonggaran, meskipun
terdapat keketatan dalam penggunan rasio.[3]
Suatu kebenaran yang tidak dapat ditolak adalah pengaruh peradaban Yunani, Persia, dan India.
Diantara ilmu-ilmu India yang besar pengaruhnya kepada intelektual Islam adalah ilmu hitung,
astronomi, ilmu kedokteran, dan matematika dengan angka-angka yang oleh orang Arab disebut angka
India dan oleh orang Eropa kemudian dikenal dengan nama angka Arab. Sedangkan dari Persia terdapat
ilmu bumi, logika, filsafat, astronomi, ilmu ukur, kedokteran, sastra, dan seni.
Pengaruh terbesar yang diterima umat Islam dalam bidang ilmu dan filsafat, menurut Ahmad
Amin, adalah dari Yunani. Karena kontak umat Islam dengan kebudayaan Yunani bersamaan waktunya
dengan penulisan ilmu-ilmu Islam, maka masuklah ke dalamnya unsur-unsur kebudayaan Yunani yang
memberinya corak tertentu, terutama dalam bentuk dan isi. Dalam bentuk, pengaruh logika Yunani
besar sekali, ilmu-ilmu Islam diberi warna baru, ditempa menurut pola Yunani dan Disusun sesuai
dengan sistem Yunani. Jadi, logika Yunani mempunyai pengaruh yang sangat besar pada alam pikiran
Islam di zaman Bani Abbas.
Perlu ditegaskan bahwa pengaruh bukan berarti menjiplak. Betapa banyaknya para filosof baik
Islam maupun non-Islam terpengaruh oleh pemikiran filosof sebelumya, namun mereka tidak
menyandang predikat penjiplak atau pengembik. Ibnu Sina walaupun terpengaruh berat oleh
Aristoteles, tetapi ia juga memiliki pemikiran filsafat tersendiri, yang tidak dimiliki oleh al mu’allim al-
Awwal, Aristoteles sendiri.
Dalam rekaman sejarah, cara terjadinya kontak antar umat Islam dan filsafat Yunani (juga sains)
melalui daerah Suria, Mesopotamia, Persia, dan Mesir. Filsafat Yunani datang ke daerah-daerah ini
ketika penaklukan Alexander yang agung ke Timur pada abad keempat (331) sebelum Masehi. Ia juga
mempersatukan orang-orang Yunani dan Persia dalam satu Negara besar dengan cara berikut.
1. Ia angkat pembesar dan pembantunya dari orang Yunani dan Persia.

x
2. Ia mendorong perkawinan campuran antara Yunani dan Persia. Bahkan, ia pernah
menyelenggarakan perkawinan missal 24 jenderal dan 10.000 prajuritnya dengan wanita-wanita Persia
di Susa.
3. Sementara itu, ia sendiri kawin dengan Statira, putrid Darius, Raja Persia yang kalah perang.
4. Ia mendirikan kota-kota dan permukiman-permukiman yang dihuni bersama oleh orang-orang
Yunani dan Persia.
Dengan demikian, bercampurlah kebudayaan Yunani dan kebudayaan Persia. Sebagai bukti
dalam hal ini kota Alexandria di Mesir, yang dalam bahasa Arab disebut al-Iskandaria, merupakan
warisan dari usaha di atas. ( Sirajuddin Zar: 2010 )

C. PANDANGAN ORIENTALIS DAN PANDANGAN SEJARAH ISLAM TENTANG


FILSAFAT ISLAM
· ORIENTALIS
A. Pengertian
Orientalisme adalah studi islam yang dilakukan oleh orang-orang barat. Kritikus orientalisme
Edward W Said menyatakan bahwa orientalisme adalah suatu cara untuk memahami dunia Timur
berdasarkan tempatnya yang khusus dalam pengalaman manusia barat Eropa. Secara bahasa
orientalisme berasal dari kata “orient” yang artinya “timur” secara etnologis orientalisme bermakna
“bangsa-bangsa di timur” dan secara geografis “hal-hal yang bersifat timur, yang sangat luas ruang
lingkupnya” orang yang menekuni dunia ketimuran disebut orientalis. Orientalisme adalah suatu faham
atau aliran yang berkeinginan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa timur beserta
lingkungannya.
B. Latar Belakang
Munculnya Orientalisme Salah satu penyebab munculnya orientalisme adalah perang salib
yakni ketika terjadi pergesekan politik dan agama antara islam dan kristen barat di Palestina.
Argumentasinya adalah permusuhan politik berkecamuk antara umat islam dan kristen selama
pemerintahan Nuruddin Zanki dan Shalahudin al-Ayubi. Karena pihak kristen sering mengalami
kekalahan atas umat islam, maka dendam untuk membalas membara selama berabad-abad. Di sisi lain
faktor lain yang memunculkan munculnya orientalisme untuk kepentingan Barat (Eropa) terhadap
negara-negara Arab dan Islam di Timur, Afrika Utara dan Asia Tenggara, serta adanya juga
kepentingan dari mereka dalam memahami adat istiadatdan agama, bangsa-bangsa jajahan yang

xi
tujuannya memperkuat kekuasaan dan dominasi mereka di bidang ekonomi pada bangsa-bangsa
jajahan.
C. Dogma Orientalisme
Menurut Amien Rais di dalam buku Metodologi Studi Islam karya Didin Saefudin Buchori,
sekurang-kurangnya terdapat enam dogma orientalisme.
Pertama, ada perbedaan mutlak dan sistematik antar Barat yang rasional, maju, manusiawi, dan
superior dengan Timurg yang sesat, irrasional, terbelakang, dan inferior. Menurut anggapan mereka,
hanya orang Eropa dan Amerika yang merupakan manusia-penuh, sedangkan orang Asia-Afrika hanya
bertaraf setengah-manusia.
Kedua, abstraksi dan teorisasi tentang Timur lebih banyak didasarkan pada teks-teks klasik, dan
hal ini lebih diutamakan daripada bukti-bukti nyata dari masyarakat Timur yang konkret dan riil.
Kenyataanya dalam masalah ini, para orientalis tidak bisa mengelakkan tuduhan Edward W Said bahwa
mereka tidak mau menyelidiki perubahan yang terjadi dalam masyarakat Timur, namun lebih
mengutamakan isi teks-teks kuno sehingga orientalisme berputar-putar di sekitar studi tekstual, tidak
realistis. Philip K Hitti, umpamanya, mengatakan bahwa untuk mempelajari islam dan umatnya tidak
diperlukan kerangka teori baru karena, menurutnya, masyarakat islam yang sekarang ini masih persis
sama dengan masyarakat islam Sembilan abad lalu.
Ketiga, Timur dianggap begitu lestari (tidak berubah-ubah), seragam, dan tidak sanggup
mendefinisikan dirinya. Karena itu menjadi tugas Barat untuk mendefinisikan apa sesungguhnya Timur
itu, dengan cara sangat digeneralisasi, dan semua itu dianggap cukup “obyektif”.
Keempat, pada dasarnya Timur itu merupakan sesuatu yang perlu ditakuti, atau sesuatu yang
perlu ditaklukan. Apabila seorang orientalis mempelajari islam dan umatnya, keempat dogma itu perlu
ditambah dengan dua dogma pokok lainnya.
Kelima, al-Qur’an bukanlah wahyu ilahi, melainkan hanyalah buku karangan Muhammad yang
merupakan gabungan unsure-unsur agama Yahudi, Kristen, dan tradisi Arab pra-Islam. Dalam buku
yang sama dijelaskan bahwa seorang orientalis bernama Chateaubriand, misalnya, buku karangan
Muhammad. Al-Qur’an tidak memuat prinsip- prinsip peradaban maupun ajaran yang memperluhur
watak manusia. Ia bahkan mengatakan, al-Qur’an tidak mengutuk tirani dan tidak menganjurkan cinta
pada kemerdekaan.

xii
Keenam, kesahihan atau otentitas semua hadis harus diragukan. Malah ada yang mengkritik
syarat-syarat sahihnya hadis seperti yang dilakukan Joseph Schacht. Amin Rais menyindir bahwa
disamping ada hadis riwayat Bukhari dan Muslim ada juga “hadis riwayat Joseph Schacht”.
D. Tujuan Orientalisme
Edward W Said kritik keras terhadap orientalisme. Menurutnya (di dalam buku Metodologi
Studi Islam karya Didin Saefudin Buchori) orientalisme tidak terletak dalam suatu ruang hampa
budaya; ia merupakan kenyataan politik dan budaya. Barat, tulis Said, 10 bertanggung jawab
membentuk persepsi yang keliru tentang dunia yang ingin mereka ”jelaskan”.
Secara garis besar tujuan para orientalis menyajikan karya tulisannya terbagi tiga yaitu:
pertama, untuk kepentingan penjajahan, ini jelas tergambar dari penelitian-penelitian yang
serius yang dilakukan para orientalis. Contoh dalam kasus Indonesia, Snouck Hurgronye begitu jelas.
Nama ini, oleh pemerintah belanda diberi kepercayaan untuk mengkaji Islam sedalam-dalamnya
sehingga sempat menetap di Mekkah bertahun-tahun. Namun tujuan pengkajiannya tidak lain kecuali
untuk melemahkan perlawanan umat Islam terhadap Belanda serta mengobrak-abrik pertahanan dan
persatuan kaum Muslimin dengan politik belah bambunya.
Kedua, untuk kepentingan agama mereka, ini juga jelas karena semua penjajah yang menguasai
negara-negara Muslim adalah berlatar belakang agama Kristen. Sekalipun ada teori bahwa para
kolonialis tidak berambisi mengkristenkan penduduk, namun setidak- tidaknya para penginjil telah
menemukan momentumnya dengan membonceng pihak kolonialis untuk menyebarkan Kristen ke
tengah penduduk.
Ketiga, untuk kepentingan ilmu pengetahuan; memang para orientalis berasal dari para intelek
dan sarjana yang serius mengkaji masalah-masalah ketimuran. Hampir di setiap universitas di Amerika
selalu ada pusat-pusat kajian ketimuran seperti pusat kajian ketimuran seperti pusat kajian Timur
Tengah, Asia Tenggara, Asia Tengah dan Asia Selatan. Tujuan yang ketiga dapat menghasilkan
kesimpulan yang netral dan fair tentang Islam sekalipun demi kenetralan ilmu mereka juga dapat
member kesimpulan kurang fair tentang Islam. Tujuan pertama dan kedua sudah pasti akan
menghasilkan penilaian yang miring, bias dan tidak fair tentang Islam demi kepentingan colonial dan
ekspansi agama merdeka.

xiii
D. SUMBER-SUMBER FILSAFAT ISLAM
Tradisi Filsafat Yunani merupakan sumber awal kelahiran Filsafat-Filsafat lain, termasuk juga
Filsafat Islam. Akan tetapi, hubangan antara Filsafat Islam dan Filsafat Yunani tidak terjadi secara
langsung tanpa perantara. Kebudayaan Hellenistik yang berkembang di Iskandariah adalah perantara
itu.
Seperti sudah disebutkan dalam ringkasan sejarah kemunculan Filsafat Islam sebelumnya, kerja-
kerja penerjemahan terhadap karya-karya Filsafat Yunani yang di lakukan umat Islam tidak mungkin
terjadi tanpa adanya bantuan tidak langsung dari para Filosof Iskandariah. Dengan kata lain, hubungan
antara Filsafat Yunani dan tradisi pemikiran Islam di dahului oleh kontak- budaya Islam dengan
kebudayaan Kristen Timur (mesir) yang sudah lebih dulu menyerap inti Filsafat Yunani. Jika demikian
adanya, maka apapun yang menjadi sumber dalam Filsafat Yunani adalah juga sumber Filsafat Islam.

xiv
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Lahir dan berkembangnya pemikiran filosofis dalam Islam merupakan sebuah realitas historis
yang niscaya karena adanya interaksi yang terbangun antar bangsa Arab Muslim dengan daerah-daerah
yang ditaklukan (bangsa non-Muslim), yakni bangsa Persia, India dan terutama sekali adalah bangsa
Yunani, sehingga filsafat Islam dikatakan banyak mengandung unsur Hellenisme. Hasil dari proses
interaksi itulah kemudian melahirkan semangat intelektual untuk melakukan penerjemahan terhadap
berbagai karya-karya; baik Yunani, Persia, maupun India kedalam bahasa Arab. Gerakan penerjemahan
berkembang pesat karena mendapat dukungan penguasa (khalifah). Dari hasil penerjemahan tersebut,
lahirlah pemikiran-pemikiran filosofis dalam Islam. Dalam pengembangan selanjutnya pemikiran-
pemikiran para filosof non-Muslim itu dikembangkan sesuai dengan akidah dan ajaran-ajaran Islam,
agar tidak bertentangan.
B. Saran
Makalah ini merupakan gerbang awal untuk memotivasi kita agar selalu rajin membaca
khususnya tentang Filsafat Islam. Makalah ini tentunya banyak sekali kekurangan dan literature atau
buku sumber yang kami kutif dalam makalah ini belumlah cukup untuk mencapai kesempurnaan Oleh
karena itu kami meminta kritik dan saran dari pembaca pada umumnya dan khususnya kepada dosen
pengampu dan rekan-rekan.

xv
DAFTAR PUSTAKA
 Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2010
 Sirajuddin Zar, Filsafat Islam filosof dan filsafatnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010
 Hasan Basri & Zaenal Mufti, Filsafat Islam sejak Klasik hingga Modern, C.V. Insan Mandiri,
Bandung, 2008
 Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1989
 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam Islam
 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1999
 Ahmad Mustofa, Filsafat Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2004

xvi

Anda mungkin juga menyukai