Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Latar Belakang
Ada beberapa hal yang harus diperhatian. Pertama, bahwa belajar atau
berguru tidak berarti hanya meniru atau mengikuti semata.Harus dipahami
bahwa suatu ide dapat dibahas oleh banyak orangdan akan tampil dalam
berbagai macam fenomena. Seseorang berhak mengambil sebagian gagasan
orang lain tetapi itu semua tidakmenghalanginya untuk menampilkan teori atau
filsafatnya sendiri.Aristoteles (384-322 SM), misalnya, jelas murid Plato (427-
348 SM),tetapi ia mempunyai pandangan sendiri yang tidak dikatakan guru-nya.
Begitu pula Baruch Spinoza (1632-1777 M), walau secara jelassebagai
pengikut Rene Descartes (1596-1650 M), tetapi ia dianggapmempunyai
pandangan filosofis yang berdiri sendiri.
Hal seperti itu-lah yang juga terjadi pada para filsuf Muslim. Al-Farabi
(870-950 M)dan Ibnu Rusyd (126-1198 M), misalnya, walau banyak dilhami
olehpemikiran filsafat Yunani, tetapi itu tidak menghalanginya untuk
mempunyai pandangannya sendiri yang tidak sama dengan filsafat Yunani.
Filsafat Islam juga sering disebut filsafat Arab dan filsafat Muslim merupakan
suatu kajian sistematis terhadap kehidupan, alam semesta, etika, moralitas,
pengetahuan, pemikiran, dan gagasan politik yang dilakukan di dalam dunia Islam
atau peradaban umat Muslim dan berhubungan dengan ajaran-ajaran Islam. Dalam
Islam, terdapat dua istilah yang erat kaitannya dengan pengertian filsafat—
falsafa (secara harfiah "filsafat") yang merujuk pada kajian filosofi, ilmu pengetahuan
alam dan logika, dan Kalam (secara harfiah berarti "berbicara") yang merujuk pada
kajian teologi keagamaan.
Merujuk pada periodisasi yang dicetuskan Harun Nasution, perkembangan kajian
filsafat Islam dapat dibagi ke dalam tiga periode yaitu periode klasik, periode
pertengahan,dan periode modern. Periode klasik dari filsafat Islam diperhitungkan
sejak wafatnya Nabi Muhammad hingga pertengahan abad ke 13, yaitu antara 650-
1250 M. Periode selanjutnya disebut periode pertengahan yakni antara kurun tahun
1250-1800 M. Periode terakhir yaitu periode modern atau kontemporer berlangsung
sejak kurun tahun 1800an hingga saat ini.
Aktifitas yang berhubungan dengan kajian filsafat Islam kemudian mulai berkurang
pascakematian Ibnu Rusyd pada abad ke-12 SM. Terdapat banyak pendapat yang
menganggap Al-Ghazali sebagai sosok utama dibalik kemunduran kajian filsafat
Islam. Gagasan-gagasan Al-Ghazali yang diterbitkan dalam bukunya Tahafut al-
Falasifa dipandang sebagai pelopor lahirnya kalangan Islam konservatif yang
menolak kajian filsafat dalam Islam. Buku ini memuat kritik terhadap kajian filsafat
yang ditawarkan oleh filsuf seperti Ibnu Sinadan Al-Farabi yang dianggap mulai
menjauhi nilai-nilai keislaman. Namun, pandangan ini kemudian menjadi perdebatan
dikarenakan Al-Ghazali juga dikenal secara luas oleh pemikir-pemikir Islam sebagai
seorang filsuf. Bahkan, dalam pendahuluan di buku tersebut Al-Ghazali menuliskan
bahwasannya, kaum fundamentalis adalah "kaum yang beriman lewat contekan,
yang menerima kebohongan tanpa verifikasi". Ketertarikan dalam kajian filsafat islam
dapat dikatakan mulai hidup kembali saat berlangsungnya pergerakan Al-Nahda pada
akhir abad ke-19 di Timur Tengah yang kemudian berlanjut hingga kini. Beberapa
tokoh yang dianggap berpengaruh dalam kajian filsafat Islam kontemporer
diantaranya Muhammad Iqbal, Fazlur Rahman, Syed Muhammad Naquib al-Attas,
dan Buya Hamka.
Daftar isi
1Sejarah
2Astrologi
3Teosofi transenden
4Kritik terkait kajian filsafat dalam Islam
5Daftar pustaka
o 5.1Sumber lainnya
Nama lengkap Ibnu Thufail ialah Abu Bakar Muhammad ibn Abd Al-
Malik ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Thufail Al-Qaisyi, di Barat dikenal
dengan abudecer, 2 ( bab1 pembahasan ), tetapi lebih di kenal dengan Al-
Andalusia atau Al- Kurtubi al-isybili.3 Berasal dari kabilah Qais di Maroko. Dia
dilahirkan di Guadiks, dekat Granada, Andalusia, Ia lahir pada abad VI H/XIII
M .Buku-buku yang dikarangnya meliputi topik berkenaan dengan ilmu
1
https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_Islam
2
Di akses pada http://www.academia.edu/download/39669160/TUGAS_ibnu_thufail.docx.tanggal
5April 2018 Pukul 23:00
3
Wahyu Murtingsih, Biografi Para Ilmuwan,Yogyakarta,Pustaka Insan Mdani 2009,hlm 172
kedokteran, farmasi, astronomi, matematika, biologi, falsafah, adab dan
kesusastraan.4
4
Adina Pramitasari, Filsafat manusia dalam hay bin yaqzan karya ibnu thufail, Makalah Filusuf
Islam .Disajikan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Manusia
5
Asep Sulaiman,Mengenal filsafat islam,Bandung:Yrma Widya.2016,hlm93
6
Mustifa H.A, Filsafat Islam, Bandung CV Pustaka Setia,2004,hlm 271
Di karenakan usianya yang sudah tua Ibnu Thufail meninggalkan
jabatannya dokter pemerintahan pada tahun 578 H/1882 M, kemudian ia
memilih Ibnu Rusyd untuk menggantikan jabatannya, dan ia meninggal pada
1885 M dan di makamkan di Maroko.7
Al-Bitruji, salah satu seorang murid Ibnu Thufail menyebut Ibnu Thufail
mempunyai pengaruh besar terhdap murid-muridnya serta banyak merekrut
sarjana-sarjana ke istana, Ibnu Thufail juga banyak memberiklan nasihat –
nasihat kepada pangeran-pangeran di istana agar bersemnagat menuntut ilmu
dan mengajak muridnya untuk giat belajar.8
Pemikiran dan hasil karya para tokoh Islam khususnya dalam bidang
filsafat tentunya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya dan politik pada
masanya, begitu juga masa-masa sebelumnya. Karena pemikiran merupakan
produk budaya dari sebuah masyarakat, dimana seseorang itu hidup, tumbuh
dan dibesarkan. Pada massa kekuasaan Umayyah, Abad pertengahan, Islam
pernah berjaya di Cordova Spanyol. Waktu itu cordova menjadi salah satu
pusat peradaban dunia.
7
Mustifa H.A, Filsafat,,,.hlm272
8
Wahyu Murtiningsih, Para Filsuf Dari Plato sampai IbnuBajjah,Yogyakarta,IRCiSOoD,2012,hlm256
99
Amroeni Drajat,FILSAFAT ISLAM buat yang pengen tahu, Jakarta: ERLANGGA,2006) hlm.68.
Budaya seni, sastra, filsafat dan ilmu pengetahuan berkembang
disana. Tokoh-tokoh besar Islam juga banyak yang lahir di sana. Seperti Ibnu
Bajjah, Ibnu Masarrah, Ibnu ‘Arabi, Ibnu Hazm, asy-Syathibi dan sejumlah
tokoh lainnya. Mereka ini berhasil menempatkan filsafat sebagai kajian yang
berkembang disana. Seperti yang dikatakan Abed al-Jabiri, para tokoh tersebut
telah berhasil membangun tradisi nalar kritis yang ditegakkan di atas struktur
berfikir demonstratif (nizham al-aql al-burhani). Atau yang kemudian dikenal
sebagai “epistemologi burhani”.
Oleh karena itu, sebenarnya tradisi pemikiran filsafat sudah
diterapkan sejak dinasti Umayyah berdiri. Tradisi-tradis keilmuan lain, seperti
syari’ah, mistis (tasawuf), dan iluminis (Isyraqi) juga terus mengalami
pekembangan. Tradisi-tradisi keilmuan seperti inilah yang nantinya
mempengaruhi pemikiran Ibnu Thufail. Walaupun perkembangan keilmuan ini
mengalami pasang-surut mengikuti kondisi politik pemerintahan yang sedang
berkuasKegiatan intelektual di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat
perhatian penuh pada masa khalifah al-Hakam al-Mustanshir Billah (961-976),
putra dari khalifah pertama, Abdurrahman ad-Dakhil. Pada masa ini juga dapat
dikatan semaraknya transmisi keilmuan dari Timur ke Barat. Karena setelah
pendirian lembaga ilmu pengetahuan tidak cukup menampung murid lagi, para
cendikian muslim di Barat berhijrah ke Timur yaitu mulai dari Mesir, syam,
Hijaz, hingga ke Baghdad untuk menuntut ilmu.
Al-hakam sangat cinta dengan ilmu pengetahuan, sehingga ia
bersedia menanggung biaya untuk tujuan ekspedisi ke berbagai Negara. Itulah
yang menjadi faktor utama bagi kegemaran umat Islam untuk menuntut ilmu
dan mendalami buku-buku filsafat. Menyangkut hal ini, penulis sejarah filsafat
dalam Islam, De Boer berpendapat bahwa peradaban yang dicapai pada masa
al-Hakam lebih megah dan lebih produktif daripada yang dicapai oleh dunia
Islam Timur.
Seiring berjalannya waktu, sejarah mengatakan tidak selamanya
zaman keemasan ini berlangsung hidup. Setelah tampuk kekuasaan digantikan
oleh putra al-Hakam, Hisyam al-Mu’ayyid Billah. Karena dia lebih cenderung
kepada pengetahuan syari’at dan anti filsafat. Akhirnya kegiatan intelektual pun
kembali fakum dan ajaran filsafat kembali dikatakan sesat.Walaupun kondisi
sangat tidak mendukung, kegiatan menekuni filsafat dilakukan secara
sembunyi. Sampai akhirnya berdirilah dinasti al-Muwahhidin, dimana ketika
pemerintahan dipegang oleh Abu Ya’qub Yusuf al-Mansur (558-580 H) filsafat
mulai terlihat titik terangnya. Masa inilah Ibnu Thufail hidup dengan menekuni
bidang filsafat. Kedekatannya dengan penguasa, bahkan dipercaya sebagai
dokter dan penasehat pribadi khalifah, maka kegiatan filsafat mulai diterima
kembali. Tapi hanya dalam lingkungan istana atau terbatas pada kaum elit saja.
Masyarakat masih menganggap filsafat sebagai ajaran yang sesat dan
bertentangan dengan agama Islam. Dalam situasi yang tidak kondusif inilah
Ibnu thufail terus menggali keilmuannya, sehinga lahir karyanya “Hayy ibnu
yaqzhan”. Dan dapat disimpulkkan mengapa Ibnu Thufail menggunakan bahasa
symbol dalam karyanya tersebut. Dengan bahasa yang sederhana, diharapkan
masyarakat akan mudah memahami dan lambat laun menerima filsafat sebagai
kajian keilmuan. Bahkan sebagai metode berfikir dan cara pandang hidup.10
10
bab 1 pendahuluan
kita kecuali satu,yaitu Hayy Bin Yaqzan yang merupakan initisari pemikiran
Ibnu Thufail, dan telah di terjemahkan ke dalam berbagai bahasa.11
Hayy merupakan seorang anak manusia. Terdapat dua versi akan asal-
usul Hayy, yang pertama menceritakan bahwa Hayy ada begitu saja tergeletak
di tengah hutan belantara, sedangkan versi yang lain menceritakan bahwa
Hayy adalah seorang anak yang lahir pada negeri dengan pemimpin yang
dzalim, yang menyuruh seluruh rakyatnya untuk menguburkan bayi mereka
hidup-hidup. Alkisah di negeri itu terdapat seorang ibu yang melahirkan di
dalam gua, karena khawatir anaknya akan dibunuh, maka ia pun bersembunyi
dari pengawal istana dan menghanyutkan bayinya di laut lepas. Selama
beberapa hari kotak berisi bayi itu pun melayari lautan dan sampailah pada
sebuah pulau yang tidak berpenghuni. Di pulau tersebut terdapat seekor rusa
yang baru saja kehilangan anaknya, induk rusa yang sedang bersedih itu
menemukan kotak yang berisi bayi, lalu mengasuhnya dengan kasih saying
yang tulus. Ia menyusui dan membesarkan Hayy dengan kasih saying.
Hayy pun tumbuh dewasa, semakin besar ia semakin ingin tahu tentang
alam dan dunia tempatnya tumbuh dewasa. Ia melihat bahwa disekitarnya
terdapat hewan yang memiliki pelindung tubuh seperti bulu, ataupun trambut
yang tebal untuk mengahngatkan badan, ia tidak memiliki hal tersebut, ia pun
menggunakan daun-daun kering untuk menutupi badannya dan membuat
badannya hangat. Lalu saat ia melihat seekor binatang yang mati, ia pun
menguliti binatang tersebut dan menjadikan kulitnya sebagai penghangat
badan.
11
Hanafi. Pengantar Filsafat Islam, Jakarta.PT Bulan Bintang.1969.hlm 161
Hayy selalu bertanya dan ingin tahu tentang kehidupan. Ia melihat
banyak hewan di sekitarnya memiliki senjata untuk mempertahankan hidup.
Sedangkan ia tidak memilikinya. Suatu ketika saat ia sedang bermain di hutan,
terdapat seekor kambing liar yang sedang merumput, Hayy penasaran dan
melihat kambing tersebut. Ternyata kambing tersebut merasa terganggu
dengan keberadaan Hayy. Ia pun marah dan mencoba melawan Hayy dengan
tanduknya. Hayy lari tunggang langgang,namun akhirnya Hayy terkena
tanduk kambing itu. Secara tidak sengaja, ia menemukan tongkat kayu dan
memukulkannya pada kambing tersebut sampai kambing itu pingsan.
Akhirnya ia pun menjadikan togkat sebagai senjatanya, alat untuk
mempertahankan diri.
Secara berangsur-angsur, Hayy menggunakan potensi akalnya untuk
bertahan hidup dan memahami gejala-gejala di sekitarnya. Ia mengambil
manfaat dari alam dan mempelajari dunia dengan potensi akal tersebut tanpa
diajarkan oleh siapa pun. Lebih dari itu, ia mampu mempergunakan akalnya
sedemikianrupa sehingga dapat memahami hakikat alam empiris dan
mampu berpikir hal-hal yang bersifat metafisis
Memasuki tujuh tahun kedua, Hayy mendapati induk rusa yang
mengasuhnya semakin lemah dan tua. Induk rusa yang sudah dianggapnya
sebagai ibu kandung yang mengasuhnya sedari kecil tersebut lemah dan
tergeletak tak berdaya di dalam sebuah gua. Hayy merasa sangat sedih dan
merawat induk rusa tersebut dengan penuh kasih sayang, ia mencarikan air
minum, dan mencarikan berbagai macam buah-buahan. Namun induknya
tetap saja tidak membaik dan bahkan makanan terseubut tidak disentuhnya.
Setelah beberapa hari, induk rusa itu pun mati dan Hayy menjadi sedih.
Disamping kesedihan tersebut, timbul keheranan dalam diri Hayy. Bagaimana
suatu makhluk bisa bergerak sedangkan kini induknya tidak bisa bergerak lagi
dan terbujur kaku. Ia pun memukul-mukul tubuh induknya dan mencari-cari
“penggerak” yang ada dalam tubuh induknya. Karena rasa penasarannya ia
mulai membelah tubuh induknya. Ia bermain dengan darah dan melihat
berbagai macam organ tubuh induknya, setelah beberapa saat, ia menemukan
jantung yang tidak lagi berdetak. Ia meraba dadanya dan merasakan degup
jantungnya sendiri, ia melihat jantung ibunya yang tidak bedetak, sedangkan
dadanya sendiri berdetak. Ia menyimpulkan bahwa organ inilah yang
membuat induknya hidup atau mati. Semenjak pengalamannya membedah
organ tubuh induknya, ia pun mulai mengautopsi/membedah setiap hewan
mati yang ditemuainya. Pengalaman itu membuatnya menjadi paham akan
organ tubuh hewan/makhluk hidup. Selain itu ia juga menemukan bahwa
seorang mati/hidup tetap saja anggota tubuhnya lengkap dan tidak rusak, hal
tersebut mengindikasikan adanya kekuatan dari luar tubuh yang
mempengaruhi setiap makhluk hidup. Masing-masing kegiatan badaniyah
digerakkan oleh satu daya/kekuatan sentral yang tidak bersifat material jasad,
melainkan bersifat ruhani. Kekuatan itu disebutnya jiwa. Dengan
kecerdasannya ia mampu menyimpulkan bahwa esensi makhluk hidup dapat
hidup itu adalah bersatunya roh/jiwa dengan badan/jasad atau juga ikatan
antara jiwa dan jasad. Dan kematian berarti lepasnya ikatan tersebut, lepasnya
ikatan jiwa dan jasad. Saat kematian ibunya, ia melihat dua ekor burung gagak
yang sedang bertarung, salah satu dari burung tersebut mati. Setelah burung
tersebut mati, satu yang masih hidup menggali tanah dengan paruhnya dan
meletakkan bangkai burung kedalam lubang tersebut. Kemudian burung yang
masih hidup itu pun menutupi bangkai burung yang mati tersebut dengan
tanah. Hal tersebut menarik perhatian Hayy, ia pun melakukan hal yang sama
dengan mayat induknya yang telah ia bedah dan mulai berbau busuk. Ia mulai
menggali tanah dan menguburkan mayat induk rusa tersebut.
Ia pun melanjutkan pembelajarannya. Ia pun terus berfikir dengan
akal rasionalnya dan mempelajari banyak hal serta menemukan api dan
mengetahui bahwa hewan buruan yang dimasak di atas api memiliki rasa yang
jauh lebih nikmat disbanding yang mentah. Ia juga belajar bercocok tanam
dan membuat gubug untuk tempat tinggalnya. Ia mempelajari logam, dan
akhirnya menjadikannya sebagi senjata yang jauh lebih tajam dibanding
dengan batu dan tongkat yang biasa ia pakai untuk mempertahankan diri. Ia
mempelajari tentang berbagai macam hewan dan tumbuhan yang ia temukan
di hutan. Banyak hal yang ia pelajari, Akal rasionalnya terus berkembang,
terus saja mempelajari tentang kejadian dan peristiwa yang terjadi di
sekitarnya. Pada usia 21 tahun Hayy memperoleh kesadaran diri sebagai
pribadi, yang secara asasi satu, tetapi mampu untuk mengetahui aneka warna
hal, asal dipersatukan dengan akal. Dia merenungkan tentang tatatertib dan
tujuan segala-galanya dan menemukan adanya hubungan wajib antara sebab
dan akibat yang menguasai tata alam raya dan tata budi.
Di usia ke 28, ia semakin pintar dan semakin ingin tahu tentang
Pada usia ke 35 tahun timbullah pertanyaan mengenai asal mula alam dunia.
Bila alam berasal dari alam materiil lain, akan terdapat proses berantai tanpa
akhir (tasalsul) dan ini mustahil. Jadi kesimpulannya; alam pasti dibuat oleh
pembuat alam yang bersifat Ruhani/Ghoib. Bertahun-tahun lamanya Hayy
berfikir tentangnya.
Selama tujuh tahun keenam Hayy tidak habis memikirkan tentang
sumber mulia dari segala yang ada. DIA pasti Maha Baik dan Maha
Bijaksana, Sempurna dan penuh Rahmat serta merupakan tujuan manusia.
Demikian Hayy menyusun konsep ketuhananan tanpa dogmatisme ataupun
pertolongan wahyu. Hayy menjadi insaf bahwa tujuan, kebahagian dan
perwujudan diri sejati terletak pada konsentrasi pikiran terus-menerus kepada
Tuhan. Itulah juga dalam “hidup di balik maut”, karena jiwa sebagai wujud
ruhani tidak mungkin hancur. Dia juga tahu bahwa, bila jiwa insani, yang
diperuntukkan untuk untuk hidup abadi di hadirat Tuhan, mengikuti hawa
nafsu maka pasti kehilangan Tuhan dan setelah maut akan menderita selama-
lamanya. Itulah fikiran yang menggelisahkan Hayy. Seumpamanya dia,
terkejut oleh teriakan hewan atau sibuk memuaskan lapar dahaga, lupa akan
Tuhan dan terkena mati, adia akan dihukum atas kelalaiannya dengan
hukuman abadi. Maka Hayy makin berprihatin untuk memusatkan fikirannya
kepada Tuhan. Hayy hanya makan dan minum sejauh perlu, agar jangan
mengganggu meditasinya. Dia meniru falak-falak sempurna oleh pembersihan
diri dan berjalan dalam lingkaran (thawaf) sesuai peredaran falak di atasnya
sampai merasa pusing.
Sesudah tujuh kali tujuh tahun lewat, Hayy memperoleh puncak
meditasi, tetap mengingati Tuhan dalam keadaan jiwa yang tak mungkin dapat
diungkapkan dengan kata-kata. Itulah kebahagiaan sempurna “yang tidak
dapat dilihat mata, tidak didengar oleh telinga, dan tidak keluar dari
hatimanusia”.Dia mendapatkan taraf fana billah.
Terkisahlah pada suatu pulau yang lain terdapat dua orang muslim
yang bertengkaran tentang hidup yang baik, Absal dan Salaman nama masing-
masing. Absal, seorang ahli tasawwuf, berusaha memahami dimensi batin dari
syariat, sedangkan Salaman menta'ati semua peraturan dan upacara lahir.
Maka Absal pamit dari Salaman, dan dalam mencari jalan keluar mendaratlah
dia di pulau kediaman Hayy. Mereka memberitakan satu kepada yang lain
pengalaman ruhani dan menyadari diri sebagai manusia untuk Tuhan.
Hayy mendengar isi ajaran Islam, sangat terkejut: isi ruhaninya
terlalu sedikit dan terlalu banyak aturan lahiriah tentang fardhu, sunah,
mubah, makruh dll. Hayy heran bahwa hanya satu bulan per tahun disucikan
oleh puasa bagi Tuhan; mengapa bukan semua bulan? Dia tersinggung oleh
lukisan sensuil tentang surga dan waktu terbatas neraka menurut Qur'an,
Setelah banyak tukar fikiran, akhirnya Absal menemui jalan ke tafsir kiasan
(thamthil) mengenai Qur'an. Lalu keduanya mengambil keputusan untuk
kembali ke pulau kediaman Salaman dan mengajar kepada ummat disana
rahasia hidup sejati.
Tibalah mereka di pulau dan disambut oleh Salaman, yang ternyata
telah diangkat menjadi Raja di sana. Tetapi ketika mereka menda'wahkan
keyakinan suci mereka, maka rakyat membantah dan bertengkar mulut,
memperlihatkan diri sebagai budak huruf yang tidak terbuka untuk kebenaran
mulia. Hayy dengan sopan meminta maaf dan mengajak mereka agar terus
tekun pada upacara dan rukun agamanya tanpa mencoba memperdalamnya
lebih lanjut. Akhirnya Hayy dan Absal kembali ke pulau tempat asal Hayy,
melangsungkan hidupnya masing-masing menurut metodenya sendiri, mereka
berusaha menempuh tata ibadah sempurna, terpisah dari masyarakat sampai
ditebus oleh maut.12
Karya Ibnu Thufail ini merupakan suatu kreasi yang unik dari
filsafatanya. Sebelumnya judul ini sudah diberikan oleh Ibnu Sina kepada
salah satu kray esoteoriknya. Demikian juga nama tokoh Absal dan Salman
telah ada dalam buku Ibnu Sina, Salman wa Absil kendati kisah ini tidak
orisinil , bahkan sebelum Ibnu Sina juga kisah ini sudah ada, seperti kisah
Arba Kuno, Hunain Ibnu Ishak, Salman dan Absal Ibnu Arabi dan lain-lain
namun Ibnu Thufail berhasil menjadikan kisah ini menjadi kisah roman
filosofis yang unik. Ketajaman filosofinya ini yang menandai keterbaruan
kisah ini dan isa menjadikannya salah satu kisah yang paling asli dan paling
indah pada Abad Pertengahan. Hal ini terbukti dengan banyaknya buku di
terjemahkan ke dalam berbagai bahasa.13
Analisis
Hayy Bin Yaqzan dalam tulisan Ibnu Thufail bukan merupakan symbol
akal altif , tetapi symbol akal manusia yang tanpa bimbingan wahyu mampu
mencapai kebenaran tentang dunia fenomena serta Tuhan dan alam rohaniah
lainnya. Kebenarannya tidak bertentangan dengan kebenaran wahyu. Absal dan
Salaman dapat di pandang sebagai symbol wahyu yang di pahami dengan
12
Adina Pramitasari, Filsafat manusia dalam hay bin yaqzan karya ibnu thufail, Makalah Filusuf
Islam Disajikan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Manusia
13
Sirajuddin Zar,filsafat islam (filosof dan filsafatnya). Depok.Rajawali Pers,2016.hlm 206-207
pemahalam yang berbeda. Absal sebagai symbol wahyu dengan pemahaman
metaforis kaum sufi, sedangkan salam sebagai symbol wahyu yang di pahami
dengan pembahsan tekstual para ulama pada umumnya.
Ada tiga tokoh dalam cerita karya Ibnu Thufaik yang melambangkan tiga
cara hidup, yakin sebagai berikut.
a. Hayy bin Yaqzan, lambang hidup filsuf (ahli piker atau ahli filsafat yang
sejati) ia memikirkan alam dan semua isinya,memikirkan dirinya sendiri,
dan lambat laun sampai kepada keyakinan adanya Tuhan.
Dari ringkasan isi cerita tersebut karya Ibnu Thufail ada beberapa kesimpulan
yang di kemukakan oleh Nadhim Aljisr dalam buku buku Qissat al-lman:
14
Asep Sulaiman,Mengenal filsafat islam,Bandung:Yrma Widya.2016,hlm96
3 Akal manusia ini kadang-kadang mengalami ketumpulan dan
ketidakmampuan dalam mengemukakan dalil-dalil pikiran, yaitu ketika
hendak menggambarkan ke-azali-an mutlak, ketidak-akhir-an, zaman,
qadim, huduts (baru) dan hal-hal lain yang sejenis dengan itu.
6. Apa yang diperintahkan oleh syariat Islam, dan apa yang diketahui oleh
akal yang sehat dengan sendirinya, berupa kebenaran, kebaikan dan
keindahan dapat bertemu kedua-duanya dalam sati titik , tanpa
diperselisihkan lagi.
7. Pokok dari semua hikmah ialah apa yang telah di tetapkan oleh Syara
yaitu mengarahkan pembicaraan kepada orang lain menurut
kesanggupan akalnya,tanpa membuka kebenaran dan rahasia-rahasia
filsfat kepada mereka. Juga pokok pangkal segala kebaikan ialah
menetapi batas –batas syara dan meniggalkan pendalaman sesuatu15.
Hayy Ibnu Yaqzan membawakan daun daun yang segar dan memetik
buah buah manis untuk disuapkan kepada rusa beuna! itu. Akan tetapi, rusa
15
Hanafi. Pengantar Filsafat Islam, Jakarta.PT Bulan Bintang.1969.hlm 163-164
betina itu semakin lemah dan parah sakitnya. kemudian mati. Gerakannya
berhenti total, seluruh nugget: tubuhnya tidak berfungsi lagi, dan ketika Hayy
Ibnu Yaqzan melihat keadaan rusa betina itu, dia menangis tersedu-sedu bahkan
dia nyaris larut dalam kesedihannya. Dia melihat-lihat kuping dan mata rusa
betina yang telah mati dan tidak menemukan sesuatu pun yang bisa membuat ia
mati. Demikian pula, dengan seluruh anggota tubuhnya yang lain. Dia sangat
berharap bisa menemukan tempat penyakitnya, lalu membuang penyakit itu
dari tubuh rusa betina tersebut. Kembali dia membolak-balik seluruh anggota
tubuh rusa betina itu, tetapi tidak menemukan apa pun yang bisa diduga sebagai
penyebab kematiannya.
Dalam tulisan Malik bin Nabi, dijelaskan bahwa Hayy bin Yaqzan
tidak berhasil menemukan tempat penyakit rusa betina itu. Kendati demikian,
Ibnu Thufail telah membuat kita melanjutkan penelusuran terhadap pikirannya
yang paling dalam, untuk kemudian terungkaplah, sedikit demi sedikit, “roh“,
“keabadian roh“, dan akhirnya “gagasan tentang Sang Maha Pencipta”. Sejak
saat itu, semakin meningkatlah perenungan yang memberi peluang kepada
Hayy Ibnu Yaqzan. Sesudah berkali-kali gagal memahami sistem Illahiah untuk
melihat Tuhan dengan hati nuraninya, tiba pula pada pemahaman tentang sifat-
sifatnya.
Sebagai seorang filsuf, Ibnu Thufail bukan hanya berpikir secara kefllsafatan,
tetapi juga banyak merenungkan kembali pemikiran filsuf yang lain, seperti
Aristoteles, Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Al-Ghazali. Mengenai fllsafat Aristoteles,
Al-Farabi, dan Ibnu Sina, Ibnu Thufail mengatakan bahwa dalam buku-buku
mereka, kita belum dapatkan gambaran filsafat yang memuaskan tentang
hakikat kebenaran (Nasution, 1999: 103).
Tulisan Al-Farabi yang berjudul AI-Milatul Fadilah mendapat pujian dari Ibnu
Thufail. Al-Farabi mengatakan dalam bukunya bahwa jiwa manusia yang jahat
akan tetap berada dalam penderitaan yang tak habis-habisnya sehingga akan
menyebabkan putus asa dalam mencapai kebahagiaannya. Sementara itu, Ibnu
Sina dipuji atas karangannya yang berjudul AI-FalsafauI-Masyriqiah, yang
mengandung pendapat tentang kebenaran yang dianggap penting oleh Ibnu
Thufail.
16
Asep Sulaiman,Mengenal,,,,.hlm97
“Hayy mulai mempelajari tumbuh-tumbuhan. Ia amati semua
jenis tumbuh-tumbuhan. Ia bagi tumbuh-tumbuhan tersebut
berdasarkan kesamaan dahan, daun, bunga, dan buah, serta gerakan-
gerakannya. Dalam membagi tumbuhan itu ia menggunakan cara yang
sama ketika ia membagi jenis hewan.”(Thufail, terj. Nur Hidayah :
2003 hal 82).
Kemudian alam hewan. Hewan memiliki prinsip gerak yang
disebut prinsip sensitive (Ar Ruh an-Hawaniyyah) dan memiliki rasa
(syu’ur) sehingga lebih tinggi disbanding tumbuhan:
“Hayy membandingkan jenis-jenis hewan dan tumbuhan, ia
melihat hewan dan tumbuhan memiliki kesamaan. Keduanya sama-
sama makan dan tumbuh. Tetapi hewan memilki kelebihan disbanding
tumbuhan. Hewan memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki
tumbuhan. Hewan memiliki perasaan atau insting, indra dan bisa
bergerak secara bebas. Namun kelebihan kelebihan yang dimiliki
hewan pada dasarnya dimiliki tumbuhan juga seperti gerakan bunga
yang cenderung condong kea rah sinar matahari atau gerakan dahan
yang merambat kea rah datangnya makanan. Namun salah satu
diantara keduanya lebih sempurna dan lebih utuh disbanding yang
lain. sementara gerakan satunya tertahan atau dihalangi oleh
penghalang.”( Thufail, terj. Nur Hidayah : 2003 hal 83).
Sedangkan manusia memiliki prinsip yang lebih tinggi
dibandingkan hewan maunpun tumbuhan. Manusia selain memiliki apa
yang dimiliki makhluk-makhluk tersebut juga memiliki rasioanal, yaitu
mampu berfikir dan selalu mempunyai pilihan untuk berbuat dan tidak
berbuat.Hal tersebut mengindikasikan bahwa manusia memiliki prinsip
yang memungkinkan dirinya untuk berfikir secara asional dan memilih
dalam hidupnya. Prinsip tersebut yang disebut akal (al-Nafs al-
Insaniyyah). Prinsip inilah yang membedakan manusia dengan
makhluk yang lainnya. Kalau hewan mampu membedakan baik buruk
dengan instingnya dan cukuplah hanya dengan instingnya saja,
sedangkan manusia membutuhkan sesuatu yang lebih dari pada insting
saja.
Manusia adalah makhluk yang dalam evolusi kehidupan
mencapai tingkat kemanusiaannya, yang ditandai dengan tumbuhnya
suatu struktur kehidupan jiwa yang baru, yang dinamakan budi atau
akal. Manusia mempunyai akal, dan akallah yang membuat manusia
berbeda dengan hewan dan kenyataan bahwa hanya manusialah satu-
satunya makhluk yang dikaruniakan kekuatan akal oleh Tuhan, dan
karena akallah manusia menjadi mulia. Kalau manusia dicabut akalnya,
maka manusia mungkin menjadi malaikat atau mungkin hewan
(Rusman : 1982 hal 31).
2. Manusia sebagai makhluk relasional
Manusia sebagai makhluk yang tidak terlepas dari alamnya.
Dalam diri manusia terdapat seluruh unsur alam (kosmos) seperti
mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan dan bahkan unsur-unsur malaikat
dan ilahi. Ibnu Thufail juga menggabarkan bahwa unsur materi
pembentuk manusia juga merupakan unsur pembentuk alam yaitu: api,
air, udara, dan tanah. Unsur-unsur ini disebut juga dengan unsur yang
empat (al-Anasir al-Arba’ah).
Dalam Hayy, manusia adalah mikrokosmos yang berarti “alam
kecil”. Sebagai mikrokosmos, manusia mempresentasikan dalam
dirinya totalitas alam yang diciptakan. Seluruh ko=ualitas dan sifat
alam ada pada diri manusia. Sebagai bagian yang tak terpisahkan
dengan “alam besar” maka relasi manusia –sebagai salah satu makhluk-
dengan makhluk lainnya merupakan sebuah keniscayaan. Manusia
adalah makhluk relasional.
Manusia yang baik adalah yang memeilhara alam dan
membiarkan semua sesuai dengan kondisinya. Manusia boleh
memanfaatkan alam namun manusia tidak boleh merusak dan
menghancurkannya. Ibnu Thufail menggambarkan manusia sebagai
pengelola alam.
Geraka alam ini meniadi bukti tentang adanya Allah, baik bagi oranng yang
meyakini alam baharu maupun bagi orang yang meyakini alam qadim. Bago
orang yang meyakini alam itu baru, gerak alam berarti dari ketiadaan hingga
alam itu ada (diciptakan). Oleh karena itu, keberadaan alam dari ketiadaan itu
pasti membutuhkan pencipta, yaitu Allah. Sementara itu bagi oatang meyakini
alam itu qadim, gerak alam tidak berawal dan berakhir. Karena zaman tidak
mendahuluinya , arti gerak ini tidak di dahului oleh diam. Disini, penggerak
alam ( Allah) berfungsi mengubah materi dari alam potensial ke actual.
17
Adina Pramitasari, Filsafat manusia,,,,.hlm7-10
Mengubah dari suatu bentuk ke bentuk yang lain, inilah letak keistimewaaan
argument gerak Ibnu Thufail, yakini dapat dipahami oleh semua golongan.
Dengan argumen tersebut berarti manusia dapat mengetahui adanya Allah tanpa
melalui wahyu.
b. Argumen materi