Nim : 1930203057
Coba kalian cari bahan mengenai Hellenisme dan kontribusinya terhadap pendidikan Islam !
A. Pengertian Hellenistik
Antara ahli sejarah dan filsafat ada yang menggambarkan perkembangan
bangsa dan Negara bagaikan rentangan perjalanan hidup manusia. Hellenisme (yang
berasal dari kata hellenizein=berbahasa Yunani, dan juga menjadikan Yunani) adalah
roh dan kebudayaan Yunani, yang sepanjang roh dan kebudayaan itu memberikan ciri-
cirinya kepada para bangsa yang bukan Yunani di sekitar Lautan Tengah, mengadakan
perubahan-perubahan di bidang kesusasteraan, agama dan keadaan bangsa-bangsa itu.
Pada masa Hellenisme terjadi transformasi pemikiran filsafat yang ditandai
dengan perubahan bentuk filsafat dari filsafat teoritis menjadi filsafat praktis dan
membuat filsafat menjadi bagian dari seni hidup. Berbagai aliran yang muncul pada
saat itu yang kesemuanya bertujuan untuk menentukan cita-cita hidup manusia. Ada
aliran-aliran Etis yang menentukan yang menekankan pada persoalan-persoalan
kebijaksanaan hidup yang praktis disamping juga ada aliran-aliran yang diwarnai
pemikiran keagamaan. Yang termasuk aliran yang bersifat Etis di antaranya adalah
aliran Stoa dan Epikuros, sedangkan yang termasuk aliran yang diwarnai agama,
diantaranya adalah: filsafat Neophytagoras, filsafat Plotinus Tengah, filsafat Yahudi
dan Neoplatonisme.
Zaman Hellenisme adalah zaman keemasan kebudayaan Yunani. Tokoh yang
berjasa dalam pengembangan kebudayaan Yunani ini adalah Iskandar Agung (356-323
SM) dari Macedonia, salah seorang murid Aristoteles. Akibat ekspansi besar-besaran
yang dilakukannya, kebudayaan Yunani dengan cepat tersebar memasuki wilayah
Persia, Irak, Mesir, Suriah, Yudea, India, dan Asia Tengah. Pada masa Hellenisme ini
terdapat tiga aliran filsafat yang menonjol, yaitu (1) Stoisisme; (2) Epikurisme; dan (3)
Neoplatonisme. Di samping ketiga aliran tersebut, sebenarnya terdapat pula gerakan
berpikir yang disebut Skeptisisme dengan pelopornya Pyrrho (365-275 SM) dan
Elektisisme oleh Cicero (106-43 SM). zamani ini ada perpindahan pemikiran filsafati,
yaitu dari filsafat yang teoritis menjadi filsafat yang praktis. Filsafat makin lama makin
menjadi suatu seni hidup. Orang bijak adalah orang yang mengatur hidupnya menurut
akal dan rasionya. Ada banyak aliran, yang semuanya berusaha menentukan cita-cita
hidup manusia. Ada aliran-aliran yang bersifat etis, yang menekankan kepada
persoalan-persoalan tentang kebijaksanaan hidup yang praktis, dan ada aliran-aliran
yang diwarnai oleh agama. Yang termasuk aliran-aliran yang bersifat etis di antaranya
adalah aliran Epikuros dan Stoa, sedang yang termasuk airan yang diwarnai agama,
diantaranya adalah: filsafat Neophytagoras, filsafat Platonis Tengah, filsafat Yahudi
dan Neoplatonisme.
Tetapi, seperti telah dikemukakan di atas, adalah mustahil melihat falsafah Islam
sebagai carbon copy Hellenisme. Misalnya, meskipun terdapat variasi, tetapi semua
pemikir Muslim berpandangan bahwa wahyu adalah sumber ilmu pengetahuan, dan, karena
itu, mereka juga membangun berbagai teori tentang kenabian seperti yang dilakukan Ibn
Sina dengan risalahnya yang terkenal, Itsbat al-Nubuwwat. Mereka juga mencurahkan
banyak tenaga untuk membahas kehidupan sesudah mati, suatu hal yang tidak terdapat
padanannya dalam Hellenisme, kecuali dengan sendirinya pada kaum Hellenis Kristen.
Para failasuf Muslim juga membahas masalah baik dan buruk, pahala dan dosa,
tanggungjawab pribadi di hadapan Allah, kebebasan dan keterpaksaan (determinisme), asal
usul penciptaan, dan seterusnya, yang kesemuanya itu merupakan bagian integral dari
ajaran Islam, dan sedikit sekali terdapat hal serupa dalam Hellenisme.
Meski begitu, lagi-lagi, tidaklah benar memandang ilmu kalam sebagai jiplakan
belaka dari falsafah. Justru dalam ilmu kalam orisinalitas kaum Muslim tampak nyata.
Seperti dikatakan William Lane Craig, the kalam argument as a proof for God's existence
originated in the minds of medieval Arabic theologians, who bequeathed to the West, where
it became the center of hotly disputed controversy. Great minds on both sides were raged
against each other: al-Ghazali versus Ibn Rushd, Saadia versus Maimonides, Bonaventure
versus Aquinas. The central issue in this entire debate was whether the temporal series of
past events could be actually infinite. (argumen kalam sebagai bukti adanya Tuhan berasal
dari dalam pikiran para teolog Arab zaman pertengahan, yang menyusup ke Barat, di mana
ia menjadi pusat kontroversi yang diperdebatkan secara hangat. Pemikir-pemikir dari dua
pihak berhadapan satu sama lain: al-Ghazali lawan Ibn Rusyd, Saadia lawan Musa ibn
Maymun, Bonaventura lawan Aquinas. Persoalan pokok dalam seluruh debat itu ialah
apakah rentetan zaman dari kejadian masa lampau itu dapat secara aktual tak terbatas).