Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KELOMPOK DOSEN PEMBIMBING

Sejarah Pendidikan Islam Nurzena M.Ag

DIKOTOMI ILMU PENGETAHUAN

Oleh:
Kelas 1- A
Kelompok VII

Burmaleni Eka Arisa (12110124334)


Sindi Adelina (12110124526)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan
dan keteguhan hati dalam menyelesaikan tugas pembahasan silabus Studi Bahasa Indonesia
ini. Sholawat beserta salam semoga senantiasa tercurah limpahan kepada Nabi Muhammad
SAW yang menjadi tauladan para umat manusia yang merindukan keindahan surga.
Tujuan dari pembuatan tugas pembahasan Dikotomi ilmu pengetahuan ini adalah untuk
memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam, serta untuk
menambah ilmu pengetahuan tentang Pembahasan Dikotomi ilmu pengetahuan. Pada
kesempatan ini, kami juga berterima kasih kepada ibu Nurzena M.ag yang telah membimbing
kami dalam penulisan tugas Pembahsan Ragam bahas Indonesia yang baik dan benar.
Sehingga tugas ini dapat diselesaikan dengan baik.
Akhir kata, semoga tugas Pembahsan Diktomi ilmu pengetahuan yang kami buat ini
dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya terutama bagi diri kami sendiri. Penulis
meminta maaf apabila terdapat kesalahan pada penulisan makalah ini dan dengan tangan
terbuka kami menerima saran terhadap makalah yang kami sajikan ini untuk perbaikan di masa
yang akan datang.

Pekanbaru, 30 September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah .............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Dikotomi Ilmu Pengetahuan ............................................................. 3
B. Pengertian dan Sebab Timbulnya Dikotomi Ilmu Pengetahuan .................... 4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................... 9
B. Saran ............................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada umumnya dan khususnya pendidikan Islam, tujuannya tidaklah
sekedar proses alih budaya atau alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi
juga sekaligus sebagai proses alih nilai ajaran Islam (transfer of value). Pendidikan Islam
juga bersumber pada Al-Qur‟an yang harus dapat menerangi dan mengatasi perubahan
sosial maupun perubahan kebudayaan. Pendidikan Islam harus mampu menjadikan
manusia yang bertaqwa; manusia yang dapat menjadi Al Falaah, kesuksesan hidup yang
abadi: dunia dan akhirat (muflihun).1 Inilah tujuan utama pendidikan Islam; inilah causa
finalisnya mengapa dan untuk apa pendidikan Islam itu dalam pergolakan perubahan
sosial ini. 2
Secara ideal, pendidikan Islam bertujuan melahirkan pribadi manusia seutuhnya.
Dari itu, pendidikan Islam diarahkan untuk mengembangkan segenap potensi manusia.
Segenap potensi itu, dioptimalkan untuk membangun kehidupan manusia yang meliputi
aspek spiritual, intelektual, rasa sosial, imajinasi dan lainnya3. Rumusan ini merupakan
acuan umum bagi pendidikan Islam, yang akhir tujuannya adalah pencapaian
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Dalam pengertian yang lebih luas, pendidikan Islam ingin membentuk manusia
yang menyadari dan melaksanakan tugas-tugas ke-khalifahan5 -nya dan terus
memperkaya diri dengan khazanah ilmu pengetahuan tanpa batas serta menyadari pula
betapa urgennya ketaatan kepada Allah swt sebagai Sang Maha Mengetahui dan Maha
Segalanya. Dalam surat Al-Baqarah ayat: 269 dinyatakan: “Tidaklah berdzikir kecuali
ulul albab”. Disini, ada kesatuan yang proporsional antara dzikir dan fikr dalam sebuah
cita pendidikan Islam. Dalam bahasa yang lain, hakikat cita-cita pendidikan Islam adalah
melahirkan manusia-manusia beriman dan berilmu pengetahuan, yang satu sama lainnya
saling menunjang.

1
Muslih Usa, Pendidikan Islam DiIndonesia, (Yogyakarta:PT Tiara Wacana Yogya,1991), h.43
2
Ibid.,h.43
3
Potensi manusia, seperti akal,fisik dan roh
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Dikotomi Ilmu Pengetahuan?
2. Apa itu Dikotomi Ilmu Pengetahuan dan Sebab Timbulnya Dikotomi Ilmu
Pengetahuan?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Sejarah Dikotomi Ilmu Pengetahuan.
2. Untuk mengetahui apa itu Dikotomi Ilmu Pengetahuan dan Sebab Timbulnya
Dikotomi Ilmu Pengetahuan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Dikotomi Ilmu Pengetahuan
Apabila kita analisis secara mendalam, sejarah terjadinya dikotomi ilmu
pengetahuan dalam peradaban Islam, yaitu:
1. Hancurnya sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan perpustakaan karena
mengamuknya tentara mongol yang meludeskan kota Baghdad serta dihancurkannya
kekuatan umat Islam dan terbunuhnya banyak sekali ilmuwan dalam peperangan
itu.Tentara mongol menyembelih seluruh penduduk dan menyapu bersih Baghdad
dari permukaan bumi. Dihancurkan segala macam peradaban dan pusaka yang telah
dibuat beratus-ratus tahun lamanya. Diangkut kitab-kitab yang telah dikarang oleh
ahli ilu pengetahuan , bertahun tahun lalu dihanyutkan kedalam sungai sehingga
berubah warna airnya lantaran tintanya yang larut. Maka dengan berakhirnya
pemerintahan Abasiyah di Baghdad ikut mengakhiri kejayaan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan yang dirintis oleh para filusuf yang telah memberikan kontribusi besar
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Dari sini jelas bahwasanya kehancuran
kota Baghdad serta kekhasanahan ilmu pengetahuan yang ada di dalamnya
mengakibatkan pengembangan ilmu pengetahuan mengalami mati suri. Tidak ada lagi
proses eksperimen dan kajian akli-akliyah bahkan umat Islam semakin tenggelam
pada kajian agama( nakliyah) yang lama-kelamaan jatuh pada mistik dan khurafat.
2. Hilangnya budaya berpikir rasional di kalangan umat Islam. Dalam sejarah Islam kita
tahu bahwa ada dua corak pemikiran yang selalu memengaruhi cara berpiir umat
Islam, Pertama pemikiran tradisionalis (orthodok) yang berciri sufistik dan kedua
pemikiran rasionalis yang berciri liberal terbuka, inovatif, dan konstruktif. Kedua
pemikiran tersebut berkembang masa pada kejayaan Islam khususnya pada masa
dinasti Abbasiyah, yang mana umat Islam tidak membadakan antara ilmu yang
bersumber dari wahyu atau analisis berpikir. Semuanya mereka pelajari dan mereka
gali sehingga ilmu pengetahuan dan kebudayan berkembang dengan pesatnya.Salah
satu penyebab hilangnya budaya berpikir ilmiah dikalangan umat Islam adalah
serangan Imam Al-Ghazali terhadap para filusuf dan tokoh rasionalis seperti Al
Farabi dan Ibn Sina yang dikemukakannya dalam buku Tahafud Al Falasifa. Kritik

3
Al-Ghazali ini menyebabkan pengaruh tradisi serta semangat ilmuwan yang rasional
menjadi lenyap karenanya.Menurut analisis penulis pemikiran Al-Ghazali tersebut
bukanlah berarti mengharapkan filsafat untuk dipelajari karena dia sendiri merupakan
seorang filusuf yang banyak mengkaji fenomena alam dengan menggunakan analisis
filsafat. Pukulan AL-Ghazali terhadap filusuf hanya dikarenakan berbedanya cara
pandang antara Al-Ghazali dengan para filusuf. Dalam mencarikebenaran Al-Ghazali
tidak hanya menggunakan filsafat tetapi ia menemukan kebenaran dengan renungan
tasawuf. Tertariknya Al-Ghazali terhadap tasawuf sebab yang dipentingkan dalam
tasawuf bukanlah semata-mata akal dan yang membuat beliau tertarik adalah latihan-
latihan jiwanya yang mempertinggi sifat sifat terpuji dan menahan dorongan nafsu
yang memilki sifat-sifat tercela. Ketika budaya berfikir filsafat telah hilang dalam
kubu Islam, penolakan terhadap ilmu menjadi sebuah fenomena, bukan saja ilmu-
ilmu yang berasal dari penalaran akal seperti empiris, penolakan terhadap ilmu-ilmu
tersebut dengan kebenaran wahyu. Disamping itu, perang salib juga berkontribusi
sangat besar terhadap melemahnya budaya berpikir ilmiah , umat Islam. Dampak
perang salib ini menyebabkn para ilmuwan muslim diusir dari Spanyol dan Sisilia,
sehingga Spanyol dan Sisiliayang diperkirakan akan maju dua ratus tahun ke depan
pun sirna.
Dengan demikian, jelaslah bahwa kehancuran nilai-nilai pendidikan dan peradaban
lebih disebabkan oleh umat Islam itu sendiri yang tidak lagi menganggap ilmu
penegtahuan sebagai suatu kesatuan (dikotomi) dan lebih mengedepankan pemikiran
tradisional dari pada pemikiran rasional sehingga konsep ilmu pengetahuan yang telah
dikembangkan oleh para filsuf diambil alih oleh Barat (renaisance) sementara umat Islam
sendiri mengalamkehancuran dan stagnasi.

B. Pengertian dan Sebab Timbulnya Dikotomi Ilmu Pengetahuan


Dikotomi dalam bahasa inggris adalah dichotomy yaitu pembagian dua bagian,
pembelahan dua, bercabang dua bagian. Ada juga yang mendefinidikan dikotomi sebagai
pembagian di dua kelompok yang saling bertentangan. Secara terminologis, dikotomi
dipahami sebagai pemisahan antara ilmu dan agama yang kemudian berkembang menjadi
fenomena dikomotik-dikomotik lainnya, seperti dikotomi ulama dari intelektual,

4
dikotomi dalam dunia pendidikan islam dan bahkan dikotomi dalam diri muslim itu
sendiri.
Dikotomi ilmu pengetahuan merupakan sebuah paradigma yang selalu marak
diperbincangkan dan tidak berkesudahan. Dapat diartikan dikotomi adalah pemisahan
suatu ilmu menjadi dua bagian yang satu sama lainnya saling memberikan arah dan
makna yang berbeda dan tidak ada titik temu antara kedua jenis ilmu tersebut. Dilihat
dari kacamata Islam, jelas sangat berbeda dengan konsep Islam tentang ilmu pengetahuan
itu sendiri, karena dalam Islam ilmu dipandang secara utuh dan universal tidak ada istilah
pemisahan atau dikotomi. Sesungguhnya Allahlah yang menciptakan akal bagi manusia
untuk mengkaji dan menganalisis apa yang ada dalam alam ini sebagai pelajaran dan
bimbingan bagi manusia dalam menjalankan kehidupannya di dunia. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 190:124

ِ ‫ت ِْلُو ِلي ْاْل َ ْل َبا‬


‫ب‬ ِ ‫ف اللَّ ْي ِل َوالنَّ َه‬
ٍ ‫ار ََل َيا‬ ِ ‫اختِ ََل‬ ِ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬
ْ ‫ض َو‬ ِ ‫س َم َاوا‬ ِ ‫ِإ َّن فِي خ َْل‬
َّ ‫ق ال‬
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”
Dikotomi dalam pendidikan Islam timbul sebagai akibat dari beberapa hal, yaitu:
1. Faktor perkembanga. pembidangan ilmu itu sendiri, yang bergerak demikian pesat
sehingga membentuk berbagai cabang disiplin ilmu, bahkan anak cabangnya. Dari
sudut pandang ini, terjadinya dikotomi ilmu, termasuk dikotomi ilmu dalam
pendidikan Islam, merupakan sebuah keniscayaan proses sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan.5
2. Faktor historis. perkembangan umat Islam ketika mengalami masa kemunduran sejak
Abad Pertengahan (tahun 1250-1800 M), yang pengaruhnya bahkan masih terasa
sampai kini. Islam dari zaman Nabi sampai abad ke-11, pernah mengalami kejazaan.
Era inilah yang sering disebut kebanyakan orang dengan the golden age of Islam.
Pendidikan Islam pun mampu menghantarkan umat Islam berdialog dengan
zamannya, juga berhasil “mengIslamkan” banyak disiplin ilmu. Akan tetapi,
ironisnya pada masa kini, dominasi fuqaha dalam pendidikan Islam sangatlah kuat,

4
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta:Kencana,2011)h.230
5
Jasa Ungguh Meliawan, Pendidikan Islam Integratif,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2005)
5
sehingga terjadi kristalisasi anggapan bahwa ilmu agama tergolong fardlu, ain atau
kewajiban individu, sedangkan ilmu umum termasuk fardlu kifaya atau kewajiban
kolektif, apabila telah dijumpai orang yang menekuninya maka orang lain menjadi
gugur kewajibannya. Akibat faktor ini, umat dan Negara Islam saat ini tertinggal jauh
dalam hal kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bila dibandingkan
dengan umat dan negara lain.6
3. Faktor internal. kelembagaan pendidikan Islam yang kurang mampu melakukan
upaya pembenahan dan pembaruan akibat kompleksnya problematika ekonomi,
politik, hukum, sosial dan budaya yang dihadapi umat dan negara Islam.

Akibat dikotomi ilmu, umat Islam terjebak dalam pemaknaan yang tidak utuh
terhadap struktur ilmu. Adanya dikotomi ilmu pengetahuan ini akan berimplikasi
terhadap dikotomi model pendidikan. Di satu pihak ada pendidikanyang hanya
memperdalam ilmu pengetahuan modern yang kering dari nilai-nilai keagamaan, dan di
sisi lain ada pendidikan yang hanya memperdalam masalah agama yang terpisahkan dari
perkembangan ilmu pengetahuan.
Secara teoritis makna dikotomi adalah pemisahan secara teliti dan jelas dari suatu
jenis menjadi dua yang terpisah satu sama lain dimana yang satu sama sekali tidak
dimasukkan ke dalam yang satunya lagi dan sebaliknya. Sehingga timbul anggapan
bahwa yang wajib dipelajari hanyalah ilmu agama, sementara ilmu umum dianggap
sekuler dan tidak wajib dipelajari. Kesan orang pun telah terkapling oleh dikotomi ilmu,
sehingga Pesantren dan Madrasah dianggap mewakili lembaga pendidikan agama,
sedangkan sekolah merupakan wadah bagi pendidikan umum. Persepsi demikian bergulir
terus dengan penilaian bahwa pesantren dan madrasah termasuk lembaga pendidikan
nomor dua, inferior, tidak menjanjikan, dan tidak marketable. Sementara, sekolah umum,
apalagi negeri, merupakan suatu kebanggaan, superior, dan marketable.
Jika dilihat saat ini, para ilmuwan juga cenderung memisahkan (dikotomi) antara
ilmu agama dengan ilmu keduniaan, sehingga hal inilah yang mendorong Naquib Al-
Attas dan Ismail Raji Al-Faruqi untuk mendengungkan konsep Islamisasi ilmu
pengetahuan. Hal ini dikarenakan dilatarbelakangi oleh kekecewaannya sebagai

6
Syamsul Ma’arif, Revitalisasi Pendidikan Islam (Yogyakarta:Graha Ilmu 2007)
6
intelektual muslim terhadap sistem pendidikan yang diterapkan di dunia Islam yang
dinilai telah mempraktikkan dualisme pendidikan. Praktik dualisme pendidikan tersebut
sebenarnya disebabkan oleh kemunduran umat Islam dalam segala bidang, seiring dengan
kemajuan Barat (Eropa) yang menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan dan
berusaha menguak misteri alam dengan menaklukan lautan dan daratan.
Sebagaimana diungkap Ismail Raji Al-Faruqi bahwa zaman kemunduran Umat
Islam dalam berbagai bidang telah menempatkan umat Islam berada di anak tangga
bangsa-bangsa yang terbawah. Di samping itu Al-Faruqi, juga mengatakan ilmu itu tidak
bebas nilai, tetapi syarat dengan nilai. Yang perlu diIslamkan itu bukanlah orang tetapi
ilmunya, supaya orang yang belajar ilmu pengetahuan bisa terpola langsung pemikiran
dan tingkah lakunya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh para pemikir Islam adalah
pengintegrasian kembali ilmu umum dam ilmu keislamana. Istilah yang popoler dalam
konteks integrasi adalam islamisasi. Menurut Imaduddin Khalil islamisasi ilmu
pengetahuan berarti melakukan suatu aktivitas keilmuan seperti mengungkap,
mengumpulkan, menghubungkan, dan menyebarluaskannya menurut sudut pandang
Islam terhadap alam, kehidupan, dan manusia. Sedangkan menurut al-Faruqi islamisasi
ilmu pengetahuan adalah mengislamkan disiplindisiplin ilmu atau lebih tepat
menghasilkan buku-buku pegangan pada level universitas dengan menuang kembali
disiplin-disiplin ilmu modern dengan wawasan (vision) Islam. Yang menjadi substansi
sentral dari islamisasi ilmu pengetahuan adalah meletakkan prinsip-prinsip tauhid sebagai
landasan epistimologi ilmu pengetahuan.
Islamisasi ilmu pengetahuan perlu direalisasikan di dunia Islam dengan alasan
bahwa kondisi pemikiran di dunia Islam sudah terlanjur dikotomis parsial, memisahkan
sains dari kehidupan religius umat Islam. Untuk menumbuhkan kembali semangat
keilmuan perlu rekonsiliasi kedua hal tersebut dalam integritas Islam melalui islamisasi
ilmu pengetahuan.
Dalam dataran konsep ideal, Islam diyakini sebagai agama yang memiliki ajaran
sempurna, komprehensip dan universal. Dikatakan universal, karena Islam memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Segi content (isi), Islam mengatur segala bidang kehidupan manusia.

7
2. Segi waktu, Islam sebagai agama yang turun sejak zaman Nabi Muhammad hingga
akhir zaman (kiamat) atau berlangsung sepanjang masa.
3. Segi ruang (tempat), Islam mampu menembus batas geografis sehingga di seluruh
penjuru dunia ini.
4. Segi pengikut (umat), Islam diturunkan sebagai agama untuk semua umat manusia di
alam semesta ini (Islam for all), tanpa membedakan suku, ras, kelompok, dan bani.
Harmonisasi atau kesetaraan ilmu-ilmu agama dan umum dalam pendidikan
menurut H.O.S Tjokroaminoto, sebagaimana dikutip M.A. Gani, bahwa:
“Ilmu pengetahuan umum perlu dicapai, di samping pengetahuan agama.
Manusia hidup di dunia ini bukan hanya dengan tujuan untuk akhirat semata
sehingga kehidupan di dunia di abaikan begitu saja. Kenyataan menunjukkan
bahwa sering timbul penafsiran dan pemahaman yang keliru terhadap ayatayat
Al-Qur‟an dan al-Din al-Islam sebagai agama Allah yang mengira bahwa kita
hanya dibebani kewajiban untuk mencapai kebahagiaan di akhirat saja. Seakan-
akan kehidupan di dunia ini adalah menjadi hak dan miliknya orang-orang bukan
Islam. Karena itu, kehidupan di dunia ini kurang mendapatkan perhatian.
Kalaupun mesti diperhatikan, maka hanya sekadarnya saja untuk bisa hidup
dalam batas minimal.”
Menurut penafsiran sebagian cendekiawan, ajaran Islam memuat semua sistem
ilmu pengetahuan. Tidak ada dikotomi dalam sistem keilmuan Islam. Secara normatif-
konseptual, dalam Islam tidak dijumpai dikotomi ilmu. Baik Al-Qur‟an maupun Hadis
tidak memilah antara ilmu yang wajib dipelajari dan yang tidak. Allah berfirman:

‫َّللاُ لَ ُك ْم ۖ َوإِذَا‬
َّ ِ‫سح‬َ ‫س ُحوا يَ ْف‬ َ ‫س ُحوا فِي ْال َم َجا ِل ِس َفا ْف‬ َّ َ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا إِذَا قِي َل لَ ُك ْم تَف‬
َّ ‫ت ۚ َو‬
ُ‫َّللا‬ ٍ ‫َّللاُ الَّذِينَ آ َمنُوا ِم ْن ُك ْم َوالَّذِينَ أُوتُوا ْال ِع ْل َم دَ َر َجا‬
َّ ِ‫ش ُزوا يَ ْرفَع‬ ُ ‫ش ُزوا فَا ْن‬ُ ‫ِقي َل ا ْن‬
‫ِب َما ت َ ْع َملُونَ َخ ِبير‬
Artinya: ”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. AlMujadilah [58]: 11)
Nabi juga bersabda: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim (lelaki maupun
perempuan)”. Ini tidak berarti ilmu agama wajib dipelajari, sementara ilmu umum
(modern science) tidak wajib; atau orang yang menuntut ilmu agama akan ditinggikan
derajatnya oleh Allah, sementara ilmuwan non-agama tidak.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dikotomi ilmu pengetahuan merupakan sebuah paradigma yang selalu marak
diperbincangkan dan tidak berkesudahan. Dapat diartikan dikotomi adalah pemisahan
suatu ilmu menjadi dua bagian yang satu sama lainnya saling memberikan arah dan
makna yang berbeda dan tidak ada titik temu antara kedua jenis ilmu tersebut. Dilihat
dari kacamata Islam, jelas sangat berbeda dengan konsep Islam tentang ilmu pengetahuan
itu sendiri, karena dalam Islam ilmu dipandang secara utuh dan universal tidak ada istilah
pemisahan atau dikotomi.
Dikotomi dalam pendidikan Islam timbul sebagai akibat dari beberapa hal, yaitu:
1) Fakor Perkembangan; 2) Faktor Historis; 3) Faktor Internal. Dalam dataran konsep
ideal, Islam diyakini sebagai agama yang memiliki ajaran sempurna, komprehensip dan
universal.

B. Saran
Pokok bahasan tulisan ini sudah dipaparkan di depan. Besar harapan penyusun
semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan dan
referensi, penulis mcnyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempuma. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar tulisan ini dapat disusun
menjadi lebih baik dan sempurna.

9
DAFTAR PUSTAKA

Mas’ud, Abdurrahman, dkk., 2002. Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Muhaimin, 2004. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Surabaya: Pustaka Pelajar..
Nizar, Samsul, 2008. Sejarah Penddikan Islam, Jakarta: Kencana.
Taufik, 2010. “Peta Pemikiran Pendidikan Islam di Indonesia: Telaah Dikotomi Pendidikan”,
dalam Jurnal Hunafa, Vol. 7, No. 2.
Ulya, 2009. Filsafat Ilmu Pengetahuan, Kudus: STAIN Kudus.

10

Anda mungkin juga menyukai