Anda di halaman 1dari 22

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Menurut M. Utsman Najati, motivasi adalah kekuatan penggerak

yang membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan

tingkah laku serta mengarahkannya menuju tujuan tertentu. (Abdul

Rahman Shaleh, 2004:183).

Menurut Hoyt dan Miskel motivasi adalah kekuatan-kekuatan yang

kompleks, dorongan-dorongan, kebutuhan-kebutuhan, pernyataan-

pernyataan ketegangan atau mekanisme-mekanisme lainnya yang memulai

dan menjaga kegiatan-kegiatan yang diinginkan ke arah pencapaian tujuan-

tujuan personal. (Abdul Rahman Shaleh, 2004:184).

Menurut Ngalim Purwanto (2010:71) motivasi adalah

“pendorongan” suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah

laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu

sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

Menurut Vroom, motivasi mengacu kepada suatu proses

mempengaruhi pilihan-pilihan individu terhadap bermacam-macam bentuk

kegiatan yang dikehendaki. (Ngalim Purwanto, 2010:72).

Menurut Hasan Langgulung motivasi merupakan suatu keadaan

psikologis yang merangsang dan memberi arah terhadap aktivitas manusia.

11
12

Motivasi itulah yang membimbing seseorang kearah tujuan-tujuannya.

(Ramayulis, 2002:100).

Berdasarkan pengertian tersebut adalah maka motivasi diartikan

sebagai “dorongan naluriah” baik bersifat negatif maupun positif. Dan

juga merupakan dorongan-dorongan yang ada dalam diri individu untuk

melakukan kegiatan-kegiatan yang diinginkan ke arah pencapaian untuk

tujuan-tujuan tertentu.

Motivasi memiliki tiga komponen pokok yaitu:

a. Menggerakkan. Dalam hal ini motivasi menimbulkan kekuatan pada

individu, membawa seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.

Misalnya, kekutan dalam hal ingatan, respon-respon efektif, dan

kecendrungan mendapat kesenangan.

b. Mengarahkan. Berarti motivasi mengarahkan tingkah laku. Dengan

demikian ia menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku individu

diarahkan terhadap sesuatu.

c. Menopang. Artinya motivasi digunakan untuk menjaga dan menopang

tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan arah

dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.

Dalam diri manusia memiliki fitrah atau naluri untuk mengenal

Allah SWT, mempercayai (al-iman), mengesakan (al-tauhid), mendekatkan

diri (al-taqarrub), dengan berbagai aktivitas penghambaan diri (al-ibadah),

dan meminta perlindungan atau pertolongan ketika menghadapi bahaya.


13

Al-Qur’an mengisyaratkan fitrah ini sebagai motivasi beragama. Firman

Allah SWT: dalam Q.S Ar-Rum:30.

             

           

“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah)


tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Ayat Alquran ini kemudian dijelaskan oleh seorang penafsir

terkemuka, imam al-Qurtubi. Yang mengatakan bahwa dalam proses

penciptaan dan pembentukan manusia terdapat proses pemberian fitrah ini

agar dapat mengetahui keindahan semua ciptaan Allah SWT. (Utsman

Najati, 2004:15).

2. Tujuan Motivasi

Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk

menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan

kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil

atau mencapai tujuan tertentu. Bagi seorang manajer, tujuan motivasi ialah

untuk menggerakkan pegawai atau bawahan dalam usaha meningkatkan

prestasi kerjanya sehingga tercapai tujuan organisasi yang dipimpinnya.

Bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau

memacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk

meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan

sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan didalam kurikulum sekolah.


14

Sebagai contoh, seorang guru memberikan pujian kepada seorang siswa

yang maju ke depan kelas dan dapat mengerjakan hitungan matematika di

papan tulis. Dengan pujian itu, dalam diri anak tersebut timbul rasa percaya

pada diri sendiri. (Ngalim Purwanto, 2010:73). .

3. Teori-teori Motivasi

a. Dilihat dari aspek motivasi

1) Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow

Adalah teori motivasi yang membagi kebutuhan manusia

dalam lima tingkatan, yaitu kebutuhan fisiologi, rasa aman,sosial,

harga diri, dan aktualisasi diri.

a) Kebutuhan Fisiologi adalah kebutuhan dasar manusia untuk

dapat hidup. Contohnya manusia bekerja karena untuk mencari

penghasilan untuk membeli makanan dan kebutuhan lainnya

karena ingin tetap hidup.

b) Kebutuhan Rasa Aman adalah kebutuhan manusia bebas dari

ancaman bahaya.Contohnya manusia bekerja untuk mencari

keamanan karena dengan bekerja dapat menghasilkan uang dan

untuk berjaga-jaga apabila suatu hari terjadi hal yang buruk

seperti sakit.

c) Kebutuhan Sosial adalah kebutuhan manusia untuk ikut

dalam kelompok masyarakat. Contohnya adalah seseorang

termotivasi untuk bekerja karena mereka juga ingin dilibaatkan

dalam kehidupan bermasyarakat


15

d) Kebuthan Harga Diri adalah kebutuhan untuk memperoleh

penghormatan dari luar. Contohnya seseorang termotivasi untuk

bekerja karena mereka juga ingin apa yang mereka lakukan di

akui dan dihargai oleh masyarakat tempat individu tersebut

tinggal.

e) Kebutuhan Aktualisasi Diri adalah kebutuhan yang mendorong

agar seseorang yang sesuai dengan ambisinya yang mencakup

pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan

diri. Contohnya seseorang termotivasi untuk bekerja karena

mereka juga ingin ikut andil di dalam masyarakat dan ingin

menyempurnakan hidupnya di dalam masyarakat (Bangun,

2012: 316).

2) Teori Motivasi Prestasi dari Mc. Clelland

Dalam buku (Bangun, 2012: 325) David McClelland

memberikan pemahaman motivasi dengan mengidentifikasi tiga

macam kebutuhan

a) Motivasi prestasi tercermin dari keinginan mengambil tugas

yang dapat dipertanggung jawabkan. Seorang termotivasi bila

pekerjaannya dapat memberikan prestasi kepadanya.

b) Motivasi kekuasaan, seseorang akan termotivasi bila

pekerjaannya dapat memberikan kuasa atau mempengaruhi

orang lain.
16

c) Motivasi berafiliasi, kebutuhan ini tercermin pada seseorang

yang memelihara dan menghubungkan dengan suasana

kebatinan dan perasaan yang saling menyenangkan antar sesama

manusia dalam organisasi, serta selalu menjaga reputasi dan

kedudukannya.

3) Teori X dan Y dari Mc. Gregor

Dikutip dari buku (Bangun, 2012: 320-321) Teori motivasi

yang menggabungkan teori internal dan teori eksternal yang di

kembangkan oleh Douglas Mc. Gregor. Ia telah merumuskan dua

perbedaan dasar mengenai perilaku manusia. Kedua teori tersebut

disebut teori X dan Y. Menurut teori X ada empat asumsi yang

dipegang oleh manajer adalah sebagai berikut:

a) Rata-rata pekerja itu malas, tidak suka bekerja dan kalau bisa

akan menghidarinya.

b) Karena pada dasarnya tidak suka bekerja maka harus dipaksa

dan dikendalikan, diperlakukan dengan hukuman dan diarahkan

untuk pencapaian tujuan organisasi.

c) Rata-rata pekerja berusaha menghindari tanggung jawab,

mempunyai ambisi kecil, kemamuan dirinya di atas segalanya.

d) Kebanyakan pekerja menaruh keamanan di atas semua faktor

lain yang dikitkan dengan kerja dan akan menunjukkan saja

sedikit ambisi berbeda dengan pandangan negatif mengenai sifat


17

manusia, Mc. Gregor menjadikan empat pandangan positif,

yang disebut teori Y:

Anggapan dasar teori Y adalah :

a) Karyawan dapat memandang kerja sebagai kegiatan alami yang

sama dengan istirahat atau bermain.

b) Orang-orang akan meakukan pengarahan dan pengawasan diri

jika mereka komit pada sasaran.

c) Kebanyakan orang dapat belajar untuk menerima, bahkan

mengusahakan tanggung jawab.

d) Kemampuan untuk mengambil kebutuhan inovatif menyebar

luas ke semua orang dan tidak hanya milik mereka yang berada

pada posisi manajemen.

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa, teori X

mengasumsikan bahwa kebutuhan order renda mendominasi

individu. Teori Y mengandaikan bahwa kebutuhan order tinggi

mendominasi individu.

4) Teori ERG Aldefer

Teori Aldefer merupakan teori motivasi yang mengatakan

bahwa individu mempunyai kebutuhan tiga hirarki yaitu : ekstensi

(E), keterkaitan (Relatedness) (R), dan pertumbuhan (Growth) (G).

Teori ERG juga mengungkapkan bahwa sebagai tambahan terhadap

proses kemajuan pemuasan juga proses pengurangan keputusan.

Yaitu, jika seseorang terus-menerus terhambat dalam usahanya


18

untuk memenuhi kebutuhan menyebabkan individu tersebut

mengarahkan pada upaya pengurangan karena menimbulkan usaha

untuk memenuhi kebutuhan yang lebih rendah.

Penjelasan tentang teori ERG Aldefer menyediakan sarana

yang penting bagi manajer tentang perilaku. Jika diketahui bahwa

tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dari seseorang bawahan

misalnya, pertumbuhan nampak terkendali, mungkin karena

kebijaksanaan perusahaan, maka hal ini harus menjadi perhatian

utama manajer untuk mencoba mengarahkan kembali upaya

bawahan yang bersangkutan memenuhi kebutuhan akan keterkaitan

atau kebutuhan eksistensi. Teori ERG Aldefer mengisyaratkan

bahwa individu akan termotivasi untuk melakukan sesuatu guna

memenuhi salah satu dari ketiga perangkat kebutuhan. (Bangun,

2012: 321-322).

4. Fungsi Motivasi

Motivasi merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam

kehidupan, tanpa motivasi mungkin sangat susah untuk mendapatkan

manusia yang beragama. Dengan adanya motivasi maka manusia akan

maka manusia akan belajar menjadi optimal. Oleh karena itu seseorang

harus menggunakan motivasi itu dengan tepat motivasi yang diberikan

maka akan memberikan hasil yang baik pula.

Dalam buku Ngalim Purwanto (2010:70-71) fungsi dari motif-motif

itu ialah:
19

a. Motif itu mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak. Motif itu

berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang memberikan

energi (kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas.

b. Motif itu menentukan arah perbuatan. Yakni kearah perwujudan suatu

tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan

yang harus di tempuh untuk mencapai tujuan itu.

c. Motif itu menyeleksi perbuatan kita. Artinya menentukan perbuatan-

perbuatan mana yang harus dilakukan yang serasi, guna mencapai

tujuan itu dengan menyampingkan perbuatan yang tak bermanfaat bagi

tujuan itu.

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi

adalah sebagai pendorong, penggerak suatu perbuatan, sebagai penggerak

atau motor yang memberikan energi (kekuatan) kepada manusia untuk

melakukan perbuatan.

B. Kematangan Beragama

1. Pengertian Kematangan Beragama

Kematangan beragama berarti kemampuan seseorang untuk

mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai

luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam sikap dan bertingkah laku

(Zakiyah Daradjat, 1970:67). Artinya bahwa kematangan beragama

tersebut tercermin dari kemampuan seseorang untuk memahami,

menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya

dalam kehidupan sehari-hari. Menganut suatu agama karena menurut


20

keyakinan agama tersebut yang terbaik, karena itu ia berusaha menjadi

penganut yang baik. Keyakinan itu di tampilkan dalam sikap dan tingkah

laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya. (Akmal

Hawi, 2014:82).

2. Pengertian Agama

Agama (ad-diin) merupakan suatu hal yang sangat umum dan

penting dalam kehidupan manusia, karena dengan adanya agama tersebut

seseorang merasakan ada kekuatan dahsyat yang berpengaruh pada

perasaan, pikiran, jalan hidup, perbuatan, dan perilaku kesehariannya.

Kepercayaan terhadap kekuatan tersebut memotivasi manusia untuk

melaksanakan atau menaati dan mematuhi ajaran dari yang menciptakan

kekuatan itu. (Hayati Nizar, 2003:4).

Menurut Mukti Ali, M. Sastrapratedja mengatakan bahwa salah

satu kesulitan untuk berbicara mengenai agama secara umum adalah

adanya perbedaan-perbedaan dalam memahami arti agama, disamping

adanya perbedaan juga dalam cara memahami serta penerimaan setiap

agama. (Abuddin Nata, 2002:8).

Menurut Elizabeth K.Nottingham dalam bukunya Agama dan

Masyarakat berpendapat bahwa agama adalah gejala yang begitu sering

terdapat dimana-dimana sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita

untuk membuat abtraksi ilmiah. (Abuddin Nata, 2002:10).

Selanjutnya Taib Thahir Abdul Mu’in mengemukakan defenisi

agama sebagai suatu peraturan tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang
21

mempunyai akal untuk dengan kehendak dan pilihannya sendiri mengikuti

peraturan tersebut, guna mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia dan

akhirat. (Abuddin Nata, 2002:14).

Menurut Harun Nasution (Jalaluddin, 2005:12-13) agama adalah:

a. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan ghaib

yang harus dipatuhi.

b. Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai manusia.

c. Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan

pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang

mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.

d. Kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup

tertentu.

e. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari sesuatu kekuatan ghaib.

f. Ajaran-ajaran yang diwahyukan tuhan kepada manusia melalui seorang

rasul.

Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang

bersifat kodrati ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang lingkup

kehidupan yang luas. Agama memilki nilai-nilai bagi kehidupan manusia

sebagai orang per orang maupun dalam hubungannnya dengan kehidupan

bermasyarakat. Selain itu agama juga memberi dampak bagi kehidupan

sehari-hari. Dengan demikian secara psikologis, agama dapat berfungsi

sebagai motif intrinsik (dalam diri) dan motif ekstrinsik (luar diri). Dan
22

motif yang didorong keyakinan agama dinilai memilki kekuatan yang

mengagumkan dan sulit ditandingi oleh keyakinan non agama.

Dari uraian diatas, maka dapat dikatakan bahwa agama adalah

merupakan suatu sistem atau aqidah dan peraturan yang diterapkan oleh

Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW, untuk mengatur dan

menunutun kehidupan manusia menuju kedamaian dan kebahagiaan dunia

dan akhirat.

3. Fungsi Agama

Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang

maha kuasa menyertai seluruh ruang lingkup kehidupan manusia baik

kehidupan manusia individu maupun kehidupan masyarakat, baik

kehidupan materil maupun kehidupan spritual, baik kehidupan duniawi

maupun kehidupan ukhrawi. (Ramayulis, 2002:225).

Manusia cenderung ingin memilki berbagai bentuk kesenangan

duniawi yang beraneka ragam seperti harta dan kekayaan, rumah mewah,

dan tanah yang luas. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Fajr:20.

    


Artinya: ” Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang
berlebihan”. (Utsman najati, 2004:24).

Masalah agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat,

karena agama itu sendiri sangat diperlukan dalam dalam kehidupan

bermasyarakat. Dalam prakteknya fungsi agama antara lain:


23

a. Berfungsi edukatif.

Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang

mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Ajaran

agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang. Kedua unsur

suruhan dan larangan ini mempunyai latar belakang mengarahkan

bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan

yang baik menurut ajaran agama masing-masing.

b. Berfungsi penyelamat.

Dimanapun manusia berada ia selalu menginginkan dirinya

selamat. Keselamatan yang luas adalah keselamatan yang diajarkan

oleh agama. Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada

penganutnya adalah keselamatan dunia dan akhirat. Dalam mencapai

keselamatan itu agama mengajarkan para penganutnya melalui

pengenalan kepada masalah yang sakral, berupa keimanan kepada

tuhan.

c. Berfungsi sebagai perdamaian.

Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat

mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan

rasa bersalah akan segera menjadi hilang dari batinnya apabila

seseorang pelanggar telah menebus dosanya melalui taubat ataupun

penebusan dosa.
24

d. Berfungsi sebagai sosial kontrol.

Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang

dipeluknya terikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara

pribadi maupun kelompok. Ajaran agama oleh penganutnya dianggap

sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai

pengawas sosial secara individu maupun kelompok karena agama

secara intansi merupakan norma bagi pengikutnya dan agama secara

dogmatis (ajaran) mempunyai fungsi kritis yang bersifat profetis

(wahyu, kenabian).

e. Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas.

Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa

memilki kesamaan dalam satu kesatuan: iman dan kepercayaan. Rasa

persatuan akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun

perorangan bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan

yang kokoh.

f. Berfungsi transformatif.

Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian

seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran

agama yang dianutnya. Kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan

ajaran agama yang dipeluknya itu kadang kala mampu mengubah

kesetiaannya kepada adat atau norma kehidupan yang dianutnya

sebelum itu.
25

g. Berfungsi kreatif.

Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya

untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan diri sendiri, tapi

juga untuk kepentingan orang lain. Penganut agama bukan saja disuruh

secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan tetapi juga dituntut

untuk melakukan inofasi dan penemuan baru.

h. Berfungsi sublimatif.

Ajaran agama mengkhususkan segala usaha manusia, bukan

saja bersifat ukhrawi, melainkan juga bersifat duniawi. Segala usaha

manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama yang

dilakukan atas niat yang tulus karena dan untuk Allah merupakan

ibadah. (Jalaluddin, 2005:261-263).

4. Kriteria Orang yang Matang Beragama

Manusia mengalami dua macam perkembangan, yaitu

perkembangan jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani

diukur berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang

dicapai manusia disebut kedewasaan. Sebaliknya, perkembangan rohani

diukur berdasarkan tingkat kemampuan (abilitas). Pencapaian tingkat

abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut isilah kematangan

(maturity). ( Jalaluddi, 2011:123).

Kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai

agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai

dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematangan


26

beragama (Daradjat, 1970:66). Jadi kematangan beragama terlihat dari

kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati, serta

mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan

sehari-hari. (Akmal Hawi, 2014:75).

5. Ciri-ciri dan Sikap Keberagamaan

Menurut Jalaluddin The Varieties of Religious Experince William

James menilai secara garis besar sikap dan perilaku keagamaan itu dapat

dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu:

a. Tipe Orang yang Sakit Jiwa (The Sick Soul)

Menurut William James, sikap keberagamaan orang yang sakit

jiwa ini ditemui pada mereka yang pernah mengalami latar belakang

kehidupan keagamaan yang terganggu. Maksudnya orang tersebut

meyakini suatu agama dan melaksanakan ajaran agama tidak

didasarkan atas kematangan beragama yang berkembang secara

bertahap sejak usia kana-kanak hingga menginjak usia dewasa seperti

lazimnya yang terjadi pada perkembangan secara normal.

William Starbuck, seperti yang dikemukakan oleh William

James berpendapat bahwa penderitaan yang dialami disebabkan oleh

dua faktor utma yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

1) Faktor intern yang diperkirakan menjadi penyebab dari timbulnya

sikap keberagamaan yang tidak lazim ini adalah :


27

a) Temperamen, merupakan salah satu unsur dalam membentuk

kepribadian manusia sehingga dapat tercermin dari kehidupan

kejiwaaan seseorang.

b) Gangguan jiwa, orang yang mengidap gangguan jiwa

menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya.

c) Konflik dan keraguan, konflik kejiwaan yang terjadi pada diri

seseorang mengenai keagamaan mempengaruhi sikap

keagamaannya. Mungkin berdasarkan kesimpulannya ia akan

memilih salah satu agama yang diyakininya ataupun

meninggalkannya sama sekali.

d) Jauh dari tuhan, orang yang dalam kehidupannya jauh dari

ajaran agama, lazimnya akan merasa dirinya lemah dan

kehilangan pegangan saat menghadapi cobaan.

2) Faktor ekstern yang diperkirakan turut mempengaruhi sikap

keagamaan secara mendadak adalah sebagai berikut:

a) Musibah, terkadang musibah yang serius dapat

mengguncangkan kejiwaan seseorang. Keguncangan jiwa ini

sering pula menimbulkan kesadaran pada diri manusia berbagai

macam tafsiran. Bagi mereka yang semasa sehatnya kurang

memilki pengalaman dan kesadaran agama yang cukup

umumnya menafsirkan musibah sebagai peringatan tuhan

kepada dirinya.
28

b) Kejahatan, mereka yang menekuni kehidupan dilingkungan

dunia hitam, baik sebagai pelaku maupun sebagai pendukung

kejahatan, umumnya akan mengalami keguncangan batin dan

rasa berdosa. Perasaan seperti itu biasanya terus menghantui

diri mereka hingga menyebabkan hidup mereka tidak pernah

mengalami ketenangan dan ketentraman.

b. Tipe Orang yang Sehat Jiwa (Healthy-Minded-Ness)

Ciri dan sifat agama pada orang yang sehat jiwa menurut W.

Starbuck yang dikemukakan oleh W. Houston Clark dalam bukunya

Religion Psychology adalah:

1) Optimis dan gembira

Orang yang sehat jiwa menghayati segala bentuk ajaran

agama dengan perasaan optimis. Pahala menurut pandangannya

adalah sebagai hasil jerih payahnya yang diberikan tuhan.

Sebaliknya, segala bentuk musibah dan penderitaan dianggap

sebagai keteledoran dan kesalahan yang dibuatnya dan tidak

beranggapan sebagai peringatan tuhan terhadap dosa manusia.

2) Ekstrovet dan tidak mendalam

Sikap optimis dan terbuka yang dimiliki orang yang sehat

jiwa ini menyebabkan mereka mudah melupakan kesan-kesan

buruk dan luka hati yang tergores sebagai tindakannya.

3) Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal


29

Sebagai pengaruh kepribadian yang ekstrovet maka mereka

cenderung:

a) Menyenangi teologi dan tidak kaku.

b) Menunjukkan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas.

c) Menekankan ajaran cinta kasih daripada kemurkaan dan dosa.

d) Mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara

sosial.

e) Tidak menyenangi implikasi penebusan dosa dan kehidupan.

f) Selalu berpandangan positif.

g) Berkembang secara graduasi artinya meyakini ajaran agama

melalui proses yang wajar.(Jalaluddin, 2011:125-133).

6. Sikap Keberagamaan pada Orang Dewasa

Sikap keberagamaan orang dewasa memilki perspektif yang luas

didasartkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu, sikap keberagamaan

ini umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan

pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya. Sejalan dengan tingkat

perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa

antara lain memilki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangann pemikiran

yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.

b. Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak

diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.


30

c. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan

berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman

keagamaan.

d. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan

tanggung jawab diri.

e. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.

f. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga

kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran,

dan hati nurani.

g. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian

masing-masing.

h. Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan kehidupan

sosial. ( Jalaluddin, 2011: 108-109).

C. Penelitian yang Relevan

Guna melengkapi skripsi ini, peneliti menggunakan pijakan dan kajian

sebelumnya yang berkaitan dengan variabel yang sama dengan kajian

peneliti yaitu tentang Motivasi mahasiswi tinggal di Wisma serta

Implikasinya terhadap Kematangan Beragama (Studi di Wisma Rabithah

Anduring Padang).

Penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh:

1. Retnosari (2016) dengan judul: “Motivasi Beragama para Lansia

(Studi Kasus pada Masyarakat Desa Mrebet Kecamatan Mrebet

Kabupaten Purbalingga).
31

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas keagamaan lansia di

Desa Mrebet sudah cukup baik karena kegiatan keagamaannya telah

terjadwal. Aktivitas tersebut juga dapat memberikan ilmu yang

bermanfaat kepada masyarakat sedangkan motivasi lansia melakukan

aktivitas keagamaan antara lain agar hati mereka nyaman dan damai,

mereka juga ingin agar dapat menambah ilmu keagamaan, menambah

rasa taat kepada tuhan serta bersosialisasi dengan tetangga dengan baik

menjadi motivasi sendiri untuk masyarakat agar mereka dapat

melakukan aktivitas keagamaan dengan sesuai.

2. Asih (2015) dengan judul: Motivasi Belajar Siswa di SMP Negeri 15

Yogyakarta.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagai berikut: a. motivasi

intrinsik yang dimiliki siswa SMPN 15 Yogyakarta adalah minat yang

berasal dari diri mereka sendiri, sedangkan motivasi ekstrinsik mereka

adalah adanya pemberian nilai pada tugas dan ulangan serta adanya

remedi atau perbaukan nilai. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi

motivasi belajar siswa di SMPN 15 Yogyakarta adalah minat,

kurangnya dukungan fasilitas yang diberikan oleh orang tua juga

mempengaruhi motivasi belajar siswa.

3. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Alfiatin (1998) dengan judul

“Religiusitas Remaja: Studi tentang Kehidupan Beragama di Daerah

Istimewa Yogyakarta”.
32

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dimensi religiusitas yang paling

tinggi pada remaja di Daerah istimewa Yogyakarta adalah dimensi ritual.

Faktor-faktor yang berpengaruh dominan dalam pembinaan kehidupan

beragama pada remaja adalah faktor kepedulian dan konsistensi orang tua

dalam pembinaan dan pelaksanaan kehidupan beragama remaja pada sejak

dini.

Hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas memiliki keterkaitan

dengan penelitian yang peneliti lakukan yang mana pada penelitian di atas

semuanya terkait tentang motivasi. Dengan metodologi penelitian

kualitatif. Penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian kualitatif

dengan judul Motivasi mahasiswi Tinggal di Wisma Serta Implikasinya

terhadap Kematangan Beragama (Studi di Wisma Rabithah Anduring

Padang). Tujuan peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk

mengungkap bagaimana motivasi mahasiswi tinggal di Wisma serta

implikasinya terhadap kematangan beragama, dan mengungkap bagaimana

kematangan beragama studi di wisma Rabithah Anduring Padang.

Penelitian ini jelas berbeda dengan penelitian di atas.

Anda mungkin juga menyukai