18042111
A. Teori Motivasi
Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan atau daya penggerak”. Motivasi
merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan.
Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari
kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan.
Banyak teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli yang dimaksudkan untuk memberikan uraian
yang menuju pada apa sebenarnya manusia dan manusia akan dapat menjadi seperti apa.
Kepemimpinan diartikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan berbagai tugas yang
berhubungan dengan aktivitas anggota kelompok. Kepemimpinan juga diartikan sebagai kemampuan
mempengaruhi berbagai strategi dan tujuan, kemampuan mempengaruhi komitmen dan ketaatan
terhadap tugas untuk mencapaitujuan bersama, dan kemampuan mempengaruhi kelompok agar
mengidentifikasi, memelihara, dan mengembangkan budaya organisasi.
Teori Sifat.
Teori sifat disebut juga teori genetik, karena menganggap bahwa pemimpin itudilahirkan bukan
dibentuk. Teori ini menjelaskan bahwa eksistensi seorang pemimpin dapat dilihat dan dinilai
berdasarkan sifat-sifat sejak lahir sebagai sesuatu yang diwariskan. Teori ini mengatakan bahwa
kepemimpinan diidentifikasikan berdasarkan atas sifat atau ciri yang dimiliki oleh para
pemimpin. Pendekatan ini mengemukakan bahwa ada karakteristik tertentu seperti fisik,
sosialisasi, danintelegensi (kecenderungan) yang esensial bagi kepemimpinan yang efektif, yang
merupakan kualitas bawaan seseorang. Berdasarkan teori kepemimpinan ini, asumsi dasar yang
dimunculkan adalah kepemimpinan memerlukan serangkaian sifat, ciri, atau perangai tertentu
yang menjamin keberhasilan setiap situasi. Keberhasilan seorang pemimpin diletakkan pada
kepribadian pemimpin itu sendiri.
Teori Prilaku
Teori ini berusaha menjelaskan apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang efektif,
bagaimana mereka mendelegasikan tugas, berkomunikasi dan memotivasi bawahan. Menurut
teori ini, seseorang bisa belajar dan mengembangkan diri menjadi seorang pemimpin yang
efektif, tidak tergantung pada sifat-sifat yang sudah melekat padanya. Jadi seorang pemimpin
bukan dilahirkan untuk menjadi pemimpin, namun untuk menjadi seorang pemimpin dapat
dipelajari dari apa yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif ataupun dari pengalaman. Teori
ini mengutarakan bahwa pemimpin harus dipandang sebagai hubungan diantara orang-orang,
bukan sifat-sifat atau ciri-ciri seorang individu Oleh karena itu, keberhasilan seorang pemimpin
sangat ditentukan oleh kemampuan pemimpin dalam hubungannya dan berinteraksi dengan
segenap anggotanya.
. Teori Kemungkinan
Model kemungkinan menyeluruh yang pertama dikenal adalah model kepemimpinan yang
diperkenalkan oleh Fred Fiedler. Model ini mengemukakan bahwa kinerja kelompok yang efektif
bergantung pada padanan yang sesuai antara gaya pemimpin dan sampai sejauh mana situasi
memberikan kendali dan pengaruh kepada si pemimpin. Oleh karena itu, Fiedler berupaya untuk
dapat mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang merupakan kunci sukses seseorang untuk
memimpin. Hasil yang dikemukakan pada model Fiedler adalah jika ada situasi dimana suatu
kelompok menuntut seorang pemimpin yang berorientasi tugas tetapi justru pemimpinnya
berorientasi hubungan, maka situasi tersebut harus dimodifikasi misalkan dengan mengganti
pemimpin yang ada sehingga keefektifan optimum dapat tercapai.
Teori Situsional
Model yang berkaitan dengan teori situasional dikembangkan oleh Paul Hersey dan Ken
Blanchard. Teori ini lebih menekankan pada pengikut dibandingkan dengan pemimpin untuk
tercapainya kepemimpinan yang efektif. Hersey dan Blanchard berpendapat bahwa
kepemimpinan yang efektif bergantung dari tingkat kesiapan atau kedewasaan para
pengikutnya. Jika pengikut tidak mampu dan tidak ingin melakukan tugas, maka pemimpin perlu
memberikan arahan khusus dan jelas. Jika para pengikut tidak mampu dan ingin, maka
pemimpin perlu memaparkan orientasi tugas dengan jelas untuk mengkompensasi kekurangan
kemampuan para pengikutnya sehingga sesuai dengan keinginan pemimpin. Jika para pengikut
mampu dan tidak ingin, maka pemimpin perlu menggunakan gaya yang mendukung dan
partisipatif. Jika para pengikut mampu dan ingin, maka pemimpin tidak perlu berbuat banyak.
C. Komunikasi Budaya Kerja dan Budaya Organisasi
Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilainilai yang menjadi
sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat
atau organisasi, kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan
tindakan yang terwujud sebagai “kerja” atau “bekerja”. Budaya kerja organisasi adalah manajemen yang
meliputi pengembangan, perencanaan, produksi dan pelayanan suatu produk yang berkualitas dalam
arti optimal, ekonomis, dan memuaskan (Gering Supriyadi dkk, 2001).
Pelaksanaan program budaya kerja memerlukan berbagai faktor pendukung agar dapat berhasil. Salah
satu faktor yang sangat mendukung dalam proses pelaksanaan program budaya kerja adalah
komunikasi. Karena dengan komunikasilah segala hal dapat diselesaikan. Komunikasi antar karyawan
diperlukan dalam rangka mendukung sikap keterbukaan dan gotong royong, sementara komunikasi
antara pimpinan dan karyawan diperlukan dalam rangka memberikan bimbingan dan mengakomodasi
pendapat bawahan.
Peran komunikasi dalam program budaya kerja adalah sebagai upaya membuka benteng benteng
birokrasi yang selama ini membuat SDM terkotak-kotak, sehingga komunikasi menjadi terhambat. Hal
itu berakibat penyebaran informasi tidak mencapai sasaran dan menimbulkan kesulitan dalam upaya
partisipasi dan pengambilan keputusan. Dengan komunikasi yang terbuka, maka jalan menuju kerjasama
dan koordinasi dalam manajemen menjadi lebih mudah, karena setiap orang tidak lagi mementingkan
dirinya sendiri, rasa saling ketergantungan meningkat yang berarti tingkat kepercayaan satu dengan
yang lainnya sangat tinggi.
Pada akhirnya, setiap organisasi yang ingin maju dan berkembang, mampu mencapai tujuan dan mampu
bersaing di masa depan harus mampu membuang cara-cara kerja yang menghambat proses kegiatan
organisasi tersebut, untuk kemudian menggantinya dengan cara - cara kerja baru yang modern dan lebih
sempurna. Cara-cara kerja baru tersebut dilatih dan dibiasakan oleh seluruh bagian organisasi sehingga
menjadi budaya baru yang menuntun kearah keberhasilan organisasi. Selanjutnya program budaya kerja
tersebut juga harus didukung oleh komunikasi yang efektif. Karena dengan komunikasi setiap bagian
dapat memahami visi, misi, dan tujuan dengan lebih jelas, memudahkan koordinasi dan kerjasama dan
mencegah munculnya kesalahan-kesalahan yang dapat berakibat fatal bagi pencapaian tujuan
organisasi. Dengan demikian produktivitas karyawan meningkat dan hal itu jelas menjadi modal penting
untuk meningkatkan mutu organisasi tersebut.
Budaya organisasi adalah pola asumsi dasar,nilai nilai, norma norma, standar standar perilaku, dan
pengharapan bersama yang dikembangkan oleh sekelompok orang dalam organisasi secara bersama
sama setelah sebelumnya dipelajari dan diyakini kebenarannya sebagai cara yang tepat dan benar untuk
menyelesaikan berbagai persoalan integrasi internal dan adaptasi eksternal sehingga perlu
disosialisasikan kepada anggota organisasi yang baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi,
berpikir, dan mengungkapkan perasaannya yang terkait dengan permasalahan - permasalahan
organisasi. Jadi budaya organisasi menjadi kepribadian kolektif yang mengikat seluruh anggota dan
berfungsi mengontrol perilaku individu maupun kelompok di dalam organisasi sebagai sebuah keluarga
besar agar selalumengarah kepada dan mencapai tujuan organisasi yang menjadi harapan bersama.
Suatu organisasi tidak akan dapat berkembang apabila tidak melakukan suatu perubahan.
Perkembangan organisasi berguna untuk adaptasi dengan lingkungan dengan merubah nilai dan struktur
organisasi, serta membuat cara kerja suatu lembaga menjadi lebih sistematis dan efisien.
Perubahan selalu terjadi, disadari atau tidak. Begitu pula halnya dengan organisasi. Organisasi hanya
dapat bertahan jika dapat melakukan perubahan. Setiap perubahan lingkungan yang terjadi harus
dicermati karena keefektifan suatu organisasi tergantung pada sejauhmana organisasi dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Untuk memahami perubahan organisasi secara teoretis,
ada beberapa definisi dan konsep para ilmuan. Michel Beer (2000) menyatakan berubah itu adalah
memilih tindakan yang berbeda dari sebelumnya, perbedaan itulah yang menghasilkan suatu
perubahan. Jika pilihan hasilnya sama dengan yang sebelumnya berarti akan memperkuat status quo
yang ada. Selanjutnya Winardi (2005) menyatakan, bahwa perubahan organisasi adalah tindakan
beralihnya sesuatu organisasi dari kondisi yang berlaku kini menuju ke kondisi masa yang akan dating
menurut yang di inginkan guna meningkatkan efektivitasnya.