OLEH:
RAHMI RAMADHONA (1912142010151)
KEBUTUHAN AKAN
PRESTASI
Konsep penting lain dari teori motivasi yang didasarkan dari kekuatan yang ada
pada diri manusia adalah motivasi prestasi menurut Mc Clelland seseorang dianggap
mempunyai apabila dia mempunyai keinginan berprestasi lebih baik daripada yang lain
pada banyak situasi Mc. Clelland menguatkan pada tiga kebutuhan menurut
Reksohadiprojo dan Handoko (1996 : 85) yaitu :
1. Kebutuhan akan Prestasi
Kebutuhan akan prestasi adalah dorongan untuk mengungguli, berprestasi
sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Ciri-ciri inidividu
yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif
tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka,
keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah.
1. Hygiene Factors
Hygiene factors (faktor kesehatan) adalah faktor pekerjaan yang penting untuk
adanya motivasi di tempat kerja. Faktor ini tidak mengarah pada kepuasan positif untuk
jangka panjang. Tetapi jika faktor-faktor ini tidak hadir, maka muncul ketidakpuasan.
Faktor ini adalah faktor ekstrinsik untuk bekerja. Faktor higienis juga disebut sebagai
dissatisfiers atau faktor pemeliharaan yang diperlukan untuk menghindari
ketidakpuasan. Hygiene factors (faktor kesehatan) adalah gambaran kebutuhan fisiologis
individu yang diharapkan untuk dipenuhi. Hygiene factors (faktor kesehatan) meliputi
gaji, kehidupan pribadi, kualitas supervisi, kondisi kerja, jaminan kerja, hubungan antar
pribadi, kebijaksanaan dan administrasi perusahaan.
2. Motivation Factors
Menurut Herzberg, hygiene factors (faktor kesehatan) tidak dapat dianggap
sebagai motivator. Faktor motivasi harus menghasilkan kepuasan positif. Faktor-faktor
yang melekat dalam pekerjaan dan memotivasi karyawan untuk sebuah kinerja yang
unggul disebut sebagai faktor pemuas. Karyawan hanya menemukan faktor-faktor
intrinsik yang berharga pada motivation factors (faktor pemuas). Para motivator
melambangkan kebutuhan psikologis yang dirasakan sebagai manfaat tambahan. Faktor
motivasi dikaitkan dengan isi pekerjaan mencakup keberhasilan, pengakuan, pekerjaan
yang menantang, peningkatan dan pertumbuhan dalam pekerjaan.
3. Kritik
Teori ini menurut Cushway dan Lodge, 1995 mengabaikan pekerja kerah biru.
Uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan oleh para
ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor
intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan itu dapat
memenuhi kebutuhan dasar.
Teori dua faktor juga memiliki keterbatasan lain yaitu variabel situasional.
Herzberg mengasumsikan adanya korelasi antara kepuasan dan produktivitas. Namun
penelitian yang dilakukan oleh Herzberg menekankan pada kepuasan dan mengabaikan
produktivitas. Tidak ada ukuran komprehensif kepuasan digunakan. Seorang karyawan
mungkin menemukan pekerjaannya diterima meskipun fakta bahwa ia mungkin
membenci obyek pekerjaannya.
Teori dua faktor menurut para ahli juga tidak bebas dari bias karena didasarkan
pada reaksi alami dari karyawan ketika mereka ditanya sumber kepuasan dan
ketidakpuasan di tempat kerja. Mereka akan menyalahkan ketidakpuasan pada faktor-
faktor eksternal seperti struktur gaji, kebijakan perusahaan dan hubungan dengan
karyawan lainnya. Juga, karyawan tentunya subyektif terhadap diri mereka sendiri untuk
menilai faktor kepuasan kerja.Mskipun mendapatkan kritik namun demikian teori dua
faktor Herzberg diterima secara luas oleh para ahli.
4. Implikasi Teori
Teori Dua-Faktor menyiratkan bahwa manajer harus fokus untuk menjamin
kecukupan faktor hygiene (faktor kesehatan) guna menghindari ketidakpuasan karyawan.
Juga, manajer harus memastikan bahwa pekerjaan sebagai perangsang dan bermanfaat
sehingga karyawan termotivasi untuk bekerja dan melakukannya lebih keras dan lebih
baik. Teori ini menekankan pada kerja pengayaan sehingga memotivasi karyawan.
Pekerjaan harus memanfaatkan keterampilan karyawan dan kompetensi mereka secara
maksimal. Berfokus pada faktor-faktor motivasi dapat meningkatkan kerja berkualitas.
1. Teori X
Teori X ini menyatakan bahwa pada dasarnya karyawan yang bekerja pada suatu
perusahaan secara alami tidak termotivasi dan tidak suka bekerja. Dengan asumsi dan
anggapan demikian, maka manajemen akan cenderung menggunakan gaya otoriter dalam
mengoperasikan perusahaannya. Menurut Teori X ini, manajemen harus secara tegas
melakukan intervensi untuk menyelesaikan suatu masalah atau pekerjaan.
Gaya Manajemen ini menyimpulkan bahwa pekerja pada dasarnya :
1. Tidak suka bekerja.
2. Perlu diawasi, dipaksa, diperingatkan untuk mengerjakan pekerjaannya.
3. Membutuhkan pengarahan dalam melaksanakan tugasnya.
4. Tidak menginginkan adanya tanggung jawab.
5. Tugas yang diberikan harus diawasi setiap langkah pengerjaannya.
Menurut pengamatan Douglas McGregor, karyawan yang bertipe X ini
sebenarnya hanya minoritas, namun untuk mengendalikan sebuah perusahaan yang
memiliki jumlah karyawan yang banyak atau perusahaan manufaktur yang berskala
besar, manajemen teori X ini mungkin diperlukan.
2. Teori Y
Teori Y ini menyatakan bahwa pada dasarnya karyawan yang bekerja pada suatu
perusahaan menyenangi pekerjaannya, termotivasi, kreatif, bangga terhadap hasil
kerjanya yang baik, bekerja dengan penuh tanggung jawab dan senang untuk menerima
tantangan. Dengan asumsi dan anggapan demikian, maka manajemen akan cenderang
menggunakan gaya manajemen partisipatif. Teori Y ini beranggapan bahwa
karyawannya.
1. Bertanggung jawab penuh atas semua pekerjaannya dan memiliki motivasi yang kuat
untuk mengerjakan semua pekerjaan yang diberikan kepadanya.
2. Hanya memerlukan sedikit bimbingan atau bahkan tidak memerlukan bimbingan
dalam menyelesaikan tugasnya.
3. Beranggapan bahwa pekerjaan adalah bagian dari hidupnya.
4. Dapat menyelesaikan tugas dan masalah dengan kreatif dan imajinatif.
Dalam organisasi atau perusahaan yang mengadopsi gaya manajemen berdasarkan
Teori Y ini, semua karyawan terlibat dalam pengambilan keputusan dan memiliki lebih
banyak tanggung jawab.
M =[ ( E−P ) ][ ( P−O ) V ]
Dimana :
M = Motivasi (Motivation)
E = Penghargaan (Expectation)
P = Prestasi (Performance)
O = Hasil (Outcome)
V = Penilaian (Value)
Jadi harapan seseorang mewakili keyakinan seorang individu bahwa tingkat
upaya tertentu akan diikuti oleh suatu tingkat kinerja tertentu. Sehubungan dengan tingkat
ekspektansi seseorang Craig C. Pinder (1948) dalam bukunya Work
Motivation berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat harapan atau ekspektansi seseorang yaitu :
1. Harga diri
2. Keberhasilan waktu melaksanakan tugas (Bantuan yang dicapai dari seorang
supervisor dan pihak bawahan)
3. Informasi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas
4. Bahan-bahan baik dan peralatan baik untuk bekerja
Kelebihan Expectancy Theory diantaranya :
Expectancy Theory mendasarkan diri pada kepentingan individu yang ingin mencapai
kepuasan maksimal dan ingin meminimalkan ketidakpuasan
Expectancy Theory menekankan pada harapan dan persepsi, apa yang nyata dan
aktual.
Expectancy Theory menekankan pada imbalan atau pay-off.
Expectancy Theory sangat fokus terhadap kondisi psikologis individu dimana tujuan
akhir dari individu untuk mencapai kesenangan maksimal dan menghidari kesulitan.
Keterbatasan Expectancy Theory antara lain :
Expectancy Theory tampaknya terlalu idealis karena hanya individu tertentu saja yang
memandang korelasi tingkat tinggi antara kinerja dan penghargaan.
Penerapan teori ini terbatas sebab tidak langsung berkorelasi dengan kinerja di
banyak organisasi. Hal ini terkait dengan parameter lain juga seperti posisi, tanggung
jawab usaha, pendidikan, dan lain-lain.