Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

TENTANG

“ ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN PDA”

DOSEN PEMBIMBING : Ns. ADE SRIWAHYUNI SY, S.Kep, MNS

OLEH KELOMPOK I :

FIRTA MASJIDI
RAHMI RAMADHONA
SRI ERNAWATI
YOLA SASMITA

STIKes YARSI BUKITTINGGI SUMBAR


PRODI S1 KEPERAWATAN PROGSUS
T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang PATENT
DUKTUS ARTERIOSIS (PDA). Shalawat serta salam senantiasa kami curahkan kepada panutan
kitaNabi Muhammad SAW.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Khususnya ibu Ns. ADE SRIWAHYUNI SY, S.Kep, MNS selaku dosen pembimbing kami.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan, kalimat, maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritikan dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang PATEN DUKTUS ARTERIOSIS
(PDA) ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.

Bukittinggi, 18 Juni 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................

DAFTAR ISI.........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................

A. Latar Belakang .........................................................................................................


B. Rumusan Masalah......................................................................................................
C. Tujuan........................................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORITIS........................................................................................

A. Pengertian..................................................................................................................
B. Etiologi ......................................................................................................................
C. Klasifikasi..................................................................................................................
D. Patofisiologi...............................................................................................................
E. Pathway......................................................................................................................
F. Manifestasi Klinis......................................................................................................
G. Komplikasi.................................................................................................................
H. Pencegahan................................................................................................................
I. Pemeriksaan Diagnostik.............................................................................................
J. Penatalaksanaan.........................................................................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS .........................................................

A. Pengkajian..................................................................................................................
B. Analisa Data...............................................................................................................
C. Diagnosa Keperawatan..............................................................................................
D. Intervensi Keperawatan.............................................................................................

BAB VI PENUTUP.............................................................................................................

A. Kesimpulan................................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kardiovaskular merupakan sistem yang memiliki khusus dalam proses embriologi,


khususnya dalam penerimaan pengaturan makanan dan oksigen. Pembuluh darah berasal dari
bahan mesoderm saat embrio berusia 3 minggu. Pada saat awal, terbentuk empat ruangan yang
membentuk seperti tuba tunggal yang akhirnya berpisah. Hal ini untuk memisahkan darah
oksigenasi serta yang keluar dari paru-paru dan sirkulasi tubuh. Kemudian pada akhir bulan
kedua, ventrikel telah terpisah dan dua atrium juga secara parsial. Keadaan ini tetap hingga
setelah lahir dan pada saat di dalam uterus darah secara bebas (mengingat paru belum berfungsi
secara maksimal) yakni semua darah masuk ke jantung embrio melalui atrium kanan ke dalam
vena kava superior dan inferior. Adanya pembukaan dua atrium dapat memungkinkan separuh
darah menyilang ke sisi kiri dan kemungkinan fungsi pompa jantung di bagi di antara ventrikel.
Kemudian berangsur-angsur terjadi perubahan seiring dengan perkembanganya arkus aorta,
suatu arkus tunggal yang hingga dewasa tetap menjadi aorta dana arkus yang terakhir menjadi
aorta pulmonalis.

Penyakit jantung kongenital merupakan penyakit jantung yang terjadi akibat kelainan
dalam perkembangan jantung dan pembuluh darah, sehingga dapat mengganggu dalam fungsi
jantung dan sirkulasi darah jantung atau yang dapat mengakibatkan sianosis dan asianosis.
Penyakit jantung kongenital secara umum terdiri atas dua kelompok yakni sianosis dan asianosis.
Pada kelompok sianosis tidak terjadi percampuran darah yang teroksigenasi dalam sirkulasi
sistemik dan pada yang asianosis terjadi percampuran sirkulasi pulmoner dan sistemik. Secara
umum penyakit jantung sianotik seperti tetralofifallot dan penyakit jantung nonsianotik seperti
cacat sekat ventrikel (ventrikel septal defect-VSD),cacat sekat atrium (atrium septal defect-ASD),
patent ductus arteriosus (PDA) ,stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan koartasio aorta.

Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan


malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit
jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi,
kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan pada
orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau
telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep medis dari Patent Ductus Arterious (PDA) ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan mengenai Patent Ductus Arterious
(PDA) ?
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa/i dapat memahami materi Paten Duktus Arterioral pada mata kuliah
Keperawatan Anak
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit Paten Duktus
Arterioral(PDA).
2. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah
Paten Duktus Arterioral(PDA)
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. PENGERTIAN

Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang
menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut
menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum
arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten
(Persistent Ductus Arteriosus : PDA).

Patent duktus arteriosus (PDA) merupakan salah satu penyakit jantung bawaan (PJB)
yang sering dijumpai pada anak yang disebabkan oleh kegagalan penutupan secara fisiologis dari
duktus arteriosus setelah lahir (Hartaty dkk., 2015).

Duktus arteriosus patent adalah terbukanya duktus arteriosus yang secara fungsional
menetap beberapa saat setelah lahir. Akan tetapi, pada bayi yang lahir prematur ada juga duktus
yang baru menutup setelah enam minggu. Pada bayi prematur, duktus paten biasanya
mempunyai susunan anatomi yang normal dan keterbukaan merupakan akibat dari hipoksia dan
imaturitas. Duktus yang tetap terbuka setelah bayi cukup bulan berusia beberapa minggu jarang
menutup secara spontan. (Wahab, 2009).

Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang
menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan
mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah.
(Suriadi, Rita Yuliani, 2001; 235).

Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir,
yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam
arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002 ; 375).

Patent duktus arteriosus (PDA) merupakan suatu keadaan adanya pembuluh darah yang
menghubungkan aorta dan arteri pulmonal. Duktus arteriosus ini normal pada saat bayi dalam
kandungan. Oleh karena suatu hal, maka pembuluh darah ini tidak menutup secara sempurna
setelah bayi lahir. Pada masa janin, PDA merupakan saluran penting bagi aliran darah dari arteri
pulmonal kiri ke aorta desendens, terletak distal dari percabangan arteri subklavia kiri. PDA
sering ditemukan pada neonatus, tapi secara fungsional menutup pada 24 jam pertama setelah
kelahiran, sedangkan secara anatomik menutup dalam 4 minggu pertama. Bayi prematur lebih
banyak yang menderita PDA, 15% diantaranya baru dapat menutup dalam 3 bulan pertama. PDA
yang tidak menutup dalam tiga bulan pertama, tipis kemungkinannya dapat menutup di
kemudian hari (Muttaqin, 2009).

Menurut Stanford Children’s Health (2017) patent ductus arteriosus (PDA) merupakan
salah satu masalah jantung yang sering terjadi dalam beberapa minggu pertama atau beberapa
bulan setelah kelahiran. Hal ini ditandai dengan persistensi hubungan janin normal antara aorta
dan arteri pulmonalis yang memungkinkan darah kaya oksigen (merah) yang harus masuk ke
tubuh untuk disirkulasikan melalui paru-paru. Pada umumnya semua bayi dilahirkan dengan
hubungan antara aorta dan arteri pulmonalis. Sementara saat bayi berkembang di rahim, darah
tidak diperlukan untuk disirkulasikan melalui paru-paru karena oksigen diberikan melalui
plasenta. Selama kehamilan, diperlukan saluran untuk memungkinkan darah kaya oksigen
(merah) mengalir ke paru-paru bayi dan masuk ke dalam tubuh. Sambungan normal yang
dimiliki semua bayi ini disebut duktus arteriosus.

Saat lahir, plasenta diangkat saat tali pusar dipotong. Pada saat itu paru-paru pada bayi
harus menyediakan oksigen ke tubuhnya. Saat bayi mengambil nafas untuk pertama kali,
pembuluh darah di paru-paru terbuka dan darah mulai mengalir untuk mengambil oksigen. Pada
titik ini, duktus arteriosus tidak diperlukan untuk melewati paru-paru. Dalam keadaan normal,
beberapa hari pertama setelah kelahiran duktus arteriosus menutup dan darah tidak lagi
melewatinya. Pada beberapa bayi, bagaimanapun, duktus arteriosus tetap terbuka (paten) dan
kondisinya kini dikenal sebagai patent ductus arteriosus (PDA). Pembukaan antara aorta dan
arteri pulmonalis memungkinkan darah kaya oksigen (merah) menyebar ke paru-paru. Patent
ductus arteriosus (PDA) terjadi dua kali lebih sering pada anak perempuan dibandingkan pada
anak laki-laki (Stanford Children’s Health, 2017)

Kegagalan penutupan ductus anterior (arteri yang menghubungkan aorta & arteri
pulmonalis) dalam minggu I kelahiran selanjutnya terjadi patensy / persisten pada pembuluh
darah yang terkena aliran darah dari tekanan > tinggi pada aorta ke tekanan yang > rendah di
arteri pulmunal menyebabkan Left to Right Shunt.

Gambar 1.1 Patent Ductus Arteriosus (Sumber: Stanford Children’s Health, 2017)

Gambar 1.2 Aliran Darah Pada Jantung Normal dan Duktus Arteriosus Paten

( Sumber: Wahab, 2009)


Gambar 1.3 Perbandingan Tekanan Darah Dan Saturasi Oksigen Pada Jantung Normal Dan
Paten Ductus Arteriosus (Sumber : Wahab, 2009)

B. ETIOLOGI

Penyebab dari terjadinya penyakit jantung bawaan seperti PDA belum diketahui secara
pasti, namun ada beberapat faktor yang diduga mempunyai pengaruh terhadap peningkatan
angka kejadian penyakit jantung bawaan. Faktor-faktor tersebut, yaitu:

1. Faktor Prenatal, seperti:


a. Ibu menderita penyakit infeksi, seperti Rubella
b. Ibu dengan riwayat sering minum-minuman beralkohol
c. Umur ibu saat hamil berusia lebih dari 4 tahun
d. Ibu yang menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin
e. Ibu yang sering meminum obat-obatan penenang atau jamu.
2. Faktor Genetik, seperti:
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
b. Ayah ataupun ibu menderita penyakit jantung bawaa.
c. Kelainan pada kromosom, seperti Sindrom Down.
d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain. (Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler,
Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109).
Sedangkan menurut Wahab (2009), prematuritas dianggap sebagai penyebab terbesar
timbulnya patent duktus arteriosus (PDA). Pada bayi prematur, gejala cenderung timbul sangat
awal, terutama bila disertai dengan sindrom distress pernafasan. Paten duktus arteriosus (PDA)
juga lebih sering terdapat pada anak yang lahir di tempat yang tinggi atau di daerah pegunungan.
Hal ini terjadi karena adanya hipoksia dan hipoksia ini menyebabkan duktus gagal menutup.
Selain itu penyakit rubella yang terjadi pada trimester I kehamilan juga dihubungkan dengan
terjadinya duktus arteriosus paten. Bagaimana infeksi rubella pada ibu dapat menganggu proses
penutupan duktus ini belum jelas diketahui, tetapi diduga bahwa infeksi rubella ini mempunyai
pengaruh langsung pada jaringan duktus.

Menurut Kim (2016) etiologi dari Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah

1. Genetika
Untuk kasus faktor keluarga yang terkena patent ductus arteriosus (PDA) telah dicatat
sebagai salah satu yang mempengaruhi, namun untuk penyebab genetik belum
ditentukan. Pada bayi yang lahir pada saat memiliki patent duktus arteriosus (PDA)
yang gigih, tingkat kekambuhan di antara saudara kandung adalah 5%. Beberapa
bukti awal menunjukkan bahwa sepertiga kasus disebabkan oleh ciri resesif yang
diberi label PDA1, terletak pada kromosom 12 yang terjadi pada beberapa populasi.
2. Kelainan kromosom
Beberapa kelainan kromosom dikaitkan dengan patensi persisten duktus arteriosus.
Teratogen yang teridentifikasi meliputi infeksi rubella kongenital pada trimester
pertama kehamilan, terutama melalui kehamilan 4 minggu (terkait dengan patent
ductus arteriosus [PDA] dan stenosis cabang arteri pulmonalis), sindrom alkohol
janin, penggunaan amfetamin ibu, dan penggunaan fenitoin ibu.
3. Prematuritas
Prematuritas atau ketidakdewasaan bayi pada saat persalinan berkontribusi terhadap
terjadinya patensi pada duktus. Beberapa faktor yang terlibat, termasuk
ketidakdewasaan otot polos di dalam struktur atau ketidakmampuan paru-paru yang
belum matang untuk membersihkan prostaglandin yang beredar dan bertahan dari
masa gestasi. Selain itu kondisi yang berkontribusi pada ketegangan oksigen rendah
di dalam darah, seperti paru-paru yang belum matang, defek jantung kongenital yang
hidup berdampingan, dan ketinggian tinggi, terkait dengan patensi duktus yang terus-
menerus.
4. Penyebab Lain
Penyebab lainnya meliputi berat lahir rendah (BBLR), prostaglandin, ketinggian
tinggi dan tekanan oksigen di atmosfer rendah, dan hipoksia.
Prevalensi bayi aterm sekitar 5-10% dari semua CHD. Diperkirakan insidens dari PDA
sebesar 1 dari 2000 kelahiran normal, dan insidens pada bayi perempuan 2 x lebih banyak dari
bayi laki-laki. Sedangkan pada bayi prematur diperkirakan sebesar 15 %.

C. KLASIFIKASI

Menurut Wahab (2009) klasifikasi penyakit duktus arteriosus patent ditentukan


berdasarkan perubahan anatomi jantung bagian kiri, tahanan arteri pulmonal,saturasi oksigen dan
perbandingan sirkulasi pulmonal dan sistemik.

1. Tingkat I
Umumnya, penderita duktus arterious paten tingkat I tidak bergejala. Pertumbuhan dan
perkembangan fisik berlangsung dengan baik. Pada pemeriksaan fisik dengan
menggunakan elektrokardiografi dan rontgen foto dada, tidak ditemukan adanya
pembesaran jantung.
2. Tingkat II
Pasien sering menderita infeksi saluran nafas, tetapi pertumbuhan fisik masih sesuai
umur. Peningkatan aliran darah ke sirkulasi pulmonal dapat terjadi sehingga timbul
hipertensi pulmonal ringan. Pada umumnya pasien yang tidak tertangani dengan baik
pada tingkat ini, akan jatuh ke dalam tingkat III atau IV.
3. Tingkat III
Pada tingkat ini, infeksi saluran nafas makin sering terjadi. Pertumbuhan anak terlambat;
pada pemeriksaan, anak tampak kecil tidak sesuai dengan umur dengan gejala-gejala
gagal jantung. Nadi juga dengan amplitudo yang lebar. Jika melakukan aktivitas, pasien
akan mengalami sesak nafas yang disertai dengan sianosis ringan. Pada pasien dengan
duktus berukuran besar, gagal jantung dapat terjadi pada minggu pertama kehidupan.
Dengan pemeriksaan rontgen foto dada dan elektrokardiografi, ditemukan hipertrofi
ventrikel kiri dan atrium kiri yang juga disertai dengan hipertrofi ventrikel kanan yang
lebih ringan. Suara bising jantung dapat didengar di antara sela iga tiga dan empat.
4. Tingkat IV
Pada keadaan ini, keluhan sesak napas dan sianosis akan semakin nyata. Tahanan
sirkulasi paru lebih tinggi daripada tahanan sistemik, sehingga aliran darah di duktus
berbalik dari kanan ke kiri.
Pemeriksaan dengan foto rontgen dan elektrokardiografi menunjukkan hipertrofi
ventrikel kiri, atrium kiri dan ventrikel kanan. Kondisi pasien ini disebut dengan Sindrom
Eisenmenger.

Menurut Muttaqin (2009), gambaran klinis pada PDA (Patent Ductus Arteriosus)
umumnya muncul dalam tiga bentuk, sebagai berikut:

1. PDA kecil
PDA kecil tanpa gangguan hemodinamika yang berarti biasanya tidak memberikan
gejala. Tekanan arteri pulmonal normal dan perbandingan aliran pulmonal dengan aliran
sistemis <1,5 : 1. Jantung tidak membesar. Diagnosis sangat mudah ditegakkan karena
pada auskultasi terdapat bising kontinu di garis sternal kiri atas. Foto rontgen paru dan
EKG normal. Risiko tinggi yang mungkin terjadi ialah endokarditis, klasifikasi duktus,
dan gagal jantung kiri;
3. PDA sedang
PDA sedang gejala akan timbul biasanya pada usia 2 - 5 bulan, tetapi biasanya tidak
berat. Pada pasien akan mengalami kesulitan makan dan seringkali menderita infeksi
saluran nafas, namun biasanya berat badannya masih tergolong dalam batas normal.
PDA juga sering muncul dengan tekanan arteri pulmonal <1/2 tekanan aorta.
Perbandingan aliran pulmoner dan aliran simpatis adalah 1,5 : 1 sampai 2 : 1. Umumnya
klien asimptomatik, kecuali pada anak kecil dapat ditemukan dispnea dan gagal jantung
kiri. Bising kontinue, bising machinery, sama seperti PDA kecil, tetapi foto Rontgen
toraks memperlihatkan adanya pembesaran ventrikel kiri, atrium kiri, knob aorta, dan
vaskulaisasi paru yang meningkat;
4. PDA besar
PDA berat penderitanya akan menunjukkan gejala yang berat minggu-minggu pertama
kehidupannya. Selain itu akan mengalami kesulitasn makan dan minum sehingga berat
badannya tidak bertambah dengan memuaskan. Pasien akan tampak dispnea ataupun
takipnea. Pada PDA besar juga muncul dengan tekanan arteri pulmonal sama dengan
tekanan aorta. Perbandingan aliran paru dan sistematis >2 : 1. Aliran darah pintas yang
besar seperti ini akan mengakibatkan gagal jantung kiri pada minggu pertama bayi
prematur atau usia 2 atau 3 buan pada bayi lahir cukup bulan. Beberapa diantaranya
dapat hidup terus karena pengecilan spontan PDA, atau karena sindrom Eisenmenger
(Muttaqin, 2009).

D. PATOFISIOLOGI
 Duktus arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan aliran darah
pulmonal ke aliran darah sistemik dalam masa kehamilan (fetus).
 Hubungan ini (shunt) ini diperlukan oleh karena sistem respirasi fetus yang belum
bekerja di dalam masa kehamilan tersebut.
 Aliran darah balik fetus akan bercampur dengan aliran darah bersih dari ibu (melalui
vena umbilikalis) kemudian masuk ke dalam atrium kanan dan kemudian dipompa
oleh ventrikel kanan kembali ke aliran sistemik melalui duktus arteriosus.
 Tahapan penutuan anatomis duktus adalah sebagai berikut :
 Terpisahnya endotelium dari lamina elastik internal, yang mengakibatkan
edema subendotelial.
 Bertumbuhnya sel-sel endotelial, migrasi sel-sel otot polos yang tida
berdiferensiasi ke dalam jaringan wubendotelium dan fragmentasi dari lamina
elastik internal
 Penutupan lumen oleh aposisi sel endotelium
 Akumulasi lipid yang diikuti oleh degenerasi subendotelial ke arah central dan
keluar/perifer sehingga lapisan endotel hilang
 Jika duktus tetap terbuka, darah yang seharusnya mengalir ke seluruh tubuh akan
kembali ke paru-paru sehingga memenuhi pembuluh paru-paru.
 Pada saat lahir resistensi dalam sirkulasi pulmonal dan sistemik hampir sama,
persamaan tersebut juga pada resistensi dalam aorta dan arteri pulmonalis. Karena
tekanan sistemik melebihi tekanan pulmonal, darah mulai mengalir dari aorta,
melintasi ke duktus ke arteri pulmonalis (left to right shunt) darah kembali
bersirkulasi melalui paru & turun ke atrium kiri ventrikel kiri pengaruh perubahan
sirkulasi meningkatkan kerja jantung bagian kiri meningkatkan kongesti
pembuluh darah pulmonal & memungkinkan resistensi meningkatkan tekanan
ventrikel kanan & hypertrofi.
 Normalnya duktus arteriosus berasal dari arteri pulmonalis utama (atau arteri
pulmonalis kiri) dan berakhir pada bagian superior dari aorta desendens, ± 2-10 mm
distal dari percabangan arteri subklavia kiri.
 Dinding duktus arteriosus terutama terdiri dari lapisan otot polos (tunika media) yang
tersusun spiral.
 Diantara sel-sel otot polos terdapat serat-serat elastin yang membentuk lapisan yang
berfragmen, berbeda dengan aorta yang memiliki lapisan elastin yang tebal dan
tersusun rapat (unfragmented).
 Sel-sel otot polos pada duktus arteriosus sensitif terhadap mediator vasodilator
prostaglandin dan vasokonstriktor (pO2).
 Setelah persalinan terjadi perubahan sirkulasi dan fisiologis yang dimulai segera
setelah eliminasi plasenta dari neonatus.
 Adanya perubahan tekanan, sirkulasi dan meningkatnya pO2 akan menyebabkan
penutupan spontan duktus arteriosus dalam waktu 2 minggu.
 Duktus arteriosus yang persisten (PDA) akan mengakibatkan pirai (shunt) L-R yang
kemudian dapat menyebabkan hipertensi pulmonal dan sianosis.
 Besarnya pirai (shunt) ditentukan oleh diameter, panjang PDA serta tahanan vaskuler
paru (PVR)
E. PATHWAY

Setelah Lahir

Adanya cacat duktus arteriosus

Aliran darah langsung Tekanan jantung kiri ↑


dari aorta ke arteri
pulmoner
Kebocoran jantung dari
kiri ke kanan
Resirkulasi oksigen
berkonsentrasi tinggi Gangguan
meningkat mengalir pertukaran gas Tekanan ↑
ke paru

Dapat terjadi kebocoran


Penurunan
Beban jangtung↑ (pirau)
curah jantung

Ventrikel kiri berespon


memenuhi kebutuhan Aliran ke paru↑ Darah berkurang
ke

Pelebaran dan hipertensi ISPA


pada atrium kiri

Ekstremitas Gangguan
dingin, tampak pertumbuhan
Tekanan vena Edema paru Bila tidak kelelahan, anak dan
dan kapiler ↑ diterapi tampak tidak perkembangan
aktif
Terengah-engah Difusi oksigen ↓ Gagal jantung
kanan atau Intoleransi
hipertensi aktivitas
Ketidakseimbang
an nutrisi
Kontriks arteriol Pola nafas tidak
paru efektif
F. MANIFESTASI KLINIK

Menurut Children National Health System (2017) ukuran sambungan antara aorta dan
arteri pulmonalis akan mempengaruhi jenis gejala yang dicatat, tingkat keparahan gejala, dan
juga usia di mana patent duktus arteriosus itu pertama kali terjadi. Semakin besar lubang, maka
akan semakin besar jumlah darah yang melewati dan membebani paru-paru. Seorang anak
dengan duktus arteriosus paten kecil mungkin tidak memiliki gejala apapun. Namun untuk bayi
lain dengan PDA yang lebih besar mungkin menunjukkan gejala yang berbeda. Berikut adalah
gejala yang paling umum dari PDA. Setiap anak mungkin akan mengalami gejala secara
berbeda. Gejala yang bisa terjadi pada PDA bisa meliputi sebagai berikut:

1. Kelelahan
2. Berkeringat
3. Denyut jantung yang cepat
4. Terengah-engah
5. Kesulitan dalam bernafas
6. Ketidaksukaan dalam pemberian makan, atau tidak mau menyusui
7. Berat badan buruk
Selain itu, manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-
masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda
kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil
mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal
jantung kongestif (CHF) diantaranya :

1. Kadang - kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung.


2. Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar
di tepi sternum kiri atas).
3. Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat,
Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mmHg).
4. Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik.
5. Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
6. Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah.
7. Apnea dan Tachypnea.
8. Nasal flaring dan Retraksi dada.
9. Hipoksemia
10. Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru).

Jika PDA memiliki lubang yang besar, maka darah dalam jumlah yang besar akan
membanjiri paru - paru. Anak tampak sakit, dengan gejala berupa:

1. Tidak mau menyusu


2. Berat badannya tidak bertambah
3. Berkeringat
4. Kesulitan dalam bernafas
5. Denyut jantung yang cepat.

Timbulnya gejala tersebut menunjukkan telah terjadinya gagal jantung kongestif, yang
seringkali terjadi pada bayi prematur.

G. KOMPLIKASI

1. Tekanan darah tinggi di paru-paru (hipertensi pulmonal)


Jika terlalu banyak darah terus beredar melalui jantung arteri utama melalui PDA dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal. Selain itu hipertensi paru juga dapat
menyebabkan kerusakan pada paru-paru secara permanen.
2. Gagal Jantung
Lama kelamaan PDA dapat menyebabkan otot jantung menjadi melemah dan
menyebabkan gagal jantung. Gagal jantung sendiri merupakan suatu kondisi kronis dimana
jantung tidak dapat memompa jantung secara efektif.
3. Endokarditis (infeksi jantung)
Seseorang dengan masalah jantung struktural seperti PDA memiliki resiko tinggi untuk
terjadinya endokarditis dibandingkan orang yang tidak memiliki masalah PDA.
Endokarditis merupakan suatu peradangan pada lapisan dalam jantung yang disebabkan
oleh infeksi bakteri.
4. Arithmia (detak jantung tidak teratur)
Pembesaran hati karena PDA dapat meningkatkan risiko terjadinya arithmia. Peningkatan
risiko arithmia ini biasanya terjadi pada PDA yang besar.
5. Gagal ginjal
6. Obstruksi pembuluh darah pulmonal
7. Hepatomegali (pembesaran hati)
Jarang terdi pada bayi prematur.
8. Enterokolitis nekrosis
Kelainan ini terjadi pada saluran pencernaan berupa bercak pada mukosa atau submukosa
yang sering terjadi pada bayi prematur.
9. Gangguan paru yang terjadi secara bersamaan
Misalnya sindrom gawat nafas.
10. Perdarahan gastrointestinal, penurunan jumlah trombosit.
11. Hiperkalemia
12. CHF
Merupakan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh (Ebbersole,
Hess 1998). CHF ini akan menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti
hipertensi, penyakit katub jantung kardiomiopati, dan lain-lain. CHF juga dapat menjadi
kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada infark miokard.
13. Kegagalan pertumbuhan ( Ganes dkk., 2011)

H. PENCEGAHAN

Meskipun tidak ada pencegahan dikenal untuk PDA, sesuai perawatan kehamilan untuk
wanita hamil adalah penting dan dapat mencegah kelahiran prematur, faktor risiko utama untuk
PDA.

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi : foto rontgen dada hampir selalu terdapat kardiomegali.
2. Elektrokardiografi/EKG, menunjukkan adanya gangguan konduksi pada ventrikel kanan
dengan aksis QRS bidang frontal lebih dari 90°.
3. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan
arahnya.
4. Ekokardiografi, bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada
abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar. sangat menentukan
dalam diagnosis anatomik.
5. Kateterisasi jantung untuk menentukan resistensi vaskuler paru.

J. PENATALAKSANAAN

PDA dapat mengalami endokarditis, kalsifikasi, dan gagal jantung, sehingga semua PDA
dianjurkan untuk dioperasi. Secara teknis operasi ligasi PDA adalah operasi jantung yang paling
ringan dan mortalitasnya paling rendah (sampai 0%). Saat terbaik untuk operasi adalah pada
umur 1-2 tahun, walaupun tetap dapat dilakukan pada setiap umur. PDA besar dengan kelainan
vaskuler paru obstruktif berat, mempunyai resistensi vaskular paru 1µm² , selalu disertai
kelainan vaskular paru obstruktif yang berat. Hal ini merupakan kontraindikasi untuk operasi
pada orang dewasa. (Muttaqin, 2009)

Menurut Wahab (2009) tujuan dari penatalaksanaan PDA yang tidak terkomplikasi
adalah untuk menghentikan shunt kiri-ke-kanan. Pada penderita dengan PDA kecil, penutupan
ini ditujukan untuk mencegah terjadinya endokarditis, sedangkan pada PDA sedang dan besar
untuk menangani gagal jantung kongestif dan mencegah terjadinya penyakit vaskular pulmonar.

Penatalaksanaan ini dibagi atas terapi medikamentosa dan tindakan bedah.

1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa diberikan terutama pada duktus ukuran kecil, dengan tujuan terjadinya
kontriksi pada otot duktus sehingga duktus akan menutup.
Jenis obat yang sering diberikan adalah :
a. Golongan obat-obatan steroid anti-inflamasi (indometasin/indosin).
 Berfungsi untuk menekian produksi prostaglandin dengan cra menurunkan aktivitas
cyclo-oksigenase.
 Dosis yang bisa diberikan yaitu 0,2 mg/kg IV pada 12 jam I, di ikuti 0,1 mg/kg IV
pada 12 jam berikutnya.
 Kontraindikasinya: hipersensitivitas, perdarahan gastrointestinal, dan insufisiensi
ginjal.
 Efek samping: nefritis, gagal ginjal, dan leukopenia.
b. Prostaglandin E1 (Alprostil, Prostin VR)
 Berfungsi untuk mempertahankan patensi duktus arteriosus, terutama jika sudah ada
shunt dari kanan-ke-kiri (Sindrom Eisenmenger). Obat ini diberikan sebelum tindakan
operasi penutupan duktus dilakukan, dan efektif pada bayi prematur
 Dosis awal: 0,05-0,1 mcg/kg/min IV
 Dosis rumatan: 0,01-004 mcg/kg/min IV
 Kontraindikasi: hipersensitivitas dan sindrom distress penafasan
 Efek samping: apnea, kejang, demam, hipotensi, dan penegangan aggregasi
trombosit.
2. Tindakan bedah
Tindakan terbaik untuk menutup duktus adalah dengan melakukan operasi. Mortalitas tindakan
operasi kurang dari 2% meskipun operasi dilakukan antara umur beberapa bulan sampai di atas
60 tahun. Risiko kematian yang kecil ini menyebabkan banyak dokter lebih aktif melakukan
operasi pada umur muda karena menunggu penutupan spontan mempunyai resiko lebih besar
daripada operasi.
Pada bayi prematur tanpa sindrom distress respirasi, dicoba dahulu untuk memperbaiki gagal
jantungnya dengan digitalis. Bila berhasil, operasi dapat ditunda 3 bulan lagi atau lebih lama
karena banyak kasus dapat menutup secara spontan. Indikasi untuk melakukan tindakan beah
yaitu adanya kegagalan pada terapi medikamentosa, trombositopenia, dan insufisiensi ginjal.Ada
beberapa tehnik operasi yang dipakai untuk menutup duktus, seperti penutupan dengan
menggunakan tehnik cincin dan metode ADO (Amplatzer Duct Occlluder).
BAB III

ASUHAN KEPERWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN

Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan


kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang
optimal. ( Carpenito, 2000 ).

 Anamnesa
1. Identitas ( Data Biografi)
PDA sering ditemukan pada neonatus, tapi secara fungsional menutup pada 24 jam
pertama setelah kelahiran. Sedangkan secara anatomic menutup dalam 4 minggu pertama.
PDA ( Patent Ductus Arteriosus) lebih sering insidens pada bayi perempuan 2 x lebih
banyak dari bayi laki-laki. Sedangkan pada bayi prematur diperkirakan sebesar 15 %.
PDA juga bisa diturunkan secara genetik dari orang tua yang menderita jantung bawaan
atau juga bisa karena kelainan kromosom.
2. Keluhan Utama
Pasien dengan PDA biasanya merasa lelah, sesak napas.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien PDA, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda respiratory distress,
dispnea, tacipnea, hipertropi ventrikel kiri, retraksi dada dan hiposekmia.
4. Riwayat penyakit terdahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien lahir prematur atau ibu menderita infeksi dari rubella.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit PDA karena
PDA juga bisa diturunkan secara genetik dari orang tua yang menderita penyakit jantung
bawaan atau juga bisa karena kelainan kromosom.
6. Riwayat Psikososial
Meliputi tugas perasaan anak terhadap penyakitnya, bagaimana perilaku anak terhadap
tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, perkembangan anak, koping yang digunakan,
kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit anak, koping keluarga dan
penyesuaian keluarga terhadap stress.
 Pengkajian fisik (ROS : Review of System)
1. Pernafasan B1 (Breath)
Nafas cepat, sesak nafas ,bunyi tambahan ( marchinery murmur ),adanyan otot bantu
nafas saat inspirasi, retraksi.
2. Kardiovaskuler B2 ( Blood)
Jantung membesar, hipertropi ventrikel kiri, peningkatan tekanan darah sistolik, edema
tungkai, clubbing finger, sianosis.
3. Persyarafan B3 ( Brain)
Otot muka tegang, gelisah, menangis, penurunan kesadaran.
4. Perkemihan B4 (Bladder)
Produksi urine menurun (oliguria).
5. Pencernaan B5 (Bowel)
Nafsu makan menurun (anoreksia), porsi makan tidak habis.
6. Muskuloskeletal/integument B6 (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kelelahan.

B. ANALISA DATA

Data Etilologi Masalah


Data Subjektif : Terbukanya ductus arteriosus Penurunan curah jantung
Pasien gelisah, rewel, dan dialirkannya darah dari tekanan
menangis tinggi (aorta descenden) ke
Data Objektif : tekanan yang lebih kecil (arteri
 Denyut nadi  naik ( > pulmonalis)
170 x/menit)
 Tachyepne Resirkulasi darah beroksigen dari
 Suara jantung aorta ke arteri pulmonalis
tambahan (Machinery
mur-mur persisten) Beban ventrikel kiri ↑
Curah jantung turun
Data Subjektif: Dialirkannya darah dari tekanan Gangguan pertukaran gas
Pasien kesulitan bernafas, tinggi (aorta descenden) ke
sesak nafas tekanan yang lebih rendah (arteri
Data Objektif : pulmonalis)
 RR ( > 30 – 40x/menit)
 BGA tidak normal Resirkulasi darah beroksigen dari

 Adanya napas cuping aorta ke arteri pulmonalis


hidung
Beban ventrikel kiri ↑

Pelebaran dan hipertensi vertikel


kiri

Tekanan vena dan kapiler


pulmonar naik

Edema paru

Penurunan difusi oksigen

Gangguan pertukaran gas

Curah jantung turun

Suplai oksigen ke jaringan


berkurang

Data Subjektif: Pemecahan glukosa oleh O2 Perubahan nutrisi kurang dari


Pasien gelisah dan untuk pembuatan energi ↓ kebutuhan tubuh
menangis
Data Objektif : Lemah, gelisah,anoreksia
 Antropometri:
penurunan berat badan
 Biokimia : Hb dan
albumin menurun
 Klinik : perubahan
kulit mukosa oral
(bengkak dan
kemerahan).
 Diet : makan tidak
habis, nafsu makan
menurun
Data Subjektif: Gagal jantung kongestif Resiko infeksi
Demam, rewel
Data Objektif: Pasien gelisah, stress
 Jumlah limfosit
meningkat Respon imun menurun
 hipertermi (> 36-370
C), kulit memerah, Resiko infeksi
frekwensi nafas
meningkat, kulit hangat
bila disentuh, takikardi
Data Subjektif : PDA (Patent Ductus Arteriosus) Kecemasan orang tua
Orang tua cemas, tidak
tenang, dan emosinya labil Dampak hospitalisasi pada anak
Data Objektif:
 Menarik diri Anak menangis dan ketakutan
 Tidak ikut bersedia
dalam melakukan Kecemasan pada orang tua
proses keperawatan

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan malforasi jantung
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti pulmonal
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan pada saat
makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunya status kesehatan.
5. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan orang tua dan hospitalisasi.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. DX 1 Penurunan Curah jantung b.d malformasi jantung.
Tujuan : Mempertahankan curah jantung yang adekuat
Kriteria hasil : Anak akan menunjukkan tanda-tanda membaiknya curah jantung
Intervensi Rasional
 Mandiri  Mandiri
1. Observasi kualitas dan kekuatan denyut 1. Permulaan gangguan pada jantung akan ada
jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan perubahan tanda-tanda vital, semuanya
kulit. harus cepat dideteksi untuk penanganan
2. Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral, lebih lanjut.
membran mukosa, clubbing) 2. Pucat menunjukkan adanya penurunan
3. Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, takikardi, perfusi sekunder terhadap ketidak adekuatan
tachypnea, sesak, mudah lelah, periorbital curah jantung, vasokonstriksi dan anemia.
edema, oliguria, dan hepatomegali) 3. Deteksi dini untuk mengetahui adanya gagal
 Kolaborasi jantung kongestif
1. Pemberian digoxin sesuai order, dengan  Kolaborasi
menggunakan teknik pencegahan bahaya 1. Obat ini dapat mencegah semakin
toksisitas. memburuknya keadaan klien.
2. Berikan pengobatan untuk menurunkan 2. Obat anti afterload mencegah terjadinya
afterload vasokonstriksi
3. Berikan diuretik sesuai indikasi. 3. Diuretik bertujuan untuk menurunkan
volume plasma dan menurunkan retensi
cairan di jaringan sehingga menurunkan
risiko terjadinya edema paru.
2. Dx II Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal
Tujuan : Mengurangi adanya peningkatan resistensi pembuluh paru:
Kriteria hasil : Anak akan menunjukkan tanda-tanda tidak adanya peningkatan resistensi
pembuluh paru
Intervensi Rasional
 Mandiri  Mandiri
1. Observasi kualitas dan kekuatan denyut 1. Untuk memudahkan pasien dalam bernapas
jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan 2. Agar anak tidak tertular infeksi yang akan
kulit memperburuk keadaan
2. Atur posisi anak dengan posisi fowler 3. Menurunkan kebutuhan oksigen dalam
3. Hindari anak dari orang yang terinfeksi tubuh
4. Berikan istirahat yang cukup 4. Membantu klien untuk memenuhi
 Kolaborasi oksigenasinya.
1. Berikan oksigen jika ada indikasi
2. Untuk deteksi dini terjadinya gangguan
pernapasan

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah kelainan jantung kongenital (bawaan) dimana
tidak terdapat penutupan (patensi) duktus arteriosus yang menghubungkan aorta dan pembuluh
darah besar pulmonal. Kondisi ini sering ditemui pada bayi yang lahir prematur namun tidak
menutup kemungkinan terjadi pada bayi cukup bulan. Duktur arteriosus umumnya menutup 12-
24 jam setelah bayi lahir dan mencapai penutupan sempurna pada usia 3 minggu. Apabila duktus
tersebut masih terbuka, penutupan spontan 75% dapat terjadi sampai bayi berusia 3 bulan. Lebih
dari 3 bulan, penutupan spontan sangat jarang terjadi.

Gejala dari PDA tergantung dari besarnya kebocoran, apabila Duktus Arteriosus (DA)
kecil mungkin saja tidak menimbulkan gejala, apabila DA sedang sampai besar dapat mengalami
batuk, sering infeksi saluran pernapasan, dan infeksi paru. Apabila DA besar, maka gagal
jantung serta gagal tumbuh dapat terjadi. Pada PDA manapun juga, penutupan baik dengan
operasi maupun kateterisasi (tanpa operasi) sebaiknya dilakukan mempertimbangkan risiko
terinfeksinya jantung akibat kelainan ini. Apabila tetap tidak ditangani, dapat terjadi
kemungkinan risiko kematian 20% pada usia 20 tahun, 42% pada usia 45 tahun, dan 60% pada
usia 60 tahun.

B. Saran

Diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca terutama perawat dalam membuat asuhan
keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC,
Jakarta.

Powered by WordPress.com
http://imutzsweety17.wordpress.com/2012/05/03/laporan-pendahuluan-dan-askep-jantung-
bawaan/
Diposkan oleh Rizki Kurniadi
Hari Minggu, Februari 26, 2012
http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/02/asuhan-keperawatan-anak-
dengan_901.html

http://putrisayangbunda.blog.com/2010/08/29/askep-patent-ductus-anterious-pda/
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Patent_ductus_arteriosus

Anda mungkin juga menyukai