Anda di halaman 1dari 13

Tugas

Manajemen Sumber Daya


Manusia

Nama : Moh Taufiq Priyadhi


Npm : 214010237
Kelas : 21MJE

1. Teori Motivasi The Hierachy Of Needs


a. kebutuhan fisiologis (physiological)
Kebutuhan fisiologis persyaratan fisik untuk kelangsungan hidup
manusia. Jika persyaratan ini tidak terpenuhi, tubuh manusia tidak dapat
berfungsi dengan baik dan pada akhirnya akan gagal. Kebutuhan fisiologis
dianggap yang paling penting, mereka harus dipenuhi terlebih dahulu. Udara,
air dan makanan adalah persyaratan metabolisme untuk bertahan hidup di
semua hewan, termasuk manusia. Pakaian dan tempat tinggal memberikan
perlindungan yang diperlukan. Sambil mempertahankan tingkat kelahiran
yang memadai membentuk intensitas naluri seksual manusia, persaingan
seksual mungkin juga membentuk kata insting.
b. Kebutuhan keamanan (safety)
Kebutuhan keselamatan dan keamanan termasuk: keamanan pribadi,
keamanan keuangan, kesehatan dan kesejahteraan, keselamatan terhadap
kecelakaan / penyakit dan dampak negatif terhadap mereka.
c. Kebutuhan cinta dan kepemilikan (love/belonging)
Menurut Maslow, manusia perlu merasakan rasa memiliki dan
penerimaan antara kelompok-kelompok sosial mereka, terlepas apakah
kelompok-kelompok ini besar atau kecil. Sebagai contoh, beberapa kelompok
sosial yang besar mungkin termasuk klub, rekan kerja, kelompok agama,
organisasi, profesi, tim olahraga dan geng.
d. Kebutuhan harga diri (esteem)
Esteem menyajikan keinginan manusia yang khas untuk diterima dan
dihargai oleh orang lain. Orang sering terlibat dalam profesi atau hobi untuk
mendapatkan pengakuan. Kegiatan ini memberikan orang rasa kontribusi atau
nilai. Rendah diri atau inferior mungkin akibat dari ketidakseimbangan
tingkat dalam hirarki. Orang dengan harga diri yang rendah sering perlu rasa
hormat dari orang lain, mereka mungkin merasa perlu untuk mencari
ketenaran atau kemuliaan.

e. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization)


Maslow menggambarkan tingkat ini sebagai keinginan untuk mencapai
segala sesuatu yang seseorang bisa capai, untuk menjadi yang paling bisa.
Individu dapat melihat atau fokus pada kebutuhan ini sangat khusus.
Misalnya, satu orang mungkin memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi
orang tua yang ideal. Pada orang lain, keinginan dapat dinyatakan atletis.
Bagi orang lain, mungkin diungkapkan dalam lukisan, gambar atau
penemuan. Maslow percaya bahwa untuk memahami tingkat kebutuhan,
orang tidak hanya harus mencapai kebutuhan sebelumnya tapi menguasai
mereka.

2. Theory x and theory y


Teori X dan Teori Y adalah teori motivasi manusia diciptakan dan
dikembangkan oleh Dauglas McGregor di Sloan School of Management MIT pada
tahun 1960 yang telah digunakan dalam manajemen sumber daya manusia, perilaku
organisasi, komunikasi organisasi dan pengembangan organisasi.
Teori ini diungkapkan oleh Douglas McGregor yang mengemukakan strategi
kepemimpinan efektif dengan menggunakan konsep manajemen partisipasi. Konsep
terkenal dengan menggunakan asumsi-asumsi sifat dasar manusia. Pemimpin yang
menyukai teori X cenderung menyukai gaya kepemimpinan otoriter dan sebaliknya,
seorang pemimpin yang menyukai teori Y lebih menyukai gaya
kepemimpinan demokratik. Untuk kriteria karyawan yang memiliki tipe teori X
adalah karyawan dengan sifat yang tidak akan bekerja tanpa perintah, sebaliknya
karyawan yang memiliki tipe teori Y akan bekerja dengan sendirinya tanpa perintah
atau pengawasan dari atasannya. Tipe Y ini adalah tipe yang sudah menyadari tugas
dan tanggung jawab pekerjaannya.
3. Two Factors Theory
Frederick Herzberg mengembangkan teori dua faktor, kedua faktor tersebut
disebut ketidakpuasan (dissatisfiers) dan kepuasan (satisfiers) atau hygine motivator
atau faktor intrinsik - ekstrinsik. Hasil penelitian Hezberg menyangkut teorinya ada
dua kesimpulan: Pertama, ada seperagkat kondisi ekstrinsik dalam kontek pekerjaan
yang menghasilkan ketidakpuasan di antara pegawai jika kondisi ini tidak terpenuhi.
Jika kondisi ini terpenuhi, hasilnya tidak perlu memotivasi pegawai. Kondisi inilah
yang disebut ketidakpuasan atau faktor hygiene karena dibutuhkan paling tidak
mempertahankan tingkat no dissatisfaction meliputi gaji, keamanan kerja, kondisi
kerja, status, prosedur perusahaan, kualitas supervise teknis. Kedua, seperangkat
kondisi intrinsiik si pekerja jika ada akan membangun tingkat motivasi yang kuat
yang hasilnya adalah kinerja pekerjaan yang baik. Jika kondisi ini tidak terpenuhi,
maka pekerjaan tidak terbukti memberikan tingkat kepuasan yang tinggi. Faktor ini
disebut kepuasan atau motivator yang meliputi achievement, pengakuan, tanggung
jawab, pekerjaan itu sendiri dan kemungkinan tumbuh. Hezberg menyatakan bahwa
ada faktor-faktor tertentu di tempat kerja yang menyebabkan kepuasan kerja,
sementara seperangkat factor terpisah menyebabkan ketidakpuasan. Kepuasan kerja
dan ketidakpuasan kerja tindakan independen satu sama lain.
Teori Dua Faktor membedakan antara:
Motivator (misalnya menantang kerja, pengakuan prestasi seseorang, tanggung
jawab, kesempatan untuk melakukan sesuatu yang berarti,
keterlibatan dalam pengambilan keputusan, rasa penting untuk sebuah organisasi)
yang memberikan kepuasan positif yang timbul dari kondisi intrinsic pekerjaan itu
sendiri seperti pengakuan, prestasi atau pertumbuhan pribadi.
Faktor hygiene (missal status, keamanan kerja, gaji, tunjangan, kondisi kerja,
gaji yang baik, membayar asuransi, liburan) yang tidak memberikan kepuasan
positif atau menimbulkan motivasi yang lebih tinggi meskipun hasil ketidakpuasan
dari ketidakhadiran mereka. Istilah "Hygiene" digunakan dalam arti bahwa ini
adalah faktor pemeliharaan. Ini adalah ekstrinsik untuk pekerjaan itu sendiri, dan
mencakup aspek-aspek seperti kebijakan perusahaan, praktik pengawasan atau
upah / gaji. Herzberg sering menyebut gfaktor higienis sebagai "KITA" faktor yang
merupakan akronim untuk "kick in the ass (menendang pantat)", proses pemberian
insentif atau ancaman hukuman untuk membuat seseorang melakukan sesuatu.
4. Mcclellands theory needs
Teori kebutuhan McClelland adalah salah satu teori motivasi yang menyatakan
bahwa perilaku manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh tiga kebutuhan yaitu
Kebutuhan akan pencapaian atau berprestasi (Achievement), Kebutuhan akan
Kekuasaan (Power) dan Kebutuhan akan Afiliasi (Affiliate). Oleh karena itu, Teori
Kebutuhan McClelland sering disebut juga sebagai Teori Tiga Kebutuhan atau
Three Needs Theory. Teori Kebutuhan McClelland ini dianggap sebagai
perpanjangan Hierarki Kebutuhan Maslow. Three Needs Theory atau Teori Tiga
Kebutuhan ini dikemukan oleh seorang Psikolog Amerika Serikat yang bernama
David McClelland pada tahun 1960-an. Menurut McClelland, setiap individu
memiliki tiga jenis kebutuhan motivasi ini (Prestasi, Kekuasaan dan Afiliasi)
terlepas dari demografi (usia, ras, jenis kelamin, etnis), budaya atau kekayaan
mereka. Jenis motivasi ini diperoleh dan dibentuk dari waktu ke waktu melalui
pengalaman dalam kehidupan nyata seseorang dan juga pandangan hidupnya.
5. Cognitiv evalualion theory
CET adalah sebuah teori yang menyatakan bahwa perilaku yang termotivasi
secara intrinsik berdasar pada perjuangan untuk memenuhi tiga kebutuhan dasar
psikologis. Yaitu pemenuhan kebutuhan untuk competence, autonomy, dan
relatedness. Jika faktor sosial dan atau lingkungan tidak dapat memenuhi salah satu
kebutuhan tersebut, maka akan mengurangi motivasi seseorang.
Autonomy satisfaction dihasilkan dari perasaan bahwa pilihan untuk ikut di
dalam sebuah perilaku adalah kehendaknya sendiri dan tidak dikendalikan oleh
faktor-faktor eksternal. Contohnya seperti ini, jika anda adalah seorang Personal
Trainer (PT) yang akan membuat sebuah program latihan untuk seseorang yang
mengalami obesitas. Bagaimana anda akan memastikan bahwa program latihan anda
tersebut akan memenuhi kebutuhan partisipan tersebut dalam hal autonomy
satisfaction? Hal yang mungkin bisa dilakukan PT tersebut adalah sebagai berikut:
buat sebuah interview dengan calon partisipan, fungsinya adalah untuk menekankan
tentang manfaat dan keuntungan dari sebuah latihan, dan tanyakan padanya apakah
masih ada pertanyaan yang ingin disampaikan. Langkah ini mungkin dapat lebih
mendorong calon partisipan untuk memutuskan kapan akan memulai program latihan
dan tidak merasa dipaksa oleh pihak lain. Latihan atau intervensi-intervensi yang
akan dilakukan mungkin juga berdasar atas pilihan calon partisipan. Jadi, semua
kegiatan yang akan dilakukan oleh sang calon adalah berdasar pada pilihannya
sendiri tidak dari PT tersebut
Selanjutnya adalah competency satisfaction, adalah sebuah persepsi bahwa anda
dapat melakukan sebuah perilaku (behaviour) dan dapat mencapai sebuah
keberhasilan tersebut melalui perilaku itu sendiri (konsep ini mirip dengan self-
efficacy). Kebutuhan ini sekali lagi sangat penting dalam sebuah self-determined
motivation (motivasi yang muncul/ ditentukan oleh diri sendiri) karena seseorang
tidaklah mungkin termotivasi jika mereka tidak mempunyai kepercayaan diri untuk
melakukan perilaku (contohnya latihan). Nah, jika anda seorang PT, apa yang akan
anda lakukan untuk calon partisipan anda agar kebutuhan kompetensi ini terpenuhi
oleh mereka? Hal yang bisa dilakukan pada saat konsultasi awal adalah menawarkan
pada calon partisipan untuk diberikan regular positive feedback pada laporan
kemajuan latihan mereka, hal ini akan membantu meningkatkan persepsi peserta
untuk kepercayaan diri dan kompetensinya untuk melakukan latihan. Hal lain yang
bisa dilakukan adalah membuat diary latihan, jadi partisipan dapat melihat track
record dan melihat progress latihan mereka.
Yang terakhir adalah relatedness satisfaction, adalah kebutuhan untuk diterima
oleh orang lain dan memiliki supportive relationship. Manusia mempunyai sebuah
kebutuhan dasar untuk berinteraksi positif dengan orang lain, dan hal ini akan
menjadi aspek dasar kesenangan dari sebuah aktivitas olahraga dan latihan dan
kemudian menjadi sebuah motivasi intrinsik. Sebagai seorang PT, hal yang perlu
dilakukan untuk selalu support/ mendukung partisipannya adalah melakukan regular
meeting atau dikontak melalui telephone. Menerapkan sistem "buddy" antar
partisipan juga akan memberikan kesempatan untuk saling support antar partisipan.
perasaan, memberikan positive feedback dan menyediakan informasi yang
relevan jika diperlukan. Kebalikannya, dalam controlling environment seorang
leader/ pelatih cenderung menguasai/ mengontrol keadaan, menggunakan perintah
dan instruksi, dan memotivasi melalui ancaman dan kritik.
Oleh karena itu, CET juga memberikan penjelasan bahwa environment
(lingkungan) dapat mendorong atau bahkan melunturkan kepuasan tiga kebutuhan
dasar dan selanjutnya melunturkan motivasi intrinsik. Dalam penelitian yang
berkaitan dengan CET, ada dua tipe lingkungan yang sering diteliti yaitu autonomy
supportive environment dan controlling environment. Yang pertama, autonomy
supportive environment, fokus terhadap penawaran pilihan dan kesempatan-
kesempatan untuk pemikiran mandiri. Untuk menyediakan lingkungan ini, seorang
leader/ pelatih dianjurkan untuk mendengarkan dan memahami
6. Goal setting theory
Goal setting theory merupakan salah satu bagian dari teori motivasi yang
dikemukakan oleh Edwin Locke pada tahun 1978. Goal setting theory didasarkan
pada bukti yang berasumsi bahwa sasaran (ideide akan masa depan; keadaan yang
diinginkan) memainkan peran penting dalam bertindak. Teori penetapan tujuan yaitu
model individual yang menginginkan untuk memiliki tujuan, memilih tujuan dan
menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan tujuan (Birnberg dalam Mahennoko,
2011). Menurut teori ini "salah satu dari karakteristik perilaku yang mempunyai
tujuan yang umum diamati ialah bahwa perilaku tersebut terus berlangsung sampai
perilaku itu mencapai penyelesaiannya, sekali seseorang mulai sesuatu (seperti suatu
pekerjaan, sebuah proyek baru), ia terus mendesak sampai tujuan tercapai. Proses
penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa
sendiri/diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan (Wangmuba dalam
Ramandei,2009). Goal setting theory menjelaskan hubungan antara tujuan yang
ditetapkan dengan prestasi kerja (kinerja). Konsep dasar teori ini adalah seseorang.
yang memahami tujuan (apa yang diharapkan organisasi kepadanya) akan
mempengaruhi perilaku kerjanya. Teori ini juga menyatakan bahwa perilaku individu
diatur oleh ide (pemikiran) dan niat seseorang. Sasaran dapat dipandang sebagai
tujuan atau tingkat kerja yang ingin dicapai oleh individu.
Jika seorang individu berkomitmen untuk mencapai tujuannya, maka hal ini akan
mempengaruhi tindakannya dan mempengaruhi konsenkuensi kinerjanya. Teori ini
juga menjelaskan bahwa penetapan tujuan yang menantang (sulit) dan dapat diukur
hasilnya akan dapat meningkatkan prestasi (kinerja), yang diikuti dengan kemampuan
dan keterampilan kerja. Pada tahun 1990, Locke dan Latham mempublikasikan hasil
kerjanya dan merumuskan lima prinsip sukses goal setting. Berdasarkan riset mereka,
ternyata sebuah goal akan memotivasi dan meningkatkan kinerja jika memenuhi
unsur sebagai berikut:
1. Clarity (kejelasan): pastikan goal tersebut jelas, spesifik dan terukur.
2. Challange (tantangan): pastikan goal tersebut relevan, dianggap penting, dan
menantang.
3. Commitment (komitmen): pastikan goal tersebut dipahami dan disepakati
bersama.
4. Feedback (umpan balik): pastikan ada metode pengukuran keberhasilan dan
umpan balik terhadap usaha meraih goal tersebut.
5. Task Complexity (kompleksitas tugas): buat goal Anda sedikit kompleks
tanpa membuatnya menjadi membingungkan. Artinya
7. Self efficancy
1. Self-efficacy merupakan keyakinan dalam diri seseorang terhadap
kemampuan yang dimiliki bahwa ia mampu untuk melakukan sesuatu
atau mengatasi suatu situasi bahwa ia akan berhasil dalam melakukannya.
Sebagaimana Bandura mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan
keyakinan orang tentang kemampuan mereka untuk menghasilkan tingkat
kinerja serta menguasai situasi yang mempengaruhi kehidupan mereka,
kemudian self-efficacy juga akan menentukan bagaimana orang merasa,
berpikir, memotivasi diri dan berperilaku.1 Sesuai dengan pendapat Jeanne
Ellis Ormrod, self-efficacy adalah keyakinan seseorang tentang
kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau mencapai
tujuan tertentu. Kemudian Bandura dalam Howard (2008) juga menambahkan
bahwa self-efficacy memiliki dampak yang penting, bahkan bersifat sebagai
motivator utama terhadap keberhasilan seseorang. Orang lebih. mungkin
mengerjakan aktivitas yang yakin dapat mereka lakukan daripada melakukan
pekerjaan yang mereka rasa tidak bisa. Selain itu, Baron dan Byrne juga
mengartikanself-efficacysebagai keyakinan seseorang akan kemampuan atau
kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan, mencapai tujuan, atau
mengatasi sebuah hambatan. Sedangkan efikasi menurut Alwisol ialah
penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, benar
atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang
dipersyaratkan. Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa self-
efficacy merupakan keyakinan dalam diri seseorang akan kemampuan yang
dimiliki dalam melakukan suatu tindakan untuk mencapai suatu tujuan
yang telah ditetapkan, serta dapat mempengaruhi situasi dengan baik, dan
dapat mengatasi sebuah hambatan.
1) Dimensi Self-Efficacy Bandura membedakan self-efficacy menjadi
tiga dimensi, yaitu level, generality, dan strength.
A Dimensi Level Dimensi ini mengacu pada derajat kesulitan
tugas yang dihadapi. Penerimaan dan keyakinan seeorang
terhadap suatu tugas berbeda-beda. Persepsi setiap individu
akan berbeda dalam memandang tingkat kesulitan dari suatu
tugas Persepsi terhadap tugas yang sulit dipengaruhi oleh
kompetensi yang dimiliki individu. Ada yang menganggap
suatu tugas itu sulit sedangkan orang lain mungkin merasa
tidak demikian. Keyakinan ini didasari oleh pemahamannya
terhadap tugas tersebut.
B Dimensi Generality Dimensi ini mengacu sejauh mana
individu yakin
akan kemampuannya dalam berbagai situasi tugas, mulai dari
dalam melakukan suatu aktivitas yang biasa dilakukan atau
situasi tertentu yang tidak pernah dilakukan hingga dalam
serangkaian tugas atau situasi sulit dan bervariasi.
C Dimensi Strength Dimensi strength merupakan kuatnya
keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki
ketika menghadapi tuntutan tugas atau permasalahan. Hal ini
berkaitan dengan ketahanan dan keuletan individu dalam
pemenuhan tugasnya. Self-efficacy yang lemah dapat dengan
mudah menyerah dengan pengalaman yang sulit ketika
menghadapi sebuah tugas yang sulit. Sedangkan bila self-
efficacy tinggi maka individu akan memiliki keyakinan dan
45 kemantapan yang kuat terhadap kemampuannya untuk
mengerjakan suatu tugas dan akan terus bertahan dalam
usahannya meskipun banyak mengalami kesulitan dan
tantangan.

8. Reinforcement theory
Motivasi merupakan alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan
oleh seseorang. Jika seseorang memiliki motivasi yang tinggi, berarti orang tersebut
memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan
melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya yang sekarang. Salah satu teori
motivasi yang dapat diimplementasikan adalah reinforcement theory atau teori
penguatan. Teori ini diusulkan oleh BF Skinner dan rekan yang melihat hubungan
antara perilaku seseorang dan konsekuensi dari perilaku orang tersebut (sebab-
akibat).Teori ini menggunakan suatu teknik yang bernama behavior modification
atau modifikasi perilaku. Ya, tepat seperti namanya (modifikasi) maka dengan
pendekatan ini, perilaku individu dengan konsekuensi positif cenderung akan
diulang, tetapi perilaku individu dengan konsekuensi negatif cenderung tidak akan
diulang. Motivasi setiap orang tentu saja berbeda-beda, ada orang yang termotivasi
secara positif atau negatif, contohnya adalah seperti ini, misalnya ada karyawan A
dan B, kedua karyawan tersebut terlihat sangat rajin dan cepat dalam bekerja,
walaupun demikian, motivasi kedua karyawan tersebut bisa saja tidak sama.
Ternyata karyawan A bekerja dengan rajin dan cepat karena ia ingin mendapatkan
kenaikan gaji dan pujian dari bos nya, hal ini berarti bos tersebut menggunakan
penguatan positif bagi karyawannya. Sedangkan karyawan B bekerja dengan rajin
dan cepat ternyata karena ia ingin menghindari teguran dan omelan bosnya, nah hal
ini berarti bos tersebut telah menggunakan penguatan negatif. Kedua perbedaan
motivasi tersebut masuk dalam teori penguatan ini Lebih lanjut, terdapat empat
cara di mana para pemimpin bisa menggunakan teori penguatan untuk
memodifikasi atau membentuk perilaku bawahannya, cara-cara tersebut adalah:
 Positive Reinforcement (Penguatan Positif)
 Negative Reinforcement (Penguatan Negatif)
 Punishment (Hukuman)

9. Equity theory
Teori ekuitas berfokus pada menentukan apakah distribusi sumber daya yang
adil untuk kedua pasangan relasional. Ekuitas diukur dengan membandingkan rasio
kontribusi (atau biaya) dan manfaat (atau imbalan) untuk setiap orang. Dianggap
salah satu teori keadilan, teori ekuitas pertama kali dikembangkan pada tahun 1969
oleh J.Stacy Adams, seorang psikolog perilaku yang menegaskan bahwa karyawan
berusaha untuk mempertahankan ekuitas antara input yang mereka bawa ke
pekerjaan dan hasil yang mereka terima darinya terhadap masukan dan hasil dari
orang lain (Adams, 1969) yang dirasakan. Keyakinan adalah bahwa orang
menghargai perlakuan yang adil yang menyebabkan mereka termotivasi untuk menjaga
kewajaran mempertahankan hubungan mereka dengan rekan kerja dan organisasi. Struktur
ekuitas di tempat kerja didasarkan pada rasio input ke hasil. Input adalah kontribusi yang
dibuat oleh karyawan bagi organisasi.
Teori ekuitas berfokus pada menentukan apakah distribusi sumber daya yang adil untuk
kedua pasangan relasional. Ini mengusulkan bahwa orang yang menganggap diri mereka
baik dihargai rendah atau dihargai tinggi akan mengalami kesusahan (distress), dan bahwa
tekanan ini menyebabkan upaya untuk mengembalikan ekuitas dalam hubungannya. Hal ini
berfokus pada menentukan apakah distribusi sumber daya yang adil untuk kedua pasangan
relasional. Ekuitas diukur dengan membandingkan rasio kontribusi dan manfaat dari masing
masing orang dalam hubungan tersebut. Mitra tidak perlu menerima manfaat yang sama
(seperti menerima jumlah yang sama cinta, perawatan dan keamanan finansial) atau
membuat kontribusi yang sma (seperti berinvestasi jumlah yang sama usaha, waktu dan
sumber daya keuangan), selama rasio antara manfaat dan kontribusi mirip.
Sama seperti teori umum motivasi lainnya, seperti hirarki kebutuhan Maslow, teori
keadilan mengakui bahwa faktor variable individu mempengaruhi penilaian masing-masing
orang dan persepsi hubungan mereka dengan mitra relasional mereka (Guerrero et al.,
2005). Menurut Adams (1965) kemarahan yang disebabkan oleh ketidakadilan kurang
bayar dan rasa bersalah diinduksi dengan ekuitas lebih bayar (Spector 2008).
Pembayaran apakah upah per jam atau gaji adalah perhatian utama dan oleh karena
itu penyebab keadilan (ekuitas) atau ketidakadilan dalam banyak kasus.
Dalam posisi apapun, seorang karyawan ingin merasa bahwa kontribusi mereka
dan prestasi kerja sedang dihargai dengan gaji mereka. Jika seorang karyawan
merasa kurang bayar maka akan menghasilkan perasaan karyawan bermusuhan
terhadap organisasi dan mungkin rekan kerja, yang dapat mengakibatkan karyawan
tidak berkinerja baik lagi di tempat kerja. Ini adalah variable yang juga memainkan
peran penting dalam perasaan keadilan (ekuitas). Hanya ide pengakuan atas kinerja
kerja dan tindakan berterima kasih kepada karyawan akan menimbulkan rasa
kepuasan dan karena itu membantu karyawan merasa berharga dan memiliki
hasilyang lebih baik.
Definisi Ekuitas
Individu membandingkan masukan dan pekerjaan mereka dan hasil dengan orang
lain dan kemudian mananggapi menghilangkan ketidadilan apapun. Perbandingan
rujukan: self inside Self outside Other Inside Other outside. Empat acuan bahwa
seorang karyawan dapat menggunakan Self inside: pengalaman karyawan dalam posisi
yang berbeeda dalam organisasi. Self outside: pengalaman karyawan dalam posisi di
luar organisasi. Other inside: persepsi karyawan dari orang dalam organisasi. Other
outside: persepi karyawan dari luar organisasi. Proposisi
Teori ekuitas terdiri dari empat proposisi:
1. Individu berusaha untuk memaksimalkan hasil mereka (dimana hasil
didefinisikan sebagai imbalan minus biaya).
2. Kelompok dapat memaksimalkan hasil kolektif dengan mengembangkan
system yang adil pembagian hadiah dan biaya antara anggota. System
ekuitas akan berkembang dalam kelompok dan anggota akan berusaha untuk
membujuk anggota lain untuk menerima dan mematuhi system ini. Satu-
satunya kelompok yang dapat menginduksi anggota untuk berperilaku scara
adil adalah dengan membuatnya lebih menguntungkan unuk berperilaku
adil daripada tidak adil. Dengan demikian, kelompok umumnya akan
memberikan reward kepada anggota yang memperlakukan orang lain secara
adil dan umumnya menghukum (meningkatkan biaya untuk anggota yang
mmperlakukan orang lain tidak adil).
3. Ketika individu menemukan diri mereka yang berpartisipasi dalam
hubungan tidak adil, mereka menjadi tertekan. Semakin tidak adil hubungan,
individu semakin merasa tertekan. Menurut teori ekuitas, baik orang yang
mendapat terlalu banyak dan orang yang mendapat terlalu sedikit merasa
tertekan. Orang yang mendapat terlalu banyak mungkin merasa bersalah
atau malu. Orang yang mendapat terlalu sedikit mungkin merasa marah atau
dipermalukan.
4. Individu yang merasa bahwa mereka berada dalam hubungan upaya tidak
adil untuk menghilangkan distress mereka dengan mengembalikan ekuitas.
Semakin besar ketidakadilan, semakin banyak distress orang merasa dan
semakin mereka mencoba untuk memulihkan ekuitas.

10. Expentancy
Teori pengharapan (atau teori motivasi pengharapan) mengusulkan seorang
individu akan berperilaku atau bertindak dengan cara tertentu karena mereka
termotivasi untuk memilih perilaku tertentu atau perilaku lain karena hasil yang
mereka harapkan adalah perilaku yang akan dipilih. Pada dasarnya motivasi
pemilihan perilaku ditentukan oleh keinginan hasilnya.
Teori pengharapan memiliki tiga komponen yaitu pengharapan, instrumentality dan
valensi.
1. Pengharapan: usaha (effort) → kinerja (performance) (E→P) Harapan adalah
keyakinan bahwa upaya seseorang € akan menghasilkan pencapaian kinerja
yang diinginkan (P).
2. Self efficacy
Keyakinan seseorang tentang kemampuan mereka untuk berhasil melakukan
perilaku tertentu. Individu akan menilai apakah mereka telah memiliki
keterampilan atau pengetahuan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
mereka.
3. Goal Ketika tujuan ditetapkan terlalu tinggi atau kinerja harapan yang dibuat
terlalu sulit. Ini kemungkinan besar akan menyebabkan harapan rendah. Hal
ini terjadi ketika individu percaya bahwa hasil yang diinginkan tidak
tercapai.
4. Perceived control
Individu harus percaya bahwa mereka memiliki beberapa tingkat control
atas hasil yang diharapkan. Ketika individu merasa bahwa hasilnya adlaah
di luar kemampuan mereka untuk mempengaruhi, harapan dan dengan
demikian motivasi, rendah.
5. Instrumentality: kinerja (performance) → hasil (outcome) (PO)
Instrumentality adalah keyakinan bahwa seseorang akan menerima upah jika
ekspektasi kinerja terpenuhi. Reward ini dapat hadir sendiri dalam bentuk
kenaikan gaji, promosi, pengakuan atau prestasi. Instrumentality rendah
ketika reward adalah sama untuk semua kinerja yang diberikan.Cara lain
hasil instrumentality bekerja adalah komisi. Dengan kinerja komisi secara
langsung berkorelasi dengan hasil (berapa banyak uang dihasilkan). Jika
kinerja tinggi dan banyak barang yang dijual semakin banyak uang yang
akan dihasilkan.Faktor yang terkait dengan instrumentality individu untuk
hasil adalah kepercayaan, kontrol dan kebijakan:
 Mempercayai orang-orang yang akan memutuskan siapa
 mendapat hasil apa, berdasarkan kinerja.
 Pengendalian bagaiman keputusan dibuat, siapa mendapat apa
hasilnya.
 Kebijakan pemahaman tentang korelasi antara kinerja dan hasil.
6. Valence :V (R) hasil (outcome) → reward Valence: nilai suatu individu
ditempaykan pada imbalan dari hasil, yang didasarkan pada kebutuhan
mereka, tujuan, nilai-nilai dan sumber motivasi. Faktor-faktor yang
berpengaruh termasuk nilai-nilai, kebutuhan, tujuan, preferensi seseorang
dan sumber yang memperkuat motivasi mereka untuk hasil tertentu. Valence
ditandai dengan sejauh mana seseorang menghargai hasil atau imbalan yang
diberikan.

Anda mungkin juga menyukai